BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur
adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di jaringan sekitarnya.
Tulang merupakan alat
penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak
berdiri. Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun
aspek fisiologikal. Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan dan
memberikan sokongan yang kokoh terhadap tubuh. Sedangkan dari dari aspek
fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti jantung, paru-paru dan
lainnya. Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma.
Selain itu tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat, dan garam
magnesium. Namun karena tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan
tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga menyebabkan gangguan fungsi
tulang terutama pada pergerakan.
Clavicula
merupakan salah satu tulang yang sering mengalami fraktur apabila terjadi
cedera pada bahu karena letaknya yang superfisial. Pada tulang ini bisa terjadi
banyak proses patologik sama seperti pada tulang yang lainnya yaitu bisa ada
kelainan congenital, trauma (fraktur), inflamasi, neoplasia, kelainan metabolik
tulang dan yang lainnya. Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh benturan
ataupun kompressi yang berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang
bisa menyebabkan terjadinya fraktur tertutup ataupun multiple trauma (Trurnble
TE, et al, 2006).
Clavicula
adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada masa fetus,
terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial dan
lateral clavicula, dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin.
Kemudian ossifikasi sekunder pada epifise medial clavicula berlangsung pada
usia 18 tahun sampai 20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu pada usia 25 tahun
sampai 26 tahun (Housner JA, Kuhn JE, 2003).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagimanakah konsep medis fraktur
klavikula?
2.
Bagaimanakah konsep asuhan
keperawatan gawat darurat fraktur klavikula?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui konsep dasar
medis fraktur klavikula.
2.
Untuk mengetahui konsep asuhan
keperawatan gadar fraktur klavikula.
BAB II
PEMBAHASAN
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
Terdapat beberapa pengertian tentang fraktur, sebagaimana yang
dikemukakan para ahli melalui berbagai literatur (Musliha, 2010) :
1.
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan
terputusnya kontinuitas tulang.
2.
Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC
(2000), fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
3. Back dan
Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas
tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan.
4.
Smeltzer S.C & Bare B.G (2001) fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Pengertian fraktur pada anggota tubuh,
disesuaikan menurut anatominya, misalnya Klavikula (tulang Kolar). Dari pengertian
di atas, fraktur Klavikula merupakan suatu gangguan integritas tulang yang
ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dikarenakan tekanan yang berlebihan yang tejadi pada tulang Klavikula.
Fraktur Klavikula
adalah patah tulang pada tulang klavikula atau tulang selangka. Hal ini sering
disebabkan akibat jatuh dengan posisi lengan
terputar/tertarik(outstrechedhead), posisi jatuh bertumpu ke bahu atau pukulan
langsung ke klavikula.
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan
cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke
bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah
atau proksimal klavikula. Tulang merupakan alat penopang dan sebagai
pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan tegak berdiri.
B. Etiologi
Secara umum,
menurut Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Fraktur akibat
peristiwa trauma.
2. Fraktur akibat
kelelahan atau tekanan.
3. Fraktur patologik
karena kelemahan pada tulang.
Selangka juga disebut
klavikula, adalah tulang dari atas dada yang berada di antara tulang dada
(sternum) dan tulang belikat (scapula). Sangat
mudah untuk merasakan klavikula, karena tidak seperti tulang lain yang
dibungkus dengan otot tapi tulang ini hanya tertutup oleh kulit yang mencakup
sebagian besar tulang Klavikula.
Fraktur klavikula sangat umum. Patah
tulang dapat terjadi terjadi pada bayi (biasanya pada proses kelahiran),
anak-anak dan remaja (karena klavikula tidak sepenuhnya mengeras atau
mengembang sampai akhir remaja), atlet (karena risiko dipukul atau jatuh) atau
diakibatkan oleh kecelakaan dan jatuh.
Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan
cedera yang sering terjadi akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik
keluar (outstreched hand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan
sampai klavikula, namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya
mekanisme secara umum patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu
atau adanya tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda
keras. Data ini dikemukankan oleh Nowak et a,l Nordqvist dan Peterson. Patah
tulang klavikula karena jatuh dengan posisi lengan tertarik keluar (outstreched
hand) hanya 6% terjadi pada kasus, sedangkan yang lainnya karena trauma bahu.
Kasus patah tulang ini ditemukan sekitar 70% adalah hasil dari trauma dari
kecelakaan lalu lintas. Kasus patah tulang klavikula termasuk kasus yang paling
sering dijumpai. Pada anak-anak sekitar 10–16 % dari semua kejadian patah
tulang, sedangkan pada orang dewasa sekitar 2,6–5 %.
