Wednesday 20 December 2017

MAKALAH ASKEP GADAR FRAKTUR KLAVIKULA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Fraktur adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di jaringan sekitarnya. Tulang merupakan alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri. Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan dan memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh. Sedangkan dari dari aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru dan lainnya. Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma. Selain itu tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat, dan garam magnesium. Namun karena tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga menyebabkan gangguan fungsi tulang terutama pada pergerakan.
Clavicula merupakan salah satu tulang yang sering mengalami fraktur apabila terjadi cedera pada bahu karena letaknya yang superfisial. Pada tulang ini bisa terjadi banyak proses patologik sama seperti pada tulang yang lainnya yaitu bisa ada kelainan congenital, trauma (fraktur), inflamasi, neoplasia, kelainan metabolik tulang dan yang lainnya. Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompressi yang berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang bisa menyebabkan terjadinya fraktur tertutup ataupun multiple trauma (Trurnble TE, et al, 2006).
Clavicula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada masa fetus, terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial dan lateral clavicula, dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin. Kemudian ossifikasi sekunder pada epifise medial clavicula berlangsung pada usia 18 tahun sampai 20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu pada usia 25 tahun sampai 26 tahun (Housner JA, Kuhn JE, 2003).

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagimanakah konsep medis fraktur klavikula?
2.      Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan gawat darurat fraktur klavikula?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui konsep dasar medis fraktur klavikula.
2.      Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan gadar fraktur klavikula.























BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR MEDIS
A.    Pengertian
            Terdapat beberapa pengertian tentang fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literatur (Musliha, 2010) :
1.      Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang.
2.      Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000), fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
3.      Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
4.      Smeltzer S.C & Bare B.G (2001) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Pengertian fraktur pada anggota tubuh, disesuaikan menurut anatominya, misalnya Klavikula (tulang Kolar). Dari pengertian di atas, fraktur Klavikula merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang tejadi pada tulang Klavikula.
Fraktur Klavikula adalah patah tulang pada tulang klavikula atau tulang selangka. Hal ini sering disebabkan akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik(outstrechedhead), posisi jatuh bertumpu ke bahu atau pukulan langsung ke klavikula.
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula. Tulang merupakan alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri.

B.     Etiologi 
Secara umum, menurut Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1.      Fraktur akibat peristiwa trauma.
2.      Fraktur akibat kelelahan atau tekanan.
3.      Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.
Selangka juga disebut klavikula, adalah tulang dari atas dada yang berada di antara tulang dada (sternum) dan tulang belikat (scapula). Sangat mudah untuk merasakan klavikula, karena tidak seperti tulang lain yang dibungkus dengan otot tapi tulang ini hanya tertutup oleh kulit yang mencakup sebagian besar tulang Klavikula.
Fraktur klavikula sangat umum. Patah tulang dapat terjadi terjadi pada bayi (biasanya pada proses kelahiran), anak-anak dan remaja (karena klavikula tidak sepenuhnya mengeras atau mengembang sampai akhir remaja), atlet (karena risiko dipukul atau jatuh) atau diakibatkan oleh kecelakaan dan jatuh.
Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar (outstreched hand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula, namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara umum patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras. Data ini dikemukankan oleh Nowak et a,l Nordqvist dan Peterson. Patah tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar (outstreched hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya karena trauma bahu. Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil dari trauma dari kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula termasuk kasus yang paling sering dijumpai. Pada anak-anak sekitar 10–16 % dari semua kejadian patah tulang, sedangkan pada orang dewasa sekitar 2,6–5 %.

C.    Insiden
Pada orang dewasa insiden fraktur clavicula sekitar 40 kasus dari 100.000 orang, dengan perbandingan laki-laki perempuan adalah 2 : 1. Fraktur pada midclavicula yang paling sering terjadi yaitu sekitar 85% dari semua fraktur clavicula, sementara fraktur bagian distal sekitar 10% dan bagian proximal sekitar 5% (Hahn B, 2007).
Sekitar 2% sampai 5% dari semua jenis fraktur merupakan fraktur clavicula. Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon, frekuensi fraktur clavicula sekitar 1 kasus dari 1000 orang dalam satu tahun. Fraktur clavicula juga merupakan kasus trauma pada kasus obstetrik dengan prevalensi 1 kasus dari 213 kasus kelahiran anak yang hidup (Trurnble TE, et al, 2006).

