Tuesday, 19 December 2017

KTI APPENDISITIS BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Dasar Medis
1.         Pengertian
a.         Appendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat (Baughman & Hackley, 2000).
b.        Appendisitis akut adalah peradangan pada apendiks vermiformis (Grace & Borley, 2006).
c.         Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. (Mansjoer, 2000).
d.       
8
 
Appendiks adalah struktur berbentuk seperti jari, sempit, berongga, melekat pada usus besar. Meski tidak berfungsi pada manusia, tetapi dapat menyebabkan masalah serius bila terjadi peradangan. Karena lokasinya, hal ini dapat terjadi dengan muda. Sebagai contoh, sebutir makanan dan tinja dapat terjebak disana, menyebabkan usus buntu tersebut   membengkak,   terinfeksi   dan   nyeri.  Peradangan ini disebut
Radang Usus Buntu atau Appendisitis. ( Satyanegara, 2005).
2.         Anatomi dan Fisiologi
a.         Anatomi system pencernaan




























Gambar 2.1 struktur dari system pencernaan

System gastrointestinal (disebut juga system pencernaan atau system digestif) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar merupakan komponen saluran gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas gigi, lidah, serta beberapa kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati, dan pancreas yang menyuplai sekresi ke saluran pencernaan.
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau oral mempunyai beberapa fungsi diantaranya dapat menganalisis material makanan sebelum menelan, proses mekanis dari (gigi, lidah, dan permukaan palatum), lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti pada
beberapa material karbohidrat dan lamak.rongga mulut ini dibatasi oleh mukosa   mulut  yang  memiliki  Stratified  Squamus Epithelium.
Bagian atap dari rongga mulut adalah palatum, sedangkan bagian dasar adalah lidah. Bagian posterior rongga mulut terdapat uvula yang bergantung pada palatum.
Gambar.2.3. Anatomi Lambung (Muttaqin, 2011 ; 9)
Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung-J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, badan, dan antrum pilorikun atau pylorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayaor.  
Usus halus berjalan dari pylorus lambung ke sekum dan dapat di bagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus diperkirakan 3,65-6,7 meter, duodenum mempunyai panjang sekitar 25 cm, jejunum mempunyai panjang 2,5 m dimana proses digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi di dalam jejunum, sedangkan ileum mempunyai panjang sekitar 3,5 meter. Bagian ujung ileum memiliki katup ileosecal yang mengontrol aliran material dari ileum ke usus besar.
Kolon yang mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum ke rectum. Bagian pertama kolon adalah sekum, dimana merupakan bagian yang paling lebar. Kolon berjalan sekum ke atas menjadi kolon kanan (Kolon Asendens) melintasi abdomen atas sebagai Kolon Transverses, dan turun sebagai kolon kiri (Kolon Desendens) ke sigmoid, yaitu bagian kolon yang paling sempit. Dari sigmoid, anatomi usus besar dilanjutkan ke rectum.
b.        Fisiologi system pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang dari mulut sampai anus.Susunan saluran pencernaan terdiri dari:
1)        Oris (mulut)
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :
a)         bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
b)        bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
c)         oleh tulang maksilaris, platum, dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan faring.
2)        Faring (tekak)
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esophagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tekak terdiri dari bagian superior (bagian yang sama tinggi dengan hidung), bagian media (bagian yang sama tinggi dengan mulut), dan bagian inferior (bagian yang sama tinggi dengan laring). Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai di akar lidah bagian inferior disebuit laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3)        Esophagus (kerongkongan)
Susunan otot pada sepertiga bagian atas dinding esophagus sebagian dibentuk oleh otot lurik, dan sebagian lagi oleh otot polos. Pada proses menelan, sfingter esophagus bagian atas secara reflex akan membuka dan gelombang reflex peristaltik (primer) mendorong bolus makanan kedalam esophagus. Ditempat ini, dilatasi akibat bolus akan memicu gelombang peristalistik  selanjutnya (sekunder) yang terus-menerus hingga bolus mencapai lambung. Sfingter esophagus bagian bawah dibuka oleh reflex vagovagal pada permulaan proses menelan (Silbernagl, 2007).
4)        Ventrikulus (lambung)
Lambung atau sering disebut dengan gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Bagian lambung terdiri dari :
a)         Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terlrtak sebelah kiri osteum kardium dan diasanya penuh berisi gas.
b)        Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, sustu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor.
c)         Antrum pirolus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus.
d)        Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung, terbentang dari osteum kardiak sampai ke pylorus.
e)         Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentang dari sisi kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pylorus inferior. Ligamentum gastrolineasis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limfa.
f)         Osteum kardiak, merupakan tempat esophagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
5)        Intestinum minor (usus halus)
Usus  halus  atau  intestinum  minor  adalah  bagian  dari  system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absopsi hasil pencernaan. Usus halus di daerah umbilicus dan dikelilingi oleh usus besar dibagi dalam beberapa bagian
a)         Duodenum (usus 12 jari)
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri,pada lengkungan ini terdapat pancreas.
b)        Jejunum dan illeum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 m, dua perlima bagian atas adalah (jejunum) dengan panjang ± 2-3 meter dan illeum dengan panjang 4-5 meter. Lekukan jejunum dan illeum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
6)        Intestinum mayor (usus besar)
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses.
a)         Sekum
Dibawah sekum terdapat appendiks vermivomis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
b)        Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak  dibawah  abdomen  sebelah  kanan,  membujur ke atas dari illeum kebawah hati.
c)         Appendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
