Tuesday 19 December 2017

KTI ASKEP ULKUS PEPTIKUM BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Konsep Dasar Medik

1.         Pengertian
a.         Ulkus Peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya. (Smeltzer, 2002 ; 1064).
b.        Ulkus Peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak atau ulkus. (Muttaqin, 2011 ; 407).
c.         Ulkus Peptikum akan terjadi jika sekresi asam-pepsin lebih banyak daripada faktor resistensi mukosa. (Gendo, 2006 ; 174).
d.        Ulkus Peptikum merupakan ulkus kronik yang secara khas bersifat soliter dan timbul akibat pajanan seksresi lambung yang asam     (Cotran, 2009 ; 476).
e.         Istilah Ulkus Peptikum (peptic ulcer) digunakan untuk erosi lapisan mukosa di bagian mana saja di saluran GI, tetapi biasanya di lambung atau duodenum. Ulkus gaster atau tukak lambung adalah istilah untuk ulkus di lambung (Corwin, 2009 ; 603).
f.         Tukak  Peptik  adalah sebagai suatu defek mukosa atau submukosa yang terbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. (Priyanto, 2008 ; 77).
2.         Anatomi dan Fisiologi
a.         Anatomi

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan (Brunner & Suddarth; 2001; 985)

               
 