C. Insiden
Pada
orang dewasa insiden fraktur clavicula sekitar 40 kasus dari 100.000 orang,
dengan perbandingan laki-laki perempuan adalah 2 : 1. Fraktur pada midclavicula
yang paling sering terjadi yaitu sekitar 85% dari semua fraktur clavicula,
sementara fraktur bagian distal sekitar 10% dan bagian proximal sekitar 5% (Hahn B, 2007).
Sekitar
2% sampai 5% dari semua jenis fraktur merupakan fraktur clavicula. Menurut
American Academy of Orthopaedic Surgeon, frekuensi fraktur clavicula sekitar 1
kasus dari 1000 orang dalam satu tahun. Fraktur clavicula juga merupakan kasus
trauma pada kasus obstetrik dengan prevalensi 1 kasus dari 213 kasus kelahiran
anak yang hidup (Trurnble TE, et al, 2006).
D. Patofisiologi
Fraktur clavicula paling sering
disebabkan oleh karena mekanisme kompressi atau penekanan, paling sering karena
suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut dimana arahnya dari
lateral bahu apakah itu karena jatuh, keeelakaan olahraga, ataupun kecelakaan
kendaraan bermotor. (Rasjad C.,2009)
Pada daerah tengah tulang clavicula
tidak di perkuat oleh otot ataupun ligament-ligament seperti pada daerah distal
dan proksimal clavicula. Clavicula bagian tengah juga merupakan transition
point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa
pada daerah ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan daerah distal
ataupun proksimal. (Rasjad C.,2009)
Gambar
1. Fraktur Clavicula
E. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada patah
tulang klavikula biasanya penderita
datang dengan keluhan jatuh atau trauma.
Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan.
Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan
kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat
kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan
lokal akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat
trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan
menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang.
F. Klasifikasi
Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL
Allmantahun 1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang
membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok:
1.
Kelompok 1:
patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula
(insidensikejadian 75-80%).
a.
Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
b.
Umumnya terjadi pada pasien yang muda.
2.
Kelompok 2 : patah tulang klavikula pada
sepertiga distal (15-25%). Terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament
coracoclavicular yakni, conoid dan trapezoid
a.
Tipe 1.
Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan tulang
maupun ganguan ligament coracoclevicular.
b.
Tipe 2A.
Fraktur
tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligament coracoclavicular
masih melekat pada fragmen.
c.
Tipe 2 B.
Terjadi ganguan
ligament. Salah satunya terkoyak ataupun kedua-duanya.
d.
Tipe 3.
Patah tulang yang
pada bagian distal clavikula yang melibatkan AC joint.
e.
Tipe 4.
Ligament tetap
utuk melekat pata perioteum, sedangkan fragmen proksimal
berpindah keatas.
f.
Tipe 5.
Patah tulang kalvikula terpecah
menjadi beberapa fragmen.
3.
Kelompok 3 :
patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%). Pada kejadian ini
biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.
Gambar 2. Klasifikasi Fraktur Clavicula
G. Pemeriksaan Penunjang
1.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat didalam darah.
2.
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan
metalikment.Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untukmendeteksi struktur fraktur yang kompleks. Pemeriksaan rontgen untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
3.
Scan tulang, CT-scan/ MRI :
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada
fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau
operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.
Tujuan dari penanganan ini adalah
untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling
berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempelsebagaimana
mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan
tulang yang mengalami fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada fraktur clavicula
memerlukan waktu yang cukup lama. Penanganan nonoperative dilakukan dengan
pemasangan silang selama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus
membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang
mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah
tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau mobilisasi
pada tulang untuk mempercepat proses penyembuhan. Bagian
tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan
(immobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang
ditempatkan di daerah sekeliling tulang
Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar
tulang yang patah. Modifikasi
spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau
strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke
belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap
klavikula, ketiak harus diberi bantalan
yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri
aksilaris.
Gambar 3. Pemasangan Gips
2. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota
gerak pada tempatnya.
3. Fikasasi :
a.
Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan
(plate) atau batanglogam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open
reduction with internal fixation (ORIF).
b.
Fiksasi eksternal : Immobilisasi lengan atau tungkai dapat menyebabkan otot
menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani
terapi fisik
Tindakan pembedahan dapat
dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut :
1. Fraktur
terbuka.
2. Terdapat cedera
neurovaskuler.
3. Fraktur
comminuted.
4. Tulang memendek
karena fragmen fraktur tumpang tindih.
5. Rasa sakit
karena gagal penyambungan (nonunion).
6. Masalah
kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya (malunion).
Pemberian obat pada kasus
patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangirasa nyeri. Obat-obat yang dapat
digunakan adalah obat kategori analgesik antiinflamasi seperti acetaminophen
dan codeine dapat juga obat golongan NSAIDs seperti ibuprofen.
