Wednesday 20 December 2017

MAKALAH INTERAKSI GENETIKA DENGAN LINGKUNGAN


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kita sering mendengar pertanyaan, “Apakah penyakit ini menurun?” Dalam beberapa hal, pertanyaan tersebut tidak tepat. Faktor intrinsic hampir selalu terlibat dalam penyakit. Karena itu sebaiknya pertanyaan tersebut diungkapkan sebagai berikut, “Sampai seberapa jauhkah pentingnya faktor keturunan pada penyakit ini?” Walaupun pada penyakit infeksi yang jelas penyebabnya eksogen, faktor genetik dapat dan mempengaruhi kepekaan terhadap agen yang menular tersebut dan terhadap pola penyakit yang ditimbulkannya. (Inda, 2010).
1
 
Berdasarkan alasan analitis, genetika terutama terpusat pada ciri-ciri yang di dalamnya hereditas tampak menonjol dan faktor lingkungan dapat diabaikan. Tetapi hal ini tidak bisa dipungkiri memberikan gambar satu sisi karena gen suatu individu tidak berfungsi in-vacuo. Mereka beraksi dalam seperangkat kondisi luar tertentu, dan banyak ciri-ciri manusia dan penyakit yang penyebab pentingnya tampaknya adalah sekaligus faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu dalam hal ini penting sekali untuk memahami bagaimana konstitusi genetik individu bisa terungkap secara berlainan pada keadaan lingkungan yang berbeda. Tetapi masalah penguraian peran hereditas dan lingkungan dalam keadaan dimana keduanya tampak merupakan penyebab  penting,  secara  analitis  bersifat  kompleks  dan  secara konseptual
sering tampak sulit. (Inda, 2010).
Dengan memperhatikan keseimbangan relatif antara genetik dan lingkungan sebagai penyebab timbulnya penyakit, terdapat spektrum yang lebar. Pada ujung yang satu dari spektrum itu terdapat penyakit-penyakit yang terutama ditentukan oleh beberapa agen lingkungan terlepas dari latar belakang keturunan individu, sedangkan pada ujung yang lain terdapat penyakit-penyakit yang merupakan akibat dari perencanaan susunan genetik yang salah. (Robbins, S.L., et al. 2012).

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah interaksi anatar genetik dengan lingkungan?
2.      Bagaimanakah interaksi faktor ekstrinsik dan intrinsik terhadap penyakit?
3.      Apa sajakah kelainan dengan warisan multi factor?
4.      Bagaimana tindakan pencegahan dan konseling genetik?

C.    Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui  interaksi anatar genetik dengan lingkungan.
  2. Untuk mengetahui interaksi faktor ekstrinsik dan intrinsik terhadap penyakit.
  3. Untuk mengetahui kelainan dengan warisan multi factor.
  4. Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan konseling genetik.




 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Interaksi Antara Faktor Genetik dan Lingkungan
Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.  Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen menurut (Suryo: 2011).
Bila kita perhatikan kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita maka akan tampak adanya kesamaan kejadian satu dengan kejadian lainnya, tetapi ada pula perbedaan kejadian satu dengan kejadian lainnya. Sama halnya manusia, manusia satu dengan manusia lainnya meskipun memiliki beberapa kesamaan (contoh, kesamaan bawaan atau lingkungan) tetapi masih saja terdapat perbedaan yang ditimbulkan. (Elvita, A., dkk. 2009).
3
 
Setiap manusia mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Hal ini dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, yaitu faktor dari dalam (faktor yang ada dalam diri manusia itu sendiri, faktor hereditas:bawaan/warisan) dan faktor luar (faktor lingkungan). Dengan faktor bawaan tertentu dan disertai dengan faktor lngkungan yang tertentu pula maka akan menghasilkan pola pertumbuhan dan perkembangan tertentu pula.
Masing-masing individu lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu. Ini berarti bahwa, karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan atau pemidahan dari cairan-cairan “germinal’ dari pihak orang tuanya. Di saming itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik, lingkungan psikologi, maupun lingkungan sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakann hasil interaksi dari hereditas dan lingkungan. (Harris, Harry. 2008).

