Wednesday, 20 December 2017

MAKALAH STRES DAN ADAPTASI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan kehidupan modern  dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu deperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan gangguan jiwa.
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan  fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan  fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena merupakan bagian dari kehidupan.
B.     Rumusan Masalah
Dalam membahas stress dan adaptasi dalam makalah ini, maka hal-hal yang perlu dikaji diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan stress dan cara mengatasinya?
2.      Apa yang dimaksud dengan adaptasi stress?
3.      Apa yang dimaksud dengan homeostasis?
C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas ,maka penulisan makalah ini ditujukan untuk:
1.      Menjelaskan arti kata stress dan langkah-langkah mengatasi stress.
2.      Menjelaskan yang dimaksud dengan adaptasi stress.
3.      Menjelaskan arti dari homeostasis.
                                                         BAB II                                                       
PEMBAHASAN
A.    Stres
1.      Pengertian Stres
Beberapa pengertian stress sebagai berikut:
1)      Buku-buku kedokteran menyatakan bahwa 50-70% penyakit fisik sebenarnya disebabkan oleh stres. Paling tidak, stres menjadi faktor yang membuat seseorang menjadi lebih  mudah atau sebaliknya lebih sulit diserang penyakit. Andil stres berbeda untuk tiap penyakit, mulai dari yang paling rawan seperti penyakit-penyakit gastroinstestinal (perut), sakit kepala, kelelahan yang kronis, sampai penyakit di mana stres tidak berperan di dalamnya  seperti keracunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pencetus terjadinya kanker seringkali disebabkan oleh stres yang berkepanjangan.
2)      Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004).
3)      Stress adalah reaksi/respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu system (WHO, 2003; 158).
4)      Stress menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.[1]
5)      Stressor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction acute (reaksi stress akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stress akut dan keparahannya.       
Namun, apakah sesungguhnya stress itu? Kita seringkali latah mengatakan ‘stress’ pada orang lain atau bahkan pada diri kita sendiri, tanpa mengetahui dengan jelas apa arti stress. Kita menganggap stress sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif. Benarkah stress selalu berakibat negatif.
Pada tingkat tertentu, sebenarnya kita memerlukan stress. Stress yang optimal akan membuat motivasi menjadi tinggi, orang menjadi lebih bergairah, daya tangkap dan persepsi menjadi tajam, menjadi tenang, dan lain-lain. Adapun stress yang terlalu rendah akan mengakibatkan kebosanan, motivasi menjadi turun, sering bolos, dan mengalami kelesuan. Sebaliknya, stress yang terlalu tinggi mengakibatkan insomnia, lekas marah, meningkatkan kesalahan, kebimbangan, dan lain-lain.
Hubungan stress dan produktivitas seseorang bisa digambarkan pada grafik di bawah ini.





 