Saluran pencernaan  adalah 2 jalur panjang totalnya 23 sampai 26 kaki yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung, dan usus sampai anus. Mulut merupakan permulaan saliran pencernaan yang terdiri dua bagian, bagian yang luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi. Bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi oleh tulang maksilari, palatum. Bagian superior disebut nasofaring pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini terbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring orofaring dengan laring. (Brunner & Suddarth; 2001; 984)
Esofagus terletak di mediasternum rongga torakal, anterior tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jangtun masuk kedalam abdomen menyambung dengan lambung , selang yang dapat mengempis yang pangjanya kira – kira 25 cm (10 inchi )menjadi distensi bila makanan meleatinya. Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus)  disini terletak dipersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga     hidung, didepan ruas tulang belakang faring terdiri dari bagian suferior ( bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media ( bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior (bagian yang sama tinggi dengan laring). (Syaifuddin; 2006; 171)
Bagian dari saluran pencernaan terletak di dalam rongga peritonial. Lambung terletak oblik ke kanan menyilang di abdomen atas tepat difragma. Dalam keadaan kosong bila penuh berbentuk seperti buah pir raksasa lambung menyerupai tabung bentuk J  bawah diatas tepat ddi tempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira- kira  1500 ml. Inlet ke lambung disebut  pertemuan esofogogastrik. Bagian ini di kelilingi oleh cincing otot halus di sebut sfingter esofagus bawah yang pada saat kontraksi menutup lambung dari esofagus lambung dapat di bagi kedalam empat bagian anatomis, kardia (jalan masuk), fundus , korpus, dan pilorus (outlet) otot halus sirkuler didinding pilorus membentuk  sfingter pilorus dan mengontrol lubang diantara lambung dan usu halus. (Brunner & Suddarth; 2001; 984).
Sub mukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan mukosa  dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik dan lapisan ini juga mengandung pleksus saraf , pembuluh darah dan limfe.
Mukosa lapisan dalam lambung tersusun atas lipatan – lipatan rugae yang memungkingkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk mengasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. (Price; 2005; 416)
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pangkreas dan limfe, menempel di sebelah kiri fundus uteri. (Syaifuddin; 2006; 171).
Berdasarkan faalnya lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung. Sedangkan seperempat distal atau antrum kerjanya mencampur makanan dan mendorongnya ke duodenum serta memproduksi gastrin.
Gambar 2.2 Anatomi Lambung (Brunner & Suddarth; 2001; 1064)
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan di tepi media duodenum juga ditemukan arteri besar (arteri gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptic lambung dan duodenum. Vena lambung dan duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum. Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut parasimpatis berasal dari nervus vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Sel ini berfungsi menghasilkan asam lambung. Nervous vagus anterior (sinister), memberi cabang ke kandung empedu, hati, dan antrum sebagai saraf latarget anterior, sedangkan nervus vagus posterior (dexter) memberi cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut dan ke antrum sebagai saraf laterjet posterior. (Robbins; 2002; 627)
b.        Fisiologi
Fungsi utama lambung adalah sebagai penerima makanan dan minuman oleh fundus dan korpus dan penghancur oleh kerja antrum di samping turut bekerja dalam pencernaan awal oleh aksi kimia asam lambung dan pepsin. Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai 1500 ml karena ia mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intra luminal tanpa peregangan dinding (relaksasi resptif). Fungsi ini diatur oleh nervus vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga ia cepat kenyang.
Peristaltik terjadi bila lambung mengembang akibat adanya makanan dan minuman. Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan enzim lambung kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tak berlemak, nasi,dan sayur meninggalkan lambung dalam 3 jam sedangkan makanan yang tinggi lemak di lambung sampai 6-12 jam. (Robbins; 2002; 627)
Fungsi pencernaan dan sekresi  yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, Sintesis dan pelepasan gastrin, sekresi faktor intrinsik, sekresi mukus dan sekresi bikarbonat
Pengaturan sekresi lambung  dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan intestinal.
1)      Fase   sefalik   sudah   dimulai   bahkan    sebelum makanan masuk
kelambung yaitu akibat melihat. Mencium dan memikirkan atau mengecap makanan.
2)      Fase gastrik  dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus.Distensi antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanik dari resepto- reseptor pada dinding lambung.
3)      Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih ari dua pertiga sekresi lambung total setelah makanan.
4)      Fase intestisinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung keduodenum dan sebagian bersifat horonal yang menyebabkan lambung terus menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung. (Price; 2005; 420)
3.         Etiologi
Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. (Smeltzer, 2002 ; 1064).
Beberapa  penyebab utama ulkus (tukak) :
a.         Produksi mukus yang terlalu sedikit (penurunan produksi mukus)
b.        Produksi asam yang berlebihan di lambung atau yang disalurkan ke usus
(Corwin, 2009 ;603)
Sedangkan menurut Arif Mutaqqin (2011 ; 407-409) penyebab ulkus peptikum terdiri dari penyebab umum dan penyebab khusus.
a.         Penyebab umum
Penyebab umum  dari  Ulserasi  Peptikum adalah ketidakseimbangan
antara kecepatan sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum
b.        Penyebab khusus
1)        Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan melepaskan enzim-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan mencernakan epitel, bahkan juga jaringan- jaringan di sekitarnya. Keadaai ini menuju kepada kondisi ulkus peptikum.
2)        Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan. Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan merokok.
2)        Konsumsi obat-obatan
Obat-obat   seperti  OAINS / obat   anti-inflamasi nonsteroid seperti indometasin, ibuprofen, asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga memperlemah perlindungan mukosa.
3)        Stres fisik
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat. Bila kondisi stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
4)        Refluks usus lambung
Refluks  usus  lambung dengan materi garam empedu dan enzim
pancreas yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.
4.         Insiden
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui,  meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan (Smeltzer, 2002 ; 1064).
5.         Patofisiologi
Ulkus peptikum timbul akibat gangguan keseimbangan antara asam lambung pepsin dan daya tahan mukosa. peptic dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu tukak duodenum dan ulkus lambung.
a.         Tukak duodenum : umumnya terdapat hipersekresi asam lambung dan pepsin karena jumlah sel parietal lebih banyak. Tukak lambung : biasanya sekresi asam lambung normal atau hipokhlor-hidria, faktor utama turunnya daya tahan mukosa.
b.        Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa (Priyanto, 2008 ; 78).
Semua daerah yang secara normal terpapar oleh cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan oleh sawar Semua daerah yang secara normal  terpapar oleh cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain kelenjar ulkus campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada leher kelenjar lambung; kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar mukus): dan akhirnya kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus yang sangat alkali.
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa, duodenum dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah sekresi pancreas yang mengandung sebagian besar natrium bikarbonat, berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung sehingga menginaktifkan pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang terletak pada beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu yang berasal dari hati.  Akhirnya, dua mekanisme  kontrol   umpan   balik  memastikan  bahwa  netralisasi  cairan
lambung ini sudah sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.         Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks mekanisme ini menghambat sekresi dan peristaltik lambung baik secara persarafan maupun secara hormonal sehingga menurunkan kecepatan pengosongan lambung.
b.        Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa usus, kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan sekresi yang cepat dari cairan pancreas yang mengandung natrium bikarbonat berkonsentrasi tinggi  sehingga tersedia natrium bikarbonat untuk menetralisir asam. (Muttaqin, 2011 ; 407-408).
6.         Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
a.         Nyeri
Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
b.        Pirosis (nyeri uluhati)
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung,  yang  naik  ke mulut, kadang-kadang  disertai  eruktasi  asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
c.         Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
d.        Konstipasi dan perdarahan
Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya (Smeltzer, 2002 ;1066-1067).
Selanjutnya Corwin (2009 ; 605) menambahkan gambaran klinis Ulkus Peptikum adalah :
a.         Nyeri abdomen seperti terbakar (dispepsia) sering terjadi di malam hari. Nyeri biasanya terletak di area tengah epigastrium dan sering bersifat ritmik.
b.        Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong sering menjadi tanda ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah yang paling sering terjadi.
c.         Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama makan adalah ulkus gaster. Kadang, nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.
d.        Nyeri sering hilang timbul, nyeri sering terjadi setiap hari selama beberapa minggu kemudian menghilang sampai periode perburukan selanjutnya.
e.         Peurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus gaster. Penambahan berat badan dapat terjadi bersamaan dengan ulkus duodenum akibat makan dapat meredakan rasa tidak nyaman.
7.         Tes Diagnostik
a.         Diagnosis ulkus terutama berdasarkan pengkajian riwayat kesehatan dan endoskopi. Dengan endoskopi, tidak hanya lapisan usus yang dapat terlihat, tetapi juga dapat mengambil sampel jaringan untuk biopsi dan dapat menentukan ada atau tidaknya H. pylori.
b.        Infeksi H. pylori  juga  dapat  didiagnosis  dengan pemeriksaan darah
untuk antibodi dan pemeriksaan napas yang mengukur produksi sampah metabolik mikroba . (Corwin, 2009 ; 605).
Berdasarkan buku Smeltzer (2002 ; 1067), evaluasi diagnostik Ulkus Peptikum adalah :
a.         Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.
b.        Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostik pilihan.
c.         Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
d.        Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.
e.         Pemeriksaan   sekretori   lambung merupakan nilai yang menentukan
dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.
b.        Adanya H.  Pylory dapat  ditentukan  dengan  biopsy  dan   histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus.
serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
8.         Komplikasi
a.         Kadang-kadang ulkus menembus semua lapisan mukosa sehingga terjadi perforasi usus. Karena isi usus tidak steril, hal ini dapat menyebabkan infeksi rongga abdomen. Nyeri pada perforasi sangat hebat dan menyebar. Nyeri ini tidak hilang dengan makan atau antasid.
b.        Obstruksi lumen saluran GI dapat terjadi akibat episode cedera, inflamasi dan pembentukan jaringan parut yang berulang. Obstruksi paling sering terjadi di saluran sempit antara lambung dan usus halus dan di pilorus. Obstruksi menyebabkan perasaan distensi lambung dan epigastrium, perasaan penuh, mual dan muntah.
c.         Dapat terjadi perdarahan jika ulkus menyebabkan erosi arteri atau vena di usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah), atau melena (BAB darah). Apabila perdarahannya hebat dan mendadak, dapat terjadi anemia hipokromik-mikrosistik. (Corwin, 2009 ; 605).
Selanjutnya Muttaqin (2011 ; 411-412) menambahkan komplikasi Ulkus Peptikum adalah sebagai berikut :
a.         Intraktibilitas.
Komplikasi Ulkus Peptikum yang paling sering adalah “intraktibilitas”, yang berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secaa adekuat. Pasien dapat tergangu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, memerlukan perawatan di rumahsakit, atau hanya tidak mampu mengikuti program terapi, intraktibilitas merupakan alasan tersering untuk anjuran pembedahan. Perubahan menjadi ganas tidak perlu terlalu dipertimbangkan baik untuk ulkus lambung maupun untuk ulkus duodenum. Ulkus ganas sejak semula sudah bersifat ganas, paling tidak menurut pengetahuan mutakhir. Ulkus yang memulai perjalanan dengan jinak akan tanpa mengalami degenerasi ganas.
b.        Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi ulkus peptikum yang sangat sering terjadi, sedikitnya ditemukan pada 25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun ulkus pada setiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun yang tersering adalah di dinding posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankretiduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Gejala-gejala yang dihubungkan dengan perdarhan ulkus tergantung pada kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah yang ringan dan kronik dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Feses dapat positif dengan darah samara tau mungkin hitam dan seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis (muntah darah), menimbulkan syok, dan memerlukan transfuse darah serta pembedahan darurat.