B.     Interaksi antara Faktor Ekstrinsik dan Intrinsik terhadap Penyakit
  1. Faktor Ekstrinsik Penyakit
Beberapa penyebab penting dari penyakit pada manusia adalah agen infeksi, trauma mekanis, bahan kimia beracun, radiasi, suhu yang ekstrim, masalah gizi dan stres psikologik. Walaupun faktor ekstrinsik ini merupakan penyebab penting dari kesengsaraan manusia, tetapi pandangan tentang penyakit yang hanya memperhitungkan faktor-faktor ini tidaklah lengkap. Karena penyakit sesungguhnya merupakan bagian dari hidup individu yang sakit, karena itu harus juga dipertimbangkan mekanisme respon intrinsik dari individu tersebut dan semua proses biologis yang terpengaruh oleh agen ekstrinsik tertentu. (Tamher Sayti, Heryati. 2012).
  1. Faktor Intrinsik Penyakit
Banyak sitat dan individu yang merupakan faktor intrinsik penyakit, karena sifat-sifat tersebut mempunyai dampak yang penting pada perubahan berbagai keadaan pada individu. Umur, jenis kelamin, dan kelainan-kelainan yang didapatkan dari perjalanan penyakit sebelumnya adalah faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam patogenesis penyakit. Di atas segalanya, keadaan genetik atau genom individu juga merupakan bagian esensial dari penyebab penyakit. Hal ini benar, sebab sifat anatomik hospes, berbagai macam mekanisme fisiologis kehidupan sehari-hari, dan cara memberikan respons ter hadap cedera semuanya ditentukan oleh infor masi genetik yang terkumpul pada saat konsepsi. Dalam   mempelajari   sifat   biologi   penyakit,  maka   faktor  genetik dan
lingkungan selalu harus diperhatikan. (Tamher Sayti, Heryati. 2012)

C.    Kelainan Dengan Warisan Multi Faktor
  1. Kelainan Kromosom
Dua tipe kelainan kromosom yang mungkin terjadi dalam sindrom karakteristik adalah kelainan dalam jumlah dan kelainan dalam struktur dari kromosom.
  1. Kelainan jumlah kromosom
Kelainan kromosom dapat berkembang dengan berbagai cars sewaktu pembelahan sel berlangsung. Kegagalan ini menghasilkan kelainan jumlah kromosom dalam sel, disebut aneuploidi. Kesalahan jumlah kromosom ini dapat terjadi sewaktu pembelahan meiosis dari satu gamet atau terjadi karena kegagalan berpisah diawal pembelahan sel dari satu zigot. Kegagalan berpisah yaitu kegagalan dari pasangan kromosom homolog untuk berpisah selama meiosis atau dalam tahap pertama pembelahan sel zigot. Kegagalan ini mengakibatkan pembelahan sel menghasilkan  satu  sel anak yang  mengandung satu kromosom ekstra dan
satu sel anak lain yang jumlah kromosomnya kurang satu dari normal.
Suatu aneuploidi yang mengandung satu kromosom ekstra pada posisi tertentu (ada tiga bukan sepasang kromosom) disebut trisomi, dan aneuploidi yang kromosomnya kurang satu (hanya satu dan bukan sepasang kromosom) disebut monosomi. Jika kegagalan berpisah terjadi pada gamet, maka fertilisasi yang melibatkan sperms atau ovum tersebut akan menghasilkan zigot dengan jumlah kromosom abnormal. Anomali ini akan terns ditransmisikan pada setiap sel keturunan berikutnya. Jika kegagalan berpisah terjadi sewaktu pembelahan sel tahap pertama dari zigot, akan terbentuk dua baris sel. Jika kegagalan berpisah terjadi pada tahap kedua atau tahap selanjutnya dari pembelahan sel, hanya turunan dari sel yang abnormal yang akan terkena dan sel-sel lainnya akan tetap normal. Fenomena ini menimbulkan keadaan mosaik, yaitu kondisi dimana informasi genetik pada sel-sel seorang individu berbeda-beda. akibat yang ditimbulkan bervariasi, tergantung dari jumlah pembelahan sel yang mengalami kegagalan berpisah pada individu tersebut. Semakin dini kesalahan tersebut terjadi, semakin banyak sel pada organisme tersebut yang terlibat; karena itu, semakin besar kemungkinan bahwa organisme tersebut tidak dapat hidup.
