BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Konsep
Medis
1.
Pengertian
Trauma
adalah keadaan yang
disebabkan oleh luka atau cedera. Definisi ini menggambarkan superfisial dari
respons fisik terhadap cedera. Trauma juga mempunyai dampak psikologis dan
sosial. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan
dapat menyebabkan hilangnya produktifitas seseorang.
(R.Sjamsuhidajat.
2005, hal.90).
Truama
pelvis adalah trauma pada area pelvis yang dapat terjadi mulai dari yang ringan
hingga yang mengancam kehidupan. Hal ini termasuk fraktur ring pelvis, fraktur
acetabulun, serta injury pada jaringan yang ada pada area pelvis.
Mayoritas
dari trauma panggul yaitu adanya injury yang disebabkan oleh trauma tumpul
dengan kekuatan tinggi, meskipun pada pasien yang tua dan lemah, trauma dapat
terjadi akibat rudapaksa tumpul dengan kekuatan rendah. Trauma dengan kekuatan
tinggi meningkatkan resiko injury pada organ visera pelvis.
2.
Anatomi
Fisiologi
Pelvis
adalah daerah batang tubuh yang berada di sebelah dorsokaudal terhadap abdomen
dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke extremitas inferior. Pelvis
bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dan dengan caput femoris
kanan dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang
dibentuk oleh tulang, ligamentum, dan otot. Kavitas pelvis yang berbentuk
seperti corong, memberi tempat kepada vesicaurinaria, alat kelamin pelvic,
rectum, pembuluh darah dan limfe, dan saraf. Pelvis merupakan struktur
mirip-cincin yang terbentuk dari tiga tulang: sacrum dan dua tulang innominata,
yang masing-masing terdiri dari ilium, ischium dan pubis. Tulang-tulang
innominata menyatu dengan sacrum di bagian posterior pada dua persendian
sacroiliaca di bagian anterior, tulang-tulang ini bersatu pada simfisis pubis.
Simfisis bertindak sebagai penopang sepanjang memikul beban berat badan untuk
mempertahankan struktur cincin pelvis.
Kerangka
pelvis terdiri dari: dua os coxae yang masing-masing dibentuk oleh tiga tulang
: os ilii, os ischii, dan os pubis, os sacrum.1 Os sacrum terdiri dari lima
vertebrae rudimenter yang bersatu membentuk tulang berbentuk baji yang cekung
kea rah anterior. Pinggir atas atau basis ossis sacri bersendi dengan vertebra
lumbalis V. Pinggir inferior yang sempit bersendi dengan os coceygis. Di
lateral, os sacrum bersendi dengan kedua os coxae membentuk articulation
sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra sacralis pertama menonjol ke
depan sebagai batas posterior apertura pelvis superior, disebut promontorium os
sacrum, yang merupakan bagian penting bagi ahli kandungan untuk menentukan
ukuran pelvis. Foramina vertebralia bersama-sama membentuk canalis sacralis.
Canalis sacralis berisi radix anterior dan posterior nervi lumbales, sacrales,
dan coccygeus filum terminale dan lemak fibrosa. Oscoccygis
berartikulasi dengan sacrum di superior. Tulang ini terdiri dari empat vertebra
rudimenter yang bersatu membentuk tulang segitiga kecil yang basisnya bersendi
dengan ujung bawah sacrum. Vertebra koksigeus hanya terdiri atas korpus, namun
vertebra pertama mempunyai processus transverses rudimenter dan cornu
coccygeum. Kornu adalah sisa pedikulus dan processus articularis superior yang
menonjol ke atas untuk bersendi dengan kornu sakral. Os inominatum (tulang
panggul), tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu: ilium, iskium,
dan pubis. Saat dewasa tulang-tulang ini telah menyatu selurunya pada
asetabulum. Ilium : batas atas tulang ini adalah Krista iliaka. Krista iliaka
berjalan ke belakang dari spina iliaka anterior superior menuju spina iliaka
posterior superior.
3.