           Stress rendah                                   Stress optimal                                   Stress tinggi         
Stress juga harus dibedakan dengan stressor. Stressor adalah sesuatu yang menyebabkan stress. Stress itu sendiri adalah akibat dari interaksi (timbal-balik) antara rangsangan lingkungan dan respon individu.
2.      Gejala Akibat Stres
Gejala atau akibat stres yang dibicarakan di sini adalah gejala/akibat yang negatif karena seringkali mengganggu kehidupan manusia. Tingkat stres yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa ada jalan keluar bisa mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti : gangguan pencernaan, serangan jantung, tekanan darah tinggi, asma, radang sendi rheumatoid, alergi, gangguan kulit, pusing/sakit kepala, sulit menelan, panas ulu hati, mual, berbagai macam keluhan perut, keringat dingin, sakit leher, sering buang air seni, kejang otot, mudah lupa,  terserang panik, sembelit, diare, insomnia, dan lain-lain.
Cox (Gibson, dkk,. 1990) mengategorikan akibat stres menjadi lima kategori, yaitu:
a)      Akibat subjektif, yaitu akibat yang dirasakan secara pribadi, meliputi kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri rendah, perasaan terpencil.
b)      Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilaku-perilaku tertentu, mudah terkena kecelakaan, penyalahgunaan obat, peledakan emosi, berperilaku impulsif, tertawa gelisah.
c)      Akibat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi tidak mampu mengambil keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi, tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental.
d)     Akibat fisiologis, yaitu akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau kerja alat-alat tubuh, yaitu tingkat gula darah meningkat, denyut jantung/tekanan darah naik, mulut menjadi kering, berkeringat, pupil mata membesar, sebentar-sebentar panas dan dingin.
e)      Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen, produktivitas rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasaan kerja, menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.[2]
3.      Terjadinya Stres
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
“Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalat.”[3]
Telah diungkapkan di atas, terjadinya stress tergantung pada stressor dan tanggapan seseorang terhadap stressor tersebut. Stressor meliputi berbagai hal. Lingkunga fisik bisa menjadi sumber stressor, seperti suhu yang terlalu panas atau dingin, perubahan cuaca, cahaya terlalu terang/gelap, suara yang terlalu bising dan polusi merupakan sumber-sumber potensial yang bisa menjadi stressor. Kepadatan juga bisa mengakibatkan stress. Penduduk yang tinggal di kampung-kampung yang kumuh yang harus membagi ruang geraknya dengan banyak orang lain, cenderung lebih mudah meledak dibanding dengan penduduk yang tinggal di area yang kurang padat.
Stressor bisa berasal dari individu sendiri. Konflik yang berhubungan dengan peran dan tuntutan tanggung jawab yang dirasakan berat bisa membuat seseorang menjadi tegang. Stressor yang lain berasal dari kelompok seperti: hubungan dengan teman, hubungan dengan atasan, dan hubungan dengan bawahan.
Terakhir, stressor bisa bersumber dari keorganisasian seperti kebijakan yang diambil perusahaan, struktur organisasi yang tidak sesuai, dan partisipasi para anggota yang rendah.
Selain itu, tanggapan individu turut memengaruhi apakah suatu sumber stress/stressor itu menjadi stress atau tidak. Stressor yang sama bisa berakibat berbeda pada individu yang berbeda karena adanya tanggapan antar individu (individual differences). Perbedaan individu meliputi tingkat usia, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan fisik, kepribadian, harga diri, toleransi terhadap kedwiartian, dan lain-lain.
Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stress dan jenis stressor yang paling mengganggu. Usia dewasa biasanya lebih mampu mengontrol stress dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut. Dengan kata lain, usia dewasa biasanya mempunyai toleransi terhadap stressor yang lebih baik.
Wanita biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap stressor dibanding dengan pria. Secara biologis, tubuh wanita lebih lentur dibanding pria sehingga toleransinya terhadap stres lebih baik. Terlebih bila wanita tersebut masih pada usia-usia produktif di mana hormon-hormon masih bekerja normal.
Tingkat pendidikan juga memengaruhi seseorang mudah terkena stress atau tidak. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan pengontrolan terhadap stressor biasanya lebih baik.
Tingkat kesehatan seseorang juga memengaruhi mudah tidaknya terkena stress. Orang yang sakit lebih mudah menderita akibat stress dibanding orang yang sehat.
Faktor kepribadian menentukan mudah tidaknya seseorang terkena stress. Orang tipe A cenderung lebih mudah terkena penyakit jantung daripada kepribadian tipe B. Harga diri yang rendah juga cenderung membuat efek stress lebih besar dibanding orang yang mempunyai harga diri tinggi.
Toleransi terhadap sesuatu yang bersifat samar juga menentukan mudah tidaknya seseorang terkena stress. Orang yang kaku dan memandang segala sesuatu sebagai hitam dan putih biasanya lebih mudah terkena stres daripada orang yang bisa menerima adanya warna abu-abu dalam kehidupan.
Tipe kepribadian juga dapat menyebabkan seseorang dengan mudah terkena stress, seperti di bawah ini :
a)      Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).
b)      Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional).
c)      Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over             confidence).
d)     Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, dan tidak dapat diam.
e)      Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic).
f)       Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter).
g)      Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan.
h)      Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa.
i)        Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak  tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan.
j)        Tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel).
k)      Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
l)        Berusaha keras untuk agar segala sesuatunya terkendali.
Di bawah ini disajikan ringkasan bagaimana stress terjadi pada seorang individu berdasarkan keterangan di atas (Gibson, dkk. 1990).[4]
Stressor                          Individual Differences                                     Stress 
Lingkungan fisik                              usia, jenis kelamin, pendidikan,
(suhu, cahaya, suara, polusi,        harga diri, toleransi terhadap
kepadatan)                                                kesehatan fisik, kepribadian,    
Individual                                     kedwiartian                                                                 
(konflik, peran, dan
tanggung jawab)
Kelompok
(hubungan dengan teman, atasan,
                  dan bawahan)
    Keorganisasian
    (kebijakan, struktur,dan partisipasi)                                                      
Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stress timbul secara lambat dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. An Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stress sebagai berikut :2
1)      Stress tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
a)      Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);
b)      Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya;
c)      Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa  disadari cadangan energi semakin menipis.