D.    Patofisiologi
Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, keeelakaan olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor. (Rasjad C.,2009)
Pada daerah tengah tulang clavicula tidak di perkuat oleh otot ataupun ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal clavicula. Clavicula bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal. (Rasjad C.,2009)
 










Gambar 1. Fraktur Clavicula

E.     Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada patah tulang  klavikula biasanya penderita datang  dengan keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.

F.     Klasifikasi
Lokasi patah tulang  pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allmantahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok:
1.      Kelompok 1:  patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula (insidensikejadian 75-80%).
a.       Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
b.      Umumnya terjadi pada pasien yang muda.
2.      Kelompok 2 : patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%). Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular yakni, conoid dan trapezoid
a.       Tipe 1.
Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan tulang maupun ganguan ligament coracoclevicular.
b.              Tipe 2A.
Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligament coracoclavicular masih melekat pada fragmen.
c.               Tipe 2 B.
Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupun kedua-duanya.
d.             Tipe 3.
Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yang melibatkan AC joint.
e.               Tipe 4.
Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkan fragmen proksimal berpindah keatas.
f.                Tipe 5.
Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.
3.              Kelompok 3 :  patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%). Pada kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.
Description: D:\File t0 me\internet\F.Klavikula\USAH KAU LARA SENDIRI  FRAKTUR KLAVIKULA_files\frc+clavicula.JPG
Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Clavicula

G.    Pemeriksaan Penunjang
1.              Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat didalam darah.
2.              Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untukmendeteksi struktur fraktur yang kompleks. Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
3.              Scan tulang, CT-scan/ MRI :
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.

H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempelsebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup lama. Penanganan nonoperative dilakukan dengan pemasangan silang selama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat proses penyembuhan. Bagian tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1.      Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang
Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri aksilaris.
gips klavikula
Gambar 3. Pemasangan Gips
2.      Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya.
3.      Fikasasi :
a.       Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau batanglogam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction with internal fixation (ORIF).
b.      Fiksasi eksternal : Immobilisasi lengan atau tungkai dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik
Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut :
1.      Fraktur terbuka.
2.      Terdapat cedera neurovaskuler.
3.      Fraktur comminuted.
4.      Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
5.      Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
6.      Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya (malunion).
Pemberian obat pada kasus patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangirasa nyeri. Obat-obat yang dapat digunakan adalah obat kategori analgesik antiinflamasi seperti acetaminophen dan codeine dapat juga obat golongan NSAIDs seperti ibuprofen.

I.       Komplikasi
Komplikasi fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus brakhialis, cedera vena atau arteria subklavia akibat frakmen tulang, dan malunion (penyimpangan penyatuan). Malunion merupakan masalah kosmetik bila pasien memakai baju dengan leher rendah.
1.              Komplikasi akut :
a.       Cedera pembuluh darah
b.      Pneumouthorax
c.       Haemothorax
2.              Komplikasi lambat  :
a.       Mal union :  proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
b.      Non union : kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan

J.      Prognosis
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika penanganan baik maka komplikasi dapat diminimalisir. Fraktur clavicula disertai multiple trauma memberi prognosis yang lebih buruk daripada pognosis fraktur clavicula murni (Trurnble TE, et al, 2006).

II.    ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN FRAKTUR KLAFIKULA
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.
      Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien gawat darurat.

A.    Pengkajian
1.      Standar
      Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
2.      Keluaran
      Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien gawat darurat.
3.      Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua :
a.       Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
-          Bersihan jalan nafas
-          Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
-          Distress pernafasan
-          Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
-          Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
-          Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
-          Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
-          Denyut nadi karotis
-          Tekanan darah
-          Warna kulit, kelembaban kulit
-          Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
-          Tingkat kesadaran
-          Gerakan ekstremitas
-          GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =  pain/respon nyeri, U = unresponsive.
-          Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
-          Tanda-tanda trauma yang ada.
b.      Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
1)            Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
a.       Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
b.      Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
c.       Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
d.      Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
e.       Waktu makan terakhir
f.       Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian :
a.       Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien :
S (signs and symptoms)

