BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penyusun akan membahas
mengenai kasus yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yaitu “Asuhan
Keperawatan pada Tn. S dengan Gangguan Sistem Mukuloskeletal : Trauma Pelvis di
Ruang Penyakit Bedah Umum Pria ( C ) RSUD Tenriawaru Kab. Bone”. Asuhan
keperawatan dilaksanakan selama 3 hari yang di mulai dari tanggal 28 Juni 2010
sampai dengan 30 Juni 2010.
Pada pembahasan ini akan diuraikan kesenjangan antara
tinjauan teoritis dengan kasus dalam pelaksanaan secara nyata sesuai dengan
tahap-tahap proses keperawatan yaitu : pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian
keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan, oleh karena itu tepat
atau tidaknya intervensi yang kita lakukan pada klien tergantung pada tahap
pengkajian ini. Dalam pengumpulan data pada kasus Tn.S penyusun menggunakan dua
tehnik anamnesa yaitu : Auto Anamnesa (pengkajian langsung pada klien dengan
cara observasi, wawancara dan pemeriksaan) dan Allo Anamnesa (pengkajian yang
dilakukan pada anggota keluarga, medical record, hasil-hasil pemeriksaan
diagnostik atau data-data penunjang).
Dalam
melakukan pengkajian pada kasus Tn. S dari tanggal 28 Juni 20010 sampai dengan
30 Juni 2010 berjalan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti, karena
sebelumnya penyusun sudah membina hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Didalam melakukan pengkajian klien dan keluarga mau mengungkapkan
masalah-masalah yang dirasakan oleh klien dan memberikan jawaban atas
pertanyaan penyusun kepada klien dan keluarga.
Pada
tahap pengkajian ini penyusun mengumpulkan informasi yang sistematis tentang
Tn. S dengan menggunakan konsep teoritis yang terkait dengan permasalahan klien
sebagai alat bantu dalam arah pengkajian. Hasil pengkajian yang diperoleh
dari Tn. S antara lain seperti keluhan nyeri tekan, deformitas pada
kakinya, pembengkakan lokal, fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah
kurang baik, gerak menjadi terbatas dan Semua bentuk aktivitas klien menjadi
berkurang, klien memerlukan bantuan orang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang
dijelaskan di dalam asuhan keperawatan teoritis.
Manifestasi
klinis atau tanda dan gejala yang mungkin muncul dari hasil pengkajian yang
dijelaskan pada asuhan keperawatan teoritis ternyata tidak semuanya muncul pada
kasus Tn. S, tanda dan gejala tersebut antara lain seperti palpasi nadi
meningkat dan krepitasi pada daerah patah. Penyebab tidak munculnya tanda dan
gejala yang terdapat pada konsep teoritis tersebut dikarenakan oleh beberapa
faktor antara lain seperti nyeri yang dirasakan klien tidak begitu sakit oleh
sebab itu saat nadinya diraba tidak terasa cepat atau meningkat kemudian pada
saat pengkajian tidak terdengar krepitasi pada daerah patah itu dikarenakan
klien pada saat itu sudah dipasang gips.
Selama
proses pengkajian pada Tn. S, penulis merasakan adanya faktor pendukung
dan faktor penghambat. Faktor pendukung yang penulis rasakan pada tahap
pengkajian adalah sikap klien dan keluarga yang kooperatif sehingga penulis
dapat memperoleh data tentang permasalahan yang sedang klien alami, sedangkan
faktor penghambatnya yaitu pada hari pertama pengkajian klien dan keluarga
masih belum memberikan data yang lengkap kepada penyusun karena merasa malu.
Kemudian,
pengumpulan data seperti hasil pemeriksaan yang lain penyusun melihat dari
catatan keperawatan dan catatan medis untuk memudahkan penyusun untuk memahami
kondisi klien secara komprehensif.
- B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual maupun
potensial.