2)      Stress tahap II
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :
a)      Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar.
b)      Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
c)      Lekas merasa capai menjelang sore hari.
d)     Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort).
e)      Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
f)       Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
g)      Tidak bisa santai.
3)      Stress Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:
a)      Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar;
b)      Merasa mudah lelah sesudah makan siang;
c)      Lekas merasa capai menjelang sore hari;
d)     Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort);
e)      Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar);
f)       Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang;
g)      Tidak bisa santai.

4)      Stress Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:
a)      Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare);
b)      Ketegangan otot-otot semakin terasa;
c)      Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat;
d)     Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia);
e)      Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami deficit.

5)      Stress Tahap IV
Gejala stress tahap IV, akan muncul yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut
a)      Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari
b)      Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
c)      Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)
d)     Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
e)      Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan
f)       Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada semangat dan tidak ada kegairahan
g)      Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
h)      Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

6)      Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
a)      Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion)
b)      Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana
c)      Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)
d)     Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panic

7)      Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:
a)      Debaran jantung amat keras
b)      Susah bernapas (sesak dan megap-megap)
c)      Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
d)     Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
e)      Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
Firman Allah SWT :                                       
“hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dangan hati yang puas lagi diridhainya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu.”3
4.      Pengukuran Tingkat Stres
Tingkatan stress adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan, dan stress. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stress. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.[5]
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item, penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).
5.      Reaksi Tubuh Terhadap Stres
a)      Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna menjadi kecokelat-cokelatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.
b)      Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.
c)      Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).
d)     Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
e)      Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis).
f)       Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”.


g)      Kulit
Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam; pada kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul jerawat (acne) berlebihan, juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).
h)      Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antartulang iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastic sebagaimana biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stress juga dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran nafas paru-paru juga mengalami spasme.
i)        Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya karena stress. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh tubuh terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.
j)        Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stress seringkali mengalami gangguan pada sistem pencernaannya.  Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan perih, hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.
k)      Sistem Perkemihan
Orang yang sedang menderita stress faal perkemihan (air seni) dapat juga terganggu yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus).
l)        Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang (musculoskeletal). Penderita sering mengeluh otot terasa sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.
m)    Sistem Endokrin (hormon)
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stress adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes mellitus), gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).
6.      Respon Fisiologi Terhadap Stress
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress: Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).[6]
1)      Local Adaption Syndrome (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

Karakteristik dari LAS :
a)      Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.
b)      Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.
c)      Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d)     Respon bersifat restorative.
Mungkin anda bertanya, “ apa saja yang termasuk ke dalam LAS ?”. sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :
a.      Respon Inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase :
a)      Fase pertama
Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan penyempitan pembuluh darah di tempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin, histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.
b)      Fase kedua
Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan di tempat cedera.
c)      Fase ketiga
Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
b.      Respon Reflex Nyeri
Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.