d)        Kolonn tranvesum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
e)         Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan illeum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
f)         Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.
7)        Rectum
Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis
8)        Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter:
a)         Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b)        Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak
c)         Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. ( Syaifuddin, 2006)
2.         Etiologi
Obstruksi lumen disebabkan oleh fekalit, hipertrofi limfoid, barium kering, biji, atau cacing usus. Gejala-gejala obstruksi lingkaran tertutup berkembang karena sekresi mukosa terus menerus sampai kapasitas lumen 0,1mL dan karena multiplikasi cepat dari bakteri dalam apendiks. Distensi merangsang serat nyeri aferen visceral, menimbulkan nyeri abdomen bawah dan tengah yang samar samar, tumpul, difus. Distensi mendadak dapat menyebabkan peristaltic dengan kram. Tekanan vena berlebihan dan aliran arteriol kedalam menyebabkan kongesti vascular apendiks, dengan reflek mual. Pembendungan serosa merangsang peradangan peretoneum prietalis dengan pergesaran atau nyeri yang lebih hebat ke kuadran kanan bawah. Gangguan mukosa memungkinkan invasi bakteri, dan selanjutnya timbul demam, takikardi, dan leukositosis. Dengan distensi yang makin progresif, terjadi infark anti mesenteric dan perforasi. Kadang episode apendisitis akut dapat menghilang jika obstruksi dihilangkan; pemeriksaan patologi selanjutnya menemukan dinding apendiks yang menebal dan berjaringan parut. (Schwartz, 2000).  
3.         Insiden
Insiden Apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga - empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan  berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden pada pria dengan perbandingan 1,4 lebih banyak daripada wanita. (Muttaqin, 2011).
4.         Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan Lumen Apendiks oleh Hyperplasia Folikel Limfoid, Fekalit, Hystoliticka, makanan rendah serat, tumor apendiks.
Obstruksi tersebut menyebabkan Mukus yang diproduksi mukosa mangalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding Apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambast aliran limfe yang mengakibatkan Edema, Diapedesis bakteri, dan Ulserasi Mukosa. Pada saat inilah terjadi Appendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri Epigastrium.
Bila sekresi mukus tersebut terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan obstruksi Vena, edema bertambah dan bakteri akan akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan meluas dan mengenai Peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan Appendisitis Superatif Akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi Infark dinding Appendiks yang diikuti dengan Gangrene. Stadium ini disebut dengan Appendisitis Gangrenosa. Bila dinding yang telah rapu ini pecah, akan terjadi dinding perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, Omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah Apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut Infiltrat Appendikularis. Peradangan Apendiks tersebut dapat menjadi Abses atau menghilang. (Mansjoer, 2000).
5.         Manifestasi klinik
a.         Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.
b.        Nyeri tekan lokal pada titik Mc.burney bila dilakukan tekanan.
c.         Nyeri tekan lepas mungkin dijumpai.
d.        Derajat nyeri tekan spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks.
e.         Bila appendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya dengan pemeriksaan pada pemeriksaan rektal.
f.         Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung appendiks berada dekat rektum; nyeri pada saat berkemih mununjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
g.        Adanya kekakuan pada bagian bawah otot-otot testis kanan dapat terjadi.
h.        Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah.
i.          Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan destruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur appendiks. Insiden perforasi pada appendiks lebih tinggi pada lansia, karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda. (Smeltzer, 2002)
6.         Komplikasi
Komplikasi utamanya adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%.Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinu. (Smeltzer  & Bare, 2002).
7.         Test disgnostik
a.         Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hampir selalu leukositosis) dan CRP (biasanya meningkat) sangat membantu.
b.        Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masuh ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium)
c.         Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendisektomi pada wanita muda
d.        CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau di mana penyebab lain masih mungkin (Grace, & Borley, 2006).
8.         Penatalaksanaan
a.         Sebelum operasi
1)        Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.  
2)        Intubasi bila perlu
3)        Antibiotik
b.        Operasi apendektomi
c.         Pasca operasi
Perlu dilakukan tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik jika dalam 12 jam tidak terjadi gangguan selama itu pasien dipuasakan. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam alu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikuntnya makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien di anjurkan untuk duduk tegak di tempat tidurselama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
d.        Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang. (Mansjoer, 2000).
B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Aktivitas/Istirahat
      Gejala   :   Malaise
b.      Sirkulasi
      Tanda   :   Takikardi
c.       Eliminasi
      Gejala   :   Konstipasi pada awitan awal
      Tanda  : Distensi abdomen, nyeri tekan atau nyeri lepas, kekakuan.   Penurunan atau tidak ada bising usus
d.      Makanan/cairan
      Gejala   :   Anoreksia, mual-muntah
e.       Nyeri/Kenyamanan
      Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney              (setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam.
      Tanda  :  Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekan, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
f.       Keamanan
      Tanda   :   Demam (biasanya rendah)
g.      Pernapasan
      Tanda   :   Takipnea, pernapasan dangkal. (Doenges, 2000)

