BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keperawatan
sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini akan terus berubah
seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-menerus berkembang dan
mengalami perubahan, demikian pula dengan keperawatan. Keperawatan dapat
dilihat dari berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan
profesional kepada masyarakat, keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan
sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional. Dengan
terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai faktor yang memengaruhi
keperawatan, maka akan berdampak pada perubahan dalam pelayanan/asuhan
keperawatan, perkembangan iptekkep, maupun perubahan dalam masyarakat
keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai masyarakat
profesional.
Seperti
telah dipahami bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
pada Milenium III, termasuk asuhan keperawatan akan terus berubah karena
masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat terus-menerus mengalami perubahan.
Masalah keperawatan sebagai bagian masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat
juga terus-menerus berubah, karena berbagai faktor-faktor yang mendasarinya
juga terus mengalami perubahan. Dengan berkembangnya masyarakat dan berbagai
bentuk pelayanan profesional serta kemungkinan adanya perubahan kebijakan dalam
bidang kesehatan yang juga mencakup keperawatan, maka mungkin saja akan terjadi
pergeseran peran keperawatan dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
Profesionalisasi
keperawatan merupakan proses dinamis di mana profesi keperawatan yang telah
terbentuk (1983) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai
dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi
merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai, dan
diterima secara spontan oleh masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut,
maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisasi sesuai
dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia. Proses ini merupakan
tantangan bagi perawat Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik, berencana,
dan berkelanjutan. Hal ini tentunya memerlukan waktu yang lama.
Keperawatan
Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan
sebagai profesi. Ini merupakan proses jangka panjang yang ditujukan untuk
memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi
akan mencakup seluruh aspek keperawatan yakni: (1) penataan pendidikan tinggi
keperawatan; (2) pelayanan dan asuhan keperawatan; (3) pembinaan dan kehidupan
keprofesian; dan (4) penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Pengembangan
dalam berbagai aspek keperawatan ini bersifat saling berhubungan, saling
bergantung, saling memengaruhi, dan saling berkepentingan. Inovasi dalam
keempat aspek di atas merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam proses
profesionalisasi serta mepersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi
tantangan keperawatan di masa depan.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah yang berjudul perubahan profesi keperawatan di Indonesia ini memiliki rumusan masalah yaitu :
Dalam makalah yang berjudul perubahan profesi keperawatan di Indonesia ini memiliki rumusan masalah yaitu :
1.
Bagaimana Kebijaksanaan
Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan?
2.
Bagaimana dampak
perubahan praktik keperawatan?
3.
Bagaimana langkah strategis dalam menghadapi trend-issues
perubahan keperawatan di masa depan?
4.
Apa sajakah Kunci Sukses Pengelolaan Perubahan?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui
kebijaksanaan Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan.
2.
Untuk mengetahui lebih
dalam mengenai dampak perubahan dalam praktik keperawatan.
3.
Untuk mengetahui langkah strategis dalam menghadapi trend-issues
perubahan keperawatan di masa depan.
4.
Untuk mengetahui Kunci Sukses Pengelolaan Perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebijaksanaan
Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan
Indonesia
telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan
perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang, menuju pada keadaan yang lebih
baik. Di bidang kesehatan tuntutan reformasi total muncul karena masih adanya
ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antardaerah dan antargolongan,
kurangnya kemandirian dalam pembangunan bangsa, dan derajat kesehatan
masyarakat yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. Reformasi
bidang kesehatan juga diperlukan karena adanya lima fenomena utama yang
mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan, yaitu
perubahan pada dinamika kependudukan, temuan substansial
iptek kesehatan/kedokteran, tantangan global, perubahan lingkungan, dan
demokrasi di segala bidang.
Berdasarkan
pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman terhadap konsep sehat
sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi tentang
determinan kesehatan bersifat multifaktor, telah mendorong pembangunan
kesehatan nasional ke arah paradigma baru, yaitu paradigma sehat.
Paradigma
sehat yang diartikan di sini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada
peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada
orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan
preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih
sehat dan produktif serta tidak mudah jatuh sakit. Di sisi lain, dipandang dari
segi ekonomi, melakukan investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada
orang yang tidak sakit akan lebih efektif dari segi biaya daripada intervensi
terhadap orang sakit. Pada masa mendatang, perlu diupayakan agar semua
kebijakan pemerintah selalu berwawasan kesehatan, motonya akan menjadi
“Pembangunan Berwawasan Kesehatan.”
Sebagai
profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual,
interpersonal kemampuan teknis, dan moral. Hal ini bisa ditempuh dengan
meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program
Pendidikan Ners. Dengan demikian, diharapkan terjadi perubahan yang
mendasar dalam upaya berpartisipasi aktif untuk menyukseskan program pemerintah
dan berwawasan yang luas tentang profesi keperawatan. Perubahan tersebut bisa
dicapai apabila pendidikan tinggi keperawatan tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan perkembangan pelayanan dan program pembangunan kesehatan seiring
dengan perkembangan iptek bidang kesehatan serta diperlukan proses pembelajaran
baik institusi pendidikan maupun pengalaman belajar klinik di rumah sakit dan
komunitas.
Perubahan-perubahan
yang terjadi di era global akan berdampak positif dan negatif terhadap
pelayanan keperawatan.
Dampak
positif akibat perubahan yang terjadi meliputi:
1.
Makin meningkatnya mutu
pelayanan keperawatan yang diselenggarakan.
2.
Makin sesuainya jenis
dan keahlian tenaga kesehatan/keperawatan yang tersedia sesuai dengan tuntutan
dan kebutuhan masyarakat.
3.
Bertambahnya kesempatan
kerja bagi tenaga kesehatan.
Sedangkan
dampak negatif yang perlu diperhatikan meliputi:
1.
Terjadinya persaingan
yang makin ketat antartenaga kesehatan/keperawatan bangsa sendiri dan asing.
2.
Berubahnya filosofi
pelayanan kesehatan/keperawatan, yang semula berorientasi sosial menjadi
sepenuhnya bersifat komersial.
3.
Makin sulit mewujudkan
pemerataan pelayanan kesehatan/keperawatan. Terjadinya ketimpangan pemerataan
pelayanan ini erat kaitannya dengan tenaga ahli/tenaga asing untuk berkiprah di
daerah-daerah terpencil.
B.
Perubahan
Profesi Keperawatan Di Indonesia
Era
kesejagatan oleh tenaga keperawatan hendaknya dipersiapkan secara benar dan
menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan dan kejadian atau peristiwa yang
terjadi atau sedang dan akan berlangsung dalam era tersebut. Dalam beberapa
tahun terakhir dan menghadapi masa depan, khususnya memasuki Milenium III,
perkembangan iptek terjadi dengan sangat cepat. Proses penyebaran iptek, serta
penyebaran berbagai macam barang dan jasa menjadi bertambah cepat, bahkan
terjadi dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan adanya perkembangan pesat dari
teknologi transportasi dan telekomunikasi serta perkembangan teknologi lainnya.
Hal ini mencerminkan terjadinya proses pensejagatan dengan segala ciri dan
konsekuensinya.
Keperawatan
sebagai pelayanan/asuhan profesional bersifat humanistik, menggunakan
pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar profesional
keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama.
Demikianlah kira-kira secara umum tentang keperawatan profesional yang
merupakan tanggung jawab seorang perawat profesional yang selalu mengabdi
kepada manusia dan kemanusiaan. Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan
asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal. Apabila
ditinjau dari perkembangan iptekkep dan ditinjau dari etika keprofesian dan
sosial, bertolak dari pengertian singkat di atas, empat faktor yang terkait
erat dengan proses profesionalisasi adalah:
(1) Pengembangan
Pendidikan Tinggi Keperawatan.