2)      Genereal Adaption Syndrome (GAS)
Terbagi atas tiga fase, yaitu:
a)      Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b)     Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress.
                        Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal, tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c)      Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.
            Ada empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stress  (Papero, 1997), yaitu :
1.       Kontrol yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stressor yang mengurangi intensitas respons stress.
2.      Prediktabilitas yaitu stressor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stress yang tidak begitu berat dibandingkan stressor yang tidak dapat diprediksi.
3.      Persepsi yaitu pandangan individu tentang dunia dan persepsi stressor saat ini dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stress.
4.      Respons koping yaitu ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat menambah atau mengurangi respons stress. 5



7.      Manajemen stress
Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap yang paling berat.
Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan adalah
a)      Mengatur diet dan nutrisi.
 Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi dan mengatasi stress. Ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi dan jadwal yang teratur. Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul kebosanan.
b)     Istirahat dan tidur.
Isirahat dan tidur merupakn obat yang terbaik dalam mengatasi stress karena istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan kebugara tubuh. Tidur yang cukup juga dapat memperbaiki sel-sel yang rusak.
c)      Olahraga teratur.
Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga yang dilakukan tidak harus sulit. Olahraga yang sederhana sepeti jalan pagi atau lari pagi dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus sampai berjam-jam. Seusai berolahraga, diamkan tubuh yang berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.
d)     Berhenti merokok.
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menangguangi stress karena dapat meningkatkan status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.
e)      Menghindari minuman keras.
Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stress. Dengan menghindari minuman keras, individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung akohol.




f)       Mengatur berat badan.
Berat bada yang tidak seimbang (terlalu gemuk atau terlalu kurus) merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stress. Keadaan tubuh yang tidak seimbang akan menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stress.7

B.     ADAPTASI / PENYESUAIAN DIRI

a.      Cara Penyesuaian Diri
Bila seseorang mengalami stress maka segera ada usaha untuk mengatasinya. Hal ini dikenal sebagai Homeostasis yaitu usaha organisme yang terus menerus melakukan pertahanan agar keadaan keseimbangan selalu tercapai. Stress dapat terjadi pada bidang badaniah ( stress fisik atau somatik ).

Misalnya bila terjadi infeksi atau penyakit, menggerakkan mekanisme penyesuaian somatik, terjadi reaksi :
1.      Pembentukan zat anti kuman atau zat anti racun
2.      Mobilisasi leukosit ke tempat-tempat invasi kuman
3.      Lebih banyak melepaskan kortisol, adrenalin dan sebagainya
Usaha tubuh untuk mencapai keseimbangan kembali yang berorientasi pada tugas bertujuan menghadapi stressor secara sadar, realistik, objektif, dan rasional.
b.       Pembelaan ego
1.      Melindungi individu dari kecemasan.
2.      Meringankan penderitaan bila mengalami suatu kegagalan.
3.      Menjaga harga diri.


Misalnya : Seseorang yang menghadapi kegagalan kemungkinan bereaksi :
1.      penyesuaian diri berupa serangan (bekerja lebih keras) atau menghadapi secara terang-terangan,
2.      menarik diri dan tidak mau tahu lagi (tidak berusaha),
3.      kompromi atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.
Reaksi tersebut menunjukkan langkah-langkah :
1)      Mempelajari dan menentukan persoalan.
2)      Menyusun alternatif penyelesaian.
3)      Menentukan tindakan yang mempunyai kemungkinan besar akan berhasil.
4)      Bertindak.
5)      Menilai hasil tindakan dan dapat mengambil langkah yang lain bila kurang memuaskan.
Bila digunakan terus menerus akibatnya ego bukannya mendapat perlindungan, melainkan lama kelamaan akan mendapat ancaman/bencana. Oleh karena mekanisme ini tidak realistik mengandung banyak unsur penipuan atas diri sendiri.
c.       Mekanisme Pembelaan EGO
1)      IDENTIFIKASI.
Ingin menyamai seorang figur yang diidealkan, dimana salah satu ciri atau segi tertentu dari figure itu ditransfer pada dirinya. Dengan demikian ia merasa harga dirinya bertambah tinggi.Contoh : Teguh, 15 tahun mengubah model rambutnya menirukan artis idolanya yang  ia kagumi.