A (Allergis)
M (medications)


P (pertinent past medical hystori)
L (last oral intake solid
or liquid)

E (event leading to injury or illnes)
:

:
:


:

:


:
tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
alergi yang dipunyai klien
tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi nyeri
riwayat penyakit yang diderita klien
makan/minum terakhir; jenis makanan, ada penurunan atau peningkatan kualitas makan
pencetus/kejadian penyebab keluhan
b.      Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked)

Q (quality)
R (radian)
S (severity)
T (time)
:

:
:
:
:
Pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan Mengurangi nyeri
Kualitas nyeri
Arah penjalaran nyeri
Skala nyeri ( 1 – 10 )
lamanya nyeri sudah dialami klien
2)            Tanda-tanda vital dengan mengukur :
a.       Tekanan darah
b.      Irama dan kekuatan nadi
c.       Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
d.      Suhu tubuh
3)            Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
a.       Pengkajian kepala, leher dan wajah
-          Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
-          Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau keluaran lain seperti cairan otak.
-          Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.
b.      Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
-          Kelainan bentuk dada
-          Pergerakan dinding dada
-          Amati penggunaan otot bantu nafas
-          Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
c.       Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
-          Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
-          Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi abdomen dan jejas
-          Masa : besarnya, lokasi  dan mobilitas
-          Nadi femoralis
-          Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
-          Distensi abdomen
d.      Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
-          Tanda-tanda injuri eksternal
-          Nyeri
-          Pergerakan
-          Sensasi keempat anggota gerak
-          Warna kulit
-          Denyut nadi perifer
e.       Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
-          Deformitas
-          Tanda-tanda jejas perdarahan
-          Jejas
-          Laserasi
-          Luka
f.       Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
-          Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
-          Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga
-          Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan meliputi :
1.      Radiologi dan Scanning
2.      Pemeriksaan laboratorium
3.      USG dan EKG

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai dengan kategori urgensi masalah berdasarkan pada sistem triage dan pengkajian yang telah dilakukan. Prioritas ditentukan berdasarkan besarnya ancaman kehidupan : Airway, Breathing dan Circulation. Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat muncul pada kasus Fraktur Kalvikula antara lain :
1.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi atau immobilisasi, stress, ansietas.
2.      Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah, hepovolemia.
3.      Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, perubahan membran alveolar atau kapiler.
4.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan, terapi restriktif, immobilisasi tungkai.

C.    Rencana Keperawatan
Setelah diagnosa ditegakkan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun rencana keperawatan untuk meminimalisir masalah tersebut. Adapun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa antara lain :
1.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi atau immobilisasi, stress, ansietas.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1)      Keluhan nyeri.
2)      Distraksi, fokus pada diri sendiri atau fokus menyempit, wajah menunjukkan nyeri.
3)      Perilaku berhati-hati, melindungi, perubahan tonus otot, respon otnomik.
Tujuan    :  Menyatakan nyeri hilang.
Kriteria   :
1)      Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/istirahat dengan tepat.
2)      Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1)





2)



3)




4)







5)





6)






7)


8)





9)



10)







11)





12)







13)



14)
















15)






Pertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, atau traksi (Rujuk ke DK : Trauma, risiko tinggi terhadap).
Hindari penggunaan sprei/ bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips.

Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki.


Evaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10)/Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/ perilaku)
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.



Jelaskan prosedur sebelum memulai.





Beri obat sebelum perawatan aktivitas.

Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.




Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan, pijatan punggung, perubahan posisi.
Dorong menggunakan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi. Sentuhan teraputik.


Identifikasi aktivitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik, dan penampilan pribadi.


Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba atau dalam, lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik.



Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.

Berikan obat sesuai inbdikasi : narkotik dan analgesik non narkotik : NSAID injeksi contoh ketoralak (Todadol); dan/atau relaksan otot,  contoh siklobenzaprin (Flckseril), hidroksin (vistaril). Berikan narkotik sekitar pada janinnya selama 3-5 hari.







Berikan/awasi analgesik yang dikontrol pasien (ADP) bila indikasi.
1)      Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera.


2)      Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
3)      Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering.
4)      Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ \reaksi terhadap nyeri.


5)      Membantu untuk menghilangkan ansietas. Pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.
6)      Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.

