MAKALAH
MANAEJEMEN PEGADAIAN DAN ASURANSI SYARIAH
“OPERASIONAL PEGADAIAN SYARIAH”
OLEH :
KELOMPOK VI
1.
ZULFAHMI (152
135 020)
2.
EDWIN PRASETYO PUTRA (152 135 011)
3.
SUNTI WAHYUNISSOLEHA (152 135 006)
4.
MUAINUN (152 135
016)
5.
DEVI HILMA JAMAYANTI (152 135 026)
6.
LILY MARIANI (152
135 017)
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM
2016
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warahmatillohi Wabarakatuh
Puji
Syukur kehadirat Allah Swt. yang senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang merupakan tugas Mata Kuliah
Pilihan Manajemen Pegadaian dan Asuransi Syariah yang berjudul “ Operasional
Pegadaian Syariah”.
Dan
terima kasih pula kami ucapkan kepada seluruh teman-teman yang telah memberikan
motivasi agar makalah kami ini cepat selesai, yang pada akhirnya kami dapat
menyelesaikannya tepat waktu.
Apabila
terdapat kekurangan dari makalah kami ini, baik dari segi narasi maupun
penulisan isi mohon dimaafkan. Dan kami juga membutuhkan kritik dan saran dari
teman-teman agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik kedepannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullohi
Wabarakatuh
Mataram, 26 April 2016
Kelompok VI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 2
A. Pengertian Pegadaian Syariah........................................................................................................ 2
B. Lahirnya
Pegadaian Syariah.......................................................................................................... 2
C. Operasional
Pegadaian Syariah..................................................................................................... 3
D. Landasan Konsep Rahn................................................................................................................. 5
E. Tekhnik
Transaksi Rahn................................................................................................................ 8
F. Barang
Jaminan.......................................................................................................................... 11
G. Risiko dan Manfaat Rahn............................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 13
Kesimpulan......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya manusia tidak bisa
hidup tanpa bantuan orang lain, disinilah manusia sebagai makhluk social.
ratusan tahun sistem ekonomi didunia didominasi oleh sitem bunga hampir setiap
perjanjian menggunakan sitem bunga. Perkembangan
produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali
pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut
dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah
memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk
karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang
diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan
atau bagi hasil.
Sangat banyak lembaga keuangan syariah
dalam mengatur keuangan masyarakat, yang salah satunya adalah Pengadaian
Syariah. Yang tidak semata-mata juga turut serta dalam membantu kegitan ekonomi
umat. Pegadaian syariah juga dapat membantu masalah ekonomi dinegara indonesia.
dengan sistem pegadaian syariah secara cepat dan berjangka pendek. Dan
pegadaian syariah juga memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang
deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam
ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang menjadi jaminan.
Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya
menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam
mempergunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk
konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan metode
Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan
metode Fee Based Income (FBI).
Sebagai penerima gadai atau disebut Murtahim, penggadaian akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan
akad pinjam-meminjam yang disebut Akad Gadai Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah).
Dalam akad gadai syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang
maka penggadai menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna
melunasi pinjaman. Sedangkan Akad Sewa Tempat (ijarah) merupakan kesepakatan
antara penggadai dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan
dan penerima gadai akan mengenakan jasa simpan.
B.
Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tentang :
1.
Apa itu pegadaian syariah ?
2.
Kapan dan mengapa lahirnya pegadaian syariah ?
3.
Bagaimana sistem operasional pegadaian syariah ?
4.
Apa yang menjadi landasan konsep Rahn ?
5.
Bagaimana tekhnik transaksi Rahn ?
6.
Apa saja yang menjadi barang jaminan dalam pegadaian syariah?
7.
Apa risiko dan manfaat dalam menerapkan sistem penggadaian syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pegadaian Syariah
Dalam UU Perdata pasal 1150 gadai
merupakan suatu hak yang diperoleh dari seseorang yang mempunyai piutang atas
suatu barang bergerak dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang
untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang yang berpiutang lainnya, kecuali biaya yang dikeluarkan untuk
menyelamatkan setelah barang itu digadaikan dan biaya-biaya mana harus
didahulukan.