I. Komplikasi
Komplikasi
fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus brakhialis, cedera vena
atau arteria subklavia akibat frakmen tulang, dan malunion (penyimpangan
penyatuan). Malunion merupakan masalah kosmetik bila pasien memakai baju dengan
leher rendah.
1.
Komplikasi akut :
a.
Cedera pembuluh darah
b.
Pneumouthorax
c.
Haemothorax
2.
Komplikasi lambat
:
a.
Mal union :
proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya,
namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
b.
Non union : kegagalan penyambungan tulang setelah 4
sampai 6 bulan
J.
Prognosis
Prognosis
jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat ringannya trauma
yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia penderita. Pada anak
prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat, sementara pada
orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika penanganan baik maka
komplikasi dapat diminimalisir. Fraktur clavicula disertai multiple trauma
memberi prognosis yang lebih buruk daripada pognosis fraktur clavicula murni
(Trurnble TE, et al, 2006).
II.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN
FRAKTUR KLAFIKULA
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah
rangkaian kegiatan praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada
klien oleh perawat yang berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di
ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah
secara bertahap maupun mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat
seringkali dipengaruhi oleh karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri,
sehingga dapat menimbulkan asuhan keperawatan spesifik yang sesuai dengan
keadaan ruangan.
Berikut penjabaran proses keperawatan
yang merupakan panduan Asuhan Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan
contoh proses keperawatan klien gawat darurat.
A.
Pengkajian
1. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan
pengkajian fisik dan psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk
mengetahui masalah keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
2. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang
terdokumentasi untuk setiap klien gawat darurat.
3.
Proses
Pengkajian merupakan pendekatan
sistematik untuk mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses
pengkajian terbagi dua :
a. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life
threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan
hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
-
Bersihan jalan nafas
-
Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
-
Distress pernafasan
-
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
-
Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
-
Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
-
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
-
Denyut nadi karotis
-
Tekanan darah
-
Warna kulit, kelembaban kulit
-
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
-
Tingkat kesadaran
-
Gerakan ekstremitas
-
GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P = pain/respon nyeri, U = unresponsive.
-
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
-
Tanda-tanda trauma yang ada.
b. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah
ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi
pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan
pengkajian dari kepala sampai kaki.
1)
Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
a. Keluhan utama dan alasan pasien
datang ke rumah sakit
b. Lamanya waktu kejadian samapai
dengan dibawa ke rumah sakit
c. Tipe cedera, posisi saat cedera dan
lokasi cedera
d. Gambaran mekanisme cedera dan
penyakit yang ada (nyeri)
e. Waktu makan terakhir
f. Riwayat pengobatan yang dilakukan
untuk mengatasi sakit sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat
alergi klien.
Metode pengkajian :
a. Metode yang sering dipakai untuk
mengkaji riwayat klien :
S (signs and symptoms)
A (Allergis)
M (medications)
P (pertinent past medical hystori)
L (last oral intake solid
or liquid)
E (event leading to injury or
illnes)
|
:
:
:
:
:
:
|
tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien
alergi yang dipunyai klien
tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi nyeri
riwayat penyakit yang diderita klien
makan/minum terakhir; jenis makanan, ada penurunan atau peningkatan
kualitas makan
pencetus/kejadian penyebab keluhan
|
b. Metode yang sering dipakai untuk
mengkaji nyeri :
P (provoked)
Q (quality)
R (radian)
S (severity)
T (time)
|
:
:
:
:
:
|
Pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan Mengurangi nyeri
Kualitas nyeri
Arah penjalaran nyeri
Skala nyeri ( 1 – 10 )
lamanya nyeri sudah dialami klien
|
2)
Tanda-tanda vital dengan mengukur :
a. Tekanan darah
b. Irama dan kekuatan nadi
c. Irama, kedalaman dan penggunaan otot
bantu pernafasan
d. Suhu tubuh
3)
Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
a. Pengkajian kepala, leher dan wajah
-
Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah
perdarahan serta benda asing.
-
Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau keluaran
lain seperti cairan otak.