Setelah
dilakukan proses pengkajian maka didapatkan data yang kemudian penyusun
menganalisa dan mengidentifikasi menjadi rumusan diagnosa keperawatan aktual
maupun resiko.
Pada
tahap ini penyusun menganalisa dan mensintesis data yang telah dikelompokkan,
kemudian dilakukan penilaian klinik tentang respon klien dan keluarga terhadap
masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual dan resiko. Dari hasil
penilaian klinik, diperoleh 6 diagnosa keperawatan dari kondisi Tn. S yaitu
empat diagnosa aktual dan dua diagnosa resiko. Adapun diagnosa yang aktual
adalah Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri, gangguan pemenuhan
kebutuhan adl berhubungan dengan nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen
tulang, gangguan pemenuhan personal hygine : mandi berhubungan dengan
keterbatasan pergerakan sekunder, dan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurang terpaparnya informasi. Sedangkan diagnosa yang resiko yaitu Resiko
tinggi Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan fiksasi
eksternal, dan Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan Trauma pada
jaringan kulit.
Keenam
diagnosa yang muncul tersebut, hanya lima diagnosa yang tidak sesuai dengan
asuhan keperawatan teoritis yaitu Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan
nyeri, gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan nyeri sekunder
akibat pergerakan fragmen tulang, gangguan pemenuhan personal hygine : mandi
berhubungan dengan keterbatasan pergerakan sekunder, Resiko tinggi Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan pemasangan fiksasi eksternal, dan Resiko
tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan Trauma pada jaringan kulit.
Sedangkan diagnosa yang sesuai dengan askep teoritis hanya satu yaitu Kurangnya
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.
Alasan
diangkatnya diagnosa tersebut karena pada saat pengkajian penyusun menemukan
data-data yang terkait pada diagnosa tersebut seperti klien tampak mengantuk,
klien tampak menguap dan klien juga mengatakan tidak bisa tidur malam dikarena
nyeri kaki kanannya, dan penyusun beranggapan bahwa setiap orang yang mengalami
fraktur atau patah tulang akan mengalami nyeri yang juga bisa mengakibatkan
istirahat tidurnya akan terganggu, sedangkan diagnosa resiko tinggi penyebaran
infeksi berhubungan dengan Trauma pada jaringan kulit penyusun angkat
dikarenakan pada saat pengkajian lukanya terdapat pus. Sedangkan, diagnosa
gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan nyeri sekunder akibat pergerakan
fragmen tulang, dan gangguan pemenuhan personal hygine : mandi berhubungan
dengan keterbatasan pergerakan sekunder penyusun angkat dikarenakan fraktur
pada kakinya yang mengakibatkan kebutuhan klien tidak terpenuhi. Sebaliknya,
ada dua diagnosa yang tidak muncul pada klien yaitu Resiko tinggi trauma
berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, dan resiko Resiko tinggi
berhubungan dengan adanya port de entree luka operasi dan Ansietas yang
berhubungan dengan krisis situasional akan menjalani operasi, status ekonomi,
perubahan fungsi peran. Alasan penyusun tidak mengangkat diagnosa tersebut
dikarenakan tidak adanya data-data yang kuat untuk membuktikan ada masalah pada
diagnosanya tersebut.
Kemudian,
pada diagnosa kerusakan integritas kulit ada juga kesenjangan antara teori
dengan praktek, penyusun lebih tertarik mengangkat masih resiko belum menjadi
aktual dikarenakan pada saat pengkajian penyusun tidak menemukan data-data yang
menunjukan bahwasannya diagnosa tersebut sudah menjadi aktual.
- C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan
merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menentukan atau mengatasi masalah-masalah klien
(Hidayat, Azis Alimus, 2004; 114).
Tahap
perencanaan merupakan tahap lanjut dari diagnosa keperawatan, dimana didalam
perencanaan akan menentukan keberhasilan asuhan keperawatan yang akan
dilakukan, kegiatannya dimulai dari menetapkan prioritas masalah, perumusan
tujuan, penentuan kriteria hasil yang menggunakan SMART dan rencana tindakan
sesuai dengan kondisi klien dan rasionalnya.