Dalam pegadaian syariah atau rahn terdapat
beberapa istilah, jadi orang yang menyerahkan barang gadai disebut rahin, orang yang menerima barang gadai
disebut murtahin, dan barang yang
digadaikan yaitu marhun.[1][1]
Pegadaian syariah atau Rahn adalah semacam jaminan utang atau
gadai. (Sayyid Sabiq, fiqhus Sunnah,
169)
Rahn merupakan
suatu sistem menjamin utang dengan barang yang kita miliki di mana uang
dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Rahn juga bisa diartikan menahan salah
satu harta benda milik si penjamin sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang dijamin tersebut memiliki nilai ekonomis dan pihak
yang menahan itu memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya.
Rahn juga yaitu
perjanjian penyerahan barang atau harta Anda sebagai jaminan berdasarkan hukum
gadai berupa emas, perhiasan, kendaraan, atau barang bergerak lainnya yang
terbentuknya Pegadaian syariah di Indonesia, yaitu yang bekerjasama dengan
Perum Pegadaian yang membentuk Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) [2][2].
B. Lahirnya
Pegadaian Syariah
Berdiri pada bulan Januari 2003
tempatnya di Jakarta dengan Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi
Sartika. Kemudian berlanjut dikota-kota lainnya seperti Surabaya, Semarang,
Makasar, Surakarta, dan Yogyakarta pada tahun
2003 hingga September 2003. Masih pada tahun yang sama pula empat kantor
cabang pegadaian di Aceh menjadi pegadaian syariah.
Badan lembaga ini bersifat mandiri
dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri
maupun internasional. Badan ini telah disesuaikan agar tidak menyimpang dari
ketentuan yang berlaku di dalamnya dan akan memperkaya khasanah lembaga
keuangan Indonesia.[3][3]
Operasionalisme pengadaian pra fatwa
MUI tanggal 16 desember 2003 tentang bunga bank telah sesuai dengan konsep
syariah. Adapun beberapa pihak yang menepis anggapan itu. Setelah melalui
beberapa kajian yang cukup panjang, akhirnya disusunlah sebuah konsep pendirian
Unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal adanya devisi khusus yang
menangani kegiatan usaha syariah. Sebuah konsep ini mengacu pada sistem
administrasi modern, yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan efektivitas yang
diselaraskan dengan nilai Islam dan yang mempunyai bisnis mandiri ynag secara
struktural terpisah pengolahannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian
syariah mempunyai fungsi dalam beroperasi yaitu yang dijalankan oleh
kantor-kantor cabang pegadaian syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS)
sebagai satu unit sebuah organisasi dibawah pembinaan divisi usaha lain perum
pegadaian.
C. Operasional
Pegadaian Syariah
Sistem implementasi pegadaian
syariah hampir sama dengan pegadaian konvensional yaitu pegadaian syariah
menyalurkan uang pinjaman dengan barang jaminan barang bergerak. Prosedurnya
juga sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukan buku identitas diri dan
barang bergerak sebagai jaminan lalu uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu
yang tidak relatif lama (kurang lebihnya 15 menit). Sedangkan untuk melunasi
pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang
singkat.
Adapun operasional pegadaian syariah
menggambarkan hubungan di antara nasabah dan pegadaian. Adapun teknis pegadaian
syariah adalah sebagai berikut:
1.
Nasabah meminjamkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan
pembiayaan. Kemudian, pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar
dalam pemberian besaran pembiayaan yang dapat diberikan oleh pegadaian syariah
kepada nasabah.
2.
Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai
hal seperti kesepakatan, biaya administrasi, tarif jasa simpanan, pelunasan,
dan sebagainya. jatuh tempo pengembalian pembiayaan yaitu 120 hari.
3.
Pegadaian syariah memberikan pembiayaan atau jasa yang dibutuhkan nasabah
sesuai kesepakatan.
4.
Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo. Apabila pada saat
jatuh tempo belum dapat mengembalikan uang pinjaman, dapat diperpanjang 1 kali
masa jatuh tempo, demikian seterusnya. Apabila nasabah tidak dapat
mengembalikan uang pinjaman dan tidak dapat memperpanjang akad gadai, maka
pegadaian dapat melakukan kegiatan pelelangan dengan menjual barang tersebut
untuk melunasi pinjamn.
5.
Pegadaian ( murtahin) mengembalikan harta benda yang digadai (marhun) kepada
pemiliknya (nasabah).
Prinsip
utama barang yang digunakan untuk menjamin adalah barang yang dihasilkan dari
sumber yang sesuai dengan syariah, atau keberadaan barang tersebut ditangan
nasabah bukan karena hasil praktek riba, maysir dan gharar. Barang-barang
tersebut antara lain seperti:
1.
