BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1.
Pengertian
a.
Appendisitis merupakan
penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga
abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat (Baughman
& Hackley, 2000).
b.
Appendisitis akut adalah
peradangan pada apendiks vermiformis (Grace & Borley, 2006).
c.
Apendisitis adalah
peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. (Mansjoer,
2000).
d.
|
Appendiks adalah struktur berbentuk seperti jari, sempit, berongga, melekat
pada usus besar. Meski tidak berfungsi pada manusia, tetapi dapat menyebabkan
masalah serius bila terjadi peradangan. Karena lokasinya, hal ini dapat terjadi
dengan muda. Sebagai contoh, sebutir makanan dan tinja dapat terjebak disana,
menyebabkan usus buntu tersebut membengkak,
terinfeksi dan nyeri.
Peradangan ini disebut
Radang Usus Buntu atau Appendisitis. ( Satyanegara, 2005).
2.
Anatomi dan Fisiologi
a.
Anatomi system pencernaan
Gambar 2.1 struktur dari system
pencernaan
Sumber
: https://konsepbiologi.wordpress.com
System gastrointestinal (disebut juga system pencernaan atau system
digestif) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Rongga
mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar merupakan
komponen saluran gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas gigi, lidah,
serta beberapa kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati, dan pancreas
yang menyuplai sekresi ke saluran pencernaan.
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau oral mempunyai beberapa fungsi diantaranya dapat menganalisis
material makanan sebelum menelan, proses mekanis dari (gigi, lidah, dan
permukaan palatum), lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti pada
beberapa material
karbohidrat dan lamak.rongga mulut ini dibatasi oleh mukosa mulut yang
memiliki Stratified Squamus
Epithelium.
Bagian atap dari rongga mulut adalah palatum, sedangkan bagian
dasar adalah lidah. Bagian posterior rongga mulut terdapat uvula yang
bergantung pada palatum.
Gambar.2.3. Anatomi
Lambung (Muttaqin, 2011 ; 9)
Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma.
Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung-J, dan bila penuh
berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung terbagi atas
fundus, badan, dan antrum pilorikun atau pylorus. Sebelah kanan atas lambung
terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat
kurvatura mayaor.
Usus halus berjalan dari pylorus lambung ke sekum dan dapat di bagi
menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus diperkirakan
3,65-6,7 meter, duodenum mempunyai panjang sekitar 25 cm, jejunum mempunyai
panjang 2,5 m dimana proses digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi di dalam
jejunum, sedangkan ileum mempunyai panjang sekitar 3,5 meter. Bagian ujung
ileum memiliki katup ileosecal yang mengontrol aliran material dari ileum ke
usus besar.
Kolon yang mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum ke rectum. Bagian pertama kolon
adalah sekum, dimana merupakan bagian yang paling lebar. Kolon berjalan sekum
ke atas menjadi kolon kanan (Kolon Asendens) melintasi abdomen atas
sebagai Kolon Transverses, dan turun sebagai kolon kiri (Kolon
Desendens) ke sigmoid, yaitu bagian kolon yang paling sempit. Dari
sigmoid, anatomi usus besar dilanjutkan ke rectum.
b.
Fisiologi system pencernaan
Saluran pencernaan
makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya
untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan,
penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang dari
mulut sampai anus.Susunan saluran pencernaan terdiri dari:
1)
Oris
(mulut)
Mulut atau oris adalah permulaan saluran
pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :
a)
bagian
luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
b)
bagian
rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
c)
oleh
tulang maksilaris, platum, dan mandibularis, disebelah belakang bersambung
dengan faring.
2)
Faring
(tekak)
Faring merupakan
organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esophagus). Didalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang
banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tekak
terdiri dari bagian superior (bagian yang sama tinggi dengan hidung), bagian
media (bagian yang sama tinggi dengan mulut), dan bagian inferior (bagian yang
sama tinggi dengan laring). Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring
bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian
media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai di akar lidah
bagian inferior disebuit laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan
laring.