Pada
tahap intervensi, penyusun membuat rencana tindakan sesuai data yang didapat
pada saat pengkajian dan apa yang menjadi keluhan klien. Didalam menentukan
tindakan keperawatan, penyusun merencanakan beberapa tindakan dengan mengikut
sertakan keluarga dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sehingga tidak ada
kesulitan penyusun dalam melakukan tindakan keperawatan kepada klien dan
keluarganya.
- D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan
rencana keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada
klien. Kegiatan ini meliputi pelaksanaan rencana keperawatan dan rencana medis.
Pada tahap ini, penyusun dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Dalam hal ini penyusun sebagai
anggota tim keperawatan mengimplementasikan intervensi keperawatan dengan
berlandaskan teori, baik secara mandiri maupun kolaboratif sesuai dengan
penyakit yang diderita pasien dan kondisi pasien saat itu. Di dalam tahap implementasi
ini rencana tindakan yang sudah dibuat berdasarkan tinjauan teoritis sudah
dilakukan dengan baik.
Dalam
tahap pelaksanaan secara garis besar tindakan yang dilakukan dapat berjalan
dengan baik sesuai dengan rencana, karena adanya kerjasama yang baik antara
perawat, tenaga kesehatan lainnya dan keluarga namun penyusun masih sedikit
mengalami hambatan dalam melakukan tindakan keperawatan dikarenakan pada saat
melakukan perawatan luka dan ingin mengganti perban elastis yang kelihatan
kotor, ada beberapa alat-alat yang tidak tersedia sehingga mengharuskan untuk
membelinya demi kelengkapa alat yang kurang.
Dalam
melaksanakan tindakan keperawatan, penyusun bekerja sama dengan perawat ruangan
karena penulsi tidak bisa berada di ruangan selama 24 jam untuk memantau
perkembangan dan melakukan perawatan kepada klien.
- E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi
adalah tindakan aktual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
sejauh mana diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai karena melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor
perkembangan klien.
Pada
tahap ini penyusun melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan selama 3
hari, mulai dari tanggal 28 Juni 2010 sampai 20 Juni 2010, dengan menggunakan
dua macam evaluasi yaitu formatif dan evaluasi sumatif, dari ketujuh diagnosa
yang penyusun temukan pada Tn. S, dua diagnosa dapat teratasi, tiga teratasi
sebagian dan dua diagnosa tidak menjadi resiko.
Adapun
diagnosa yang teratasi yaitu yang kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurang terpaparnya informasi, faktor yang mendukung sehingga diagnosa tersebut
teratasi karena adanya kerjasama yang baik dari klien dan keluarga sehingga apa
yang penyusun informasikan atau sampaikan kepada klien dan keluarga lansung
dilaksanakan.
Kemudian
diagnosa yang teratasi sebagian adalah Gangguan istirahat tidur berhubungan
dengan nyeri, Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan nyeri
sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan Gangguan pemenuhan personal
hygine : mandi berhubungan dengan keterbatasan pergerakan sekunder, adapun
faktor yang penghambat sehingga diagnosa tersebut hanya teratasi sebagian
dikarenakan nyeri yang dirasakan klien sering dirasakan klien apa lagi pada
saat bergerak, sedangkan untuk diagnosa selanjutnya hanya teratasi sebagian
karena pergerakan kaki kanannya terbatas dan didukung juga klien memakai
fiksasi yaitu gips.
Kemudian
yang terakhir untuk diagnosa yang tidak menjadi resiko yaitu Resiko tinggi
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan fiksasi eksternal dan
resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan kulit,
faktor yang mendukung sehingga diagnosa tersebut tidak menjadi resiko adalah
pada saat implementasi dilakukan tindakan sesuai rencana seperti perawatan luka
dan tidak ada terjadi penekanan pada kulit klien.
No comments:
Post a Comment