  1. Kelainan struktur kromosom
Kelainan struktur kromosom terjadi jika kro mosom pecah dan pecahannya hilang atau me lekat pada kromosom lain. Kejadian ini disebut translokasi. Pengaturan kembali yang dilakukan set dapat menghasilkan keseimbangan normal tetapi dapat jugs menjadi tidak seimbang. Jika terjadi keseimbangan normal, total materi genetik di dalam sel tetap sama seperti dalam sel dengan kromosom normal. Pengaturan semacam ini bia sanya tidak akan menimbulkan sindrom klinis. Jika terjadi ketidakseimbangan, maka terjadi kelebihan atau kekurangan materi genetik dalam barisan sel-sel tersebut. Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan perubahan dalam fenotip klinis. (Price & L. M. 2009).
  1. Prognosis kelainan kromosom
Kurang lebih 0,6% neonatus memiliki kelainan kromosom mayor yang dapat menyebabkan peningkatan morbiditas atau mortalitas. Tetapi, sebagian besar kelainan kromosom menyebab kan kematian, dan hasil konsepsi lenyap pada tahap tertentu dalam kehamilan atau tidak me lekat pada uterus. Sekitar 50% dari embrio dan fetus yang mengalami abortus spontan memiliki kelainan kromosom. Hilangnya sebagian kro mosom atau duplikasi kromosom yang tidak me nimbulkan kematian seringkali mengakibatkan bentuk tubuh dismorfik, retardasi mental, dan ketidakmampuan untuk berkembang. Trisomi otosom yang paling sering terjadi dan dapat tetap bertahan hidup setelah lahir adalah trisomi 21, sindrom Down; trisomi 18, sindrom Edward; dan trisomi 13, sindrom Patau.
Zigot yang kekurangan kromosom' X dapat tetap hidup dan menghasilkan individu yang hidup dengan kromosom 45X komplemen, atau Sindrom Turner. Kadang-kadang mosaik X nam pak terlihat, dengan beberapa garis sel mem punyai satu X atau tidak sama sekali. Insidensnya kira-kira 1 di antara 2500 kelahiran bayi wanita dan sekitar 8% pada abortus spontan. Frekuen sinya lebih tinggi pada ibu usia muds. Zigot de ngan genotip pria dengan kromosom X ekstra menghasilkan individu dengan kromosom 47XYY komplemen atau Sindrom Klinefelter. Insidensnya 1 dalam 850 kelahiran bayi pria. Keadaan ini mungkin tidak terdiagnosis pada masa bayi atau anak-anak, namun baru diketahui pada masa adolesens ketika anak pria pergi ke dokter karena pubertasnya terlambat. Juga telah dilaporkan adanya beberapa kom binasi Xs dan Ys majemuk yang berbeda. Wanita dengan genotip 47XXX terjadi kurang lebih 1 dalam 1000 kelahiran.
  1. Abnormalitas Gen
Kongenital tidak sinonim dari herediter. Ab normalitas dapat berupa kongenital, yaitu jika terjadi pada waktu lahir dan tidak ditentukan oleh genetik. Sebaliknya, abnormalitas yang diten tukan oleh genetik dapat bukan kongenital, tapi mungkin dapat bermanifestasi pada setiap saat dalam kehidupannya, dan pada beberapa kea daan baru muncul pada usia pertengahan.
Ekspresi fenotip dari gen dapat terjadi dalam satu dari empat macam pola keturunan: dominan otosomal, resesif otosomal, dominan terkait X, dan resesif terkait X (mendelian). Dalam tulisan, sifat bawaan dominan ditunjukkan dengan huruf besar; sifat bawaan resesif ditunjukkan dengan huruf kecil.
Ada tiga kemungkinan dari genotip, AA, Aa, dan aa jika ada 2 alel (bentuk-bentuk alternatif dari sebuah gen pada tempat yang sama dalam kromosom), A dan a, pada sebuah lokus. I ndividu yang mempunyai 2 gen yang sama, AA atau aa, disebut homozigos untuk gen tersebut; dan in dividu yang mempunyai Aa disebut heterozigos untuk gen tersebut.
Jika sifat bawaan dominan, maka ia selalu bermanifestasi bila individu tersebut mempunyai gen A meskipun ada gen a dari heterozigot. Jika sifat bawaan resesif, ia hanya dapat bermanifes tasi bila tidak ada dosis majemuk, yaitu bila in dividu itu mempunyai homozigos aa. Sifat bawa an ini tidak bermanifestasi pada homozigot AA atau heterozigot Aa. Namun, heterozigot Aa adalah karier untuk sifat bawaan, sebab individu itu dapat meneruskan gen itu kepada keturunan nya. Selain itu, heterozigot juga dapat menunjuk kan fenotip dari kedua alel. Bila kedua gen dapat bermanifestasi tanpa tergantung kepada yang lain maka gen-gen itu disebut sebagai kodo minan.