Insiden
Trauma pada pelvis terjadi sekitar 44%
kasus. Trauma ini merupakan akibat dari tabrakan pada salah satu sisi tubuh,
yang disebabkan karena mobil ataupun jalan, fraktur tidak selalu timbul karena
hal tersebut. Banyak fraktur minor yang terjadi pada
simphisis pubis atau yang terjadi pada ramus superior dan inferior. Fraktur
lain dapat menjadi luas dan menggangu sendi sacro-iliaca. Trauma pelvis yang
lebih berat terkait dengan perdarahan yang luas di pelvis dan jaringan retroperitoneal
dan dapat berakibat fatal untuk korban, khususnya korban yang lanjut usia.
4.
Etiologi
Penyebab paling umum pada lansia adalah
jatuh, tapi patah tulang yang paling signifikan melibatkan kekuatan energi
tinggi seperti kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan bersepeda, atau jatuh
dari ketinggian yang signifikan.
5.
Patofisiologi
Trauma biasanya terjadi secara
langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari
ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi
fraktur stress pada ramus pubis. Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri
atas:
a.
Kompresi
anteroposterior
Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang
pejalan kaki dengan
kendaraan. Ramus pubis
mengalami fraktur, tulang inominata
terbelah dan mengalami rotasi
eksterna disertai robekan simfisis.
Keadaan ini disebut sebagai open book injury.
b.
Kompresi
lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin
mengalami keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena
kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis
bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat
strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus
pubis pada sisi yang sama.
c.
Trauma
vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami
pergerakan secara vertikal disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi
sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari
ketinggian pada satu tungkai
d.
Trauma
kombinasi
Pada trauma
yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.
6.
Manifestasi
klinis
Fraktur panggul sering
merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat mengenai organ –
organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta
perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan
syok karena perdarahan yang hebat.
Berikut Gejala klinis Berdasarkan
klasifikasi Tile:
a.
Fraktur Tipe
A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha
berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada
visera pelvis.
b.
Fraktur Tipe
B dan C: pasien mengalami syok berat,
sangat nyeri dan tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang –
kadang terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal
tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium
akan sangat nyeri.
7.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan
radiologis:
1)
Setiap
penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan
prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
2)
Pemeriksaan
rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum
memungkinkan.
b.
Pemeriksaan
urologis dan lainnya:
1)
Kateterisasi
2)
Ureterogram
3)
Sistogram
retrograd dan postvoiding
4)
Pielogram
intravena
5)
Aspirasi
diagnostik dengan lavase peritoneal
8.
Penatalaksanaan
a.
Tindakan
operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga
panggul
b.
Stabilisasi
fraktur panggul, misalnya:
1)
Fraktur
avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat,
traksi, pelvic sling
2)
Fraktur
tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF
Berdasarkan klasifikasi Tile:
1)
Fraktur Tipe
A:
Hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih
nyaman dan bisa menggunakan penopang.
2)
Fraktur Tipe
B:
a)
Fraktur tipe
openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan
cara beristirahat ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korset
elastis.
Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan
membaringkan pasien dengan cara miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan
fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.
b)
Fraktur tipe
closebook
Beristirahat ditempat tidur selama
sekitar 6 minggu tanpa
fiksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila
ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang
nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
3)
Fraktur Tipe
C :
Sangat berbahaya dan sulit
diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka yang dikombinasikan
fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang – kurangnya 10
minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan
mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.
9.
Komplikasi
a.
Komplikasi
segera
1)
Trombosis
vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan
secara rutin untuk profilaktik.
2)
Robekan
kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari
bagian tulang panggul yang tajam.
3)
Robekan
uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars
membranosa.
4)
Trauma
rektum dan vagina
5)
Trauma
pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok.
6)
Trauma pada
saraf :
a)
Lesi saraf
skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam
jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
b)
Lesi pleksus
lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal
disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila
mengenai pusat saraf.
b.
Komplikasi
lanjut
1)
Pembentukan
tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang
hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai
profilaksis.
2)
Nekrosis
avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
3)
Gangguan
pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada
daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini
menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan
memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.