c.         Perporasi
Kira-kira 5% dari semua ulkus akan mengalaminperporasi, dan komplikasi ini bertanggung jawab atas sekitar 65% kematian akibat Ulkus Peptikum. Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior duodenum atau lambung karena daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinik, pasien dengan komplikasi perporasi datang dengan keluhan nyerimendadak yang parah pada abdomen bagian atas. Dalam beberapa menit, timbul peritonitis kimia akibat keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri hebat. Kondisi nyeri tersebut yang menyebabkan pasien takut bergerak atau bernafas. Auskultasi abdomen menjadi senyap dan pada saat palpasi, abdomen mengeras seperti papan. Perporasi akut biasanya dapat didiagnosis berdasarkan gejala-gejala saja diagnosis dipastika melalui adanya udar bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan sebagai bulan sabit translusen anatara bayangan hati dan diafragma. Udara tentu saja masuk rongga peritoneal melalui ulkus yang mengalami perporasi.
d.        Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambng akibat peradangan dan edema, pilospasme, atau jaringan parut terjadi pada sekitar 5% pasien ulkus peptikum. Obstruksi timbul lebih sering pada pasien ulkus duodenum, tetapi kadang terjadi pada ulkus lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus. Anoreksia mual dan kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering timbul kehilangan berat badan juga sering terjadi. Bila obstruksi bertambah berat, dapat timbul nyeri dan muntah.
9.         Penatalaksanaan
a.         Penurunan stress dan Istirahat
Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang penuh stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-buru dan jadwal tidak teratur dapat memperberat gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam lingkungan yang rileks. Selain itu dalam upaya mengurangi stres, pasien juga mendapat keuntungan dari periode istirahat teratur selama sehari, sedikitnya selama fase akut penyakit.
b.        Penghentian Merokok
Penelitian menunjukkan  bahwa merokok terus menerus dapat menghambat  secara  bermakna  perbaikan ulkus. Oleh karena itu pasien sangat dianjurkan untuk berhenti merokok.
c.         Modifikasi Diet
Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran Gl.hal ini dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrim dan stimulasi berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu, upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
d.        Obat-obatan
Saat ini,  obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus mencakup antagonis reseptor histamin, yang mnurunkan sekresi asam dalam lambung; inhibator pompa proton, yang juga menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID; antasida; antikolinergis, yang menghambat sekresi asam; atau kombinasi antibiotik dengan garam bismutyang menekan bakteri H. Pylori.