Jika individu menunjukkan gangguan do minan otosomal, maka setidaknya satu dari orang tuanya terkena (genotip Aa atau AA) atau bisa juga terjadi karena ada mutasi baru (pe rubahan dari sebuah atau beberapa gen) dalam sebuah sel benih. Anak-anak pria dan wanita akan terpengaruh pada jumlah yang sama. Se dan jenis kelamin dapat meneruskan sifat ba waannya kepada anak pria dan wanitanya dan akan ada transmisi vertikal dari sebuah sifat bawaan kepada generasi-generasi seterusnya. Mutasi baru, lebih sering terjadi pada sel benih dari ayah yang berusia 5 sampai 7 tahun lebih tua dari pada populasi ayah pada umumnya yang meneruskan mutasi keturunan. Mutasi akibat usia orang tua yang lanjut memegang peranan penting dalam terjadinya Sindrom Marfan dan kerdil akondroplastik.
Gangguan dominan otosomal tidak sering ter jadi. Ekspresi sifat bawaan dari individu hete rozigot dapat bervariasi sehingga beberapa di antaranya nampak normal secara klinis. Namun, pada keadaan homozigos keadaan klinisnya dapat secara series atau bahkan dapat menye babkan kematian. Salah satu contoh adalah hiperkolesterolemi familial. Dalam beberapa kea daan, seperti penyakit Huntington dan penyakit ginjal polikistik, meskipun gen abnormalnya su dah ada pada waktu konsepsi, keadaan pato logisnya baru muncul pada saat dewasa.
Keadaan resesif otosomal hanya nampak bila individu yang terkena mempunyai dua alel yang mutasi atau abnormal. Jika kedua orang tuanya secara fenotip normal tapi heterozigos secara genotip (Aa), maka anak-anaknya dapat terkena jika genotipnya aa. Kombinasi lain yang dapat mengakibatkan terkenanya anak adalah jika salah satu orang tuanya terkena (aa) dan yang lainnya heterozigos (Aa). Pria dan wanita sama kemungkinannya untuk terkena. Contoh-contoh dari gangguan gen tunggal;


a.       Dominan otosomal
b.      Hiperkolesterolemi familial
c.       Penyakit ginjal polikistik
d.      Penyakit Huntington
e.       Sferositosis herediter
f.       Sindrom Marfan
g.      Penyakit von Willebrand
h.      Osteogenesis imperfekta
i.        Resesif otosomal
j.        Anemia sel sabit
k.      Fibrosis kistik
l.        Penyakit Tay-Sachs Fenilketonuria [PKU]
m.    Albinisme
n.      Mukopolisakaridosis
o.      Glycogen storage disease
p.      Galaktosemia
q.      Beta warns
r.        Terkait X
s.       Distrofi otot
t.        Duchenne
u.      Hemofilia


  1. Abnormalitas gen tunggal
Abnormalitas dari gen tunggal tak dapat diketahui dengan pemeriksaan sel secara mikroskopis, karena kariotip dari individu yang terkena normal. Adanya gen abnormal dapat dilacak dengan mengamati sebuah sifat bawaan feno tipik yang abnormal pada individu dan pada pohon keluarga. Abnormalitas gen tunggal dapat nampak dalam berbagai keadaan, mulai dari defek lokalisasi anatomis yang sederhana sam pai pada gangguan yang tak nyata atau kompleks dari kimia tubuh. Populasi secara keseluruhan dari frekuensi gangguan gen tunggal adalah sekitar 1%, dengan 0,7% sebagai dominan, 0,25% sebagai resesif, dan 0,04% terkait X (lihat daftar di bawah sebagai contoh dari gangguan gen tunggal).