-
Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak,
distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.
b. Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
-
Kelainan bentuk dada
-
Pergerakan dinding dada
-
Amati penggunaan otot bantu nafas
-
Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan, sianosis,
abrasi dan laserasi
c. Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
-
Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
-
Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi, distensi
abdomen dan jejas
-
Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
-
Nadi femoralis
-
Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
-
Distensi abdomen
d. Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
-
Tanda-tanda injuri eksternal
-
Nyeri
-
Pergerakan
-
Sensasi keempat anggota gerak
-
Warna kulit
-
Denyut nadi perifer
e. Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
-
Deformitas
-
Tanda-tanda jejas perdarahan
-
Jejas
-
Laserasi
-
Luka
f. Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
-
Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
-
Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit
tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota keluarga
-
Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan dengan
takikardi, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
meliputi :
1. Radiologi dan Scanning
2. Pemeriksaan laboratorium
3. USG dan EKG
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa atau masalah keperawatan dapat
teridentifikasi sesuai dengan kategori urgensi masalah berdasarkan pada sistem
triage dan pengkajian yang telah dilakukan. Prioritas ditentukan berdasarkan
besarnya ancaman kehidupan : Airway,
Breathing dan Circulation. Diagnosa keperawatan Gawat Darurat yang dapat
muncul pada kasus Fraktur Kalvikula antara lain :
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fargmen tulang,
edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi atau immobilisasi, stress,
ansietas.
2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan atau interupsi aliran darah, hepovolemia.
3. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah, perubahan membran alveolar atau kapiler.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan, terapi restriktif, immobilisasi tungkai.
C. Rencana Keperawatan
Setelah
diagnosa ditegakkan, maka langkah selanjutnya adalah menyusun rencana
keperawatan untuk meminimalisir masalah tersebut. Adapun rencana keperawatan
untuk masing-masing diagnosa antara lain :
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
spasme otot, gerakan fargmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak,
alat traksi atau immobilisasi, stress, ansietas.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1)
Keluhan nyeri.
2)
Distraksi, fokus pada diri
sendiri atau fokus menyempit, wajah menunjukkan nyeri.
3)
Perilaku berhati-hati,
melindungi, perubahan tonus otot, respon otnomik.
Tujuan : Menyatakan
nyeri hilang.
Kriteria :
1)
Menunjukkan tindakan santai,
mampu berpartisipasi dalam aktivitas/istirahat dengan tepat.
2)
Menunjukkan penggunaan
keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individual.
NO
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
|
Pertahankan mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, pembebat, atau traksi (Rujuk ke DK : Trauma, risiko tinggi terhadap).
Hindari penggunaan sprei/ bantal plastik di bawah ekstremitas
dalam gips.
Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen terbuka pada ibu
jari kaki.
Evaluasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10)/Perhatikan petunjuk nyeri
nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/ perilaku)
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan
cedera.
Jelaskan prosedur sebelum memulai.
Beri obat sebelum perawatan aktivitas.
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.
Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan, pijatan
punggung, perubahan posisi.
Dorong menggunakan teknik manajemen stres, contoh relaksasi
progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi. Sentuhan teraputik.
Identifikasi aktivitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien,
kemampuan fisik, dan penampilan pribadi.
Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba atau dalam,
lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik.
Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
Berikan obat sesuai inbdikasi : narkotik dan analgesik non
narkotik : NSAID injeksi contoh ketoralak (Todadol); dan/atau relaksan
otot, contoh siklobenzaprin
(Flckseril), hidroksin (vistaril). Berikan narkotik sekitar pada janinnya
selama 3-5 hari.
Berikan/awasi analgesik yang dikontrol pasien (ADP) bila indikasi.
|
1)
Menghilangkan nyeri dan mencegah
kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera.
2)
Meningkatkan aliran balik
vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.
3)
Dapat meningkatkan
ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering.
4)
Mempengaruhi pilihan/
pengawasan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi
persepsi/ \reaksi terhadap nyeri.
5)
Membantu untuk menghilangkan
ansietas. Pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman
kecelakaan.
6)
Memungkinkan pasien untuk
siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol
tingkat ketidaknyamanan.
7)
Meningkatkan relaksasi otot
dan meningkatkan partisipasi.
8)
Mempertahankan
kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang cedera.
9)
Meningkatkan sirkulasi umum;
menurunkan area tekanan lokal dan kelalahan otot.
10)
Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan kemampuan koping
dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode labih lama.
11)
Mencegah kebosanan,
menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan
harga diri dan kemampuan koping.
12)
Dapat menandakan terjadinya
komplikasi, contoh infeksi, iskemia jaringan, sindrom kompartemen (Rujuk ke
DK : Perfusi jaringan, perubahan : perifer, risiko tinggi terhadap)
13)
Menurunkan edema/ pembentukan
hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
14)
Diberikan untuk menurunkan nyeri
dan/atau spasme otot. Penelitian Toradol telah diperbaiki menjadi lebih
efektif dalam menghilangkan nyeri tulang, dengan masa kerja lebih lama dan
sedikit efek samping bila dibandingkan dengan agen narkotik. Catatan :
Vistaril sering digunakan untuk efek poten dari narkotik untuk
memperbaiki/menghilangkan nyeri panjang.