(2) Pengembangan
Pusat Penelitian Keperawatan.
(3) Penataan
standar praktik keperawatan profesional melalui Undang-undang Praktik Keperawatan.
(4) Pendayagunaan
Konsil Keperawatan -Pokja Keperawatan.
Pendidikan keperawatan merupakan
institusi yang berperan besar dalam mengembangkan dan menciptakan proses
profesionalisasi para tenaga keperawatan. Pendidikan keperawatan mampu
memberikan bentuk dan corak tenaga keperawatan pada lulusannya berupa tingkat
kemampuan yang sekaligus mampu untuk memfasilitasi pembentukan komunitas
keperawatan dalam memberikan suara dan sumbangsih bagi profesi dan masyarakat
(Ma’rifin,1999). Dengan kata lain pengembangan pendidikan keperawatan yang
profesional merupakan salah satu unsur strategis dalam mencapai profesionalisme
keperawatan.
Keperawatan di Indonesia di masa depan
perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini
berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global, mengingat setiap
perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaan yang profesional serta
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem
pelayanan kesehatan mengalami perubahan mendasar dalam memasuki abad 21 ini.
Perubahan tersebut merupakan dampak perubahan ekonomi, kependudukan, dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.
Perubahan
Ekonomi
Perubahan
ekonomi membawa dampak terhadap pengurangan berbagai anggaran untuk pelayanan
kesehatan, sehingga berdampak terhadap orientasi manajemen
kesehatan/keperawatan dari lembaga sosial ke orientasi “bisnis.”
Pelayanan
kesehatan dihadapkan pada suatu dilema, di satu sisi harus mengurangi beberapa
alokasi anggaran, sementara di sisi lain mutu asuhan kesehatan/keperawatan
harus ditingkatkan. Keadaan ini ditunjang dengan keadaan politik yang semakin
tidak menentu. Para elit politik, baik eksekutif maupun legislatif, lebih
berperan sebagai seorang penguasa yang selalu membenarkan semua tindakannya
untuk kepentingan golongan/kelompok tertentu, sedikit sekali peduli dengan
masalah yang dihadapi anak bangsa, khususnya masalah kesehatan.
2.
Kependudukan
Perubahan
kependudukan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dan bertambahnya
umur harapan hidup, maka akan membawa dampak terhadap masalah kesehatan dan
lingkup dari praktik keperawatan. Masalah kesehatan ditandai dengan munculnya
penyakit baru (re-merging diseases), yaitu penyakit lama yang timbul lagi
karena pengaruh faktor lingkungan dan mutasi gen, seperti flu burung, HIV/AIDS,
chikungunya, dan penyakit lainnya. Lingkup praktik terjadi pergeseran yang
dulunya lebih menekankan pada pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan pada
“hospital-based” ke “community-based.” Keadaan ini menuntut perawat untuk lebih
mandiri dan berpandangan jauh ke depan dalam melaksanakan perannya secara
profesional.
3.
Ilmu
Pengetahuan Dan Teknologi Kesehatan/Keperawatan
Era
kesejagatan identik dengan era komputerisasi, sehingga perawat dituntut untuk
menguasai teknologi komputer di dalam melaksanakan MIS (Management Information
System) baik di tatanan pelayanan maupun pendidikan keperawatan.
4.
Tuntutan
Profesi Keperawatan
Keyakinan
bahwa keperawatan merupakan profesi yang harus disertai dengan realisasi
pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang disebut dengan
profesionalisasi (Kelly dan Joel, 1995). Karakteristik profesi yaitu:
a.
Memiliki dan memperkaya
tubuh pengetahuan (body of knowledge) melalui penelitian.
b.
Memiliki kemampuan
memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain.
c.
Pendidikan yang
memenuhi standar.
d.
Terdapat pengendalian
terhadap praktik.
e.
Bertanggung jawab dan
bertanggung gugat (accountable) terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
f.
Merupakan karier seumur
hidup.
g.
Mempunyai fungsi
mandiri dan kolaborasi.
Praktik keperawatan sebagai tindakan
keperawatan profesional masyarakat dalam penggunaan pengetahuan teoretis yang
mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar serta ilmu keperawatan sebagai
landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan diagnosis, menyusun
perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan
selanjutnya. Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, dan
teknikal, perawat juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan
bersedia menanggung risiko, bertanggung jawab, dan bertanggung gugat terhadap
tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya
sendiri.
C.
Dampak Perubahan
Perubahan
sosial ekonomi dan politik, kependudukan, dan iptek akan berdampak terhadap
perubahan praktik keperawatan, pendidikan keperawatan dan perkembangan iptek
keperawatan. Perawat pada abad mendatang akan menghadapi suatu kesempatan dan
tantangan yang sangat luas sekaligus suatu ancaman (Chitty, 1997: 470).
1.
Praktik Keperawatan
Tantangan
terhadap praktik keperawatan dapat diidentifikasi sebagai tantangan terhadap:
(1) Pengurangan anggaran dalam sistem pelayanan kesehatan; (2) Otonomi dan
akuntabilitas; (3) Perkembangan teknologi; (4) Tempat praktik; dan (5)
Perbedaan batas kewenangan praktik.
a.
Pengurangan anggaran
Perawat
Indonesia saat ini dihadapkan pada suatu dilema, disatu sisi dia harus terus
mengupayakan peningkatan kualitas layanan kesehatan, di lain pihak pemerintah memotong alokasi anggaran untuk pelayanan keperawatan.
Dalam melaksanakan tugasnya, sering kali perawat jarang mengadakan hubungan
interpersonal yang baik karena mereka harus melayani pasien lainnya dan dikejar
oleh waktu. Keadaan tersebut sebagai suatu tantangan bagi perawat dalam
berpegang terus dalam nilai-nilai moral dan etik.
b.
Otonomi dan Akuntabilitas
Melibatkan
perawat dalam pengambilan suatu keputusan di Pemerintahan merupakan hal yang
sangat positif dalam meningkatkan otonomi dan akuntabilitas perawat Indonesia.
Peran serta tersebut perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan. Kemandirian
perawat dalam melaksanakan perannya sebagai suatu tantangan. Semakin
meningkatnya otonomi perawat berarti semakin tingginya tuntutan kemampuan yang
yang harus dipersiapkan.
c.
Teknologi
Penguasaan
dan keterlibatan dalam perkembangan iptek dalam praktik keperawatan bagi
perawat Indonesia merupakan suatu keharusan. Penguasaan IPTEK juga akan
berperan dalam menepis dan meyeleksi iptek yang sesuai dengan kebutuhan dan
sosial budaya masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. Apabila kita tetap tidak
mampu menerapkan teknologi yang ada, maka kita akan menjadi orang yang
tertinggal dan ditinggalkan oleh konsumennya.
d.
Tempat Praktik
Tempat
praktik keperawatan di masa depan meliputi pada tatanan klinik (RS); komunitas;
dan praktik mandiri di rumah/berkelompok (sesuai SK Menkes R.I 1239/2001
tentang registrasi dan praktik keperawatan dan diharapkan sudah berlakunya
tentang Undang-undang Praktik Keperawatan bagi perawat Indonesia).
e.
