Wednesday 20 December 2017

MAKALAH MANAJEMEN PEGADAIAN SYARIAH 2

MAKALAH
MANAEJEMEN PEGADAIAN DAN ASURANSI SYARIAH
“OPERASIONAL PEGADAIAN SYARIAH”

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg86ba0NBHouHnK0_-RJ7zl_mwTz0sPdj-JXrpAmmVd5W49cpJrMnwEwrh9JbZd6lyC-ZEdisQy4qWU524uSo2WutvVezjVLn0cELY81u51PjTFdaHoYNRSCgz78KbMuvcvo6D5AGrYYPs/s200/IAIN+BARU.jpg

OLEH :
KELOMPOK VI
1.      ZULFAHMI                                    (152 135 020)
2.      EDWIN PRASETYO PUTRA       (152 135 011)
3.      SUNTI WAHYUNISSOLEHA     (152 135 006)
4.      MUAINUN                         (152 135 016)
5.      DEVI HILMA JAMAYANTI        (152 135 026)
6.      LILY MARIANI                            (152 135 017)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM
2016

 


Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warahmatillohi Wabarakatuh

            Puji Syukur kehadirat Allah Swt. yang senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang merupakan tugas Mata Kuliah Pilihan Manajemen Pegadaian dan Asuransi Syariah yang berjudul “ Operasional Pegadaian Syariah”.
            Dan terima kasih pula kami ucapkan kepada seluruh teman-teman yang telah memberikan motivasi agar makalah kami ini cepat selesai, yang pada akhirnya kami dapat menyelesaikannya tepat waktu.
            Apabila terdapat kekurangan dari makalah kami ini, baik dari segi narasi maupun penulisan isi mohon dimaafkan. Dan kami juga membutuhkan kritik dan saran dari teman-teman agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik kedepannya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh

Mataram, 26 April 2016


          Kelompok VI









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
A.    Latar Belakang Masalah................................................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 2
A.    Pengertian Pegadaian Syariah........................................................................................................ 2
B.     Lahirnya Pegadaian Syariah.......................................................................................................... 2
C.     Operasional Pegadaian Syariah..................................................................................................... 3
D.    Landasan Konsep Rahn................................................................................................................. 5
E.     Tekhnik Transaksi Rahn................................................................................................................ 8
F.      Barang Jaminan.......................................................................................................................... 11
G.    Risiko dan Manfaat Rahn............................................................................................................ 12
BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 13
           Kesimpulan......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 14



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang


Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, disinilah manusia sebagai makhluk social. ratusan tahun sistem ekonomi didunia didominasi oleh sitem bunga hampir setiap perjanjian menggunakan sitem bunga. Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia, tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pada dasarnya, produk-produk berbasis syariah memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi hasil.
Sangat banyak lembaga keuangan syariah dalam mengatur keuangan masyarakat, yang salah satunya adalah Pengadaian Syariah. Yang tidak semata-mata juga turut serta dalam membantu kegitan ekonomi umat. Pegadaian syariah juga dapat membantu masalah ekonomi dinegara indonesia. dengan sistem pegadaian syariah secara cepat dan berjangka pendek. Dan pegadaian syariah juga memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang menjadi jaminan.
Pegadaian syariah atau dikenal dengan istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau Mudharobah (bagi hasil). Karena nasabah dalam mempergunakan marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan metode Mudharobah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian menggunakan metode Fee Based Income (FBI).
Sebagai penerima gadai atau disebut Murtahim, penggadaian akan mendapatkan Surat Bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam-meminjam yang disebut Akad Gadai Syariah dan Akad Sewa Tempat (Ijarah). Dalam akad gadai syariah disebutkan bila jangka waktu akad tidak diperpanjang maka penggadai menyetujui agunan (marhun) miliknya dijual oleh murtahin guna melunasi pinjaman. Sedangkan Akad Sewa Tempat (ijarah) merupakan kesepakatan antara penggadai dengan penerima gadai untuk menyewa tempat untuk penyimpanan dan penerima gadai akan mengenakan jasa simpan.