Akibat abnormalitas gen tunggal. Dalam se buah kategori abnormalitas gen tunggal, DNA yang menyimpang dapat mengakibatkan produk si molekul protein abnormal, misalnya, molekul hemoglobin. Sedikit penyimpangan pada struktur hemoglobin dapat mengakibatkan perubahan secara fisik dan dapat berkembang menjadi penya kit yang serius. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Individu dengan anemia sel sabit mempunyai gen resesif abnormal yang homozigot yang me ngubah satu asam amino dalam rantai hemoglobin beta. Hemoglobin yang berbeda ini menghasilkan sel darah merah'yang mengalami defor mitas atau berbentuk sabit. Sel darah merah berbentuk sabit ini mudah sekali rusak, dan mengakibatkan tanda-tanda dan gejala yang hebat. Individu yang mempunyai gen hemoglobin abnormal yang heterozigot, mempunyai sifat bawaan sel sabit dan tidak mempunyai gejala untuk penyakit ini.
Beberapa gangguan resesif melibatkan abnormalitas dari protein enzim. Abnormalitas gen tunggal ini mungkin muncul sebagai gangguan metabolisme sejak lahir. Pada keadaan normal, jumlah enzim yang tersedia lebih dari yang dibu tuhkan. Oleh karena itu, penurunan sampai se banyak 50%, seperti pada orang yang mempu nyai hanya satu alel yang mutasi, yaitu dengan genotip Aa, tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan. Tetapi defisiensi total pada individu dengan dua gen mutan, yaitu genotip aa, akan mengakibatkan kelainan metabolisme yang serius.
Akibat patologis pada gangguan metabolisme sejak lahir disebabkan oleh gangguan pada jalur metabolik yang normal. Sebuah gen yang abnor mal dapat mengakibatkan produksi yang salah atau sama sekali tidak memproduksi. Jika pro duknya berupa enzim, maka akibat dari abnormalitas  gen  itu  adalah hilangnya kerja dari enzim itu, keadaan yang
kadang-kadang disebut sebagai enzimopati. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Akibat-akibat dari enzimopati bermacam-ma cam. Penyakit dapat terjadi akibat tidak adanya produk akhir, penumpukkan substrat yang tidak terpakai karena adanya hambatan, atau akibat penimbunan produk dari jalur metabolik lain yang biasanya sedikit dipakai akibat "terhambatnya" jalur metabolik yang biasa dipakai. Contoh klasik dari keadaan yang disebabkan tidak adanya produk akhir adalah albinisme. Pigmen melanin tidak diproduksi, akibatnya tidak ada pigmen pada rambut, kulit atau iris. Contoh yang lain adalah tidak adanya hormon tiroid yang mengakibatkan kretinisme; dan diabetes insipidus akibat tidak diproduksinya hormon anti diuretik oleh kelenjar pituitaria. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Contoh penumpukan substrat-substrat pada jalur sebelum hambatan adalah galaktosemia, dimana galaktosa tidak diubah menjadi glukosa karena tidak adanya enzim. Akibatnya, galaktosa menumpuk pada darah dan jaringan lain, men gakibatkan kerusakan pada hati, otak dan ginjal. Pada penyakit Tay-Sack, akibat ada enzim yang hilang, individu yang terkena akan cepat sekali mengalami penumpukkan lipid tertentu di dalam neuron-neuron otaknya. Ini mengakibatkan degenerasi sel-sel ini yang menyebabkan kebu taan, kelumpuhan, dan kematian, yang biasanya terjadi sebelum berusia 4 tahun. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Penyakit dapat timbul akibat penumpukan metabolit tak terpakai yang terbentuk karena dipakainya jalur metabolik alternatif. Metabolit metabolit tak terpakai ini dapat berbahaya jika ada dalam jumlah yang berlebihan. Contoh klasik untuk keadaan ini adalah fenilketonuria (PKU). Akibat tidak adanya enzim pada jalur yang memetabolisme protein makanan, maka fenila lanin akan menumpuk. Jalur alternatif yang me metabolisme fenilalanin akan menghasilkan zat zat toksik.
Abnormalitas gen tunggal lain dapat meng akibatkan kelainan pada pertumbuhan tulang atau kimia jaringan ikat atau aktivitas sekresi dari sel. Pada fibrosis kistik, terdapat kelainan pada sekresi banyak kelenjar eksokrin, seperti pada kelenjar keringat, pancreas, dan sekresi bronchial individu yang terkena akan cepat meninggal akibat komplikasi paru-paru. Ada jugs keadaan keadaan yang ditentukan secara genetik di mans individu yang normal menunjukkan respon yang tidak umum terhadap beberapa agen dari luar, misalnya obat. Hal ini diketahui dengan adanya perkembangan dari ilmu farmakogenetik, yang mempelajari respon yang berbeda-beds terhadap obat. Daftar fenotip abnormal dari keadaan ini ditentukan oleh penurunan mendelian yang meliputi ratusan keadaan yang berbeda. (Robbins, S.L., et al. 2012).