3)
Esophagus
(kerongkongan)
Susunan
otot pada sepertiga bagian atas dinding esophagus sebagian dibentuk oleh otot lurik,
dan sebagian lagi oleh otot polos. Pada proses menelan, sfingter esophagus
bagian atas secara reflex akan membuka dan gelombang reflex peristaltik
(primer) mendorong bolus makanan kedalam esophagus. Ditempat ini, dilatasi
akibat bolus akan memicu gelombang peristalistik selanjutnya (sekunder) yang terus-menerus
hingga bolus mencapai lambung. Sfingter esophagus bagian bawah dibuka oleh
reflex vagovagal pada permulaan
proses menelan (Silbernagl, 2007).
4)
Ventrikulus
(lambung)
Lambung atau sering
disebut dengan gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama di daerah epigaster. Bagian lambung terdiri dari :
a)
Fundus
ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terlrtak sebelah kiri osteum kardium
dan diasanya penuh berisi gas.
b)
Korpus
ventrikuli, setinggi osteum kardium, sustu lekukan pada bagian bawah kurvatura
minor.
c)
Antrum
pirolus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk
sfingter pylorus.
d)
Kurvatura
minor, terdapat disebelah kanan lambung, terbentang dari osteum kardiak sampai
ke pylorus.
e)
Kurvatura
mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentang dari sisi kiri osteum
kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pylorus inferior.
Ligamentum gastrolineasis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke
limfa.
f)
Osteum
kardiak, merupakan tempat esophagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada
bagian ini terdapat orifisium pilorik.
5)
Intestinum
minor (usus halus)
Usus halus
atau intestinum minor
adalah bagian dari
system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus
dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang
tempat proses pencernaan dan absopsi hasil pencernaan. Usus halus di daerah
umbilicus dan dikelilingi oleh usus besar dibagi dalam beberapa bagian
a)
Duodenum
(usus 12 jari)
Duodenum disebut
juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke
kiri,pada lengkungan ini terdapat pancreas.
b)
Jejunum
dan illeum
Jejunum dan ileum
mempunyai panjang sekitar ± 6 m, dua perlima bagian atas adalah (jejunum)
dengan panjang ± 2-3 meter dan illeum dengan panjang 4-5 meter. Lekukan jejunum
dan illeum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan
peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
6)
Intestinum
mayor (usus besar)
Usus besar atau
intestinum mayor panjangnya ± 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. fungsi usus besar adalah
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses.
a)
Sekum
Dibawah sekum
terdapat appendiks vermivomis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut
juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
b)
Kolon
asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah
abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari illeum kebawah hati.
c)
Appendiks
(usus buntu)
Bagian dari usus
besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang
sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
d)
Kolonn
tranvesum
Panjangnya ± 38 cm,
membujur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura
lienalis.
e)
Kolon
desendens
Panjangnya ± 25 cm,
terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura
lienalis sampai ke depan illeum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
f)
Kolon
sigmoid
Kolon sigmoid
merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan
rectum.
7)
Rectum
Rectum terletak di
bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak
dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis
8)
Anus.
Anus adalah bagian
dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara
luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter:
a)
Sfingter
ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b)
Sfingter
levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak
c)
Sfingter
ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. ( Syaifuddin, 2006)
2.
Etiologi
Obstruksi lumen disebabkan oleh
fekalit, hipertrofi limfoid, barium kering, biji, atau cacing usus. Gejala-gejala
obstruksi lingkaran tertutup berkembang karena sekresi mukosa terus menerus
sampai kapasitas lumen 0,1mL dan karena multiplikasi cepat dari bakteri dalam
apendiks. Distensi merangsang serat nyeri aferen visceral, menimbulkan nyeri
abdomen bawah dan tengah yang samar samar, tumpul, difus. Distensi mendadak
dapat menyebabkan peristaltic dengan kram. Tekanan vena berlebihan dan aliran
arteriol kedalam menyebabkan kongesti vascular apendiks, dengan reflek mual.