15)
Pemberian rutin ADP
mempertahankan kadar analgesik darah adekuat, mencegah fluktuasi dalam
penghilangan nyeri sehubungan dengan tegangan otot/spasme.
|
2.
Resiko tinggi terhadap
disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi
aliran darah, hipovolemia.
Tujuan : Mempertahankan
perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi.
Kriteria :
1)
Kulit hangat atau kering.
2)
Sensasi normal.
3)
Tanda vital stabil
4)
Pengeluaran urine adekuat.
NO
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13).
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)
22)
|
Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
Evaluasi adanya/kualitas nadi perifer distal terhadap cedera
melalui palpasi/Doppler. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada
fraktur.
Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi
motor/ sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ ketikdanyamanan.
Tes sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara
ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila
diindikasikan.
Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar/tekanan.
Seliidiki keluhan “rasa terbakar” di bawah gips.
Awasi posisi/lokasi cincin penyokong hebat.
Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali
dikontraindikasikan dengan meyakinkan adanya sindrom kompartemen.
Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk
pembengkakan/pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan bandingkan
dengan yang tak cedera. Perhatikan penampilan/luasnya hematoma.
Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cedera atau
peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas, terjadinya parestesia,
tegangan otot/nyeri tekan dengan eritema, dan perubahan nadi distal. jangan
tinggikan ekstremitas. Laporkan gejala pada dokter saat itu.
Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba, contoh penurunan
suhu kulit, dan peningkatan nyeri.
Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal.
Ambulasi sesegera mungkin
Selidiki nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki (tanda
Homan positif).
Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum,
kulit dingin, perubahan mental.
Tes feses/aspirasi gaster terhadap darah nyata. Perhatikan
perdarahan lanjut pada sisi trauma/injeksi dan perdarahan terus menerus dari
membran mukosa.
Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi.
Bebat/buat spalk sesuai kebutuhan.
Kaji/awasi tekanan intrakompartemen.
Siapkan untuk intervensiu bedah (contoh, fibulektmi/ fasiotomi)
sesuai indikasi.
Awasi Hb/Ht, pemeriksaan koagulasi, contoh kadar protrombin.
Berikan warfarin natrium (Coumadin) bila diindiaksikan.
Berikan kaus kaki antiembolitik/tekanan berurutan sesuai indikasi.
|
1)
Dapat membendung sirkulasi
jika terjadi oedema.
2)
Penurunan/tak adanya nadi
dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera
terhadap sattus sirkulasi. Waspadai bahwa kadang-kadang nadi dapat terhambat
oleh bekuan halus dimana pulsasi mungkin teraba. Selain itu, perfusi melalui
arteri lebih besar dapat berlanjut setelah meningkatnya tekanan kompartemen
yang telah mengempiskan sirkulasi arteriol/venula otot.
3)
Kembalinya warna harus cepat
(3-5 menit). Warna kulit menunjukkan gangguan arterial. Sianosis diduga
karena ada gangguan vena. Catatan : Nadi perifer, pengisian kapiler, warna
kulit, dan sensasi mungkin normal meskipun ada sindrom kompartemen, karena
sirkulasi superfisial biasanya tidak dipengaruhi.
4)
Gangguan perasaan kebas,
jeemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf
tidak adekuat atau saraf rusak.
5)
Panjang dan posisi saraf
perineal meningkatkan risiko cedera pada adanya fraktur kaki, edema/sindrom
kompartemen, atau malposisi alat traksi.
6)
Faktor ini disebabkan atau
mengindikasikan tekanan jaringan/iskemia, menimbulkan keruaskan/ nekrosis.
7)
Alat traksi dapat menyebabkan
tekanan pada pembuluh darah/saraf, terutama pada aksila dan lipat paha,
mengakibatkan isklemia dan kerusakan saraf permanen.
8)
Meningkatkan drainase vena/
menurunkan edema. Catatan : Pada adanya peningkatan tekanan kompartemen,
peninggian ekstremitas secara nyata menghalangi aliran arteri menurunkan
perfusi.
9)
Peningkatan lingkar
ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan/ edema umum
tetapi dapat menunjukkan perdarahan. Catatan : Peningkatan 1 inci pada paha
orang dewasa dapat sama dengan akumulasi 1 unit darah.
10)
Perdarahan/pembentukan edema
berlanjut dalam otot tertutup dengan fasial ketat dapat menyebabkan gangguan
aliran darah dan iskemia miositis atau sindrom kompartemen, perli intervensi
darurat untuk menghilangkan tekanan/ memperbaiki sirkulasi. Catatan : Kondisi
ini memerlukan kedaruratan medik dan memerlukan intervensi segera.
11)
Dislokasi faktur sendi
(khususnya lutut) dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan, dengan
akibat hilangnya aliran darah ke distal.