2.         Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin (2011 ; 508), diagnosa keperawatan Appendisitis adalah :
a.         Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi apendiks, kerusakan jaringan lunak pascabedah.
b.        Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya evaluasi diagnostik, rencana pembadahan apendektomi.
c.         Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.
d.        Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka pascabedah.
e.         Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal.
f.         Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, rencana pembadahan.
3.         Rencana Keperawatan
a.         Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi apendiks, kerusakan jaringan pasca bedah
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria Evaluasi:
1)        Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi
2)        Skala nyeri 0-1 (0-4)
3)        Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri; pasien tidak gelisah
Intervensi
1)        Kaji respons nyeri dengan pendekatan PQRST.
Rasional : Pendekatan komprehensif untuk menentukan rencana intervensi.
2)        Lakukan manajemen nyeri keperawatan:
a)         Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
Rasional : Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
b)        Atur posisi semifowler
Rasional :     Posisi  ini  mengurangi  tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri.
c)         Dorong ambulasi dini
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ (merangsang peristaltik dan flatus) dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
d)        Beri oksigen nasal
Rasional : Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 liter/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia pada intestinal.
e)         Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.
f)         Manajemen lingkungan tenang, batasi pengunjung, da istirahatkan pasien
Rasional : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
g)        Lakukan manajemen sentuhan
Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurun-kan nyeri.
3)        Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya  dan  dapat  membantu  mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
4)        Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
b.        Pemenuhan Informasi berhubungan dengan adanya rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi:
1)        Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan
2)        Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasann yang telah diberikan
Intervensi
1)        Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan apendiktomi dan rencana perawatan rumah.
Rasional : Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
2)        Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi.
Rasional :  Keluarga  terdekat dengan pasien perlu dillibatkan dalam pemenuhan untuk menurunkan risiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan sekunder dari perforasi ulkus peptikum.
3)        Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan pembedahan meliputi:
a)         Jelaskan tentang pembedahan apendiktomi
Rasional : Apendiktomi merupakan suatu intervensi bedah yang mempunyai tujuan bedah ablatif atau melakukan pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit.
b)        Diskusikan jadwal pembedahan
Rasional :  Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulainya pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkan sebelum pasien.
c)         Lakukan pendidikan kesehatan preoperatif
Rasional : Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu,
dengan mempetimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya.
4)        Beritahu persiapan pembedahan, meliputi:
a)         Pencukuran area operasi.
Rasional : Pencukuran area operasi dilakukan appabila protokol lembaga atau ahli bedah mengharuskan kulit untuk dicukur, pasien diberitahukan tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan tidak memajan bagian yang tidak perlu
b)        Persiapan puasa.
Rasional : Puasa preoperatif idealnya 6-8 jam sebelum intervensi bedah.
c)         Persiapan istirahat dan tidur.
Rasional : Istirahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal. Perawat harus memberi lingkungan yang tenang dan nyaman untuk pasien.
d)        Persiapan administrasi dan informed consent.
Rasional  :  Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasaan dan menandatangani informed concent.
5)        Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah bisa dikunjungi.
Rasional : Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarganya dan temannya dapat berkunjung setelah pembedahan.
c.         Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya rencana pembedahan dan rencana perawatan rumah.
Intervensi
1)        Beri informasi tentang manajemen nyeri keperawatan.