Pembendungan serosa merangsang peradangan peretoneum prietalis dengan
pergesaran atau nyeri yang lebih hebat ke kuadran kanan bawah. Gangguan mukosa
memungkinkan invasi bakteri, dan selanjutnya timbul demam, takikardi, dan
leukositosis. Dengan distensi yang makin progresif, terjadi infark anti
mesenteric dan perforasi. Kadang episode apendisitis akut dapat menghilang jika
obstruksi dihilangkan; pemeriksaan patologi selanjutnya menemukan dinding
apendiks yang menebal dan berjaringan parut. (Schwartz, 2000).
3.
Insiden
Insiden Apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun dalam tiga - empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada
semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada
lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden
pada pria dengan perbandingan 1,4 lebih banyak daripada wanita. (Muttaqin,
2011).
4.
Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh
penyumbatan Lumen Apendiks oleh Hyperplasia Folikel Limfoid, Fekalit, Hystoliticka,
makanan rendah serat, tumor apendiks.
Obstruksi tersebut
menyebabkan Mukus yang diproduksi mukosa mangalami bendungan. Makin lama mucus
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding Apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambast
aliran limfe yang mengakibatkan Edema, Diapedesis bakteri, dan Ulserasi Mukosa.
Pada saat inilah terjadi Appendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri Epigastrium.
Bila sekresi mukus tersebut terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan mengakibatkan obstruksi Vena, edema bertambah dan bakteri
akan akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan meluas dan mengenai
Peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan
ini disebut dengan Appendisitis Superatif
Akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi Infark dinding Appendiks
yang diikuti dengan Gangrene. Stadium ini disebut dengan Appendisitis
Gangrenosa. Bila dinding yang telah rapu ini pecah, akan terjadi dinding
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, Omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah Apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
Infiltrat Appendikularis. Peradangan Apendiks tersebut dapat menjadi Abses atau
menghilang. (Mansjoer, 2000).
5.
Manifestasi klinik
a.
Nyeri kuadran kanan bawah
terasa dan biasanya disertai oleh demam
ringan,
mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.
b.
Nyeri tekan lokal pada titik
Mc.burney bila dilakukan tekanan.
c.
Nyeri tekan lepas mungkin
dijumpai.
d.
Derajat nyeri tekan spasme otot
dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi appendiks.
e.
Bila appendiks melingkar
dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbal; bila
ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya dengan
pemeriksaan pada pemeriksaan rektal.
f.
Nyeri pada defekasi menunjukkan
ujung appendiks berada dekat rektum; nyeri pada saat berkemih mununjukkan bahwa
ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
g.
Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot-otot testis kanan dapat terjadi.
h.
Tanda Rovsing dapat timbul
dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan
nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah.
i.
Pada pasien lansia, tanda dan
gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat
meragukan, menunjukkan destruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur appendiks. Insiden
perforasi pada appendiks lebih tinggi pada lansia, karena banyak dari
pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat
pasien-pasien yang lebih muda. (Smeltzer, 2002)
6.
Komplikasi
Komplikasi utamanya adalah perforasi
apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden
perforasi adalah 10% sampai 32%.Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan
lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen
yang kontinu. (Smeltzer & Bare, 2002).
7.
Test disgnostik
a.
Diagnosis berdasarkan klinis,
namun sel darah putih (hampir selalu leukositosis) dan CRP (biasanya meningkat)
sangat membantu.
b.
Ultrasonografi untuk massa apendiks
dan jika masuh ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya
(misalnya kista ovarium)
c.
Laparoskopi biasanya digunakan
untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendisektomi pada
wanita muda
d.