Perbedaan Batas Kewenangan Praktik
Belum
jelasnya batas kewenangan praktik keperawatan pada setiap jenjang pendidikan,
sebagai suatu tantangan bagi profesi keperawatan. Berdasarkan hasil kajian
penulis, hal tersebut terjadi karena belum dipahaminya atau dikembangkannya “body
of knowledge” keperawatan. Selama menempuh pendidikan, perawat mendapatkan
ilmu dan pola pikir yang hampir sama dengan profesi kedokteran. Sehingga bukan
sesuatu yang aneh setelah lulus, para perawat akan praktik melakukan hal yang
sama seperti apa yang didapatkannya di sekolah.
Perawat
sering dihadapkan pada suatu dilema karena tidak jelasnya batas kewenangan
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Keadaan ini jelas akan berdampak
terhadap peran perawat dalam peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
Di
masa depan, pendidikan keperawatan dihadapkan pada suatu tantangan dalam
meningkatkan kualitas lulusannya. Para lulusan pendidikan keperawatan ini juga
dituntut untuk menguasai kompetensi-kompetensi profesional. Isi kurikulum
progam pendidikan ke depan, juga harus menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya, tren bertambahnya umur penduduk
juga akan menjadi isu sentral dalam pengembangan kurikulum pendidikan
keperawatan di masa depan. Dengan demikian, isi kurikulum harus menyentuh aspek
asuhan keperawatan gerontik, home care, penyakit-penyakit kronis, dan
AIDS. Tantangan lain adalah menjadikan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris
menjadi kompetensi wajib yang harus dimiliki bagi lulusannya dan ini merupakan
suatu keharusan.
3.
Tantangan Perubah An
Iptek
Riset
keperawatan akan menjadi suatu kebutuhan dasar yang harus dilaksanakan oleh
perawat di era global. Meningkatnya kualitas layanan, sangat ditentukan oleh
hasil kajian-kajian dan pembaharuan yang dilaksanakan berdasarkan hasil
penelitian. Berkembangnya ilmu keperawatan akan berpengaruh signifikan terhadap
kualitas dan kemandirian perawat dalam melaksanakan tugasnya.
Uraian di atas membawa
implikasi terhadap perubahan sistem pelayanan kesehatan/keperawatan dan sebagai
tantangan bagi tenaga keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisme.
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan
keperawatan sebagai profesi, yaitu suatu proses berjangka panjang, ditujukan
untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Pengembangan dalam
berbagai aspek keperawatan bersifat saling berhubungan, saling bergantung,
saling memengaruhi, dan saling berkepentingan. Inovasi dalam aspek perkembangan
keperawatan merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam proses
profesionalisasi. Keadaan ini akan bisa dicapai apabila para perawat Indonesia
menguasai pengelolaan keperawatan secara profesional.
D.
Permasalahan
Keperawatan
sebagai ilmu pengetahuan terus menerus berkembang, baik disebabkan adanya
tekanan eksternal, maupun karena tekanan internal keperawatan. Masalah-masalah
yang dihadapi oleh masyarakat menuntut dikembangkannya pendekatan dan
pelaksanaan asuhan keperawatan yang berbeda. Hal ini menyebabkan iptek
Keperawatan sebagai bentuk tekanan eksternal, harus terus-menerus dikembangkan.
1.
Faktor-Faktor Yang
Menyebabkan Masih Rendahnya Peran Perawat Dalam Mana-Jemen Keperawatan
Menurut
Azrul Azwar (1999) dalam Nursalam (2002) permasalahan pokok yang dihadapi
perawat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a.
Peran perawat profesional yang tidak optimal
Peran perawat profesional dalam
sistem kesehatan nasional adalah berupaya mewujudkan sistem kesehatan yang
baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health service)
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demands)
masyarakat, sementara itu di sisi lain biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat belum melaksanakan peran
secara optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena dalam praktik sehari-hari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan, yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat tidaklah mudah. Tidak mengherankan jika pada
saat ini banyak ditemukan keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan
di Indonesia.
b.
Terlambatnya pengakuan body of knowledge profesi keperawatan
Di Indonesia pengakuan tersebut
baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika PSIK untuk pertama kali dibuka di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Padahal di negara-negara maju,
banyak pengakuan body of knowledge tersebut telah lama ditemukan.
Setidak-tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale
untuk pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan pentingnya
faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika profesi kesehatan
lain, hingga saat masih belum sepenuhnya apakah keperawatan sebagai suatu ilmu.
c.
Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan professional
Sekolah Perawat Kesehatan dan
Akademi Keperawatan di Indonesia telah banyak dikenal. Pendidikan S1
Keperawatan (ners) di Indonesia baru dimulai secara bersamaan pada tahun 2000.
d.
Terlambatnya pengembangan sistem pelayanan/asuhan keperawatan profesional
Jika ditinjau dari berbagai masalah
profesi keperawatan yang ditemukan pada saat ini, terlambatnya pengembangan
sistem pelayanan keperawatan yang dipandang merupakan masalah yang amat pokok,
karena sampai saat ini harus diakui, kejelasan pelayanan keperawatan belum
dimiliki. Tidak hanya yang menyangkut bentuk praktik keperawatan, tetapi juga
kewenangan para penyelenggaranya. Model asuhan keperawatan sesuai dengan
kelompok keilmuan keperawatan masih belum dikembangkan di
tatanan pelayanan (rumah sakit maupun Puskesmas). Meskipun model tersebut telah
dilatihkan kepada para perawat dan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan.
Sehingga di sana–sini masih ditemukan ketidakpuasan pasien, perawat, dan stakeholder
lainnya terhadap pelayanan keperawatan.
2.
Faktor-Faktor Lain yang
Memperlambat Perkembangan Peran Perawat Secara Profesional (Nursalam, 2002)
a.
Antithetical terhadap perkembangan Ilmu keperawatan
Karena rendahnya dasar pendidikan
profesi dan belum dilaksanakannya pendidikan keperawatan secara profesional,
maka perawat lebih cenderung untuk melaksanakan perannya secara rutin dan
menunggu perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap
perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara
profesional.
b.
Rendahnya Rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self-esteem)
Banyak perawat yang tidak melihat
dirinya sebagai sumber informasi dari klien. Perasaan rendah diri/kurang
percaya diri tersebut timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan
perawat sebagai warga negara kelas dua. Stigma inilah yang membuat perawat
dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam
pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan.
c.
Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis, lebih dari 90% perawat tidak melaksanakan perannya
dalam melaksanakan riset. Hal ini lebih disebabkan oleh:
pengetahuan/keterampilan riset yang sangat kurang, keterbatasan waktu, tidak
adanya anggaran karena kebijakan yang kurang mendukung pelaksanaan riset. Baru
pada tahun 2000-an, Pusdiknakes memberikan kesempatan kepada para perawat untuk
melaksanakan riset, itupun hasilnya masih dipertanyakan karena banyak hasil
yang ada lebih mengarah pada riset kesehatan secara umum. Riset tentang
keperawatan hampir belum tersentuh. Faktor lain yang sebenarnya sangat
memprihatinkan adalah tugas akhir yang diberikan kepada mahasiswa keperawatan
bukan langkah-langkah riset secara ilmiah, tetapi lebih menekankan pada laporan
kasus per kasus.
d.
Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang
sempit
Pembinaan keperawatan dirasakan
kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan
keperawatan dianggap sebagai suatu objek untuk kepentingan
tertentu dan tidak dikelola secara profesional. Kurikulum yang diterapkan lebih
mengarahkan perawat tentang how to work and apply, bukan how to think
and do critically.
e.
Rendahnya standar gaji bagi perawat
Gaji perawat, khususnya yang
bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan
negara lain, baik di Asia ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak terhadap
kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.
f.
Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan
Masalah ini sangat krusial bagi
pengembangan profesi keperawatan, karena sistem sangat berpengaruh terhadap
kualitas pelayanan yang baik. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perkembangan
keperawatan di Indonesia, karena dampaknya semua kebijakan yang ada biasanya
kurang berpihak terhadap kebutuhan keperawatan.
E.
Langkah Strategis Dalam
Menghadapi Trend-Issues Perubahan Keperawatan Di Masa Depan
Alternatif
strategi perawat Indonesia dalam menghadapi asuhan keperawatan di masa
mendatang adalah “the nurse should do no harm to your self”
(Nightingale). Pernyataan ini berarti semua tindakan keperawatan harus dapat
memenuhi kebutuhan pasien tanpa adanya risiko negatif yang ditimbulkan.
Strategi yang harus ditempuh meliputi: (1) Peningkatan pendidikan bagi perawat practicioners,
(2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3) Pelaksanaan riset yang berorientasi pada
masalah di klinik/komunitas, dan (4) Identifikasi peran manajer perawat
profesional di masa depan, dan (5) Menerapkan model dan metode asuhan
keperawatan profesional terbaru (MAKP).
Manajer
keperawatan yang efektif akan memanfaatkan proses manajemen untuk mencapai
tujuan melalui usaha orang lain. Dalam setiap kegiatan selalu didasarkan pada
perencanaan yang matang dan juga didasarkan pada informasi yang akurat tentang
apa yang belum diselesaikan, dengan cara apa, untuk alasan apa, siapa, dan
sumber daya apa yang tersedia dalam merencanakan kegiatan.
1.
Peningkatan Pendidikan
Bagi Perawat
“PRACTICIONERS”
Langkah awal yang perlu
ditempuh oleh Perawat Profesional adalah mengembangkan Pendidikan Tinggi
Keperawatan dan memberikan kesempatan kepada para perawat untuk melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2002, semua
pendidikan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal
sebagai perawat professional (lulusan DIII keperawatan) dan
pada tahun 2015 sudah lebih dari 80% perawat berpendidikan Ners.
Pada saat ini pelbagai
upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan profesional memang
sedang dilakukan. Caranya adalah dengan mengkonversi pendidikan SPK ke jenjang
Akademi Keperawatan dan dari lulusan Akademi Keperawatan diharapkan dapat
melanjutkan ke jenjang Program pendidikan Ners (S1 Keperawatan). Dalam rangka
menambah jumlah lulusan perawat profesional tingkat sarjana, perlu upaya
penambahan jumlah dan kualitas Pendidikan Keperawatan yang menghasilkan Ners.
Perlu diadakan penataan sistem regulasi pendidikan keperawatan, agar institusi
penyelenggaraan program pendidikan Ners memperhatikan kualitas lulusannya.
Penataan mendasar yang
harus dipersiapkan dalam menghadapi tuntutan kebutuhan mencakup hal-hal
berikut:
a.
Penyusunan kompetensi
sesuai dengan standar Pendidikan Keperawatan Indonesia, Organisasi Profesi dan
ICN (International Council of Nursing).
b.
Penyusunan kurikulum
institusional berdasarkan kurikulum nasional (yang ada) terdiri atas dua tahap,
yaitu tahap program akademik dan keprofesian sebagai kurikulum institusi.
c.
Menjabarkan kurikulum
institusi ke dalam Garis Besar Program Pengajaran dan silabi (rancangan
pembelajaran).
d.
Mengembangkan staf
akademik terutama dalam bidang–bidang kelompok Ilmu Keperawatan Dasar, Kelompok
Ilmu Keperawatan Komunitas, dan Kelompok Ilmu Keperawatan Klinik (anak,
maternitas, medikal–bedah, dan jiwa).
e.
Jumlah dan bidang
pengembangan staf akademik disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan pengembangan
institusi.
f.
Mengembangkan sarana
dan prasarana pendidikan, termasuk tempat praktik klinik dan komunitas keperawatan.
g.
Mengembangkan
organisasi pengelolaan di institusi pendidikan.
h.
Mengembangkan sistem
pengendalian dan pembinaan PSIK/FIK.
Reformasi pendidikan
keperawatan bagi perawat practicioners difokuskan pada perubahan
pemahaman pemberian asuhan keperawatan secara profesional dengan didasarkan
standar praktik keperawatan dan etik keperawatan (Watson dan Phillips, 1999).
Tujuan peningkatan pendidikan tersebut berguna bagi perawat dalam mempersiapkan
diri sebagai seorang pemimpin dalam mengelola pelayanan keperawatan kepada
pasien di RS/Komunitas. Kepemimpinan yang profesional harus sepenuhnya disadari
dan didukung oleh peningkatan ilmu keperawatan yang kokoh dan meningkatkan
kontribusi pelayanan keperawatan kepada masyarakat.
Selanjutnya para
perawat diharapkan mampu melakukan penelitian dan kajian–kajian ilmiah terhadap
masalah-masalah yang dihadapi di klinik serta masalah-masalah yang berhubungan
dengan peningkatan kualitas layanan. Di samping itu dengan pendidikan yang
tinggi, diharapkan akan memberikan kepercayaan diri yang
tinggi dan otonomi didalam melaksanakan pelayanan keperawatan. Dasar kekuatan
utama keperawatan adalah housed in nursing knowledge. Pertanyaan
selanjutnya adalah “Can nurses ethically and morally deliberately withold
the benefit of advancing science from patients by remaining less well prepared
than other members of the health team?” (Chrisman, 1992, p.40).
Tantangan tersebut
memerlukan persiapan pendidikan yang memadai bagi semua perawat yang praktik di
klinik/komunitas sebelum melakukan praktik keperawatan profesional.
2.
Pengembangan Ilmu
Keperawatan
Ilmu keperawatan harus
secara terus-menerus dikembangkan. Prioritas utama dalam pengembangan ilmu
keperawatan adalah tantangan untuk mengembangkan substansi isi ilmu melalui
pengkajian yang mendalam. Tahap kedua adalah menerapkan prinsip-prinsip ilmu
keperawatan dalam praktik keperawatan profesional yang dapat dilihat pada
diagram hubungan antara ilmu, riset, dan praktik di bawah ini.
Keperawatan harus dapat
menjabarkan isi dari disiplin ilmu untuk dapat memberikan justifikasi dan
promosi secara langsung dalam kegiatan keperawatan. Pengembangan ilmu
keperawatan melalui riset akan dapat berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain
dan membedakan kontribusi keperawatan terhadap tim kesehatan lainnya.
Alternatif lain
yang bisa dikembangkan adalah dengan membentuk Komunitas Profesional
Keperawatan. Kelompok ini beranggotakan perawat dengan disiplin dan keahlian
yang memadai.
Tugas
Komunitas Profesional keperawatan adalah:
a.
Pengembangan metode dan
sistem pemberian asuhan keperawatan.
b.
Menetapkan standar
asuhan keperawatan.
c.
Mengelola tenaga
keperawatan (Kelompok Pengampu).
e.
Mengelola metode
Pengalaman Belajar Klinik kepada mahasiswa keperawatan.
f.
Bertanggung jawab
terhadap kualitas hasil layanan.
Ilmu Keperawatan yang menjadi prioritas
pengembangan adalah:
a.
Ilmu Keperawatan Dasar
sebagai dasar pelayanan keperawatan profesional.
b.
Ilmu Keperawatan Anak.
c.
Ilmu Keperawatan
Maternitas.
d.