  1. Gen kromosom seks
Sama seperti halnya pada otosom, gen-gen pada kromosom X dapat bersifat dominan atau resesif. Gen-gen abnormal yang terletak pada kromosom X disebut terkait X. Karena wanita mempunyai dua kromosom X, maka ada dua kemungkinan bagi terjadinya gen mutan yaitu homozigot atau heterozigot. Karena pria hanya mempunyai satu kromosom X, maka bagi sifat bawaan terkait X selalu merupakan hemizigos. Oleh karena itu, setiap sifat bawaan pada kro mosom X selalu diekspresikan pada pria, se dangkan pada wanita bisa bersifat resesif atau dominan. Karena seorang pria hanya dapat menurunkan kromosom X-nya pada anak wanita, maka tidak pernah ada penurunan (transmisi) sifat bawaan terkait X dari seorang ayah kepada anak laki-lakinya, tapi selalu ada penurunan dari ayah kepada anak wanitanya.
Wanita heterozigot memberikan transmisi yang sebanding kepada anak pria dan anak wanitanya. Pria hemizigos hanya memberikan transmisi kepada anak wanitanya  dan tidak kepada anak prianya. Ekspresi fenotip dari sifat bawaan yang diturunkan lebih bervariasi dan lebih ringan pada wanita heterozigot, karena adanya kromosom X normal pada mereka. Ja rang sekali ada tipe terkait X yang dominan. Pria hemizigos mendapatkan ekspresi penuh dari sifat bawaan karena mereka hanya mempunyai sebuah kromosom X, dan bersifat abnormal.
Tipe terkait X yang resesif relatif sering terjadi. Kelainan ini sepenuhnya diekspresikan hanya pada pria hemizigos. Wanita heterozigot selalu normal, tapi mereka adalah karier dari gen mutan  mempunyai kemungkinan 50% untuk menurunkan kepada anak prianya. Anak wanita nya adalah karier dan separuhnya normal. Semua anak wanita dari pasangan ayah yang terkena dan ibu yang normal adalah karier, tapi tidak ada anak prianya yang terkena. Semua anak wanita dari pasangan ayah yang terkena dengan ibu yang heterozigot, mempunyai gen yang abnormal; 50% di antaranya terkena secara fenotip. Keadaan yang terakhir ini jarang terjadi. Hemofilia A adalah gangguan pembekuan darah yang diturunkan secara terkait X yang paling sering terjadi.
Pada penurunan terkait Y, gen-gen pada kro mosom Y diturunkan dari ayah kepada anak prianya dan tidak kepada anak wanitanya. Gen gen yang diketahui ada pada kromosom Y adalah gen yang menentukan kelamin pria dan antigen yang mempengaruhi penolakan pada proses pencangkokan. (Robbins, S.L., et al. 2012).
  1. Keadaan-keadaan poligenik
Banyak hal yang "terjadi dalam keluarga" tapi tidak mengikuti pola mendelian atau penurunan gen tunggal. Banyak sifat bawaan seperti itu yang mengakibatkan timbulnya gen majemuk berisiko tinggi yang disebut sebagai poligenik. Analisa dari banyak keadaan poligenik, menunjukkan bahwa itu adalah hasil dari interaksi dari bebe rapa gen yang terpisah dan berbagai faktor ling kungan. Contoh dari keadaan yang multifaktorial itu meliputi hipertensi esensial, diabetes melitus, penyakit arteri koroner, skizofrenia, labio dan palatoskisis, penyakit jantung bawaan (lihat kotak di bawah).