CT scan (heliks) pada pasien
usia lanjut atau di mana penyebab lain masih mungkin (Grace, & Borley, 2006).
8.
Penatalaksanaan
a.
Sebelum operasi
1)
Observasi
Dalam 8-12 jam setelah
timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas.
Dalam keadaaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta tirah baring
dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendisitis. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit
dan hitung jenis) diulang secara periodik. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2)
Intubasi bila perlu
3)
Antibiotik
b.
Operasi apendektomi
c.
Pasca operasi
Perlu dilakukan tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah
sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam
posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik jika dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan selama itu pasien dipuasakan. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam alu naikkan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikuntnya
makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien di anjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidurselama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh
jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
d.
Penatalaksanaan
gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas
bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian,
gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan
berkurang. (Mansjoer, 2000).
B. Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas/Istirahat
Gejala
: Malaise
b.
Sirkulasi
Tanda :
Takikardi
c.
Eliminasi
Gejala :
Konstipasi pada awitan awal
Tanda
: Distensi abdomen, nyeri tekan atau nyeri lepas, kekakuan. Penurunan atau tidak
ada bising usus
d.
Makanan/cairan
Gejala :
Anoreksia, mual-muntah
e.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilicus
dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas
dalam.
Tanda
: Perilaku berhati-hati,
berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekan, meningkatnya nyeri
pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
f.
Keamanan
Tanda :
Demam (biasanya rendah)
g.
Pernapasan
Tanda :
Takipnea, pernapasan dangkal. (Doenges, 2000)
2.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin
(2011 ; 508), diagnosa keperawatan Appendisitis
adalah :
a.
Nyeri berhubungan dengan respons
inflamasi apendiks, kerusakan jaringan lunak pascabedah.
b.
Pemenuhan informasi berhubungan
dengan adanya evaluasi diagnostik, rencana pembadahan apendektomi.
c.
Aktual/risiko tinggi
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
asupan makanan yang adekuat.
d.
Risiko tinggi infeksi berhubungan
dengan adanya port de entrée luka pascabedah.
e.
Hipertermi berhubungan dengan respons
sistemik dari inflamasi gastrointestinal.
f.
Kecemasan berhubungan dengan prognosis
penyakit, rencana pembadahan.
3.
Rencana Keperawatan
a.
Nyeri berhubungan dengan respons
inflamasi apendiks, kerusakan jaringan pasca bedah
Tujuan : Dalam waktu
1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria Evaluasi:
1)
Secara subjektif melaporkan
nyeri berkurang atau dapat di adaptasi
2)
Skala nyeri 0-1 (0-4)
3)
Dapat mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri; pasien tidak gelisah
Intervensi
1)
Kaji respons nyeri dengan
pendekatan PQRST.
Rasional : Pendekatan komprehensif untuk menentukan rencana
intervensi.
2)
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
a)
Istirahatkan pasien pada saat
nyeri muncul.
Rasional : Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan
oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
b)
Atur posisi semifowler
Rasional : Posisi ini mengurangi
tegangan pada insisi dan organ abdomen
yang membantu mengurangi nyeri.
c)
Dorong ambulasi dini
Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ (merangsang
peristaltik dan flatus) dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen.
d)
Beri oksigen nasal
Rasional : Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian
oksigen nasal 3 liter/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia pada intestinal.
e)
Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri
Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal.
f)
Manajemen lingkungan tenang,
batasi pengunjung, da istirahatkan pasien
Rasional
: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.
g)
Lakukan manajemen sentuhan
Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat membantu menurun-kan nyeri.
3)
Tingkatkan pengetahuan tentang:
sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana terapeutik.
4)
Kolaborasi dengan tim medis
pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.
b.
Pemenuhan Informasi berhubungan
dengan adanya rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah
Tujuan : Dalam waktu
1x24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi:
1)
Pasien mampu menjelaskan
kembali pendidikan kesehatan yang diberikan
2)
Pasien termotivasi untuk
melaksanakan penjelasann yang telah diberikan
Intervensi
1)
Kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang pembedahan apendiktomi dan rencana perawatan rumah.