B.       Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.         Pengkajian
Riwayat pasien bertindak sebagai dasar yang penting untuk diagnosis. Pasien diminta untuk menggambarkan nyeri dan metode yang digunakan untuk menghilangkannya (tekanan, antacid). Nyeri ulkus peptikum biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar atau menggerogoti dan terjadi kira-kira terjadi setelah 2 jam sesudah makan. Nyeri ini dering membangunkan pasien tengah malam dan jam 3 pagi. Pasien hanya menyatakan bahwa nyeri dihilangkan dengan antasida, makan makanan atau dengan muntah. Pasien ditanya kapan muntah terjadi. Bila terjadi, seberapa banyak? Apakah muntahan merah terang atau warna kopi. Apakah pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah? Selama pengambilan riwayat, perawat meminta pasien untuk menuliskan masukan makanan, biasanya periode 72 jam dan memasukkan semua kebiasaan makan (kecepatan makan, makanan regular, kesukaan pada makanan pedas, penggunaan bumbu, penggunaan minuman yang mengandung kafein).
Tingkat ketegangan dan kegugupan pasien dikaji. Apakah pasien merokok? Bila ya, seberapa banyak? Bagaimana pasien mengekspresikan marah, terutama dalam konteks kerja dan kehidupan keluarga? Adakah stress pekerjaan atau adakah masalah dengan keluarga? Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus?
Tanda vital dikaji untuk indikator anemia (takikardi, hipotensi), feses diperiksa terhadap darah samar. Pemeriksaan fisik dilakukan dan abdomen dipalpasi untuk melokalisasi nyeri tekan. (Smeltzer, 2002 ; 1072).
2.         Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada pasien dengan Ulkus Peptikum
a.         Aktual / resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis dan melena massif
b.        Pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakadekuatan informasi penatalaksanaan diet dan factor pencetus iritan pada mukosa lambung, adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pemebedahan gastrektomi dan rencana perawatan rumah
c.         Aktual / resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi
d.        Resiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah gastrektomi
e.         Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung, kerusakan jaringan lunak pasca operasi.
f.         Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, berhubungan dengan keluarnya cairan akibat muntah berlebihan.
g.        Aktual/resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat
h.        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi
i.          Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kesalah interpretasi terhadap informasi dan rencana pembedahan
3.         Rencana Keperawatan
Prioritas intervensi dilakukan untuk mencegah syok hipovolemik, memberikan pemenuhan informasi, meningkatkan efektifitas bersihan jalan nafas, meningkatkan risiko injuri paskaoperasi, menurunkan respons nyeri episgastrium dan nyeri pascaoperasi, penurunan risiko ketidakseimbangan cairan, pemenuhan intake nutrisi harian, dan penurunan respons kecemasan. (Muttaqin, 2011 ; 417).
a.         Aktual / resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis dan melena massif
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria evaluasi :
1)        Pasien menunjukkan perbaikan system kardiovaskuler
2)        Konjungtiva tidak anemis
3)        Pasien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lengkap, turgor kulit normal, dan akral hangat.
4)        TTV dalam batas normal, CRT > 3 detik, urine > 600 ml/hari.
5)        Laboratorium : Nilai hemoglobin, sel darah merah, hematokrit, dan BUN / kreatinin dalam batas normal.
Tabel.2.1.
Intervensi
Rasional
Kaji sumber dan respons perdarahan melena dan hematemesis
Deteksi awal mengenai seberapa jauh tingkat pemberian intervensi yang akan diberikan sesuai kebutuhan individu.
Monitor TTV
(1)     Penurunan kualitas dan kuantitas denyut jantung merupakan parameter penting gejala awal syok
(2)     Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia, hal tersebut memberikan manifestasi terlibatnya system kardiovaskular dalam melakukan kompensasi yang mempertahankan tekanan darah.
(3)     Peningkatan frekuensi nafas merupakan manifestasi dan kompensasi respirasi untuk mengambil sebanyak-banyaknya oksigen, akibat penurunan kadar hemoglobin sekunder dan penurunan volume darah.
(4)     Hipotermi dapat terjadi pada perdarahan massif.
Monitor status cairan (turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine).
Jumlah tipe cairan pengganti darah ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume darah mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitor yang ketat pada produksi urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
Lakukan kolaborasi pemberian transfuse paket sel darah merah (PRC = Packed Red Cells).
Pemberian PRC disesuaikan dengan banyaknya darah yang keluar dari hasil pemeriksaan hemoglobin. Apabila kondisi kritis, sementara persediaan darah masih belum bias didapatkan segera, maka pemberian cairan pengganti darah dapat diberikan untuk menurunkan risiko syok.
Evaluasi adanya respons klinik dari pemberian transfusi.
Secara fisiologis tubuh pasien akan beraksi terhadap darah yang masuk melalui transfuse sehingga memiliki kecenderungan terjadi reaksi alergi dan reaksi transfusi.
Lakukan gastric cooling
Intervensi pemberian cairan dingin ke lambung bertujuan untuk melakukan vasokonstriksi pembuluh darah lambung dan diharapkan dapat menurunkan perdarahan.
Kolaborasi pemberian terapi endoskopik
Intervensi terapi endoskopi dilakukan dengan melakukan hemostasis koagulasi atau thrombosis terapi. beberapa intervensi elektrokoagulasi, heater probe atau laser YAG dilakukan untuk mengontrol perdarahan dari ulkus peptikum.
Lakukan dokumentasi intervensi yang telah dilakukan dan laporkan apabila didapatkan perubahan kondisi mendadak.
Setiap perubahan yang terjadi pada pasien harus diketahui oleh tim medis untuk membuat asuhan medis. Dokumentasi yang baik dapat menunjang asuhan berkelanjutan.
Kolaborasi :
Dilakukan tindakan pembedahan gastrektomi.
Untuk menghilangkan sumber perdarahan pada lambung dan duodenum.