Upaya pencegahan terjadinya kelainan poligenik atau multifaktorial, dapat melibatkan banyak hal yang bersifat non-genetik, karena pengaruh lingkungan seperti pembatasan diet atau perubahan gays hidup dan kebiasaan me rokok, akan bermanfaat meskipun tidak berhu bungan dengan genetik. Contoh keadaam multifaktorial yang diturunkan Genetik dengan faktor-faktor lingkungan :
a.       Kelainan jantung
b.      Labioskisis dan/atau palatoskisis
c.       Hipospadia
d.      Stenosis pilorus.
e.       Penyakit Hirschprung
f.       Dub foot
g.      Dislokasi sendi panggul kongenital
h.      Spina bifida
Anomali atau malformasi kongenital umumnya merupakan hasil interaksi dari gen-gen majemuk dengan beberapa keadaan lingkungan tertentu. Sebagian besar anomali kongenital ter jadi tanpa pola penurunan yang jelas. Penyelidikan pada kembar menunjukkan bahwa kemungkinan untuk mendapatkan anomali tertentu pada tiap anak kembar lebih besar pada kembar identik daripada kembar fraternal. Lagipula, banyak penelitian pada keluarga menunjukkan bahwa kerabat dari seorang yang menderita anomali tertentu, mempunyai insidens yang lebih besar daripada populasi pada umumnya. Sebaliknya, peranan dari lingkungan sudah jelas, karena bahkan pada kembar identik sekalipun frekuensi dari anomali tertentu tidak sepenuhnya 100%. Pada segi lain, ada faktor-faktor lingkungan, seperti zat kimia toksik, obat-obatan, pengaruh fisik, dan virus-virus yang mengakibatkan anomali kongenital. Tetapi, bahkan pada lingkungan teratogen yang sudah jelas dan kuat sekalipun seperti thalidomide, faktor-faktor lain (genetik dan/atau lingkungan) tetap harus diperhitungkan, karena tidak semua janin yang terkena pada masa kritisnya menunjukkan anomali. Tak perlu dikatakan lagi bahwa interaksi yang kompleks antara gen majemuk dan faktor-faktor lingkungan mengakibatkan anomali yang belum dapat dimengerti sepenuhnya.    (Price & L. M. 2009)
Sebagai kesimpulan, beberapa penyakit pada manusia timbul sebagai akibat langsung dari abnormalitas DNA. Dasar persoalannya dapat melibatkan gen tunggal, gen majemuk, atau ke seluruhan dari kromosom. Ekspresi dari abnormalitas dapat bervariasi dari mulai malformasi anatomis yang terlokalisir, sampai kepada masalah kimiawi dan metabolik yang kompleks, atau meningkatnya kerentanan terhadap sesuatu dari lingkungan.

D.    Tindakan Pencegahan dan Konseling Genetik
Penderita yang mempunyai penyakit herediter umumnya merasa putus asa, sangat sedih dan merasa alam membuat mereka tidak mungkin kembali menjadi orang normal. Perasaan perasaan ini jelas nampak pada penyakit yang memang tidak mungkin disembuhkan seperti pada bayi yang hampir meninggal karena penyakit Tay-Sachs. Meskipun demikian, hubungan an tara genetika dan penyakit jauh berbeda dengan apa yang mula-mula dikenal sebagai menetap nya DNA. (Cp-Artikel, 2014).
Banyak keadaan yang diturunkan yang manifestasinya dapat dihindari, meskipun ada satu atau beberapa gen abnormal. Misalnya, kerusakan akibat fenilketonuria dapat dicegah dengan dengan manipulasi diet yang hati-hati. Perkembangan penyakit arteri koroner dapat di pengaruhi oleh manipulasi mulai dari pemberian obat sampai pada perubahan kebiasaan. Tugas dari ahli genetika manusia pada keadaan seperti ini tidak hanya mencatat dan memberikan daftar hal-hal yang tak dapat dihindari, tapi memberitahu penderita mengenai risiko keadaanya berdasarkan genetika dan mengurangi risiko tersebut dengan memanipulasi lingkungan. Mengubah ekspresi dari abnormalitas gen adalah perwujudan dari ilmu biomedika di masa yang akan datang. (Cp-Artikel, 2014).