Rasional : Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi
individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat
lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien
secara efisien dan efektif.
2)
Cari sumber yang meningkatkan
penerimaan informasi.
Rasional : Keluarga terdekat dengan pasien perlu dillibatkan dalam
pemenuhan untuk menurunkan risiko misinterpretasi terhadap informasi yang
diberikan khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan sekunder dari
perforasi ulkus peptikum.
3)
Jelaskan dan lakukan pemenuhan
atau persiapan pembedahan meliputi:
a)
Jelaskan tentang pembedahan
apendiktomi
Rasional : Apendiktomi merupakan suatu intervensi bedah yang
mempunyai tujuan bedah ablatif atau melakukan pengangkatan bagian tubuh yang
mengalami masalah atau mempunyai penyakit.
b)
Diskusikan jadwal pembedahan
Rasional : Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu
dimulainya pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal kamar operasi yang
padat, lebih baik pasien dan keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal
operasi yang telah ditetapkan sebelum pasien.
c)
Lakukan pendidikan kesehatan
preoperatif
Rasional : Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu,
dengan
mempetimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya.
4)
Beritahu persiapan pembedahan,
meliputi:
a)
Pencukuran area operasi.
Rasional : Pencukuran area operasi dilakukan appabila protokol
lembaga atau ahli bedah mengharuskan kulit untuk dicukur, pasien diberitahukan
tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan tidak
memajan bagian yang tidak perlu
b)
Persiapan puasa.
Rasional : Puasa preoperatif idealnya 6-8 jam sebelum intervensi
bedah.
c)
Persiapan istirahat dan tidur.
Rasional : Istirahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan
normal. Perawat harus memberi lingkungan yang tenang dan nyaman untuk pasien.
d)
Persiapan administrasi dan
informed consent.
Rasional : Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan
mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasaan
dan menandatangani informed concent.
5)
Beritahu pasien dan keluarga
kapan pasien sudah bisa dikunjungi.
Rasional : Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan
keluarganya dan temannya dapat berkunjung setelah pembedahan.
c.
Pemenuhan informasi berhubungan
dengan adanya rencana pembedahan dan rencana perawatan rumah.
Intervensi
1)
Beri informasi tentang
manajemen nyeri keperawatan.
Rasional : Manajemen nyeri
dilakukan untuk peningkatan kontrol nyeri pada pasien.
2)
Berikan informasi pada pasien
yang akan menjalani perawatan rumah, meliputi:
a)
Hindari merokok
Rasional : Pasien yang sebelum pembedahan telah terbiasa merokok
setelah pulang ke rumah akan mengulangi kebiasaan ini. Penjelasan bahwa dampak
dari asap rokok akan memperlambat proses
penyembuhan mungkin akan dapat diterima oleh pasien.
b)
Beri penyuluhan pada pasien
pasca apendiktomi tanpa komplikasi.
Rasional : Apabila apendiktomi tidak mengalami komplikasi, pasien
dapat dipulangkan pada hari itu juga bila suhu dalam batas normaldan area
operatif terasa nyaman. Penyuluhan saat pulang untuk pasien dan keluarga sangat
penting. Pasien diinstrusikan untuk membuat janji menemui ahli bedah yang akan
mengangkat jahitan antara hari kelima dan ketujuh. Perawatan insisi dan pedoman
aktivitas didiskusikan. Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan dalam 2-4
minggu.
c)
Ajarkan pasien dan keluarga
untuk melakukan pergantian balutan pascabedah.
Rasional : Apabila pasien siap untuk pulang, pasien dan keluarga
dapat dianjurkan untuk merawat luka dan melakukan penggantian balutan, serta
irigasi sesuai program. Perawat kesehatan di rumah mungkin diperlukan untuk
membantu perawatan ini dan memantau pasien terhadap adanya komplikasi dan
penyembuhan luka.
d)
Anjurkan untuk semampunya
melakukan nyeri non-farmakologik pada saat nyeri muncul.