2)      INTROJEKSI
Merupakan bentuk sederhana dari identifikasi, dimana nilai-nilai dan norma-norma dari luar diikuti atau ditaati, sehingga ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar.Contoh : Rasa benci atau kecewa terhadap kematian orang yang dicintai dialihkan dengan cara menyalahkan diri sendiri
3)      PROJEKSI
Hal ini berlawanan dengan introjeksi, dimana menyalahkan orang lain atas kelalaian dan kesalahan-kesalahan atau kekurangan diri sendiri. Contoh : Seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayunya.
4)      REPRESI
Penyingkiran unsur psikik (suatu efek, pemikiran, motif, konflik) sehingga menjadi tidak sadar dilupakan/tidak dapat diingat lagi. Represi membantu individu mengontrol impuls-impuls berbahaya.Contoh :Suatu pengalaman traumatis menjadi terlupakan
5)      REGENSI
Kembali ke tingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang bersifat primitif).
Contoh : Seorang anak yang mulai berkelakuan seperti bayi, ketika seorang adiknya dilahirkan.
Esvi yang berumur 4 tahun mulai mengompol lagi sejak adiknya yang baru lahir dibawa pulang dari rumah sakit.



6)      REACTIONFORMATION
Bertingkah laku berlebihan yang langsung bertentangan dengan keinginan-keinginan, perasaan yang sebenarnya. Mudah dikenal karena sifatnya ekstrim dan sukar diterima. Misalnya : Seorang wanita yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
7)      UNDOING
Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah menghapus suatu kesalahan. Misalnya : Seorang ibu yang menyesal karena telah memukul anaknya akan segera memperlakukannya penuh dengan kasih sayang.
8)      DIASPLACEMENT
Mengalihkan emosi, arti simbolik, fantasi dari sumber yang sebenarnya (benda, orang, atau keadaan) kepada orang lain, benda atau keadaan lain. Misalnya : Seorang pemuda bertengkar dengan pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah-marah pada adik-adiknya.
9)      SUBLIMASI
Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat. Impuls yang berasal dari ide yang sukar disalurkan oleh karena mengganggu individu atau masyarakat, oleh karena itu impuls harus dirubah bentuknya sehingga tidak merugikan individu/masyarakat sekaligus mendapatkan pemuasan. Misalnya : Impuls agresif disalurkan ke olahraga atau usaha-usaha yang bermanfaat.
10)  ACTING OUT
11)  Langsung mencetuskan perasaan bila kehalangan terhalang. Misalnya : mengatasi problem paling sedikit dengan bertengkar.

12)  DENIAL
Menolak untuk menerima atau menghadapi kenyataan yang tidak enak. Misalnya:
Seorang gadis yang telah putus dengan pacarnya menghindarkan diri dari pembicaraan mengenai pacar, perkawinan atau kebahagiaan.
13)  KONPENSASI
Menutupi kelemahan dengan menonjolkan kemampuannya atau kelebihannya.
Misalnya : Saddam yang merasa fisiknya pendek sebagai sesuatu yang negative untuk menutupinya dia berusaha dalam hal menonjolkan prestasinya dalam hal pendidikan.
14)  RASIONALISASI
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan yang seolah-olah rasional, sehingga tidak menjatuhkan harga dirinya. Misalnya : Munawir yang menyalahkan cara mengajar dosennya ketika ditanyakan oleh orang tuanya mengapa nilai semesternya buruk.
15)  FIKSASI
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi atau tingkah laku atau pikiran, dsb) sehingga perkembangan selanjutnya terhambat.
Misalnya : Seorang gadis yang tetap berbicara kekanak-kanakan atau seseorang yang tidak dapat mandiri dan selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya dan orang lain.
16)  SIMBOLISASI
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti suatu keadaan atau hal yang sebenarnya. Misalnya : Seorang anak remaja selalu mencuci tangan untuk menghilangkan kegelisahannya/kecemasannya. Setelah ditelusuri, ternyata ia pernah melakukan masturbasi sehingga perasaan berdosa/cemas dan merasa kotor.
17)  DISOSIASI
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran /identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri seorang individu. Misalnya : Seorang laki-laki yang dibawa ke ruang emergensi karena mengamuk ternyata tidak mampu menjelaskan kembali kejadian tersebut (ia lupa sama sekali).
18)  KONVERSI
Transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala-gejala jasmani.
Misalnya : Seorang mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas-tugasnya tiba-tiba merasa sakit sehingga tidak masuk kuliah.
d.      Macam-Macam Adaptasi Terhadap Stress
1)      ADAPTASI FISIOLOGIS
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indicator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat dan berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Hubungan antara stress psikologik dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset telah menunjukkan bahwa stress dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Pada masa lampau, penyakit infeksi adalah penyebab kematian paling utama, tetapi sejak ditemukan antibiotic, kondisi kehidupan yang meningkat, pengetahuan tentang nutrisi yang meningkat, dan metode sanitasi yang lebih baik telah menurunkan angka kematian. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress:
a.       Kenaikan tekanan darah.
b.      Peningkatan ketegangan di leher, bahu, dan punggung.
c.       Peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernapasan.
d.      Telapak tangan berkeringat serta tangan dan kaki dingin.
e.       Postur tubuh yang tidak tegap.
f.       Keletihan.
g.      Sakit kepala.
h.      Gangguan lambung.
i.        Suara yang bernada tinggi.
j.        Mual,muntah, dan diare.
k.      Perubahan nafsu makan.
l.        Perubahan berat badan.
m.    Perubahan frekuensi berkemih.
n.      Dilatasi pupil.
o.      Gelisah dan kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur.
2)      ADAPTASI PSIKOLOGIS
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang diduga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan. (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993). 5
3)      ADAPTASI PERKEMBANGAN
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan. Mereka mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan  dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman. Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
 Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stressor mencakup konflik antara harapan dan realitas. Adaptasi berupa penyesuain tubuh terhadap suatu lingkungan.
C.    HOMEOSTASIS