7)      Meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi.
8)      Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
9)      Meningkatkan sirkulasi umum; menurunkan area tekanan lokal dan kelalahan otot.
10)  Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode labih lama.
11)  Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.
12)  Dapat menandakan terjadinya komplikasi, contoh infeksi, iskemia jaringan, sindrom kompartemen (Rujuk ke DK : Perfusi jaringan, perubahan : perifer, risiko tinggi terhadap)
13)  Menurunkan edema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
14)  Diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot. Penelitian Toradol telah diperbaiki menjadi lebih efektif dalam menghilangkan nyeri tulang, dengan masa kerja lebih lama dan sedikit efek samping bila dibandingkan dengan agen narkotik. Catatan : Vistaril sering digunakan untuk efek poten dari narkotik untuk memperbaiki/menghilangkan nyeri panjang.
15)  Pemberian rutin ADP mempertahankan kadar analgesik darah adekuat, mencegah fluktuasi dalam penghilangan nyeri sehubungan dengan tegangan otot/spasme.
2.      Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah, hipovolemia.
Tujuan    :  Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi.
Kriteria   :
1)      Kulit hangat atau kering.
2)      Sensasi normal.
3)      Tanda vital stabil
4)      Pengeluaran urine adekuat.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1)


2)

















3)














4)





5)






6)




7)







8)








9)










10)














11)





12)




13).





14)



15)








16)



17)







18)





19)












20)




21)



22)


Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.

Evaluasi adanya/kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi/Doppler. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.













Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.












Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motor/ sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ ketikdanyamanan.
Tes sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.

Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar/tekanan. Seliidiki keluhan “rasa terbakar” di bawah gips.

Awasi posisi/lokasi cincin penyokong hebat.






Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali dikontraindikasikan dengan meyakinkan adanya sindrom kompartemen.




Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan/pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan bandingkan dengan yang tak cedera. Perhatikan penampilan/luasnya hematoma.



Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cedera atau peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas, terjadinya parestesia, tegangan otot/nyeri tekan dengan eritema, dan perubahan nadi distal. jangan tinggikan ekstremitas. Laporkan gejala pada dokter saat itu.





Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba, contoh penurunan suhu kulit, dan peningkatan nyeri.


Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal. Ambulasi sesegera mungkin


Selidiki nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki (tanda Homan positif).


Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental.
Tes feses/aspirasi gaster terhadap darah nyata. Perhatikan perdarahan lanjut pada sisi trauma/injeksi dan perdarahan terus menerus dari membran mukosa.



Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi.


Bebat/buat spalk sesuai kebutuhan.






Kaji/awasi tekanan intrakompartemen.




Siapkan untuk intervensiu bedah (contoh, fibulektmi/ fasiotomi) sesuai indikasi.










Awasi Hb/Ht, pemeriksaan koagulasi, contoh kadar protrombin.


Berikan warfarin natrium (Coumadin) bila diindiaksikan.

