|
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa kesenjangan antara
teori yang ada tentang halusinasi dengan kasus atau fakta yang didapatkan
penulis pada klien Tn. “H” dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan yang dilaksanakan
pada tanggal 16-18 Juni 2014 serta akan dijelaskan pula faktor pendukung dan
penghambat untuk memudahkan pembahasan, maka penulis menggunakan proses
keperawatan yaitu mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
A.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan
dasar utama dari proses keperawatan yang terdiri atas beberapa tahap yang
dimulai dari pengumpulan data, analisa data, dan perumusan masalah (Keliat, 2005). Adapun
data yang didapatkan pada pengkajian klien yang mengalami gangguan persepsi
sensori : halusinasi penglihatan yaitu menurut teori yaitu :
1.
Bibir
komat kamit
2.
Tertawa
sendiri dan bicara sendiri
3.
Mata
menunjuk-nunjuk sesuatu
4.
Gelisah
5.
Bergerak
seperti mengambil atau membuang sesuatu
6.
|
Tiba-tiba marah dan
menyerang
7.
Duduk
terpaku
8.
Memandang
satu arah
9.
Menarik
diri
Sedangkan data pengkajian yang ditemukan
pada Tn. ”H” dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan sebagai berikut :
1.
Klien
nampak menunjuk-nunjuk.
2.
Klien
nampak termenung
3.
Klien
tidak mampu berkomunikasi dengan baik
4.
Klien
nampak tinggal menyendiri dirumah
5.
Klien
nampak tidak rapi, kotor dan berantakan
6.
Klien
nampak selalu merokok
Dari uraian
diatas, penulis menemukan ada 3 data pengkajian yang
terdapat dalam teori tetapi tidak di temukan dalam kasus Tn. “H” yaitu : Klien tertawa dan bicara sendiri, klien bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, klien tiba- tiba marah dan menyerang.
Kondisi ini
tidak ditemukan pada klien Tn. ”H” karena saat pengkajian, klien tidak banyak tingkah, hanya berdiam
diri dan duduk tenang, serta klien hanya berbicara apabila dikasih pertanyaan. Kesenjangan ini terjadi karena respon individu yang berbeda-beda dan
perbedaan tingkat derajat penyakit yang dialami oleh masing-masing individu.
Adapun hambatan
yang ditemukan oleh penulis saat melakukan pengkajian yaitu :
1.
Dari faktor klien
Ada gangguan proses pikir, klien
mengungkapkan perasaannya tidak sesuai dengan apa yang dirasakan.
2.
Dari faktor keluarga
Saat penulis
melakukan pengkajian keluarga klien tidak terlalu mengerti tentang pengobatan
medis, meskipun sudah dijelaskan.
3.
Dari faktor penulis
Masih kurangnya kemampuan yang dimilki
penulis dalam berinteraksi dengan klien juga merupakan hambatan dalam
pengkajian yang dilakukan oleh penulis.
Pada prinsipnya data yang didapatkan
penulis ada kesamaan dengan teori yang ada seperti alasan masuk rumah sakit,
faktor predisposisi, faktor psikososial dan status mental yang terdiri dari
penempilan, pembicaraan, interaksi selama wawancara, isi pikir, tingkat kesadaran,
aktivitas motorik, alam perasaan, afek, persepsi, proses pikir, memori, tingkat
konsentrasi dan berhitung daya tilik diri.
B.
Diagnosa Keperawatan
Menurut teori
(Keliat, 2006), diagnosa keperawatan yang muncul
pada klien halusinasi adalah:
1.
Gangguan
persepsi sensori: Halusinasi Penglihatan.
2.
Isolasi sosial.
3.
Gangguan
konsep diri: Harga diri rendah.
4.
Defisit
perawatan diri: Mandi dan berhias.
Sedangkan Diagnosa
Keperawatan yang ditemukan pada Tn. ”H” dengan gangguan
persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan
sebagai berikut :
1.
Gangguan
Persepsi Sensori :Halusinasi Penglihatan
2.
Isolasi
Sosial
3.
Defisit
Perawatan Diri
Dari uraian
diatas, penulis menemukan satu diagnosa pada teori yang tidak ditemukan pada
kasus nyata yaitu : Gangguan konsep diri : Harga diri rendah. Diagnosa keperawatan ini tidak ditegakkan karena kondisi klien tidak
memperlihatkan data yang mendukung diagnosa tersebut. Dimana pada saat pengkajian konsep diri, klien menganggap dirinya
biasa-biasa saja serta tidak mau berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya
karena malu. Dalam menganalisa masalah, penulis menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan keadaan klien yang
dirawat serta keunikan setiap individu yang berbeda-beda dalam beradaptasi
terhadap permasalahan yang dialaminya.