Rasional : Beberapa nyeri agen farmakologik biasanya memberikan
reaksi negatif pada gastrointestinal.
e)
Beritahu pasien dan keluarga
apabila di dapatkan perubahan klinik atau komplikasi untuk segera memeriksakan
diri.
Rasional : Pasca apendiktomi tanpa komplikasi, pada pasien akan
langsung pulang setelah fungsi usus dan kesadaran normal. Pasien dan keluarga
diajarkan untuk memeriksa sendiri mengenai nadi dan kondisi balutan di rumah.
Apabila ada perubahan pada denyut nadi da perubahan warna pada balutan ini merupakan suatu
tanda komplikasi yang harus segera mendapatkan intervensi medis.
d.
Risiko tinggi infeksi berhubungan
dengan adanya port den entree dari luka pembedahan
Tujuan : Dalam waktu
12x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan
lunak.
Kriteria Evaluasi :
Jahitan dilepas pada hari ke 12 tanpa danya tanda-tanda infeksi dan peradangan
pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1)
Kaji jenis pembedahan, hari
pembedahan dan apakah ada order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan
perawatan luka.
Rasional
: Mengidentifikasikan kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
2)
Buat kondisi balutan dalam
keadaan bersih dan kering.
Rasional : Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi
komensal dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlama
penyembuhan luka.
2)
Lakukan perawatan luka.
Rasional : Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk
menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga
mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.
e.
Kecemasan berhubungan dengan adanya
nyeri, dan rencana pembedahan
Tujuan : Secara
subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria Evaluasi :
1)
Pasien mampu mengungkapkan
perasaannya kepada perawat.
2)
Pasien dapat mendemonstrasikan
keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai
situasi yang dihadapi.
3)
Pasien dapat mencatat penurunan
kecemasan/ketakutan di bawah standar.
4)
Pasien dapat rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi
1)
Monitor respons fisik, seperti:
kelemahan, perubahan tanda vital,
gerakan yang
berulang-ulang, catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama
komunikasi.
Rasional : Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat
kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
2)
Anjurkan pasien dan keluarga
untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan
dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
3)
Catat reaksi dari
pasien/keluarga. Berikan kessempatan untuk mendiskusikan
perasaannya/konsentrasinya, dan harapan masa depan. Anggota keluarga dengan responsnya pada apa
yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.
4)
Anjurkan aktivitas pengalihan
perhatian sesuai kemampuan individu, seperti: menulis, nonton TV, dan
keterampilan tangan.
Rasional : Sejumlah aktivitas atau ketrampilan baik sendiri maupun
dibantu selama melakukan rawat inap dapat menurunkan tingkat kebosanan yang
dapat menjadi stimulus kecemasan.
4.
Implementasi
Tindakan
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah dibuat. Dalam melaksanakan rencana tersebut harus
diperlukan dalam kerja sama dengan tim kesehatan yang lain, keluarga klien dan
klien sendiri. Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
a.
Kebutuhan dasar klien.
b.
Dasar dari tindakan.
c.
Kemampuan perseorangan,
keahlian/keterampilan dan perawatan.
d.
Sumber dari keluarga dan klien
sendiri.
e.
Sumber dari instasi terkait.
5.
Evaluasi
Hasil
yang diharapkan setelah mendapat intervensi keperawatan pada pasien gastritis
akut adalah sebagai berikut.
a.
Tidak terjadi syok hipovolemik
b.
Informasi kesehatan terpenuhi.
c.
Nyeri episgatrium berkurang
atau teradaptasi.
d.
Asupan nutrisi harian
terpenuhi.
e.
Tidak terjadi infeksi luka
pascabedah.
f.
Tingkat kecemasan berkurang.
(Muttaqin, 2011).
No comments:
Post a Comment