B.     Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tentang :
1.      Apa itu pegadaian syariah ?
2.      Kapan dan mengapa lahirnya pegadaian syariah ?
3.      Bagaimana sistem operasional pegadaian syariah ?
4.      Apa yang menjadi landasan konsep Rahn ?
5.      Bagaimana tekhnik transaksi Rahn ?
6.      Apa saja yang menjadi barang jaminan dalam pegadaian syariah?
7.      Apa risiko dan manfaat dalam menerapkan sistem penggadaian syariah ?












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pegadaian Syariah
Dalam UU Perdata pasal 1150 gadai merupakan suatu hak yang diperoleh dari seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, kecuali biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan dan biaya-biaya mana harus didahulukan.
Dalam pegadaian syariah atau  rahn terdapat beberapa istilah, jadi orang yang menyerahkan barang gadai disebut rahin, orang yang menerima barang gadai disebut murtahin, dan barang yang digadaikan yaitu marhun.[1][1]
Pegadaian syariah atau Rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. (Sayyid Sabiq, fiqhus Sunnah, 169)
Rahn merupakan suatu sistem menjamin utang dengan barang yang kita miliki di mana uang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Rahn juga bisa diartikan menahan salah satu harta benda milik si penjamin sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang dijamin tersebut memiliki nilai ekonomis dan pihak yang menahan itu memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Rahn juga yaitu perjanjian penyerahan barang atau harta Anda sebagai jaminan berdasarkan hukum gadai berupa emas, perhiasan, kendaraan, atau barang bergerak lainnya yang terbentuknya Pegadaian syariah di Indonesia, yaitu yang bekerjasama dengan Perum Pegadaian yang membentuk Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) [2][2].



B.      Lahirnya Pegadaian Syariah
Berdiri pada bulan Januari 2003 tempatnya di Jakarta dengan Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi Sartika. Kemudian berlanjut dikota-kota lainnya seperti Surabaya, Semarang, Makasar, Surakarta, dan Yogyakarta pada tahun  2003 hingga September 2003. Masih pada tahun yang sama pula empat kantor cabang pegadaian di Aceh menjadi pegadaian syariah.
Badan lembaga ini bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri maupun internasional. Badan ini telah disesuaikan agar tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku di dalamnya dan akan memperkaya khasanah lembaga keuangan Indonesia.[3][3]
Operasionalisme pengadaian pra fatwa MUI tanggal 16 desember 2003 tentang bunga bank telah sesuai dengan konsep syariah. Adapun beberapa pihak yang menepis anggapan itu. Setelah melalui beberapa kajian yang cukup panjang, akhirnya disusunlah sebuah konsep pendirian Unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal adanya devisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah. Sebuah konsep ini mengacu pada sistem administrasi modern, yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan efektivitas yang diselaraskan dengan nilai Islam dan yang mempunyai bisnis mandiri ynag secara struktural terpisah pengolahannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian syariah mempunyai fungsi dalam beroperasi yaitu yang dijalankan oleh kantor-kantor cabang pegadaian syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit sebuah organisasi dibawah pembinaan divisi usaha lain perum pegadaian.