Barang perhiasan, seperti perhiasan terbuat dari intan, mutiara, emas, perak,
platina, dan sebagainya.
2.
Barang rumah tangga seperti perlengkapan dapur, perlengkapan makanan atau
minum, perlengkapan kesehatan, perlengkapan bertaman dan sebagainya.
3.
Barang elektronik seperti radio, tape recorder, video player, televise,
computer dan sebagainya.
4.
Kendaraan, seperti sepeda ontel, sepeda motor, mobil dan sebagainya.
5.
Barang-barang lain yang dianggap bernilai seperti kain batik tulis.
D. Landasan Konsep Rahn
Seperti yang kita ketahui, pegadaian
syariah pasti mengacu kepada Al-Qur`an dan Hadits. Adapun landasannya dalam
Al-Qur`an sebagaimana firman Allah :
“jika
kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu meninaikan amanatnya (utangnya)
dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para
saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikan,
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah:283)
Adapun dalam Hadits, Aisyah Ra
berkata “Rasullulah membeli makanan dari
seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah saw
bersabda :
“apabila
ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima
gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Apabila ternak itu
digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah
mengeluarkan biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, ia harus
mengelurkan biaya perawatannya.”(HR.Jamaah, kecuali Muslim dan an-Nasa`i)
Dalam pandangan dan landasan para
ulama, mereka sepakat memperbolehkan akad rahn
(az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa
Adilatuhu, 1985)
Dan landasan ini diperkuat dengan
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002
yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang
dalam bentuk rahn diperbolehkan
dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Ketentuan Umum Rahn
a)
Murtahin (penerima barang) mempunyai
hak untuk menahan marhun (barang)
sampai semua utang rahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi.
b)
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik
rahin.
c)
Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada
dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun
dapaat juga dilakukan murtahin, sedangkan
biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d)
Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun
tidak boleh ditentukan berdasrkan jumlah pinjaman.
e)
Penjualan marhun:
·
Apabila
jatuh tempo, murtahin harus
memperingatkan rahin untuk segera
melunasi utangnya.
·
Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya,
maka marhun dijual paksa /
dieksekusi.
·
Hasil
penjualan marhun dugunakan untuk
melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta
biaya penjualan.
·
Kelebihan
hasil penjualan menjadi milik rahin dan
kekurangannya menjadi kewajiban rahn.
2. Hukum Rahn
Di antara hukum-hukum adalah sebagai
berikut :
a)
Rahn (barang gadai) harus berada
ditangan murtahin dan bukan ditangan rahin.
b)
Barang-barang yang tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-buahan
dipohon yang belum masak karena penjualan kedua barang tersebut haram,
diperbolehkan digadaikan.
c)
Jika jatuh tempo gadai telah habis, maka murtahin
meminta rahin melunasi utangnya.
d)
Rahn adalah amanah ditangan murtahin.
e)
Rahn boleh dititipkan kepada orang
yang bisa dipercayai selain murtahin, sebab
yang terpenting dari rahn adalah
panjangan, dan itu biasa dilakukan oleh orang yang biasa dipercaya.
f)
Jika rahin mensyaratkan rahn tidak dijual ketika utang telah
jatuh tempo, maka rahn menjadi batal.
g)
Jika rahin bertengkar dengan murtahin mengenai besarnya utang, maka
ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan
sumpah, kecuali jika murtahin bisa
mendatangkan barang bukti.
h)
Jika murtahin mengklaim teah
mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan
yang diterima adalah ucapan rahin dengan
sumpah kecuali jika murtahin dapat
mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya.
i)
Murtahin berhak menaiki rahn yang bisa dinaiki dan memerah rahn yang bisa diperah sesuai denga
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk rahn tersebut.
j)
Hasil rahn seperti anak dari rahn (jika rahn berbentuh hewan), panen (berbentuk tanaman), dan lain
sebagainya menjadi milik rahin.
k)
Jika murtahin mengeluarkan biaya untuk
rahn tanpa meminta izin kepada rahin, maka ia tidak boleh meminta rahin mengganti biaya yang telah
dikeluarkannya untuk rahn tersebut.
l)
Jika rumah yang digadaikan mengalami kerusakan, kemudian murtahin memperbaikinya tanpa seizin rahin, maka tidak apa-apa jika ia meminta penggantian biaya yang
telah dikeluarkan untuk perbaikan rumah tersebut, kecuali jika rahn berupa alat seperti kayu dan bata
tidak bisa dicabut, maka ia boleh meminta oenggantian kepada rahin.
m)
Jika rahin meninggal dunia atau
bangkrut, maka murtahin lebih berhak
atas rahn daripada semua kreditur.