4)
Skoliosis
kompensator
B. Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung di berikan kepada klien kepada berbagai
tatanan pelayanan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman kepada
standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab perawat. Dalam menyelesaikan masalah klien,
perawat menggunakan proses keperawatan sebagai metodologi pemecahan masalah
secara ilmiah.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien melalui
proses keperawatan. Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara
terpadu dalam tahapan terorganisir yang meliputi pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian klien dengan ganguan muskuloskeletal
meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan sumber data klien
diperoleh dari klien sediri, keluarga, dokter ataupun dari catatan medis.
a.
Pengumpulan data
1.) Biodata
klien dan penanggung jawab klien.
Biodata
klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, tanggal masuk RS, nomor medik dan diagnosa medik.
2.) Keluhan
utama
Merupakan
keluhan klien pada saat dikaji, klien mengalami fraktur dan imobilisasi biasanya
mengeluh tidak dapat melakukan pergerakan, nyeri, lemah, dan tidak dapat
melakukan sebagian aktivitas sehari-hari.
3.) Pemeriksaan
fisik
Dilakukan
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, terhadap berbagai sistem tubuh maka
ditemukan hal sebagai berikut
:
a.) Keadaan
umum
Pada klien yang immobilisasi perlu dilihat dalam hal
keadaan umum meliputi penampilan, postur tubuh, kesadaran, dan gaya bicara
klien karena immobilisasi biasanya mengalami kelemahan, kebersihan dirinya
kurang, bentuk tubuh kurus akibat berat badan menurun.
b.) Aktivitas
istirahat
Apakah ada keterbatasan/kehilangan fungsi pada
bagian yang terkena mungkin segera fraktur ini sendiri atau terjadi secara
sekunder dari pembengkakan jaringan ; nyeri).
c.) Sirkulasi
Hipertensi yaitu kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas atau hipotensi akibat kehilangan darah.
d.) Neurosensori
Hilangnya gerakan/sensasi spasme otot dengan tanda
kebas/kesemutan/parestesi. Adanya
deformitas lokal, anuglasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme
otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
e.) Nyeri/kenyamanan
Nyeri berat tiba - tiba
pada saat oedema, mungkin
terlokalisasi
pada jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
f.) Keamanan
Lacerasi kulit,perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap dan tiba-tiba).
4.) Pola
aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien fraktur
meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kualitas minum
dan kuantitas minum, dan eliminasi yang meliputi BAB (frekuensi, warna,
konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan
warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, gosok gigi, dan cuci rambut
serta memotong kuku), olahraga (frekuensi dan jenis), serta rekreasi (frekuensi
dan tempat rekreasi).
5.) Data
psiko sosial
Pengkajian yang dilakukan pada klien immobilisasi
pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada sistem lain yaitu
mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan
identitas diri) dan hubungan atau interaksi) klien dengan anggota keluarganya
maupun dengan lingkungan.
Pada klien yang fraktur dan diimobilisasi adanya
perubahan konsep diri terhadi secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenal
melalui observasi terhadap perubahan yang kurang wajar dalam status emosional,
perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam masalah dan perubahan status
tidur.
6.) Data
spiritual
Klien yang fraktur perlu dikaji tentang agama dan
kepribadiannya, keyakinan, harapan, serta semangat yang terkandung dalam diri
klien merupakan aspek yang penting untuk kesembuhan penyakitnya.
7.) Data
penunjang
a)
Pemeriksaan rontgen, menentukan lokasi / luasnya
fraktur / trauma.
b)
Scan tulang tomogram, skan CI/MRI,
memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c)
Arteriogram, dilakukan bila kerusakan
vaskuler dicurigai.
d)
Hitung darah lengkap, Ht mungkin
meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDI adalah respon
normal setelah trauma.
e)
Kreatinin trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal.
f)
Profil kagulasi, perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah, transfusi multipel atau cedera hati.
b.
Masalah
Masalah
yang timbul pada klien fraktur :
1.) Nyeri.
2.) Resiko
terjadinya gangguan pertukaran gas.
3.) Menurunnya
mobilitas fisik.
4.) Gangguan
integritas kulit.
5.) Kurang
pengetahuan.
6.) Resiko
terjadinya trauma tambahan.
7.) Resiko
terjadinya ganggua perfusi jaringan.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Resiko terjadinya trauma
tambahan berhubungan dengan kurangnya informasi yang adekuat.
b.