Setiap ada stressor, betapapun kecilnya akan menimbulkan respon dari tubuh dalam upayanya mempertahankan keseimbangan. Keseimbangan ini dikenal dengan sebutan homeostasis. Homeostasis, menurut Cannon (1926) adalah kemampuan proses fisiologi tubuh dalam mempertahankan keseimbangan dan kecenderungan semua jaringan hidup guna memelihara dan mempertahankan kondisi setimbang atau ekuilibrium.
Menurut Dubois (1956), homeostasis adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan/terhadap lingkungan internal dan eksternal yang senantiasa berubah sebagai suatu kunci keberhasilan, bertahan dan tetap hidup; atau suatu keadaan seimbang yang sifatnya dinamis, yang dipertahankan tubuh melalui pergeseran dan penyesuaian (adaptasi) terhadap ancaman yang berlangsung secara konstan. 8
Pada dasarnya, manusia tidak pernah statis. Ia akan selalu berubah untuk melawan berbagai tantangan dan pengaruh yang senantiasa muncul dalam dirinya dan dunia di luar dirinya. Homeostasis di sini berfungsi sebagai suatu system terbuka. Manusia sebagai system terbuka bekerja keras untuk memelihara stabilitas dirinya karena ia merupakan subjek pengaruh dari segala tantangan dalam dirinya.
Homeostasis mencakup aspek psikologis dan fisiologis. Homeostasis psikologis dapat terlihat saat seseorang menderita penyakit yang tidak dapat diobati. Setiap orang pada dasarnya selalu berusaha untuk hidup. Karenanya, pengetahuan tentang kematian yang akan datang dapat mengganggu stabilitas psikologis individu. Di sisi lain, homeostasis fisiologis melibatkan aktivitas system tubuh, seperti aktivitas saraf simpatis dan korpus/medulla adrenal.
Homeostasis fisiologis dan psikologis keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Dengan demikian, homeostasis melibatkan lebih dari satu mekanisme system yang bekerja sekaligus setiap saat. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami krisis emosional akan menggunakan sumber-sumber yang ada guna memperbaiki keseimbangan psikologisnya, sehingga ia lupa mengontrol kebutuhan makannya (fisiologis). Akhirnya, cadangan glukosa digunakan untuk membantu homeostasis fisiologis.
Adapun cara tubuh melakukan proses homeostasis dapat melalui empat cara di antaranya:
a)      Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat seperti dalam pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
b)      Berkompensasi yaitu tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan dalam tubuh. Sebagai contoh apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin maka proses dalam tubuh khususnya pembuluh darah akan mengalami konstriksi pembuluh darah perifer dan merangsang pada pembuliuh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan pada otot yang akhirnya menggigil yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tubuh stabil.
c)      Dengan cara sistem umpan balik negative, proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh di mana apabila tubuh dalam keadaan tidak normal akan secara sendiri mangadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari keadaan yang ada.
d)     Cara umpan balik untuk mengoreksi suatu ketidakseimbangan fisiologis, hal ini dapat dicontohkan apabila pada seseorang mengalami hipoksia akan terjadi proses peningkatan denyut jantung yang cepat untuk membawa darah dan oksigen yang cukup ke sel tubuh.
Proses homeostasis sendiri memiliki keterbatasan. Tubuh hanya mampu berupaya hingga batas tertentu untuk memelihara keseimbangan dirinya. Jika batas kemampuan ini dilewati, tubuh memerlukan bantuan dari luar untuk mempertahankan homeostasis.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Stress merupakan respon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap tuntutan beban diatasnya yang gejala/akibatnya negatif karena seringkali mengganggu kehidupan manusia.
Upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap yang paling berat. Terdapat beberapa hal dalam mengatasi stress yaitu :
1.      Mengatur diet dan nurisi.
2.      Istirahat dan tidur.
3.      Olahraga teratur.
4.      Berhenti merokok.
5.      Menghindari minuman keras.
6.      Mengatur berat badan.
Adaptasi merupakan suatu bentuk respon terhadap sters sebagai suatu perbaikan pada pertahanan agar keadaan seimbang selalu tercapai. Macam-macam adaptasi :
1.      Adaptasi fisiologis
2.      Adaptasi psikologis
3.      Adaptasi perkembangan
Homeostatis merupakan keseimbangan pada jaringan yang mencakup aspek fisiologi dan psikologi. Ada empat macam homeostatis yaitu :
1.      Self regulations
2.      Kompensasi diri
3.      Sistem umpan balik negative
4.      Cara umpan balik untuk mengoreksi keseimbangan fisiologi.