b.        Pemenuhan informasi berhubungan dengan ketidakadekuatan informasi penatalaksanaan diet dan faktor pencetus iritan pada mukosa lambung, adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pemebedahan gastrektomi dan rencana perawatan rumah.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
1)        Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
2)        Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan gastrektomi dan rencana perawatan dirumah.
Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efektif dan efisien.
Cari sumber yang dapat meningkatkan penerimaan informasi.
Keluarga terdekat pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko salah interpretasi terhadap informasi yang diberikan. Khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan sekunder dari perforasi ulkus peptikum.
Intervensi Nonoperasi :
1)   Jelaskan tentang proses terjadinya ulkus peptikum sampai menimbul-kan keluhan pada pasien.
2)   Anjurkan untuk istirahat dan melakukan aktivitas yang menurunkan stress.



3)   Hindari dan beri daftar agen-agen iritan yang menjadi predisposisi timbulnya keluhan.
4)   Tekankan pentingnya memperta-hankan intake nutrisi yang mengandung protein dan kalori yang tinggi, serta intake cairan yang cukup setiap hari.




5)   Instruksikan untuk berhenti merokok

1)        Pengetahuan pasien tentang ulkus dievaluasi sehingga rencana penyuluhan dapat bersifat individual.
2)        Dalam upaya mengurangi stress, pasien juga mendapat keuntungan dari periode istirahat teratur selama sehari, sedikitnya selama fase akut penyakit.
3)        Untuk menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI.
4)        Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal tersebut meningkatan kemandirian pasien dalam perawatan penyakitnya.
5)        Penelitian menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat menghambat secara bermakna perbaikan ulkus. Oleh karena itu pasien sangat dianjurkan untuk berhenti merokok.
Intervensi pemeriksaan diagnostic dan intervensi endoskopi :
1)   Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostic radiografi dengan barium



2)   Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostic dan terapi secara endoskopik.


1)        Persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat pengetahuan individu akan meningkatkan efisiensi dan afektifitas pemeriksaan diagnostik.
2)        Dapat memberikan pengeta-huan pasien dan akan meningkatkan tingkat kooperatif dari pasien.
Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan pembedahan, meliputi :
1)        Diskusikan jadwal pembedahan





2)        Diskusikan lamanya pembedahan



3)        Lakukan pendidikan kesehatan praoperatif




4)        programkan instruksi yang didasarkan pada kebutuhan individu, rencanakan dan implementasikan pada waktu yang tepat.



1)   Apabila RS mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkan.
2)   Kurang bijaksana bila memberitahukan pasien dan keluarganya tentang lama waktu operasi yang akan dijalani.
3)   Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu, dengan mempertimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan dan harapan-harapannya.
4)   Jika sesi penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelum pembedahan, pasien mungkin tidak ingat tentang apa yang telah dikatakan.
Beritahu persiapan pembedahan meliputi :
1)    Persiapan intestinal





2)    Persiapan kulit


3)    Pembersihan area operasi




4)    Pencukuran area operasi






5)    Persiapan istirahat dan tidur


6)    Persiapan rambut dan kosmetika









7)    Persiapan administrasi dan informed consent


1)   Untuk mencegah defekasi selama anestesi atau untuk mencegah trauma yang tidak diinginkan pada intestinal selama pembedahan abdomen.
2)   untuk mengurangi sumber bakteri tanpa mencederai kulit
3)   Kulit yang dibersihkan dengan baik tetapi tidak dicukur lebih tidak menyulitkan dibanding dengan kulit yang dicukur.
4)   Pasien diberitahukan tentang prosedur mencukur, dibandingkan dalam posisi yang nyaman dan tidak memajan bagian yang tidak perlu.
5)   Istirahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal.
6)   Untuk menghindari cedera, perawat meminta pasien melepas jepit rambut palsunya sebelum masuk keruang operasi. Pasien akan memakai tutp kepala sebelum memasuki ruang operasi. Seluruh hiasan wajah harus dhilangkan untuk memperlihatkan warna kulit dan kuku yang normal.
7)   Pasien sudah menyellesaikan administrasi dan mengetahui secara financial biaya pembedahan, pasien sudah mendapat penjelasan dan menandatangani informed consent/
Ajarkan aktivitas pada postoperasi, meliputi :
1)    Latihan nafas diafragma