Nyeri berhubungan dengan fraktur.
c.
Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan gangguan arterio vena.
d.
Resiko terjadi gangguan gas berhubungan
dengan kurangnya pengembangan paru akibat adanya imobilisasi.
e.
Menurunnya mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler skeletal ekstremitas bawah.
f.
Gangguan integritas kulit, dekubitus
berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada daerah yang tertekan karena
imobilisasi.
g.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan
dengan luka terbuka yang masih basah.
h.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurang informasi yang adekuat.
3.
Perencanaan
a.
Resiko terjadinya trauma
tambahan berhubungan dengan kurangnya informasi yang adekuat.
1.)
Data subyektif :
2.)
Data obyektif : klien tidak kooperatif.
3.)
Tujuan : Tidak terjadi trauma
tambahan dengan kriteria :
a)
Kestabilan dan keseimbangan
fraktur tetap dipertahankan.
b)
Menunjukkan susunan callus dan
mulai terjadinya sambungan pada fraktur sebagaimana mestinya.
4.)
Tindakan perawatan
a)
Atur posisi klien supaya letak
axis tulang panjang dapat dipertahankan.
Rasional : Dapat membantu dan mempertahankan penjajakan tulang serta
mengurangi komplikasi misalnya tertundanya penyem-buhan / tulang tidak menyatu.
b)
Periksa kedudukan/posisi gips
spalk tiap hari
Rasional : Bila letak gips spalk bagus
akan mempercepat
pertumbuhan jaringan callus serta penjajakan tulang dapat
dipertahankan.
c)
Kolaborasi dengan tim medis
untuk foto X-Ray.
Rasional : Dapat memberikan secara visual bila telah terjadi
pembentukan callus serta letak kedudukan tulang.
b.
Nyeri berhubungan dengan fraktur.
1)
Data subyektif: klien mengeluh
nyeri, mengeluh bertambah bila digerakkan.
2)
Data obyektif : Ekspresi wajah meringis, fraktus tibia.
3)
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
dengan kriteria : tidak mengeluh nyeri, ekspresi wajah ceria.
4)
Tindakan keperawatan
a)
Kaji lokasi dan karakteristik
nyeri.
Rasional: Mengetahui asal, sifat, dan
kapan datangnya nyeri sehingga dapat menentukan yang akan diberikan dengan
tepat.
b)
Pertahankan immobilisasi secara
efektif dengan cara tirah baring.
Rasional :
Mencegah terjadinya gerakan yang sering dari tulang yang patah sehingga tidak
merangsang saraf yang menimbulkan nyeri.
c)
Mengatur posisi kaki dan luka
tanpa mempengaruhi axis tulang.
Rasional
: Menimbulkan rasa nyaman dan mengurangi rasa nyeri.
d)
Ajarkan tehnik penanganan rasa
nyeri kontrol stres dan cara relaksasi.
Rasional
: Untuk mengalihkan perhatian,
meningkatkan kontrol rasa serta meningkatkan kemampuan mengatasi rasa nyeri dan
stres dalam periode yang lama..
e)
Monitor keluhan, kemajuan serta
kemunduran dalam melokalisir nyeri yang tidak dapat hilang.
f)
Kolaborasi dengan tim medis dan
pemberian analgetik.
Rasional:Analgetik
berfungsi untuk mengurangi rasa sakit.
c.
Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan gangguan arterio vena.
1)
Data subyektif : klien
mengatakan bengkak daerah perifer.
2)
Data obyektif : adanya edema
dan hematoma sekitar fraktur, kulit pucat dan dingin
3)
Tujuan : Tidak terjadi gangguan
perfusi jaringan dengan kriteria:
a)
Tidak ada gangguan hematoma.
b)
Kulit hangat dan warna merah.
c)
Nadi teraba.
d)
Ada pengisian pada kapiler.
4)
Tindakan keperawatan
a)
Observasi warna dan suhu kulit
serta pengisian kembali pembuluh darah kapiler.
Rasional : Kulit pucat dan
dingin serta pengisian kembali kapiler lambat atau tidak menunjukkan adanya
kerusakan arteri sehingga tidak membahayakan sistem perfusi jaringan.
b)
Palpasi kualitas nadi bagian
distal pada daerah fraktur.