3. Ketentuan Penutup
Rahn
a)
Jika salah satu pihak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannnya dilakukan
melalui Badan Arbutrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
b)
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian
hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
E. Teknik Transaksi Rahn
Sesuai dengan landasan di atas, pada
dasarnya pegadaian syariah juga berjalan di atas dua akad transaksi syariah,
yaitu :
1.
Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah
menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil tentukan kembali seluruh
atau sebagian piutangnya. Maka, dengan akad ini pegadaian menahan barang
bergerak sebagai jaminan atas uang nasabah.
Rukun Al-rahn :
·
orang yang
mengadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin)
·
Barang yang digadaikan (marhun) dan
utang (marhun bih)
·
Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan Syariah, yaitu :
·
Pelaku,
harus cakap hukum dan baligh
·
Objek yang digadaikan (marhun)
Barang gadai (marhun)
a)
Dapat dijual dan nilainya seimbang
b)
Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan
c)
Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik
d) Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)
e) Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas
demikian juga jatuh temponya
2. Akad
Ijarah. Ialah akad pemindahan hak guna atas barang dan atas jasa melaui
pembayaran upah sewa tanpa diikutu dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya
sendiri.
Rukun dari akad transaksi tersebut
meliputi :
·
Orang yang
berakad: yang berutang (rahin) dan
yang berpiutang (murtahin),
·
Sighat (ijab
qabul),
·
Harta yang
di-Rahn-kan (marhun),
·
Pinjaman (marhun bih).
Adapun mekanisme operasional
pegadaian syariah gambarannya sebagai berikut : melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang
bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan barang bergerak dan kemudian
pegadaian menyimpan serta merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh
penggadaian. Dan pegadaian syariah dibenarkan untuk mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Maka,
penggadaian syariah akan memperoleh keuntungan dari bea sewa tempat yang
dipungut dan bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan
dari uang pinjaman. Sehingga, disini dikatakan proses pinjam meminjam uang
hanya sebagai “lipstick” yang akan
menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.
Ketentuan atau persyaratan yang menyertai
akad tersebut meliputi :
a)
Akad . akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan
yang dapat dimanfaatkan tanpa batas.
b) Marhun
bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang
yang di-rahn-kan tersebut serta
pinjama itu jelas dan tertentu.
c)
Marhun (barang yang di-rahn-kan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki
nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh rahin,
tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun
manfaatnya.
d)
Jumlah maksimin dana rahn dan nilai
likuidasi barang yang di-rahn-kan
serta jangka waktu rahn ditetapkan
dalam prosedur.
e)
Rahin dibebani jasa manajemen atas
barang berupa: biaya, asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya
pengelolaan serta administrasi.
Kita dapat memperoleh layanan dari
penggadaian syariah, masyarakat cukup hanya menyerahkan harta geraknya (emas,
berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan tanda
pengenal. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga
pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Penggadaian dan maksimum uang pinjaman
yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah selesai tahapan diatas,
pegadaian syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
a)
Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat
bulan.
b) Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar
Rp.90 (sembilan puluh rupiah) dari keliatan taksiran Rp 10.000 per 10 hari yang
di bayar bersamaan pada saat melunasi pinjmain.
c) Membayar biaya administrasi yang besarnya
ditetapkan oleh penggadaian pada saat pencaraian uang pinjaman.
Dalam hal ini, nasabah diberikan
kelonggaran untuk :
·
Melakukan
penebusan barang/pelunasan pinjamin kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan.
· Mengangsur uang pinjamin dengan
membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah
beaadministrasi.
· Hanya membayar jasa simpanannya
terlebih dahulu jika pada satu jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi
pinjaman uangnya.
Hak dan Kewajiban
pihak Penerima Gadai :
1.
Hak Murtahin ( Penerima Gadai )
a)
Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo.
b)
Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan
untuk menjaga keselamatan marhun.
c)
Selama pinjaman belun dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang
diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).
2.
Kewajiban Penerima Gadai
a)
Penerima gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadainya
yang diakibatkan oleh kelalaiannya.
b)
Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.
c)
Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan
pelelangan barang gadai.
3. Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)
a)
Hak pemberi gadai :
·
Pemberi
gadai berhak mendapatkan barang gadainya kembali setelah ia mampu melunasi
semua pinjamannya.
·
Pemberi
gadai berhak menuntut ganti rugi dan kerusakan dan jika hilangnya barang gadai,
apabila itu disebabkan akibat kelalaian gadai.
·
Pemberi
gadai berhak menerima sisa dari hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi
biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.
b)
Kewajiban pemberi gadai :
·
Pemberi
gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimannya dalam waktu yang telah
ditentukan.
·
Pemberi
gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam waktu
yang telah ditentuka pemberi gadai tidak dapat melunasinya.[4][4]
F. Barang Jaminan
Semakin besar nilai taksiran barang,
semakin besar pula pinjaman yang akan diperoleh. Adapun jenis-jenis barang
berharga yang dapat diterima dan dijadikan jaminan pegadaian syariah adalah
sebagai berikut :
a.
Barang-barang atau benda perhiasan, antara lain: emas, perak, intan, berlian,
mutiara, platina dan jam.
b.
Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil (termasuk bajaj dan bemo), sepeda
motor dan sepeda biasa (termasuk becak).
c.
Barang-barang elektronik, antara lain : telivisi, radio, radio tape, video, komputer, kulkas, tutsel
dan mesin tik.
d.
Mesin-mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
e. Barang-barang keperluan rumah tangga seperti
:
·
Barang
tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik.
·
Barang pecah
belah dengan catatan bahwa semua barang yang dijaminkan harus dalam kondis baik
(masih mempunyai nilai jual). Dalam hal ini penting untuk penggadaian syariah,
mengingat kan nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya maka barang jaminan
akan dilelang sebagai penggantinya.[5][5]
G.
Risiko dan Manfaat Ar-Rahn
1.
Risiko Ar-Rahn
Adapun risiko dalam rahn yang mungkin ada dan diterapkan
sebagai produk adalah :
a.
Risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi).
b.
Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
2.
Manfaat Ar-Rahn
Bank yang menerapkan prinsip ar-rahn dapat mengambil manfaatnya :
a.
Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas
pembiayaan yang diberikan banj tersebut.
b.
Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya
tidak kan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada
suatu aset atau barang (marhun) yang
dipegang oleh bank.
c.
Jika rahn diterapkan dalam mekanisme
penggadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang
kesulitan dalam dana terutama didaerah-daerah.[6][6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pegadaian adalah lembaga yang
mendasarkan diri pada hukum gadai. Dalam menjalankan usahanya. Pegadaian
syariah atau Pegadaian Islam adalah suatu sistem pergadaian yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam.
Dan memberikan keamanan bagi semua
penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika
nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang
oleh bank.
Barang yang digunakan sebagai
jaminan utang atau gadai dalam proses pegadaian adalah barang yang memiliki
nilai ekonomis.resiko yang didapatkan dalam proses pegadaian adalah penurunan
nilai aset yang ditahan atau rusaknya barang yang digadaikan.
Berdasarkan paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh oleh
orang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh orang
yang berhutang sebagai jaminan hutangnya dan barang tersebut dapat dijual
(dilelang) oleh yang berpiutag bila yang berhutang tidak dapat melunasi
kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Adapun kegiatan pelaksanaan gadai
dalam perum pegadaian meliputi beberapa kegiatan, yaitu diantaranya seperti
yang penulis paparkan diatas: Tugas, Tujuan dan Fungsi Pegadaian, peran gadai,
kegiatan usaha gadai, barang jaminan, keuntungan usaha gadai, produk dan jasa
gadai, organisasi dan tata kerja pegadaian, dan yang penulis tambahkan adalah
pegadaian syari’ah.
B.
Kritik dan
Saran
Kami sebagai penulis sangat
menyadari akan kekurangan dalam makalah yang telah kami sajikan ini. Kami
berharap kita lebih banyak lagi membaca buku refrensi tentang pegadaian, supaya
kita lebih paham lagi tentang pegadaian umum maupun syari’ah. Dan kami juga
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dalam menyempurkan tulisan kami
ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Rodoni, Lembaga
Keuangan Syariah, Zikrul Hakim, jakarta, 2004.
Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta, bandung, 2009.
Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema
Insani Press, jakarta, 2001.
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
\
No comments:
Post a Comment