C.     Operasional Pegadaian Syariah
Sistem implementasi pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian konvensional yaitu pegadaian syariah menyalurkan uang pinjaman dengan barang jaminan barang bergerak. Prosedurnya juga sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukan buku identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan lalu uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebihnya 15 menit). Sedangkan untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang singkat.
Adapun operasional pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan pegadaian. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
1.      Nasabah meminjamkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian, pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam pemberian besaran pembiayaan yang dapat diberikan oleh pegadaian syariah kepada nasabah.
2.      Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai hal seperti kesepakatan, biaya administrasi, tarif jasa simpanan, pelunasan, dan sebagainya. jatuh tempo pengembalian pembiayaan yaitu 120 hari.
3.      Pegadaian syariah memberikan pembiayaan atau jasa yang dibutuhkan nasabah sesuai kesepakatan.
4.      Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo. Apabila pada saat jatuh tempo belum dapat mengembalikan uang pinjaman, dapat diperpanjang 1 kali masa jatuh tempo, demikian seterusnya. Apabila nasabah tidak dapat mengembalikan uang pinjaman dan tidak dapat memperpanjang akad gadai, maka pegadaian dapat melakukan kegiatan pelelangan dengan menjual barang tersebut untuk melunasi pinjamn.
5.      Pegadaian ( murtahin) mengembalikan harta benda yang digadai (marhun) kepada pemiliknya (nasabah).
Prinsip utama barang yang digunakan untuk menjamin adalah barang yang dihasilkan dari sumber yang sesuai dengan syariah, atau keberadaan barang tersebut ditangan nasabah bukan karena hasil praktek riba, maysir dan gharar. Barang-barang tersebut antara lain seperti:
1.      Barang perhiasan, seperti perhiasan terbuat dari intan, mutiara, emas, perak, platina, dan sebagainya.
2.      Barang rumah tangga seperti perlengkapan dapur, perlengkapan makanan atau minum, perlengkapan kesehatan, perlengkapan bertaman dan sebagainya.
3.      Barang elektronik seperti radio, tape recorder, video player, televise, computer dan sebagainya.
4.      Kendaraan, seperti sepeda ontel, sepeda motor, mobil dan sebagainya.
5.      Barang-barang lain yang dianggap bernilai seperti kain batik tulis.

D.    Landasan Konsep Rahn
Seperti yang kita ketahui, pegadaian syariah pasti mengacu kepada Al-Qur`an dan Hadits. Adapun landasannya dalam Al-Qur`an sebagaimana firman Allah :
jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu meninaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikan, sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah:283)
Adapun dalam Hadits, Aisyah Ra berkata “Rasullulah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah saw bersabda :
apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Apabila ternak itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh  orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, ia harus mengelurkan biaya perawatannya.”(HR.Jamaah, kecuali Muslim dan an-Nasa`i)
Dalam pandangan dan landasan para ulama, mereka sepakat memperbolehkan akad rahn (az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985)
Dan landasan ini diperkuat dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
1.      Ketentuan Umum Rahn
a)      Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
b)      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin.
c)      Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapaat juga dilakukan murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d)     Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasrkan jumlah pinjaman.
e)      Penjualan marhun:
·         Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
·         Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa / dieksekusi.
·         Hasil penjualan marhun dugunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
·         Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahn.
2.        Hukum Rahn
Di antara hukum-hukum adalah sebagai berikut :
a)      Rahn (barang gadai) harus berada ditangan murtahin dan bukan ditangan rahin.
b)      Barang-barang yang tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-buahan dipohon yang belum masak karena penjualan kedua barang tersebut haram, diperbolehkan digadaikan.
c)      Jika jatuh tempo gadai telah habis, maka murtahin meminta rahin melunasi utangnya.
d)     Rahn adalah amanah ditangan murtahin.
e)      Rahn boleh dititipkan kepada orang yang bisa dipercayai selain murtahin, sebab yang terpenting dari rahn adalah panjangan, dan itu biasa dilakukan oleh orang yang biasa dipercaya.
f)       Jika rahin mensyaratkan rahn tidak dijual ketika utang telah jatuh tempo, maka rahn menjadi batal.
g)      Jika rahin bertengkar dengan murtahin mengenai besarnya utang, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan sumpah, kecuali jika murtahin bisa mendatangkan barang bukti.
h)      Jika murtahin mengklaim teah mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan sumpah kecuali jika murtahin dapat mendatangkan barang bukti yang menguatkan klaimnya.
i)        Murtahin berhak menaiki rahn yang bisa dinaiki dan memerah rahn yang bisa diperah sesuai denga besarnya biaya yang dikeluarkan untuk  rahn tersebut.
j)        Hasil rahn seperti anak dari rahn (jika rahn berbentuh hewan), panen (berbentuk tanaman), dan lain sebagainya menjadi milik rahin.
k)      Jika murtahin mengeluarkan biaya untuk rahn tanpa meminta izin kepada rahin, maka ia tidak boleh meminta rahin mengganti biaya yang telah dikeluarkannya untuk rahn tersebut.
l)        Jika rumah yang digadaikan mengalami kerusakan, kemudian murtahin memperbaikinya tanpa seizin rahin, maka tidak apa-apa jika ia meminta penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk perbaikan rumah tersebut, kecuali jika rahn berupa alat seperti kayu dan bata tidak bisa dicabut, maka ia boleh meminta oenggantian kepada rahin.
m)    Jika rahin meninggal dunia atau bangkrut, maka murtahin lebih berhak atas rahn daripada semua kreditur.
3.      Ketentuan Penutup Rahn
a)      Jika salah satu pihak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannnya dilakukan melalui Badan Arbutrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b)      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