Rasional : Nadi berkurang atau hilang menunjukkan luka pada pembuluh
darah sehingga memerlukan evaluasi secara segera oleh tim medis untuk
memperbaiki sirkulasi.
c)
Lakukan penilaian neurovaskuler
serta perhatikan perubahan fungsi motorik/sensorik.
Rasional : Terganggunya perasaan, mati rasa, sakit yang
berkepanjangan, menunjukkan adanya kerusakan saraf.
d)
Bebaskan alat-alat yang menekan
seperti gips sirkuler verband dan lain-lain
Rasional : Akan mengurangi keterbatasan sirkulasi sehingga tidak
mengakibatkan terbentuknya edema pada ekstremitas.
e)
Berikan kantong es di
sekeliling fraktur jika dibutuhkan.
Rasional : Dapat mengurangi oedema atau terbentuknya hematom dan
akan merusak sirkulasi.
d.
Resiko terjadi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan kurangnya pengembangan paru akibat adanya imobilisasi.
1)
Data subyektif : -
2)
Data obyektif : Immobilisasi.
3)
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertukaran
gas dengan kriteria sesak nafas, pengembangan paru sempurna, tidak ada wheezing
dan ronchi, suara nafas vesikuler, frekuensi nafas normal.
4)
Tindakan keperawatan
a)
Awasi frekwensi pernafasan, perhatikan
adanya stridor, penggunaan otot bantu, retraksi serta sianosis.
Rasional : Tachypnea,
dyspnea, serta perubahan mental sebagai indikator emboli paru pada tahap awal.
b)
Dengar bunyi nafas dan perhatikan
pengembangan dada.
Rasional : Perubahan
bunyi nafas serta adanya nafas yang berulang dapat menunjukkan adanya
komplikasi pernafasan misalnya pneumoni, atelektasis, emboli dan lain-lain.
c)
Anjurkan dan bantu klien breathing
exercise berupa nafas dalam dan batuk.
Rasional : Meningkatkan
ventilasi oksigen dan perfusi alveolar.
d)
Rubah posisi tidur klien.
Rasional : Meningkatkan
pengeluaran sekresi serta mengurangi kongesti
pada daerah paru yang bebas.
e)
Perhatikan bila ada kegelisahan,
lethargi dan stupor.
Rasional :Terganggunya pertukaran gas dapat
menyebabkan
keburukan
dalam tingkat kesadaran seperti berkembangnya
hipoksemia
dan asidosis.
e.
Menurunnya mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler skeletal ekstremitas bawah.
1)
Data subyektif : Klien
mengatakan tidak mampu menggerakkan ekstremitas bagian bawah.
2)
Data obyektif : Trauma Pelvis, immobilisasi.
3)
Tujuan : Klien dapat melakukan mobilitas fisik
dengan kritieria : dapat menggerakkan ekstremitas yang tidak diimobilisasi,
dapat mempertahankan mobilitas pada tingkat possibilitas yang tinggi.
4)
Tindakan keperawatan
a)
Kaji kemampuan fungsional.
Rasional : Mengenal
kekuatan dan memberikan informasi yang berhubungan dengan penyembuhan serta
tindakan yang akan diberikan.
b)
Bantu klien melakukan range of motion
pasif/aktif pada ekstremitas yang sakit maupun tidak.
Rasional : Meningkatkan
aliran darah ke otot dan tulang, mencegah kontraktur, mengurangi atrofi dan
mempertahankan mobilitas tulang/sendi.
c)
Mendorong klien melakukan latihan
isometrik untuk anggota badan yang tidak terpengaruh dengan imobilisasi.
Rasional : Membantu
menggerakkan anggota badan serta dapat mempertahankan kekuatan massa otot.
d)
Kolaborasi dengan dokter/therapiest
untuk memungkinkan dilakukannya rehabilitasi.
Rasional : Berguna
dalam menggerakkan program latihan dan aktivitas secara individual
f.
Gangguan integritas kulit, dekubitus
berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada daerah yang tertekan karena
imobilisasi, ditandai dengan :
1)
Data subyektif : Klien
mengatakan rasa panas pada panggul.