12)
Meningkatkan sirkulasi dan
menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah.
13)
Terdapat peningkatan
potensial untuk tromboflebitis dan emboli paru pada pasien imobilisasi selama
5 hari atau lebih.
14)
Ketidakadekuatan volume
sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
15)
Peningkatan insiden
perdarahan gaster menyertai fraktur/trauma dan dapat berhubungan dengan stres
dan kadang-kadang menunjukkan gangguan pembekuan yang memerlukan intervensi
lanjut.
16)
Menurunkan oedema/
pembentukan hematom yang dapat menggangu sirkulasi.
17)
Mungkin dilakukan pada
keadaan daurat untuk menghilangkan restrikso sirkulasi yang diakibatkan oleh
pembentukan edema pada ekstremitas yang cedera.
18)
Peninggian tekanan (biasanya
sampai 30 mmHg atau lebih) menunjukkan kebutuhan evaluasi segera dan
intervensi.
19)
Kegagalan untuk menghilangkan
tekanan/ memperbaiki sindrom kempartemen dalam 4 sampai 6 jam dari timbulnya
dapat mengakibatkan kontraktur berat/kehilangan fungsi dan kecacatan
ekstremitas distal cedera atau perlu amputasi.
20)
Membantu dalam kalkulasi
kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan terapi pengantin.
21)
Mungkin diberikan secara
profilaktik untuk menurunkan trombus vena dalam.
22)
Menurunkan pengumpulan vena
dan dapat meningkatkan aliran balik vena, sehingga menurunkan risiko
pembentukan trombus.
|
3.
Resiko tinggi terhadap
kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, perubahan membran
alveolar/kapiler.
Tujuan : Mempertahankan
fungsi pernafasan adekuat.
Kriteria :
1)
Tak adanya dispnea atau
sianosis.
2)
Frekuensi pernafasan dan GDA
dalam batas normal.
NO
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
|
Awasi frekuensi pernapasan dan upayanya. Perhatikan stridor,
penggunaan otot bantu, retraksi, terjadinya sianosis sentral.
Auskultasi bunyi napas perhatikan terjadinya ketidak samaan, bunyi
hiperesonan, juga adanya gemericik/ronki/ mengi dan inspirasi mengorok/ bunyi
sesak napas.
Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya selama
beberapa hari pertama.
Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk.
Reposisi dengan sering.
Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor.
Observasi sputum untuk tanda adanya darah.
Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis puting; pada aksila,
meluas ke abdomen/tubuh; mukosa mulut, palatum keras, kantung konjungtiva dan
retina.
Kolaborasi :
Bantu dalam spirometri insentif.
Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh :
Seri GDA, Hb, kalsium, LED, lipase serum, lemak,
trombosit.
Berikan obat sesuai indikasi :
Heparin dosis rendah.
Kortikosteroid.
|
1)
Takipnea, dispnea, dan
perubahan dalam mental dan tanda dini insufisiensi pernapasan dan mungkin
hanya indikator terjadinya emboli paru ada tahap awal. Masih adana
tanda/gejala menunjukkan ditress pernapasan luas/cenderung kegagalan.
2)
Perubahan dalam/adanya bunyi
adventisius menunjukkan terjadinya komplikasi pernapasan, contoh atelektasis,
pneumonia, emboli, SDPD. Inspirasi mengorok menunjukkan edema jalan napas
atas dan diduga emboli lemak.
3)
Ini dapat mencegah terjadinya
emboli lemak (biasanya terlihat pada 12-72 jam pertama), yang erat berhubugan
dengan fraktur, khususnya tulang panjang dan pelvis.
4)
Meningkatkan ventilasi
alveolar dan perfusi. Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan
kongesti pada area paru dependen.
5)
Gangguan pertukaran gas/
adanya emboli paru dapat menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran
pasien seperti terjadinya hipoksemia/ asidosis.
6)
Hemodialisa dapat terjadi
dengan emboli paru.
7)
Ini adalah karaktetistik
paling nyata dari tanda emboli lemak, yang tampak dalam 2-3 hari setelah
cedera.
8)
Memaksimalkan ventilasi/
oksigenasi dan meminimakan atelektasis.
9)
Meningkatkan sediaan O2
untuk oksigenasi optimal jaringan.
10)
Menurunnya PaO2
dan peningkatan PaCO2 menunjukkan gangguan pertukaran
gas/terjadinya kegagalan.
Anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar
lipase, gelembung lemak dalam darah/urine/sputum dan penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) sering berhubungan dengan emboli lemak.
11)
Blok siklus pembekuan dan
mencegah bertambahnya pembekuan pada adanya tromboflebitis.