C.
Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum,
tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum yaitu tujuan yang
ingin dicapai untuk menyelesaikan masalah dan tujuan khusus merupakan langkah-langkah
untuk menyelesaikan masalah. Rencana tindakan keperawatan yang deberikan pada klien untuk mengatasi masalah
gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Penglihatan yang di alami antara lain:
SP I P:
1.
Mengidentifikasi jenis
halusinasi.
2.
Mengidentifikasi isi halusinasi
3.
Mengidentifikasi waktu
halusinasi pasien.
4. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan
halusinasi.
5. Mengidentifikasi respon klien terhadap
halusinasi.
6. Mengajarkan klien cara menghardik halusinasi.
7.
Menganjurkan klien memasukkan
cara menghardik halusinasi ke dalam kegiatan
harian.
SP II P:
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian.
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
3.
Menganjurkan klien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian.
SP III P:
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian.
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan.
3.
Menganjurkan klien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
harian.
SP IV P:
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian.
2.
Memberi pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur.
3.
Menganjurkan klien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian.
SP I K:
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat klien.
2. Menjelaskan pengertian halusinasi, tanda
dan gejala halusinasi, jenis halusinasi serta proses terjadinya halusinasi.
SP II K:
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan halusinasi.
2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepada klien
halusinasi.
SP III K:
1.
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat.
2.
Jelaskan follow up klien
setelah pulang.
Rencana tindakan keperawatan yang
diberikan pada klien untuk mengatasi
Isolasi sosial yang dialami antara lain:
1. TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. TUK 2 :
Klien dapat menyebutkan penyebab menarik
diri.
3. TUK 3 :
Klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain.
4. TUK 4 :
Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap.
5.
TUK 5 : Klien mampu mengungkapkan perasaan setelah berinteraksi
dengan orang lain.
6. TUK 6 :
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
Serta strategi pelaksanaannya
yaitu:
SP I P :
1.
Mengidentifikasi penyebab
isolasi sosial.
2. Mendiskusikan dengan klien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
3. Diskusikan dengan klien tentang kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain.
4. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan
orang lain.
5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian.
SP II P:
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien.
2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekkan cara berkenalan dengan orang
lain.
3. Membantu klien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
SP III P:
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan
klien.
2. Memberikan kesempatan kepada klien
mempraktekkan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih.
3. Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian.
SP I K:
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat klien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial
yang dialami klien beserta proses
terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial.
SP II K:
1.
Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
2.
Melatih keluarga mempraktekkan
cara merawat langsung kepada klien isolasi sosial.
SP III K:
1.
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat.
2.
Jelaskan follow up klien setelah pulang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis
tidak menemukan adanya kesenjangan antara rencana tindakan pada teori dengan
rencana tindakan keperawatan pada Tn.
“H”, karena pada saat penulis menyusun rencana tindakan pada klien, semua
disesuaikan dengan standar yang ada pada teori.
D.
Implementasi
Dalam pelaksanaan
implementasi pada Tn. ”H” disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Dimana tindakan yang diberikan kepada klien mengacu pada kebutuhan klien saat
ini. Tetapi mengingat situasi yang tidak mendukung termasuk waktu yang sangat
terbatas, maka rencana keperawatan hanya dapat diimplementasikan sebagian.
Implementasi
yang penulis dapat lakukan hanya pada pelaksanaan implementasi untuk masalah
utama yaitu: Gangguan
persepsi sensori : halusinasi Penglihatan. Terdiri dari, 3 SP keluarga dan 3 SP
pasien. Adapun kendala dalam
melaksanakan implementasi ditemukan oleh penulis yaitu waktu yang diberikan
sangat terbatas dalam menyusun asuhan keperawatan ini.
E.
Evaluasi
Evaluasi adalah proses kelanjutan untuk
menilai efek dari respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan.
Evaluasi dibagi menjadi dua tahap yaitu evaluasi proses (formatik) yang
dilakukan setiap selesai tindakan dan evaluasi hasil (sematik) yang dilakukan
dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan tujuan umum yang
dilakukan dengan menggunakan SOAP. Pada prinsipnya respon klien terhadap
intervensi keperawatan yang didapatkan penulis ada kesamaan dengan teori khusus
pada masalah gangguan persepsi
sensori: Halusinasi Penglihatan yaitu
: Klien mampu mengidentifikasi halusinasinya, klien
mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan dan minum obat secara
teratur.
Pada tahap
ini penulis tidak mendapatkan kendala kerena dalam melaksanakan evaluasi, keluarga
klien sudah mengerti sepenuhnya apa yang dijelaskan dan mengerti cara merawat
klien dengan baik.
No comments:
Post a Comment