E.      Teknik Transaksi Rahn
Sesuai dengan landasan di atas, pada dasarnya pegadaian syariah juga berjalan di atas dua akad transaksi syariah, yaitu :
1.      Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil tentukan kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Maka, dengan akad ini pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas uang nasabah.
Rukun Al-rahn :
·         orang yang mengadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin)
·          Barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih)
·          Ijab kabul/serah terima.

Ketentuan Syariah, yaitu :
·         Pelaku, harus cakap hukum dan  baligh
·          Objek yang digadaikan (marhun)
Barang gadai (marhun)
a)      Dapat dijual dan nilainya seimbang
b)      Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan
c)      Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik
d)      Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)
e)       Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas demikian juga jatuh temponya
2.       Akad Ijarah. Ialah akad pemindahan hak guna atas barang dan atas jasa melaui pembayaran upah sewa tanpa diikutu dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
·         Orang yang berakad: yang berutang (rahin) dan yang berpiutang (murtahin),
·         Sighat (ijab qabul),
·         Harta yang di-Rahn-kan (marhun),
·         Pinjaman (marhun bih).
Adapun mekanisme operasional pegadaian syariah gambarannya sebagai berikut : melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan serta merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh penggadaian. Dan pegadaian syariah dibenarkan untuk mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Maka, penggadaian syariah akan memperoleh keuntungan dari bea sewa tempat yang dipungut dan bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga, disini dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstick” yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.
Ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :
a)      Akad . akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan yang dapat dimanfaatkan tanpa batas.
b)       Marhun bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut serta pinjama itu jelas dan tertentu.
c)      Marhun (barang yang di-rahn-kan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
d)     Jumlah maksimin dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di-rahn-kan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
e)      Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya, asuransi, biaya penyimpanan, biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Kita dapat memperoleh layanan dari penggadaian syariah, masyarakat cukup hanya menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan tanda pengenal. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Penggadaian dan maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah selesai tahapan diatas, pegadaian syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
a)      Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.
b)       Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp.90 (sembilan puluh rupiah) dari keliatan taksiran Rp 10.000 per 10 hari yang di bayar bersamaan pada saat melunasi pinjmain.
c)       Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh penggadaian pada saat pencaraian uang pinjaman.
Dalam hal ini, nasabah diberikan kelonggaran untuk :
·         Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjamin kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan.
·          Mengangsur uang pinjamin dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah beaadministrasi.
·          Hanya membayar jasa simpanannya terlebih dahulu jika pada satu jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Hak dan Kewajiban  pihak Penerima Gadai :
1.      Hak Murtahin ( Penerima Gadai )
a)      Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
b)      Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun.
c)      Selama pinjaman belun dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).