Berikan kaus kaki antiembolitik/tekanan berurutan sesuai indikasi.
1)      Dapat membendung sirkulasi jika terjadi oedema.
2)      Penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap sattus sirkulasi. Waspadai bahwa kadang-kadang nadi dapat terhambat oleh bekuan halus dimana pulsasi mungkin teraba. Selain itu, perfusi melalui arteri lebih besar dapat berlanjut setelah meningkatnya tekanan kompartemen yang telah mengempiskan sirkulasi arteriol/venula otot.
3)      Kembalinya warna harus cepat (3-5 menit). Warna kulit menunjukkan gangguan arterial. Sianosis diduga karena ada gangguan vena. Catatan : Nadi perifer, pengisian kapiler, warna kulit, dan sensasi mungkin normal meskipun ada sindrom kompartemen, karena sirkulasi superfisial biasanya tidak dipengaruhi.
4)      Gangguan perasaan kebas, jeemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
5)      Panjang dan posisi saraf perineal meningkatkan risiko cedera pada adanya fraktur kaki, edema/sindrom kompartemen, atau malposisi alat traksi.
6)      Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan/iskemia, menimbulkan keruaskan/ nekrosis.
7)      Alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah/saraf, terutama pada aksila dan lipat paha, mengakibatkan isklemia dan kerusakan saraf permanen.
8)      Meningkatkan drainase vena/ menurunkan edema. Catatan : Pada adanya peningkatan tekanan kompartemen, peninggian ekstremitas secara nyata menghalangi aliran arteri menurunkan perfusi.
9)      Peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan/ edema umum tetapi dapat menunjukkan perdarahan. Catatan : Peningkatan 1 inci pada paha orang dewasa dapat sama dengan akumulasi 1 unit darah.
10)  Perdarahan/pembentukan edema berlanjut dalam otot tertutup dengan fasial ketat dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan iskemia miositis atau sindrom kompartemen, perli intervensi darurat untuk menghilangkan tekanan/ memperbaiki sirkulasi. Catatan : Kondisi ini memerlukan kedaruratan medik dan memerlukan intervensi segera.
11)  Dislokasi faktur sendi (khususnya lutut) dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah ke distal.
12)  Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah.
13)  Terdapat peningkatan potensial untuk tromboflebitis dan emboli paru pada pasien imobilisasi selama 5 hari atau lebih.
14)  Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
15)  Peningkatan insiden perdarahan gaster menyertai fraktur/trauma dan dapat berhubungan dengan stres dan kadang-kadang menunjukkan gangguan pembekuan yang memerlukan intervensi lanjut.
16)  Menurunkan oedema/ pembentukan hematom yang dapat menggangu sirkulasi.
17)  Mungkin dilakukan pada keadaan daurat untuk menghilangkan restrikso sirkulasi yang diakibatkan oleh pembentukan edema pada ekstremitas yang cedera.
18)  Peninggian tekanan (biasanya sampai 30 mmHg atau lebih) menunjukkan kebutuhan evaluasi segera dan intervensi.
19)  Kegagalan untuk menghilangkan tekanan/ memperbaiki sindrom kempartemen dalam 4 sampai 6 jam dari timbulnya dapat mengakibatkan kontraktur berat/kehilangan fungsi dan kecacatan ekstremitas distal cedera atau perlu amputasi.

20)  Membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan terapi pengantin.
21)  Mungkin diberikan secara profilaktik untuk menurunkan trombus vena dalam.
22)  Menurunkan pengumpulan vena dan dapat meningkatkan aliran balik vena, sehingga menurunkan risiko pembentukan trombus.

3.      Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, perubahan membran alveolar/kapiler.
Tujuan    :  Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat.
Kriteria   : 
1)      Tak adanya dispnea atau sianosis.
2)      Frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.













2)










3)






4)





5)






6)

7)






8)



9)


10)















11)

Awasi frekuensi pernapasan dan upayanya. Perhatikan stridor, penggunaan otot bantu, retraksi, terjadinya sianosis sentral.









Auskultasi bunyi napas perhatikan terjadinya ketidak samaan, bunyi hiperesonan, juga adanya gemericik/ronki/ mengi dan inspirasi mengorok/ bunyi sesak napas.





Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama.




Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering.



Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor.




Observasi sputum untuk tanda adanya darah.
Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis puting; pada aksila, meluas ke abdomen/tubuh; mukosa mulut, palatum keras, kantung konjungtiva dan retina.
Kolaborasi :
Bantu dalam spirometri insentif.


Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh :
Seri GDA, Hb, kalsium, LED, lipase serum, lemak, trombosit.











Berikan obat sesuai indikasi :
Heparin dosis rendah.




Kortikosteroid.



1)      Takipnea, dispnea, dan perubahan dalam mental dan tanda dini insufisiensi pernapasan dan mungkin hanya indikator terjadinya emboli paru ada tahap awal. Masih adana tanda/gejala menunjukkan ditress pernapasan luas/cenderung kegagalan.

2)      Perubahan dalam/adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernapasan, contoh atelektasis, pneumonia, emboli, SDPD. Inspirasi mengorok menunjukkan edema jalan napas atas dan diduga emboli lemak.
3)      Ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak (biasanya terlihat pada 12-72 jam pertama), yang erat berhubugan dengan fraktur, khususnya tulang panjang dan pelvis.
4)      Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi. Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti pada area paru dependen.
5)      Gangguan pertukaran gas/ adanya emboli paru dapat menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia/ asidosis.
6)      Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru.
7)      Ini adalah karaktetistik paling nyata dari tanda emboli lemak, yang tampak dalam 2-3 hari setelah cedera.