Steroid telah digunakan dengan beberapa keberhasilan
untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.
|
4.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri atau ketidaknyamanan,
terapi restriktif, hemobilisasi tungkai.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1)
Ketidakmampuan untuk bergerak
sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, dilakukan pembatasan.
2)
Menolak untuk bergerak,
keterbatasan rentang gerak.
3)
Penurunan kekuatan atau kontrol
otak.
Tujuan : Meningkatkan
atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
mempertahankan posisi fungsional.
Kriteria :
1)
Meningkatkan kekuatan atau
fungsi yang sakit dan mengkompasasi bagian tubuh.
2)
Ketiga menunjukkan teknik yang
memampukan melakukan aktivitas.
NO
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7).
8)
9)
10)
11).
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
|
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Dorong partisipasi pada
aktivitas terapeutik/rekreasi. Pertahankan rangsang lingkungan contoh, radio,
TV, koran, barang milik pribadi/ lukisan, jam, kalender, kunjungan
keluarga/teman.
Instruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentang gerak pasien/aktif
pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
Dorong pengunana latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak
sakit.
Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/tangan
yang sesuai.
Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin,
bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan “pasca posisi” untuk
fraktur tungkai bawah.
Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi, mencukur)
Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat,
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
Awasi TD dengan melakukan aktivitas.perhatikan keluhan pusing.
Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas
dalam.
Auskultasi
biring usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi
rutin. Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur.
Berikan privasi.
Dorong peningkatan masukan ciaran sampai 2000-3000 ml/hari,
termasuk air asam/jus.
Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral.
Pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.
Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentuk gas.
Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitas
spesialis.
Lakukan program defekasi (pelunak feses, enema, laksatif) sesuai
indikasi.
Rujuk ke perawat spesialis psikatrik klinikal/ahli terapi sesuai
indikasi.
|
1)
Pasiun mungkin dibatasi oleh
pandangan diri/persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan.
2)
Memberikan kesempatan untuk
mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol
diri/harga diri, dan membantu menurunkan isolasi sosial.
3)
Meningkatkan aliran darah ke
otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi,
mencegagah kontraktur/atrofi dan resorpsi kalsium karena tidak digunakan.
4)
Kontraksi otot isometrik
tanpa menkuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan
kekuatan dan masa otot. Catatan : Latihan ini dikontraindikasikan pada
perdarahan akut/edema.
5)
Berguna dalam mempertahankan
posisi fungsional ekstremitas, tangan/kaki, dan mencegah komplikasi (contoh
kontraktur/kaki jatuh).
6)
Menurunkan risiko kontraktur
fleksi panggul.
7)
Memudahkan gerakan selama
higiene/perawatan kulit, dan penggantian linen, menurunkan ketidak nyamanan
dengan tetap datar di tempat tidur. “Pasca posisi” melibatkan penempatan kaki
yang sakit datar di tempat tidur dengan lutut menekuk sementara mengenggam
trapeze dan mengangkat tubuh dari tempat tidur.
8)
Meningkatkan kekuatan otot
dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi, dan meningkatkan
kesehatan diri langsung.
9)
Mobilisasi dini menurunkan
komplikasi tirah baring (contoh, flebitus) dan meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi organ. Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting
untuk mempertahankan mobilisasi optimal dan keamanan pasien.
10)
Hipotensi postural adalah
masalah umum menyertai tirah baring lama dan memerlukan intervensi khusus
(contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi
tegak).
11)
Mencegah/menurunkan insiden
komplikasi kulit/ pernapasan (contoh dekubitus, atelektasi, pneumonia).
12)
Tirah baring, penggunaan
analgesik, dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik
dan menghasilkan konstipasi. Tindakan keperawatan yang memudahkan eliminasi
dapat mencegah/membatasi komplikasi. Bedpan fraktur membatasi fleksi panggul
dan mengurangi tekanan lumbal/gips ekstremitas bawah.
13)
Mempertahankan hidrasi tubuh,
menurunkan risiko infeksi urinarius, pembentukan batu, dan konstipasi.
14)
Pada adanya cedera
musculoskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan
cepat, sering mengakibatkan penurunan BB 20-30 pon selama traksi tulang. Ini
mempengaruhi massa otot, tonus dan kekuatan. Catatan : Makanan protein
meningkat kandngannya pada usus halus, mengakibatkan pembentukan gas dan
konstipasi, sehingga fungsi GI harus secara penuh membaik sebelum makanan
berprotein meningkat.
15)
Penambahan bulk pada feses
membantu mencegah konstipasi. Makanan pembentukan gas dapat menyebabkan
distensi abdominal, khususnya pada adanya penurunan motilitas usus.