2.      Kewajiban Penerima Gadai
a)      Penerima gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadainya yang diakibatkan oleh kelalaiannya.
b)      Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.
c)      Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai.
3.       Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)
a)      Hak pemberi gadai :
·         Pemberi gadai berhak mendapatkan barang gadainya kembali setelah ia mampu melunasi semua pinjamannya.
·         Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi dan kerusakan dan jika hilangnya barang gadai, apabila itu disebabkan akibat kelalaian gadai.
·         Pemberi gadai berhak menerima sisa dari hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.

b)      Kewajiban pemberi gadai :
·         Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimannya dalam waktu yang telah ditentukan.
·         Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam waktu yang telah ditentuka pemberi gadai tidak dapat melunasinya.[4][4]

F.     Barang Jaminan
Semakin besar nilai taksiran barang, semakin besar pula pinjaman yang akan diperoleh. Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dijadikan jaminan pegadaian syariah adalah sebagai berikut :
a.       Barang-barang atau benda perhiasan, antara lain: emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina dan jam.
b.      Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil (termasuk bajaj dan bemo), sepeda motor dan sepeda biasa (termasuk becak).
c.       Barang-barang elektronik, antara lain : telivisi, radio, radio tape, video, komputer, kulkas, tutsel dan mesin tik.
d.      Mesin-mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
e.        Barang-barang keperluan rumah tangga seperti :
·         Barang tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik.
·         Barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang yang dijaminkan harus dalam kondis baik (masih mempunyai nilai jual). Dalam hal ini penting untuk penggadaian syariah, mengingat kan nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya maka barang jaminan akan dilelang sebagai penggantinya.[5][5]

G.     Risiko dan Manfaat Ar-Rahn
1.      Risiko Ar-Rahn
Adapun risiko dalam rahn yang mungkin ada dan diterapkan sebagai produk adalah :
a.        Risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi).
b.       Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
2.      Manfaat Ar-Rahn
Bank yang menerapkan prinsip ar-rahn dapat mengambil manfaatnya :
a.       Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan banj tersebut.
b.      Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak kan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
c.       Jika rahn diterapkan dalam mekanisme penggadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dalam dana terutama didaerah-daerah.[6][6]



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Pegadaian adalah lembaga yang mendasarkan diri pada hukum gadai. Dalam menjalankan usahanya. Pegadaian syariah atau Pegadaian Islam adalah suatu sistem pergadaian yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.
Dan memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang oleh bank.
Barang yang digunakan sebagai jaminan utang atau gadai dalam proses pegadaian adalah barang yang memiliki nilai ekonomis.resiko yang didapatkan dalam proses pegadaian adalah penurunan nilai aset yang ditahan atau rusaknya barang yang digadaikan.


Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berhutang sebagai jaminan hutangnya dan barang tersebut dapat dijual (dilelang) oleh yang berpiutag bila yang berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Adapun kegiatan pelaksanaan gadai dalam perum pegadaian meliputi beberapa kegiatan, yaitu diantaranya seperti yang penulis paparkan diatas: Tugas, Tujuan dan Fungsi Pegadaian, peran gadai, kegiatan usaha gadai, barang jaminan, keuntungan usaha gadai, produk dan jasa gadai, organisasi dan tata kerja pegadaian, dan yang penulis tambahkan adalah pegadaian syari’ah.

B.     Kritik dan Saran
Kami  sebagai penulis sangat menyadari akan kekurangan dalam makalah yang telah kami sajikan ini. Kami berharap kita lebih banyak lagi membaca buku refrensi tentang pegadaian, supaya kita lebih paham lagi tentang pegadaian umum maupun syari’ah. Dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dalam menyempurkan tulisan kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad  Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, Zikrul Hakim, jakarta, 2004.
Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, Alfabeta, bandung, 2009.
Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, jakarta, 2001.
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah, Salemba Empat, Jakarta, 2011.



\




[1][1] Buchari Alma, manajemen bisnis syariah, cet 1 (bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 30
[2][2] Ahmad  Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, cet1 (jakarta: Zikrul hakim, 2004)hlm. 188
[3][3] Op.cit hlm.31
[4][4]Op.cit  hlm. 33-34
[5][5] Op.cit hlm 198-199
6Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik,cet 1(jakarta: Gema Insani Press, 2001) hlm. 130-131

No comments:

Post a Comment