8)      Memaksimalkan ventilasi/ oksigenasi dan meminimakan atelektasis.
9)      Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenasi optimal jaringan.
10)  Menurunnya PaO2 dan peningkatan PaCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas/terjadinya kegagalan.
Anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, gelembung lemak dalam darah/urine/sputum dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) sering berhubungan dengan emboli lemak.

11)  Blok siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya pembekuan pada adanya tromboflebitis.
Steroid telah digunakan dengan beberapa keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.

4.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri atau ketidaknyamanan, terapi restriktif, hemobilisasi tungkai.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1)      Ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, dilakukan pembatasan.
2)      Menolak untuk bergerak, keterbatasan rentang gerak.
3)      Penurunan kekuatan atau kontrol otak.
Tujuan    :  Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin mempertahankan posisi fungsional.
Kriteria   : 
1)      Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompasasi bagian tubuh.
2)      Ketiga menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1)







2)








3)








4)








5)






6)




7).














8)





9)












10)








11).




12)














13)





14)



















15)







16)















17)


18)




Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.



 Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi. Pertahankan rangsang lingkungan contoh, radio, TV, koran, barang milik pribadi/ lukisan, jam, kalender, kunjungan keluarga/teman.


Instruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.




Dorong pengunana latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak sakit.






Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/tangan yang sesuai.




Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan “pasca posisi” untuk fraktur tungkai bawah.











Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi, mencukur)



Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.


                                  




Awasi TD dengan melakukan aktivitas.perhatikan keluhan pusing.






Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.


Auskultasi biring usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi rutin. Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi.








Dorong peningkatan masukan ciaran sampai 2000-3000 ml/hari, termasuk air asam/jus.



Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.














Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentuk gas.





Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitas spesialis.













Lakukan program defekasi (pelunak feses, enema, laksatif) sesuai indikasi.
Rujuk ke perawat spesialis psikatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi.



                                
1)      Pasiun mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri  tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
2)      Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/harga diri, dan membantu menurunkan isolasi sosial.
3)      Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegagah kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium karena tidak digunakan.
4)      Kontraksi otot isometrik tanpa menkuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot. Catatan : Latihan ini dikontraindikasikan pada perdarahan akut/edema.
5)      Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstremitas, tangan/kaki, dan mencegah komplikasi (contoh kontraktur/kaki jatuh).
6)      Menurunkan risiko kontraktur fleksi panggul.


7)      Memudahkan gerakan selama higiene/perawatan kulit, dan penggantian linen, menurunkan ketidak nyamanan dengan tetap datar di tempat tidur. “Pasca posisi” melibatkan penempatan kaki yang sakit datar di tempat tidur dengan lutut menekuk sementara mengenggam trapeze dan mengangkat tubuh dari tempat tidur.
8)      Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi, dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
9)      Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh, flebitus) dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ. Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting untuk mempertahankan mobilisasi optimal dan keamanan pasien.
10)  Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak).
11)  Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/ pernapasan (contoh dekubitus, atelektasi, pneumonia).
12)  Tirah baring, penggunaan analgesik, dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi. Tindakan keperawatan yang memudahkan eliminasi dapat mencegah/membatasi komplikasi. Bedpan fraktur membatasi fleksi panggul dan mengurangi tekanan lumbal/gips ekstremitas bawah.
13)  Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan risiko infeksi urinarius, pembentukan batu, dan konstipasi.

14)  Pada adanya cedera musculoskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat, sering mengakibatkan penurunan BB 20-30 pon selama traksi tulang. Ini mempengaruhi massa otot, tonus dan kekuatan. Catatan : Makanan protein meningkat kandngannya pada usus halus, mengakibatkan pembentukan gas dan konstipasi, sehingga fungsi GI harus secara penuh membaik sebelum makanan berprotein meningkat.
15)  Penambahan bulk pada feses membantu mencegah konstipasi. Makanan pembentukan gas dapat menyebabkan distensi abdominal, khususnya pada adanya penurunan motilitas usus.
16)  Berguna dalam membuat aktivitas individual/program latihan. Pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan kekuatan, dan aktivitas yang mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat. Contoh walker, kruk, tongkat, meninggikan tempat duduk di toilet, tongkat pengambil/penggapai, khususnya alat makan.
17)  Dilakukan untuk meningkatkan evakuasi usus.
18)  Pasien/orang terdekat memerlukan tindakan intensif lebih untuk menerima kenyataan kondisi/prognosis, imobilisasi lama, mengalami kehilangan kontrol.
(Doengoes Marilynn E, 2000)