Ilmu Keperawatan
Medikal–Bedah.
e.
Ilmu Keperawatan Gawat
Darurat.
f.
Ilmu Keperawatan Jiwa.
g.
Ilmu Keperawatan
Komunitas dan Keluarga
h.
Ilmu Keperawatan
Gerontik.
i.
Ilmu Manajemen
Keperawatan
3.
Perubahan Paradigma Dan
Lingkup Riset Keperawatan
Pelaksanaan riset merupakan
dasar ilmu dan seni di dalam praktik keperawatan profesional. Pelaksanaan riset
keperawatan berdasarkan praktik keperawatan dapat memengaruhi dan mengubah arah
perkembangan pendidikan serta praktik. Riset keperawatan harus dilihat dari
sebagai bagian integrasi dari praktik keperawatan. Perawat yang bekerja dengan
pasien dan peka terhadap respons dari individu terhadap penyakit dan kesehatan.
Perawat dipersiapkan untuk mengidentifikasi masalah dan menganalisisnya melalui
penelitian yang berdampak terhadap pelayanan keperawatan untuk semua orang.
Berdasarkan filosofi
keperawatan yang kita yakini, bahwa perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
harus berdasarkan pada 3 hal: humanistik, holistik, dan care. Sehingga
masalah-masalah keperawatan harus berdasarkan filosofi tersebut dan tercermin
dalam paradigma keperawatan. Asuhan yang diberikan oleh perawat harus dapat
mengatasi masalah-masalah klien secara fisik, psikis, dan sosial-spiritual
dengan fokus utama mengubah perilaku klien (pengetahuan, sikap, dan
keterampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat
mandiri.
Misalnya, jika klien
anak dirawat di rumah sakit dengan typus abdominalis terpasang
infus dan tidak boleh bergerak kemana-mana, maka anak tersebut akan
mengalami stres fisik akibat keluhan sakit dan psikis akibat dari tindakan
pemasangan infus serta larangan untuk bergerak. Stres psikis yang terjadi akan berdampak terhadap imunitas dan kopingnya yang
justru akan memperlambat kesembuhan klien. Ilmu keperawatan yang ada harus
dapat memfasilitasi bagaimana anak tersebut dapat merasa home (tidak
seperti di rumah sakit), tidak merasa tertekan, dan diperhatikan oleh orang
terdekat. Bukan justru menambah stres psikologis dengan suasana lingkungan yang
menakutkan dan petugas selalu bersikap kurang ramah dan selalu memaksakan
setiap melakukan tindakan keperawatan/medis (misalnya menyuntik). Keadaan yang
demikian akan berdampak dalam proses penyembuhan klien.
Hasil penelitian yang
dilaksanakan di Amerika menyebutkan bahwa memperlakukan anak-anak yang dirawat
di rumah sakit seperti di rumah sendiri, memberi kebebasan anak untuk bermain
sebatas kemampuannya, dan merasa diperhatikan menunjukkan angka yang signifikan
dalam percepatan penyembuhan klien dibandingkan dengan anak yang mengalami
stres psikologis akibat suasana/lingkungan yang tidak kondusif.
Roy (1980) dalam
Nursalam (2002 & 2008) mendefinisikan paradigma keperawatan sebagai
berikut:
(1) Manusia
(individu yang mendapatkan asuhan keperawatan).
(2) Tujuan
Keperawatan.
(3) Konsep
sehat.
(4) Konsep
lingkungan.
(5) Pedoman
tindakan keperawatan.
a.
Manusia
Roy (1980) dalam Nursalam (2002)
menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan adalah individu, keluarga,
kelompok, komunitas atau sosial. Masing masing diperlakukan oleh perawat
sebagai sistem adaptasi yang holistik dan terbuka. Sistem terbuka tersebut
berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian, energi
antara sistem dan lingkungan. Interaksi yang konstan antara individu dan
lingkungan dicirikan oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan perubahan
tersebut individu harus mempertahankan integritas dirinya, di mana setiap
individu secara kontinu beradaptasi.
1)
Input
Sistem
adaptasi mempunyai input yang berasal dari internal individu. Roy (1980) dalam
Nursalam (2002) mengidentifikasi bahwa input sebagai suatu stimulus. Stimulus
adalah suatu unit informasi, kejadian atau energi dari lingkungan. Sejalan
dengan adanya stimulus, tingkat adaptasi individu direspons sebagai suatu input
dalam sistem adaptasi. Tingkat adaptasi tersebut tergantung dari stimulus yang
didapat berdasarkan kemampuan individu. Tingkat respons
antara individu sangat unik dan bervariasi tergantung pengalaman yang
didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu, dan stresor yang diberikan.
2)
Proses
Roy
(1980) dalam Nursalam (2002) menggunakan istilah mekanisme koping untuk
menjelaskan proses kontrol individu sebagai suatu sistem adaptasi. Beberapa
mekanisme koping adalah genetik, misalnya sel-sel darah putih dalam melawan
bakteri yang masuk dalam tubuh. Mekanisme lainnya adalah juga perlu dipelajari,
misalnya penggunaan antiseptik untuk mengobati luka. Roy (1980) dalam Nursalam
(2002) menekankan ilmu keperawatan yang unik untuk mengontrol mekanisme.
Mekanisme tersebut dinamakan regulator dan kognator.
Sistem
regulator mempunyai sistem komponen input, proses internal, dan output.
Stimulus input berasal dari dalam atau luar individu. Perantara sistem
regulator dinamakan sistem kimiawi, saraf, dan endokrin. Refleks otonomik,
sebagai respons neural berasal dari batang otak dan spinal cord,
diartikan sebagai suatu perilaku output dari sistem regulasi. Organ
target dan jaringan yang ada dibawah kontrol endokrin juga memproduksi perilaku
output regulator. Banyak proses fisiologis dapat diartikan sebagai
perilaku subsistem regulator. Misalnya, regulator tentang respirasi, pada
sistem ini akan terjadi peningkatan oksigen, pada akhir metabolisme, yang akan
merangsang kemoreseptor pada medulla untuk meningkatkan laju respirasi.
Stimulasi yang kuat pada pusat tersebut akan meningkatkan respirasi
hingga kelipatan 6-7 kali.
Stimulus
terhadap subsistem kognator juga berasal dari faktor internal dan eksternal.
Perilaku output subsistem regulator berperan sebagai umpan balik
terhadap stimulus subsistem kognator. Proses kontrol kognator berhubungan
langsung dengan fungsi otak yang tinggi terhadap persepsi atau proses
informasi, keputusan, dan emosi. Persepsi proses informasi juga berhubungan
dengan seleksi perhatian, kode, ingatan, Belajar berhubungan dengan proses
imitasi/meniru, dan reinforcement. Sedangkan penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan merupakan proses internal yang berhubungan dengan
keputusan, dan khususnya emosi untuk mencari kesembuhan, dukungan yang efektif,
dan kebersamaan.
Dalam
mempertahankan integritas seseorang, regulator, dan kognator bekerja secara
bersamaan. Tingkat adaptasi seseorang sebagai suatu sistem adaptasi dipengaruhi
oleh perkembangan individu dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan
mekanisme koping yang optimal akan berdampak baik terhadap tingkat adaptasi
individu dan meningkatkan tingkatan rangsangan di mana individu dapat merespons
secara positif.