2)    Latihan tungkai


1)   Untuk memperbaiki sirkulasi, untuk mencegah stasis vena, dan untuk menunjang fungsi pernapasan yang optimal.
2)   Pada walnya pasien akan dibantu dan di ingatkan untuk melakukan latihan ini, tetapi selanjutnya dianjurkan untuk melakukan latihan secara mandiri.  Tonus otot dipertahan-kan sehingga ambulansi akan mudah dilakukan.
Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah dapat dikunjungi.
Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarganya dan temannya bias berkunjung setelah pembedahan.
Beri informasi tentang manajemen nyeri
Manajemen nyeri dilakukan untuk meningkatkan control nyeri pada pasien.
Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani perawatan rumah.
1)   Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk beberapa menit melihat kondisi insisi bedah terhadap adanya kondisi infeksi inflamasi atau adanya komplikasi lain
2)   Hindari merokok








3)   Hindari aktivitas berat paskaoperasi






4)   Hindari minum kopi, the, cokelat, minuman kola, minuman beralkohol dan makanan yang sulit untuk dicerna.

5)   Anjurkan makan secara rutin 6-8 kali sehari




6)   Anjurkan untuk minum pada setiap akan menelan makanan.


7)   Hindari makan 3 jam sebelum tidur

8)   Anjurkan untuk semampunya  melakukan manajemen nyeri nonfarmakologi pada saat nyeri muncul.

1)   Upaya ini untuk dapat menurunkan risiko yang lebih berbahaya





2)   Merokok meningkatkan adhesi trombosit sehingga meningkat-kan kemungkinan pembentukan thrombus yang akan memperpanjang proses penyembuhan akibat penurunan suplai darah pada area local.
3)   Aktivitas berat diperbolehkan 12 minggu setelah pembedahan. untuk aktivitas ringan pekerjaan rutin ringan dan hubungan seksual dapat dilakukan apabila pasien bisa dan lakukan secara berhati-hati.
4)   Komponen ini dapat memperlama pengosongan lambung, memeperberat peristalistik, dan meningkatkan intasi pada gantrointestinal.
5)   Pada fase awal paskaoperasi esofagektomi, pasien dianjurkan makan dengan konsistensi lunak dan dilakukan secara rutin 6-8 kali sehari.
6)   Konsistensi yang lunak pada makanan akan mempermudah pencernaan oleh gastrointestinal.
7)   Intervensi ini untuk mencegah refluks.

8)   Beberapa agen nyeri farmakologi biasanya member-kan reaksi negative pada gastrointestinal.
Berikan motivasi dan dukungan moral
Untuk meningkatkan keinginan pasien dalam pelaksanaan prosedur pengambilan fungsi paskabedah esofagektomi.

c.         Aktual / resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah gastrektomi, kebersihan jalan napas pasien tetap optmal.
Kriteria evaluasi :
1)        Jalan napas bersih dan tidak ada akumulasi darah
2)        Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor
3)        Tidak ada penggunaan obat bantu napas
4)        RR dalam batas batas normal 12-20 x / menit.
Intervensi
Rasional
Kaji dan monitor jalan napas
Deteksi awal untuk interpretasi selanjutnya.
Beri oksigen 3 liter / menit
Pemeriksaan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan mempengaruhi pengaturan pernapasan.
Bersihkan sekresi Pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila kemampuan mengevakuasi secret tidak efektif.
Untuk mengatasi kesulitan bernapas akibat sekresi mulkus yang berlebihan.Membalikkan pasien dari satu sisi kesisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar dari mulut.

Instruksikan pasien untuk melakukan napas dalam dan batuk efektif
Untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas
Lakukan fisioterapi dada





1)    Tetapkan lokasi dari setiap segmen paru-paru.





2)    Jaga posisi pasien jangan sampai jatuh, gunakan pagar pengaman yang ada pada sisi tempat tidur.
3)    Lakukan diskusi dengan pasien tentang teknik penatalaksanaan dan demonstrasikan langkah demi langkah prosedur yang akan dilaksanakan.

4)    Lakukan vibrasi dan perkusi
Tujuan dari fisioterapi dada adalah memfasilitasi pembersihan jalan napas dari secret yang tidak dapat dikeluarkan dengan batuk efektif
1)   Perawat melakukan auskultasi agar dapat menentukan area paru dengan bunyi napas ronkhi, sebagai dasar untuk menentukan pengaturan posisi.
2)   Menjaga dan mencegah trauma sekunder dari intervensi seperti memasang pagar pengaman.
3)   Apabila kemampuan toleransi pasien baik, maka penjelasan dan kerjasama pasien akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas tindakan.
4)   Pemberian vibrasi dan perkusi akan memobilisasi secret dari jalan napas kecil ke jalan napas besar sehingga akan mudah dibatukkan.
Lakukan nebulizer.