16)
Berguna dalam membuat
aktivitas individual/program latihan. Pasien dapat memerlukan bantuan jangka
panjang dengan gerakan kekuatan, dan aktivitas yang mengandalkan berat badan,
juga penggunaan alat. Contoh walker, kruk, tongkat, meninggikan tempat duduk
di toilet, tongkat pengambil/penggapai, khususnya alat makan.
17)
Dilakukan untuk meningkatkan
evakuasi usus.
18)
Pasien/orang terdekat
memerlukan tindakan intensif lebih untuk menerima kenyataan
kondisi/prognosis, imobilisasi lama, mengalami kehilangan kontrol.
|
(Doengoes Marilynn E, 2000)
D. Implementasi
Tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah dibuat. Dalam melaksanakan rencana tersebut harus
diperlukan dalam kerja sama dengan tim kesehatan yang lain, keluarga klien dan
klien sendiri.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
1.
Kebutuhan dasar klien.
2.
Dasar dari tindakan.
3.
Kemampuan perseorangan,
keahlian/keterampilan dan perawatan.
4.
Sumber dari keluarga dan klien
sendiri.
5.
Sumber dari instasi terkait.
E. Evaluasi
Tahap
evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan
dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian
mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan (Doenges Marilynn E, 2000).
Hasil yang
diharapkan dari asuhan keperawatan adalah :
1.
Nyeri yang dirasakan berkurang
2.
Mempertahankan perfusi jaringan
dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat,sensasi normal, dan tanda vital
stabil
3.
Mempertahankan fungsi
pernapasan yang adekuat
4.
Mempertahankan posisi
fungsional
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur Klavikula adalah patah tulang pada tulang klavikula atau
tulang selangka. Hal ini sering disebabkan akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik(outstrechedhead),
posisi jatuh bertumpu ke bahu atau pukulan langsung ke klavikula. Gambaran klinis pada patah
tulang klavikula biasanya penderita
datang dengan keluhan jatuh atau trauma.
Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap gerakan lengan.
Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah fraktur dan
kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Penatalaksanaan pada
fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau
operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.
B. Saran
Diharapkan
agar lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkam asuhan
keperawatan gawat darurat pada klien khususnya pada klien dengan Fraktur
klavikula.
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Edisi 3. Jakarta: EGC
Krisanty. Paula, dkk. 2010. Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Paula Krisanty. Jakarta: EGC
Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat,
Nuha Medika, Yogyakarta
Price, S.A.,dkk,. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume
2, 2006, EGC, Jakarta
Rasjad C. Trauma. In: Pengantar
Ilmu Bedah Ortopedi. 6th ed. Jakarta: Yarsif Watampone,
2009, p. 355-356.
Suzanne, Smeltzer C dan Brenda G.
Bare. 2002. Fundamental Keperawatan.
Jakarta: EGC
Trurnble TE,
Budoff JE, Cornwall R, editors. Hand, Elbow and Shoulder: Core Knowledge in orthopaedics.
I” ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006. p.623-7.
|
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan
kepada Tuhan, Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Fraktur Klavikula”
Makalah ini kami susun sebagai bahan
diskusi bagi mahasiswa dan diharapkan dengan disusunnya makalah ini akan
menjadi acuan untuk mendukung proses asuhan keperawatan gadar secara sederhana
dan mengena pada permasalahan yang ada di masyarakat.
Disadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan
pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan masukan yang
sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah
ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga
apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 25 Mei 2015
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
.............................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah.........................................................................................1
C.
Tujuan Penulisan………………………...........…………..….....…….........2
BAB II PEMBAHASAN
I.
KONSEP DASAR MEDIS
A.
Pengertian......................................................................................................3
B.
Etiologi .........................................................................................................3
C.
Insiden...........................................................................................................4
D.
Patofisiologi...................................................................................................5
E.
Gambaran Klinis............................................................................................5
F.
Klasifikasi......................................................................................................6
G.
Pemeriksaan Penunjang ................................................................................7
H.
Penatalaksanaan.............................................................................................7
I.
Komplikasi....................................................................................................9
J.
Prognosis.......................................................................................................9
II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GADAR FRAKTUR KLAVIKULA
A.
Pengkajian...................................................................................................10
B.
Diagnosa Keperawatan................................................................................14
C.
Rencana Keperawatan.................................................................................15
D.
Implementasi...............................................................................................29
E.
Evaluasi.......................................................................................................30
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.................................................................................................31
B.
Saran............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA
|
Tugas Gadar
ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
FRAKTUR
KLAVIKULA
OLEH :
Kelompok I
v ITA RAHAYU
v RISDAYANTI
v ASRIANI RUSTAM
v NUR ELMY LESTARI
v STEFANUS YODI JARO
v WARDI
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE
|
2015
No comments:
Post a Comment