D.    Implementasi
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat. Dalam melaksanakan rencana tersebut harus diperlukan dalam kerja sama dengan tim kesehatan yang lain, keluarga klien dan klien sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1.      Kebutuhan dasar klien.
2.      Dasar dari tindakan.
3.      Kemampuan perseorangan, keahlian/keterampilan dan perawatan.
4.      Sumber dari keluarga dan klien sendiri.
5.      Sumber dari instasi terkait.



E.     Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan (Doenges Marilynn E, 2000).
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan adalah :
1.      Nyeri yang dirasakan berkurang
2.      Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat,sensasi normal, dan tanda vital stabil
3.      Mempertahankan fungsi pernapasan yang adekuat
4.      Mempertahankan posisi fungsional

.



























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Fraktur Klavikula adalah patah tulang pada tulang klavikula atau tulang selangka. Hal ini sering disebabkan akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik(outstrechedhead), posisi jatuh bertumpu ke bahu atau pukulan langsung ke klavikula. Gambaran klinis pada patah tulang  klavikula biasanya penderita datang  dengan keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Penatalaksanaan pada fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.

B.     Saran
Diharapkan agar lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkam asuhan keperawatan gawat darurat pada klien khususnya pada klien dengan Fraktur klavikula.





















DAFTAR PUSTAKA


Dongoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Krisanty. Paula, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Paula Krisanty. Jakarta: EGC

Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat, Nuha Medika, Yogyakarta

Price, S.A.,dkk,. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume
       2, 2006, EGC, Jakarta

Rasjad C. Trauma. In: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 6th ed. Jakarta: Yarsif Watampone, 2009, p. 355-356.

Suzanne, Smeltzer C dan Brenda G. Bare. 2002. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Trurnble TE, Budoff JE, Cornwall R, editors. Hand, Elbow and Shoulder: Core Knowledge in orthopaedics. I” ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. p.623-7.


























 
 


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan, Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Fraktur Klavikula”
Makalah ini kami susun sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa dan diharapkan dengan disusunnya makalah ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses asuhan keperawatan gadar secara sederhana dan mengena pada permasalahan yang ada di masyarakat.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.


Watampone, 25  Mei 2015

                                                                                                                      Penyusun
                                                            











i
 
 


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang .............................................................................................1
B.           Rumusan Masalah.........................................................................................1
C.           Tujuan Penulisan………………………...........…………..….....…….........2
BAB II PEMBAHASAN
       I.            KONSEP DASAR MEDIS
A.          Pengertian......................................................................................................3
B.           Etiologi .........................................................................................................3
C.           Insiden...........................................................................................................4
D.          Patofisiologi...................................................................................................5
E.           Gambaran Klinis............................................................................................5
F.            Klasifikasi......................................................................................................6
G.          Pemeriksaan Penunjang ................................................................................7
H.          Penatalaksanaan.............................................................................................7
I.             Komplikasi....................................................................................................9
J.             Prognosis.......................................................................................................9
    II.            KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GADAR FRAKTUR KLAVIKULA
A.          Pengkajian...................................................................................................10
B.           Diagnosa Keperawatan................................................................................14
C.           Rencana Keperawatan.................................................................................15
D.          Implementasi...............................................................................................29
E.           Evaluasi.......................................................................................................30
BAB III PENUTUP
A.          Kesimpulan .................................................................................................31
B.           Saran............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA


ii
 
 


Tugas Gadar

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
FRAKTUR KLAVIKULA






OLEH :
Kelompok I
v  ITA RAHAYU
v  RISDAYANTI
v  ASRIANI RUSTAM
v  NUR ELMY LESTARI
v  STEFANUS YODI JARO
v  WARDI




SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE


 
2015

No comments:

Post a Comment