Nebulizer dilakukan dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut (uap).
Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi bersihan jalan napas.
Apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, maka lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk segera dilakukan terapi endoskopik atau pemasangan timponade balon.

d.        Resiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah gastrektomi
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pasca intervensi gastrektomi pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria evaluasi :
1)        TTV dalam batas normal
2)        tidak terjadi infeksi pada area insisi
Intervensi
Rasional
Lakukan perawatan diruang intensif
Menurunkan risiko injuri dan memudahkan intervensi pasien selama 48 jam di ruang rawat insentif.
Monitor adanya komplikasi pascaoperasi gastrektomi.
Komplikasi yang terjadi pada operasi ini adalah perdarahan, kebocoran pada anastomosis, infeksi luka operasi, gangguan respirasi, dan masalah yang berkaitan dengan balance cairan dan elektrolit.
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri
Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat dilakukan secara sistematis.
Kaji status neurologis dan laporkan apabila terdapat perubahan status neurologi.
Pengkajian status neurologi dilakukan pada setiap pergantian sif jaga.

Pertahankan status hemodinamik yang optimal

Pasien akan mendapat cairan intravena sebagai pemeliharaan status hemodinamik.
Monitor Kondisi selang paskaoperasi
Kondisi adanya perdarahan baru pada selang harus didokumentasi-kan dan dilaporkan pada dokter
Monitor Kondisi selang nasogastrik
Untuk menurunkan risiko kerusakan anastomosis. perawat selalu memonitor pengeluaran dari selang dan menjaga kepatenan selang
Monitor adanya komplikasi kebocoran anastomosis paskabedah dan lakukan intervensi untuk mencegah atau menurunkan kondisi tersebut.
Kebocoran merupakan salah satu komplikasi tersering pada pascabedah gastrektomi.
Monitor dan cegah terjadinya Gastrik Dumping Syndrome
Perawat memonitor adanya Gastric Dumping Syndrome yang ditandai dengan kondisi umum melemah, jatuh pingsan, keluhan pusing, berkeringat banyak, badan terasa tidak nyaman.
Bantu menyangga sekitar luka pasien pada saat latihan batuk efektif atau ajarkan menggunakan bantal apabila pasien akan batuk.
Menurunkan tarikan pada kulit akibat peningkatan tekanan intraabdomen sekunder dari batuk.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotic pascabedah.
Antibiotik menurunkan risiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi local dan dapat memperlama proses penyembuhan pascaproses gastrektomi.

e.         Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung, perforasi mukosa kerusakan jaringan lunak pasca operasi.
Tujuan :   Dalam    waktu   1 x 24    dan   3  x  24   jam   pascabedah
gastrektomi, nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi :
1)        Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
2)        Skala nyeri 0-1 (0-4)
3)        Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
4)        Pasien tidak gelisah
Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan memberikan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninfasif.
Pendekatan dengan menggunakan teknik relaksasi dan terapi nonfarmakologi telah menunjuk-kan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri
1)    Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
2)    Ajarkan teknik relaksasi napas dalam pada saat nyeri
3)    Ajarkan teknik relaksasi pada saat nyeri
4)    Manajemen lingkungan
5)    Lakukan manajemen sentuhan
Komplikasi yang terjadi pada operasi ini adalah perdarahan, kebocoran pada anastomosis, infeksi luka operasi, gangguan respirasi, dan masalah yang berkaitan dengan balance cairan dan elektrolit.
Tingkatkan pengetahuan  tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik..
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian :
1)    Pemakaian penghambat H2







2)    Antasida


1)     Simetidin penghambat histamin H2 menurunkan produksi asam lambung, meningkatkan pH lambung dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung. Penting untuk penyembuhan dan pencegahan lesi.
2)     Antasida untuk mempertahan-kan pH lambung pada tingkat 4,5.

f.         Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, berhubungan dengan keluarnya cairan akibat muntah berlebihan.
Tujuan :   Dalam    waktu   1x24   jam   ketidakseimbangan   cairan   dan elektrolit tidak terjadi.
Kriteria evaluasi :
1)        Pasien menunjukkan perbaikan cairan yang dibuktikan dengan tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit normal
2)        TTV dalam batas normal, CRT > 3 detik, produksi urine > 600 ml/hari.
3)        Laboratorium : Nilai elektrolit normal, nilai hematokrit protein serum meningkat.
Intervensi
Rasional
Pengukuran tekanan darah
Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia. Hal tersebut menunjukkan terlibatnya system kardiovaskular dalam melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.
Monitor status cairan (turgor kulit, membrane mukosa, dan urine outpout)
Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Lakukan monitor ketat pada produksi urine < 600 ml/hari, karena itu merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaphoresis secara teratur.
Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan ferifer.
Kaji sumber kehilangan cairan.
Kehilangan cairan akibat muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium peroral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit.
Pertahankan tirah baring untuk mencegah muntah dan tekanan intraabdomen saat defekasi.

Aktivitas / muntah meningkatkan tekanan intraabdomen  dan dapat mencetuskan perdarahan lebih lanjut.
Tinggikan kepala tempat tidur saat / selama pemberian antasida.
Mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida, dimana dapat menyebabkan komplikasi paru yang serius.
Tindakan kolaborasi :
Pertehankan pemberian cairan intravena.

Jalur yang paten perlu untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan outpout.

g.        Aktual / resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam asupan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
1)        Pasien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat
2)        Pernyataan motivasi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
Intervensi
Rasional
Intervensi nonbedah :
1)   Kaji status nutrisi, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual / muntah, dan diare.
2)   Pantau intake dan outpout


3)   Anjurkan makan tiga kali sehari dengan diet yang disukai pasien, tetapi tetap menghindari predisposisi peningkatan kadar asam
4)   Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.