3)
Efektor
Proses
internal yang terjadi pada individu sebagai sistem adaptasi, Roy mendefinisikan
sebagai sistem efektor. Empat efektor atau gaya adaptasi tersebut meliputi: (1)
fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi peran; dan (4)
ketergantungan fisik/spiritual. Mekanisme regulator dan kognator bekerja pada
mode tersebut. Perilaku yang berhubungan terhadap mode tersebut sebagai
manifestasi dari tingkat adaptasi individu dan mengakibatkan penggunaan
mekanisme koping. Dengan mengobservasi perilaku seseorang berhubungan dengan
mode adaptasi, perawat dapat mengidentifikasi adaptif atau ketidakefektifan
respons sehat dan sakit.
(1)
Mode Fisiologis
a)
Oksigenasi:
mendeskripsikan tentang pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi
dan sirkulasi.
b)
Nutrisi: menjabarkan
tentang pola penggunaan nutrien untuk memperbaiki kondisi tubuh dan
perkembangan.
c)
Eliminasi: memaparkan
tentang pola eliminasi.
d) Aktivitas
dan istirahat: menjelaskan tentang pola aktivitas, latihan, istirahat, dan
tidur.
e)
Integritas kulit:
menguraikan tentang pola fungsi fisiologis kulit.
f)
Rasa/senses:
memaparkan tentang fungsi sensori persepsi berhubungan dengan panca indera:
penglihatan, penciuman, perabaan, pengecapan, dan pendengaran.
g)
Cairan dan elektrolit:
menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit.
h)
Fungsi neurologis:
menjelaskan tentang pola kontrol neurologis, pengaturan, dan intelektual.
i)
Fungsi endokrin:
mendeskripsikan tentang pola kontrol dan pengaturan termasuk respons stres dan
sistem reproduksi.
(2)
Konsep Diri
Mode konsep diri mengidentifikasi pola
nilai, kepercayaan, dan emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri.
Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik,
individual, dan moral-etik.
(3)
Fungsi Peran
Fungsi peran mengidentifikasi tentang
pola interaksi sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran
ganda.
(4)
Interdependen
Interdependen mengidentifikasi pola
nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta, dan memiliki. Proses tersebut terjadi
melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok.
b.
Keperawatan
Roy
(1980) dalam Nursalam (2002) mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah
meningkatkan respons adaptasi berhubungan dengan 4 mode respons adaptasi.
Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input tergantung
dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping
seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan
ditentukan oleh stimulus focal, contextual, dan residual.
Focal adalah suatu respons yang diberikan secara langsung terhadap ancaman/input
yang masuk. Penggunaan focal pada umumnya, tergantung tingkat perubahan
yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus contextual adalah semua
stimulus lain pada seseorang baik internal maupun eksternal yang memengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh
individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang
yang ada dan timbul relevan dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur
secara objektif.
Kasus:
Pada seseorang yang mengalami nyeri dada, stimulus yang secara langsung
pada klien dinamakan focal, yaitu kurangnya oksigen pada otot jantung.
Stimulus kontekstual meliputi: suhu 40ºC; sensasi nyeri, umur, berat badan,
kadar gula darah dan derajat kerusakan arteri. Stimulus residual
meliputi riwayat merokok dan stres yang dialami.
c.
Tindakan Keperawatan
Tindakan
keperawatan yang diberikan adalah meningkatkan respons adaptasi pada situasi
sehat dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan oleh perawat dalam memanipulasi
stimulus focal, contextual dan residual pada individu. Dengan
memanipulasi semua stimulus tersebut, diharapkan individu akan berada pada zona
adaptasi. Jika memungkinkan, stimulus focal yang dapat mewakili dari
semua stimulus harus distimulus dengan baik. Misalnya klien dengan nyeri dada,
stimulus focal adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen oleh
tubuh dan persediaan oksigen yang dapat disediakan oleh jantung. Untuk mengubah
stimulus focal, perawat perlu memanipulasi stimulus kebutuhan supaya
respons adaptif dapat terpenuhi. Jika stimulus focal tidak dapat
dirubah, perawat harus meningkatkan respons adaptif dengan memanipulasi
stimulus kontekstual dan residual.
Perawat
perlu mengantisipasi bahwa klien mempunyai risiko adanya ketidakefektifan
respons pada situasi tertentu. Perawat harus mempersiapkan dirinya sebagai
individu untuk mengantisipasi perubahan melalui penguatan mekanisme kognator,
regulator atau koping yang lainnya. Tindakan keperawatan yang diberikan pada
teori ini meliputi: mempertahankan respons yang adaptif dengan mendukung upaya
klien secara kreatif menggunakan mekanisme koping yang sesuai.
d.
Konsep Sehat
Roy
(1980) mendefinisikan sehat merupakan suatu continum dari meninggal sampai
dengan tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu
keadaan dan proses dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasi
secara keseluruhan. Integritas individu dimanifestasikan oleh kemampuan
individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan, reproduksi, dan
mastery.
e.
Konsep Lingkungan
Stimulus
dari individu dan stimulus sekitarnya merupakan unsur penting tentang
lingkungan. Roy (1980) mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi
lingkungan yang memengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku
seseorang dan kelompok. Pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu
perawat meningkatkan adaptasi dalam mengubah dan mengurangi risiko akibat dari
lingkungan sekitarnya. Dengan keterlibatan seseorang dalam pendidikan,
kesehatan, industri, dan politik, berarti akan mengubah stimulus lingkungan
terhadap situasi kesehatan dan sakit.
F.
Perubahan
Dan Pengembangan Peran Perawat Profesional Di Masa Depan
Pelayanan keperawatan
di masa mendatang harus dapat memberikan consumer minded terhadap
pelayanan yang diterima. Hal ini didasarkan pada tren perubahan saat ini
dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, perawat dapat
mendefinisikan, mengimplementasikan, dan mengukur perbedaan bahwa praktik
keperawatan harus dapat dijadikan sebagai indikator agar kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan yang profesional di masa depan terpenuhi. Sementara
kualitas layanan keperawatan pada masa mendatang belum jelas, peran perawat
harus dapat menunjukkan dampak yang positif terhadap sistem pelayanan
kesehatan. Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di
Indonesia:
1.
Definisi peran perawat.
2.
Komitmen terhadap
identitas keperawatan.
3.
Perhatian terhadap
perubahan dan tren pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
4.
Komitmen dalam memenuhi
tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan melalui upaya yang kreatif dan
inovatif.
Implikasi pelayanan
keperawatan di masa mendatang dapat dijawab dengan memahami dan melaksanakan
“Karakteristik Perawat Profesional dan Perawat Milenium” tersebut di bawah ini.
Menurut Nursalam
(2001), peran perawat di masa depan harus berkembang seiring dengan
perkembangan iptek dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut
mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai
perawat profesional, maka peran yang diemban adalah CARE yang meliputi:
Keterangan:
C
= Communication
Ciri khas perawat profesional di masa
depan dalam memberikan pelayanan keperawatan harus dapat berkomunikasi secara
lengkap, adekuat, cepat. Artinya setiap melakukan komunikasi (lisan maupun
tulis) dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya harus memenuhi ketiga
unsur di atas dengan didukung suatu fakta yang memadai. Profil perawat masa
depan yang terpenting adalah mampu berbicara dan menulis bahasa asing, minimal
bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya
persaingan/pasar bebas pada abad ke-21 ini.