Rasional :  Manajemen nyeri dilakukan untuk peningkatan kontrol nyeri pada pasien.
2)        Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani perawatan rumah, meliputi:
a)         Hindari merokok
Rasional : Pasien yang sebelum pembedahan telah terbiasa merokok setelah pulang ke rumah akan mengulangi kebiasaan ini. Penjelasan bahwa dampak dari asap rokok akan   memperlambat proses penyembuhan mungkin akan dapat diterima oleh pasien.
b)        Beri penyuluhan pada pasien pasca apendiktomi tanpa komplikasi.
Rasional : Apabila apendiktomi tidak mengalami komplikasi, pasien dapat dipulangkan pada hari itu juga bila suhu dalam batas normaldan area operatif terasa nyaman. Penyuluhan saat pulang untuk pasien dan keluarga sangat penting. Pasien diinstrusikan untuk membuat janji menemui ahli bedah yang akan mengangkat jahitan antara hari kelima dan ketujuh. Perawatan insisi dan pedoman aktivitas didiskusikan. Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
c)         Ajarkan pasien dan keluarga untuk melakukan pergantian balutan pascabedah.
Rasional : Apabila pasien siap untuk pulang, pasien dan keluarga dapat dianjurkan untuk merawat luka dan melakukan penggantian balutan, serta irigasi sesuai program. Perawat kesehatan di rumah mungkin diperlukan untuk membantu perawatan ini dan memantau pasien terhadap adanya komplikasi dan penyembuhan luka.
d)        Anjurkan untuk semampunya melakukan nyeri non-farmakologik pada saat nyeri muncul.
Rasional : Beberapa nyeri agen farmakologik biasanya memberikan reaksi negatif pada gastrointestinal.
e)         Beritahu pasien dan keluarga apabila di dapatkan perubahan klinik atau komplikasi untuk segera memeriksakan diri.
Rasional : Pasca apendiktomi tanpa komplikasi, pada pasien akan langsung pulang setelah fungsi usus dan kesadaran normal. Pasien dan keluarga diajarkan untuk memeriksa sendiri mengenai nadi dan kondisi balutan di rumah. Apabila ada perubahan pada denyut nadi da perubahan warna pada balutan ini   merupakan   suatu   tanda   komplikasi   yang  harus segera mendapatkan intervensi medis.
d.        Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port den entree dari luka pembedahan
Tujuan : Dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria Evaluasi : Jahitan dilepas pada hari ke 12 tanpa danya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1)        Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan dan apakah ada order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.
Rasional : Mengidentifikasikan kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
2)        Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.
Rasional : Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlama penyembuhan luka.
2)        Lakukan perawatan luka.
Rasional : Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.
e.         Kecemasan berhubungan dengan adanya nyeri, dan rencana pembedahan
Tujuan : Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria Evaluasi :
1)        Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
2)        Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
3)        Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar.
4)        Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi
1)        Monitor respons fisik, seperti: kelemahan, perubahan tanda vital,
gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
Rasional : Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
2)        Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
3)        Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kessempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan harapan masa depan.  Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.
4)        Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti: menulis, nonton TV, dan keterampilan tangan.
Rasional : Sejumlah aktivitas atau ketrampilan baik sendiri maupun dibantu selama melakukan rawat inap dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stimulus kecemasan.
4.         Implementasi
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat. Dalam melaksanakan rencana tersebut harus diperlukan dalam kerja sama dengan tim kesehatan yang lain, keluarga klien dan klien sendiri.  Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a.         Kebutuhan dasar klien.
b.        Dasar dari tindakan.
c.         Kemampuan perseorangan, keahlian/keterampilan dan perawatan.
d.        Sumber dari keluarga dan klien sendiri.
e.         Sumber dari instasi terkait.
5.         Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi keperawatan pada pasien gastritis akut adalah sebagai berikut.
a.         Tidak terjadi syok hipovolemik
b.        Informasi kesehatan terpenuhi.
c.         Nyeri episgatrium berkurang atau teradaptasi.
d.        Asupan nutrisi harian terpenuhi.
e.         Tidak terjadi infeksi luka pascabedah.
f.         Tingkat kecemasan berkurang. (Muttaqin, 2011).







No comments:

Post a Comment