5)   Berikan diet secara rutin







6)   Mulailah memberikan makan peroral setengah cair, lalu makan lunak ketika pasien dapat menelan air.

7)   Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.

1)   Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat

2)   Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
3)   Untuk menetralisasi kadar asam



4)   Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi / gangguan dari luar.
5)   Dengan memberikan diet secara rutin, akan memberikan kondisi normal terhadap fungsi gastrointestinal dalam melakukan aktivitas selama dirawat dan setelah pasien pulang ke rumah.
6)   Makanan lunak / cairan kental mudah dikendalikan didalam mulut, sehingga menurunkan kemungkinan terjadinya aspirasi
7)   Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energy dan kalori
Intervensi pascabedah.
1)   Bersihkan selang nasogatrik pascabedah dengan air sebanyak 30 ml

2)   Auskultasi bising usus



3)   Berikan diet lunak melalui selang nasogastrik





4)   Kaji adanya keluhan pada pasien di fase awal pemberian diet lunak.

1)   Untuk mendeteksi adanya campuran air dengan darah yang menandakan proses penyembuhan belum optimal.
2)   Bising usus yang terdengar merupakan parameter fungsi gastrointestinal sudah optimal
3)   Diet lunak diberikan setelah perawat yakin tidak ada komplikasi terhadap pemberian diet atau sudah melakukan konfirmasi dengan tim medis.
4)   Sebagai deteksi penting untuk menilai tingkat toleransi pada pasien pascabedah gastrektomi
Tindakan kolaborasi ;
1)   Pemakaian penghambat H2 (Cimetidin / Ranitidin).






2)   Antasida


1)   Cimetidin penghambat histamin H2 menurunkan produksi asam lambung, meningkatkan pH lambung dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung. Penting untuk penyembuhan dan pencegahan lesi.
2)   Antasida untuk mempertahan-kan pH lambung pada tingkat 4,5.

h.        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi
Tujuan : Dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
1)        Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan.
2)        Leukosit dalam batas normal
3)        TTV dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.
Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
Jaga kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering.
Kondisi bersih dan kering akan mencegah kontaminasi komensal yang akan menyebabkan respons inflamasi local dan akan memperlambat proses penyem-buhan luka.
Lakukan Perawatan luka :
1)   Lakukan perawatan luka steril pada hari ke-2 pascabedah dan diulang setiap 2 hari


2)   Lakukan perawatan luka pada sekitar drain





3)   bersihkan luka dan drain dengan cairan antiseptic jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam keluar
4)   Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alcohol 70% atau normal salin dengan cara swobbing dari arah dalam kea rah luar.



5)   Tutup luka dengan kassa steril dan tutup seluruh permukaan kasa dengan plester adhesif

1)   Untuk mengurangi kontak dengan luka yang steril sehingga mencegah kontaminasi kuman pada luka bedah
2)   Drain pascabedah gastrektomi merupakan material yang menjadi jalan masuk kuman. Perawat melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan pembalut cairan.
3)   Mencegah kontaminasi kuman kejaringan luka


4)   Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alcohol atau normal salin.
5)   Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah
Angkat drain paskabedah sesuai dengan instruksi medis
Pelepasan drain sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi.

Kolaborasi penggunaan antibiotik

Antibiotik injeksi diberikan selama tiga hari pascabedah, kemudian dilanjutkan antibiotic oral sampai jahitan dilepas

i.          Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kesalah interpretasi terhadap informasi dan rencana pembedahan
Tujuan : Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria evaluasi :
1)        Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat
2)        Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
3)        Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan / ketakutan dibawah standar.
4)        Pasien dapat rileks dan tidur / istirahat dengan baik
Intervensi
Rasional
Monitor respons seperti kelemahan, perubahan tanda-tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
Digunakan dalam menge-valuasi derajat / tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.

Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Catat reaksi dari pasien / keluarga, berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaan / konsentrasinya serta harapan masa depan.
Kecemasan serta respons anggota keluarga terhadap apa yang terjadi dapat disampaikan kepada perawat.
Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti, menulis, menonton TV dan keterampilan tangan.
Sejumlah aktivitas atau keterampilan baik sendiri maupun dibantu selama pasien dirawat inap dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stimulus kecemasan.


(Muttaqin, 2011 : 417-433)
4.         Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien. (Haryanto, 2007 ; 81).
5.         Evaluasi Keperawatan
Menurut Muttaqin (2011 ; 433), hasil yang diharapkan pada pasien Ulkus Peptikum setelah mendapat intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
a.         Tidak terjadi syok hipovolemik
b.        Informasi kesehatan terpenuhi
c.         Jalan napas pascabedah dalam kondisi optimal
d.        Pasien tidak mengalami injuri
e.         Nyeri epigastrium berkurang atau teradaptasi
f.         Tidak terjadi luka pascabedah
g.        Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi
h.        Intake nutrisi harian terpenuhi
i.          Tingkat kecemasan berkurang.



No comments:

Post a Comment