A
= Activity
Prinsip melakukan aktivitas/pemberian
asuhan keperawatan harus dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan
lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada
pasien. Aktivitas tersebut harus ditunjang dengan menunjukkan kesungguhan dan
sikap empati dan bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diemban. Hal ini
diperlukan pada saat ini dan masa yang akan datang dalam upaya mewujudkan jati
diri perawat dan menghilangkan masa lalu keperawatan yang hanya bekerja seperti
robot dan berada pada posisi inferior dari tim kesehatan lainnya. Yang penting
diantisipasi di masa depan adalah ketika memberikan asuhan harus berdasarkan
ilmu yang dapat/tepat diaplikasikan di institusi tempatnya
bekerja. Artinya, ilmu keperawatan yang ada, harus diidentifikasi yang notabena
dibuat di luar negeri dengan kondisi budaya, agama yang berbeda, untuk dapat
diterapkan di Indonesia.
R =
Review
Prinsip utama dalam melaksanakan peran
tersebut adalah moral dan etik keperawatan. Dalam setiap memberikan asuhan
keperawatan kepada klien, perawat harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik
keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Hal ini
penting guna menghindarkan kesalahan-kesalahan yang dapat berakibat fatal
terhadap konsumen dan eksistensi profesi keperawatan yang sedang mencari
identitas diri. Dalam melaksanakan peran profesionalnya, perawat harus
menerapkan prinsip-prinsip etik yang meliputi: (1) Justice: keadilan, 2)
Autonomy: asas menghormati autonomi, 3) beneficience (asas
manfaat) dan non-maleficiency, 4) Veracity: asas kejujuran, 5) confidentiality;
asas kerahasiaan. Untuk menghindari kesalahan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien, maka perlu diterapkan tindakan keperawatan dengan
prinsip “CWIPAT”–Check the order,Wash your hands, Identitify
the clients, Provide savety and privacy, Assess the problem;
and Teach or Tell the clients (Nursalam, 2001).
E
= Education
Dalam upaya meningkatkan kualitas
layanan keperawatan di masa depan, perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi
terhadap profesi dengan secara kontinu menambah ilmu melalui pendidikan formal/nonformal,
sampai pada suatu keahlian tertentu.
Pengembangan pelayanan keperawatan yang
paling efektif harus berdasarkan hasil temuan-temuan ilmiah yang dapat diuji
kesahihannya. Keadaan tersebut menuntut perawat untuk dapat melakukan
penelitian-penelitian keperawatan. Bekal yang paling utama untuk dipersiapkan
di masa mendatang adalah penguasaan tentang metodologi penelitian keperawatan.
Implikasinya adalah bahwa setiap jenjang pendidikan tinggi keperawatan
(DIII/Ners) lulusannya harus melaksanakan riset keperawatan. Di sini, semua
pihak dituntut, khususnya pengelola pendidikan Tinggi Keperawatan mampu
membekali kemampuan untuk dapat melakukan riset keperawatan kepada
mahasiswanya, sebagai tanggung jawab moral dan profesional.
Sedangkan
karakteristik “Nurse Millenium” yang diharapkan adalah:
Keterangan :
C = Career
Di
masa depan, perawat dalam memberikan asuhan kepada klien, harus mempunyai dasar
pendidikan dan keahlian yang memadai. Keahlian dan dasar pendidikan yang tinggi
merupakan indikator jaminan kualitas layanan kepada konsumen dan menghindarkan
dari kesalahan-kesalahan yang fatal.
Perawat
juga dituntut untuk menguasai tentang konsep manajemen secara keseluruhan,
khususnya manajemen keperawatan. Di masa depan, bukanlah sesuatu yang aneh apabila
seorang perawat menduduki jabatan sebagai “top manager” di sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk mencapai karier tersebut, maka perawat
harus terus bekerja keras.
A
= Activity
Perawat harus memahami tentang semua
tindakan yang dia lakukan, baik dari segi keilmuan maupun etik dan moral
keperawatan. Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan akan pelaksanaan
pelayanan keperawatan yang profesional.
R
= Role
Dalam melaksanakan perannya di masa
depan, perawat dituntut mampu bekerja sama dengan profesi lain. Perawat harus
dapat membedakan peran yang dimaksudkan.
E
= Enhancement
Prinsip utama pelayanan keperawatan
adalah pengembangan diri secara terus menerus seiring dengan perkembangan zaman
yang dinamis dan selalu berubah setiap saat. Perawat dituntut untuk menunjukkan
independensi dalam memberikan asuhan dan tumbuhnya rasa percaya diri yang
tinggi. Hal ini bisa ditempuh dengan mempersiapkan dan membekali diri yang baik
mulai dari sekarang.
G. Perubahan
Penataan Model Pemberian Asuhan Keperawatan
Pelayanan
asuhan keperawatan yang optimal akan terus sebagai suatu tuntutan bagi
organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini terdapat suatu keinginan untuk
mengubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi. Dengan
meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat memberikan arah terhadap
pelayanan keperawatan berdasarkan pada isu di masyarakat.
Sejak
diakuinya keperawatan sebagai profesi dan ditumbuhkannya Pendidikan Tinggi
Keperawatan (DIII Keperawatan, PSIK) dan berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun
1992, dan Permenkes No. 1239/2001; proses registrasi dan legislasi keperawatan,
sehingga diharapkan UU Praktik Keperawatan di masa depan, adalah bentuk
pengakuan adanya kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional.
Akan tetapi pelaksanaan
Permenkes tersebut masih perlu mendapatkan persiapan-persiapan yang optimal
oleh profesi keperawatan. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala yang
dihadapi, meliputi: (1) Belum adanya pengalaman dalam memberikan pengakuan
terhadap praktik keperawatan; (2) Belum dipahami wujud dan batasan dari praktik
keperawatan sebagai praktik keperawatan profesional; dan (3) Jenis dan sifat
praktik keperawatan profesional yang harus dikembangkan.
Bertolak dari keadaan
di atas, maka perlu dikembangkan adanya model praktik keperawatan yang perlu
dan pantas diujicobakan, kemudian dikembangkan. Hal ini bisa dicapai dengan
memberikan pengalaman belajar Praktik Klinik kepada mahasiswa (DIII, Ners),
sehingga diharapkan mutu pelayanan kesehatan bisa meningkat.
1.
Peningkatan Kualitas
Pelayanan Keperawatan
Setiap
upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, kita selalu berbicara mengenai
kualitas, karena kualitas sangat diperlukan untuk:
a.
Meningkatkan asuhan
keperawatan kepada pasien/konsumen.
b.
Menghasilkan keuntungan
(pendapatan) institusi.
c.
Mempertahankan
eksistensi institusi.
d.
Meningkatkan kepuasan
kerja.
e.
Meningkatkan
kepercayaan konsumen/pelanggan.
f.
Menjalankan kegiatan
sesuai aturan/standar.
2.
Pelaksanaan Standar
Praktik Keperawatan
Standar Praktik
Keperawatan di Indonesia disusun oleh Depkes RI (1995) yang terdiri atas
beberapa standar.
Menurut JCHO: Joint
Commission on Accreditation of Health care Organisation (1999: 1: 4:
249-54) terdapat 8 standar tentang asuhan keperawatan. Standar
intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM dari Henderson).
3.
Model Praktik
a.
Praktik Keperawatan Rumah Sakit
Perawat profesional (Ners)
mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah
sakit dengan sikap dan kemampuannya. Perlu dikembangkan pengertian praktik
keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik
keperawatan profesional, proses dan prosedur, registrasi, dan legislasi
keperawatan.
b.
Praktik Keperawatan Rumah
Bentuk Praktik Keperawatan Rumah
diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan
dari pelayanan rumah sakit. Dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit,
atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik
keperawatan berkelompok.
c.