2)
Data obyektif : Immobilisasi,
warna kulit pada derah panggul
pucat.
3)
Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi
dengan kriteria : tidak rasa panas pada daerah punggung dan bokong, kulit
punggung dan bokong berwarna merah, tidak nyeri.
4)
Tindakan keperawatan
a)
Observasi daerah yang tertekan.
Rasional : Dapat
memberikan gambaran daerah yang sudah dekubitus, yang sudah terjadi ischemik
jaringan, serta tekanan pada kulit.
b)
Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perasat.
Rasional : Merupakan
suatu tindakan yang paling penting untuk mencegah meluasnya infeksi karena
sumber utama terjadinya kontaminasi oleh mikroba.
c)
Bersihkan luka dekubitus dengan obat
antiseptik.
Rasional : Mencegah
masuk dan berkembangnya kuman dalam luka yang dapat memperberat luka.
d)
Pijat daerah tulang dan kulit yang
mendapat tekanan dengan menggunankan lotion.
Rasional : Dapat
memperbaiki/meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya lecet pada kulit.
e)
Rubah posisi tidur dengan ganjalan
bantal/kain pada daerah yang tertekan.
Rasional : Mengurangi
tekanan terus menerus pada daerah tertekan.
f)
Mandikan klien setiap hari.
Rasional : Kulit
bersih dan sirkulasi kulit lancar/baik.
g.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan
dengan luka terbuka yang masih basah.
1)
Tujuan : Luka sembuh dengan kriteria
tidak ada tanda-tanda infeksi
2)
Tindakan keperawatan
a)
Observasi keadaan luka klien.
Rasional : Dapat
mengetahui adanya infeksi secara dini.
b)
Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan
tanda vital merupakan salah satu gejala infeksi.
c)
Gunakan tehnik aseptik dan antiseptik
dalam melakukan setiap tindakan.
Rasional : Memutuskan
mata rantai kuman penyebab infeksi sehingga infeksi tidak terjadi.
d)
Ganti balutan setiap hari dengan
menggunakan balutan steril.
Rasional : Menjaga
agar luka tetap bersih dan dapat menceah terjadinya kontaminasi.
e)
Beri antibiotik sesuai dengan program
pengobatan
Rasional : Antibiotik
membunuh kuman penyebab infeksi.
h.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
informasi yang adekuat.
1)
Data subyektif : klien
bertanya tentang penyakitnya.
2)
Data obyektif : tidak
kooperatif, gelisah.
3)
Tujuan : pemahaman klien terpenuhi dengan kriteria :
klien tidak bertanya tentang penyakitnya, klien lebih kooperatif dalam prosedur
keperawatan.
4)
Tindakan keperawatan
a)
Jelaskan prosedur dan
tindakan yang
diberikan.
Rasional : Memberikan
dan meningkatkan pemahaman
Klien sehingga dapat mengerti dan
koopertif dengan
tindakan
yang diberikan.
b)
Jelaskan perlunya metode ambulasi yang
tepat.
Rasional : Untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan dan akan memperlambat
penyembuhan.
c)
Instruksikan pada klien agar mengatakan
pada perawat bila ada hal-hal yang tidak menyenangkan.
Rasional : Dapat
mengurangi stres dan kegelisahan.
4.
Implementasi
Keperawatan
Pada tahap ini
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges
Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan)
5.
Evaluasi
Keperawatan
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap
pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan
intervensi keperawatan. Kemudian mengganti
rencana perawatan
jika
diperlukan. Evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan (Doenges Marilynn E, 2000).
Hasil
yang diharapkan dari asuhan keperawatan adalah :
a.
Mempertahankan stabilitas dan posisi
fraktur
b.
Nyeri yang dirasakan berkurang
c.
Mempertahankan perfusi jaringan
dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat,sensasi normal, dan tanda vital
stabil
d.
Mempertahankan fungsi pernapasan yang
adekuat
e.
Mempertahankan posisi fungsional
f.
Menunjukkan prilaku untuk mencegah
kerusakan kulit
g.
Mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu,bebas drainage purulen atau eritema dan demam.
h.
Menyatakan pemahaman kondisi,
prognosis,dan pengobatan.
No comments:
Post a Comment