B.     Saran
Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia, oleh karena itu jagalah kesehatan sebagaimana mestinya. Stress dapat dikatakan sebagai salah satu tes mental bagi jiwa manusia walaupun tidak dapat dipungkiri stress juga berdampak pada fisik manusia. Untuk menghindari stress dapat dilakukan dengan menjaga kondisi tubuh antara input dan output agar tetap seimbang (homeostatis). Sebagai  manusia terapi psikologis juga diperlukan untuk membangun spirit hidup, terapi psikologis yang paling sederhana dapat dilakukan dengan cara selalu berpikir positif. Berpikir positif akan selalu membawa manusia kepada hal-hal yang menjurus kepada keberhasilan dan sikap optimisme, selain itu berpikir positif juga dapat mengurangi dampak stress pada diri seseorang













DAFTAR PUSTAKA
1.      Alimul, Azis. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
2.      Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi
3.      Al-Qur’an dan Terjemahannya. Departemen Agama RI
4.      Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Resika Aditama
5.      http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, dan adaptasi.htm
6.      Wartonah, Tarwoto. 2006. KDM dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
7.      Suliswati dkk. 2004. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
8.      Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC





                                                                                   
                                                                     








[1] Aziz Alimul.  Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Halaman 55
[2] Siswanto. Kesehata Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Halaman 51
[3] Al-Qur’an dan Terjemahannya, QS. Al-Baqarah, ayat 155; QS. Al-Ma' Arij ayat 19-23
[4] Iyus Yosep. Keperawatan Jiwa. Halaman 52
2 Siswanto.  Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Halaman 53

3 Al-Qur’an dan Terjemahannya. QS. Surah Al-Fajr ayat 27-30
[5] http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm
[6] Tarwoto Wartonah. KDM dan Proses Keperawatan. Halaman 19
5 http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm
7 Suliswati, dkk. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Halaman 23
5 http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, stress dan adaptasi.htm

8 Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Halaman 149
                                                               

No comments:

Post a Comment