Praktik Keperawatan Berkelompok
Dengan pola yang diuraikan dalam
pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah, beberapa
perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat
yang memerlukan asuhan keperawatan untuk mengatasi berbagai bentuk masalah
keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik keperawatan ini
dipandang perlu di masa depan, karena adanya pendapat, lama hari rawat di rumah
sakit perlu dipersingkat mengingat biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan
akan terus meningkat.
d.
Praktik Keperawatan Individual
Dengan pola pendekatan dan
pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah
sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman dapat secara
mandiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk
memberi asuhan keperawatan khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi
masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan
oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas
pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.
H.
Perubahan Model Sistem
Pemberian Asuhan Keperawatan
Sejalan dengan
perkembangan dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di Indonesia, maka
model sistem asuhan keperawatan harus berubah mengarah pada suatu praktik
keperawatan profesional. Model sistem asuhan keperawatan yang dapat
dikembangkan adalah 1) Tim, 2) Primer, dan 3) Kasus.
Menurut Grant dan
Massey (1997) dan Marquis dan Huston (1998), jenis metode pemberian asuhan
keperawatan telah dijabarkan pada tabel 2.2.
I.
Kunci Sukses
Pengelolaan Perubahan
Prinsip sukses dalam
menghadapi tren perkembangan keperawatan di masa depan, setiap perawat harus
memiliki 3 unsur utama: visi (ilmu–konsep), aktivitas yang nyata, dan motivasi
yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan.
Sehingga perlu selalu
tertanam suatu prinsip “Success is my Right, … not just only belong
to other profession.” Oleh karena itu, perlu ditanamkan suatu sikap yang
konsisten, komitmen, kolaboratif, kondusif, dan disiplin yang tinggi.
Untuk menghadapi trends-issues
perubahan Pelayanan Keperawatan di masa depan, maka manajer keperawatan perlu
mempunyai “KOREK API” dengan penjabaran sebagai berikut:
1.
KOREK
a.
Kolektivitas (Kebersamaan):
Dalam mencapai tujuan peningkatan
kualitas layanan keperawatan, perawat masa depan harus menumbuhkan rasa
kebersamaan dan “emotional solidarity.” Meyakini dan berpedoman bahwa
apa yang dilakukan adalah untuk profesi, maka harus dipupuk rasa kebersamaan.
Tanpa adanya rasa kebersamaan, maka sebuah tim akan mudah “diobok obok”
orang lain dan bercerai berai.
Segala aktivitas yang dilaksanakan
harus terencana dengan baik. Hal ini penting bagi perawat masa depan untuk
selalu bertindak berdasarkan pertimbangan dan perencanaan yang matang.
c.
Retail (Jasa
Layanan):
Indikator kualitas perawat masa
depan adalah meningkatnya pengakuan masyarakat terhadap jasa layanan
keperawatan. Jasa layanan keperawatan harus dapat dirasakan dan dinikmati
masyarakat.
d.
Efektif Dan Efisien:
Prinsip pelayanan keperawatan masa
depan adalah efektivitas dan efisiensi. Perawat harus dapat memberikan asuhan
keperawatan yang cepat, tepat, dan akurat. Efisiensi dalam penggunaan sarana
dan dana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan indikator utama perawat
masa depan.
e.
Komitmen:
Maju mundurnya suatu organisasi
profesi, pendidikan keperawatan, pelayanan keperawatan terletak pada komitmen
perawat. Ilmu keperawatan sangat tergantung pada “komitmen” perawat itu sendiri
untuk selalu bertanggung jawab secara moral dan profesional. Komitmen merupakan
kunci kesuksesan utama di dalam mewujudkan keperawatan sebagai profesi.
2.
API
a.
Aktualisasi
Dalam mempertahankan keperawatan
sebagai profesi, maka perawat harus mampu menunjukan aktualisasinya kepada
masyarakat dan profesi lainnya, khususnya para eksekutif di wilayahnya.
Aktualisasi tersebut akan dapat diterima orang lain, jika perawat mempunyai
bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional. Peningkatan kualitas
pendidikan bagi perawat mutlak diperlukan dalam mencapai tujuan aktualisasi
diri dan rasa percaya diri yang tinggi.
b.
Produktif
Singkatan NATO “No Action Talk
Only,” harus dihindari oleh perawat masa depan. Potret perawat masa depan
adalah perawat yang produktif, mempunyai suatu aktivitas profesional yang
bermanfaat bagi anggota profesinya.
c.
Inovatif
Selalu berpikir jauh ke depan dan
terus maju merupakan ciri khas perawat masa depan dengan belajar dari
pengalaman dan kesalahan masa lalu. Perawat masa depan harus melakukan
pembaharuan-pembaharuan dalam penataan organisasi profesi, pendidikan, praktik,
dan ilmu keperawatan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keperawatan
di Indonesia di masa depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan
keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global,
mengingat setiap perkembangan dan perubahan
memerlukan pengelolaan yang profesional serta
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia. Perubahan sosial
ekonomi dan politik, kependudukan, dan iptek akan berdampak terhadap perubahan
praktik keperawatan, pendidikan keperawatan dan perkembangan iptek keperawatan.
Perawat pada abad mendatang akan menghadapi suatu kesempatan dan tantangan yang
sangat luas sekaligus suatu ancaman (Chitty, 1997: 470).
B.
Saran
Diharapkan
mahasiswa/i keperawatan atau staff bagian keperawatan dapat memahami mengenai
profesionalisasi keperawatan ini. Dan menunjang aspek pemikiran maupun
implementasinya kedepan baik dalam praktik keperawatan, pendidikan keperawatan
serta tantangan perubahan IPTEK keperawatan ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Azrul Azwar (2007). Peran
Perawat Profesional dalam Sistem Kesehatan di Indonesia. Makalah
Seminar. UI. Jakarta
Nursalam (2001). Proses
dan Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktik. Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam (2002). Manajemen
Keperawatan. Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Salemba Medika. Jakarta
Nursalam (2007). Manajemen Keperawatan. Edisi 2.
Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Vestal, K.W. (2005). Nursing
Management: Concepts and Issues. Lippincott. Philadelphia.
PENGELOLAAN
TREND DAN ISSU
PERUBAHAN KEPERAWATAN INDONESIA DALAM
PROSES PROFESIONALISASI
Oleh :
Kelompok V
¥
RUSDI
¥
RISDAYANTI
¥
ASRIANI
¥
RANI RAHAYU, HS.
¥
HARDIANSYAH
¥
MARWATI
¥
IRMAH
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN
PUANGRIMAGGALATUNG
BONE
|
2015
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke
hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Pengelolaan
Trend dan Issu Perubahan Keperawatan Indonesia Dalam Proses Profesionalisasi”.
Penulis menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
.
Watampone, 31 Desember
2014
Penyusun
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULIAN
A.
Latar Belakang
Masalah............................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.....................................................................................
2
C.
Tujuan Penulisan
.....................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Kebijaksanaan Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan..............................................................................................4
B.
Perubahan Profesi
Keperawatan Di Indonesia...........................................6
C.
Dampak Perubahan....................................................................................9
D.
Permasalahan............................................................................................12
E.
Langkah Strategis Dalam Menghadapi Trend-Issues Perubahan
Keperawatan Di Masa Depan..................................................................16
F.
Perubahan Dan Pengembangan Peran Perawat
Profesional Di Masa Depan.......................................................................................................28
G.
Perubahan Penataan Model Pemberian Asuhan Keperawatan................32
H.
Perubahan Model Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan....................35
I.
Kunci Sukses Pengelolaan Perubahan......................................................36
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..............................................................................................
39
B.
Saran........................................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA
|
No comments:
Post a Comment