Keadaan-keadaan yang tak dapat dipengaruhi dengan manipulasi lingkungan, mem butuhkan pencegahan penyakit dengan mencegah lahirnya individu yang terkena kelainan tersebut. Proses ini mempunyai dua tingkatan, dan masing-masing melibatkan keputusan dari individu-individu yang bersangkutan. Pada tingkatan pertama, kehamilan yang memungkinkan lahirnya individu yang abnormal dapat dihindari oleh pasangan yang bersang kutan. Pada tingkatan kedua, kehamilan dapat diakhiri dengan aborsi sebelum janin itu dapat hidup bebas, jika telah ditentukan bahwa janin itu terkena dengan keadaan yang dikhawatirkan. Pada contoh pertama, orang tua harus dijelaskan secara seksama akan risiko yang mungkin terjadi pada individu yang abnormal. Pembicaraan mengenai risiko pada bayi yang terkena ini harus diutarakan pada saat kehamilan masih muda, atau jika ada riwayat keluarga yang kuat terhadap keadaan tertentu. Demikian juga pada kelompok populasi dengan risiko tinggi yang memiliki in siden yang meningkat untuk keadaan tertentu. Contohnya, orang Yahudi Eropa Timur menunjukkan meningkatnya insidens terhadap penyakit Tay-Sachs. Pada keadaan-keadaan tertentu, ada beberapa pemeriksaan khusus untuk mendeteksi gen resesif tunggal pada orang tua, yang jika ada dalam dosis majemuk dapat menyebab kan kelainan pada bayi, contohnya, seseorang dengan penyakit Tay-Sack atau penyakit sel sabit. Pada keadaan-keadaan ini, jika kedua orang tuanya adalah karier dari gen tersebut, maka pasangan ini dapat diberi tahu tentang kemungkinan mempunyai bayi yang terkena sebesar satu di antara empat kehamilan.
Berdasarkan pengetahuan ini, orang tua dapat memutuskan untuk menghindari kehamilan sepe nuhnya, atau mengambil risiko yang sudah diper hitungkan, atau membiarkan kehamilan terjadi dan berusaha mengetahui diagnosis prenatal untuk mengantisipasi keadaan dan mungkin mengakhiri kehamilan itu. Misalnya-, pada pe nyakit Tay-Sachs sel-sel janin dapat diperoleh dengan melakukan amniosentesis dan dapat ditentukan kandungan enzim tertentu yang me ngakibatkan penyakit itu. Dengan cara ini, pa sangan orang tua dapat memiliki keluarga dimana risiko abnormalitas pada kehamilannya sudah diperhitungkan. (Nuswantara, 2010).
Keputusan yang sangat sulit dan peka ini harus dibuat oleh orang tua yang bersangkutan, dan mereka harus diberi keterangan yang tepat dan dapat dipahami mengenai keadaan dan prognosis dari penyakit yang mungkin terjadi, pola penurunannya, dan kemungkinan muncul nya penyakit pada keturunannya. Keterangan ini umumnya diberikan oleh orang yang telah dibekali dengan ketrampilan khusus dalam bim bingan genetik.
Bagi yang belum berpengalaman, sering menemui kesulitan untuk mengenali keadaan herediter. Banyak keadaan kongenital yang bukan herediter, sebaliknya hampir semua keadaan identik adalah herediter. Bahkan keadaan-keadaan yang sudah jelas familial, karena banyak terjadi dalam keluarga, mungkin saja bukan kelainan herediter, tapi disebabkan karena pengaruh lingkungan dimana seluruh keluarga terkena. (Nuswantara, 2010).
Seorang konselor kesehatan harus mempunyai keahlian dan mampu menjelaskan diagnosis setepat mungkin. Konselor harus mampu menjelaskan kepada pasien dengan ramah, tapi jelas mengenai sifat dan prognosis penyakit itu serta dampaknya pada individu yang terkena, pengobatan yang ada, dan cara-cara untuk mencegah timbulnya penyakit tersebut. Keputusan akhir dari setiap tindakan dibuat oleh orang tua berdasarkan pilihan-pilihan yang ada, sedangkan pengobatannya dilakukan oleh tim kesehatan sesuai dengan keputusan yang diambil. Meskipun apa yang telah dijelaskan diatas adalah untuk kasus-kasus penyakit herediter, namun pada dasarnya inti dari semua tindakan diatas sama dengan hakekat dari profesionalisme pelayanan kesehatan pada umumnya. (Nuswantara, 2010).







 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Telah diuraikan di atas mengenai interaksi genetic dan lingkungan terhadap penyakit. Jelas bahwa karena suatu kondisi tertentu, bagian dari populasi yang secara genetis memiliki predisposisi mungkin sangat kecil atau sungguh besar, dan proporsi yang terpapar pada keadaan lingkungan yang merugikan demikian pula dapat berbeda-beda.
Kajian tentang genetik banyak penyakit bisa menimbulkan pencegahan atau perbaikannya dengan metode lingkungan semata-mata. Memang sangat mungkin bahwa salah satu penerapan medis dan sosial paling penting dari penelitian genetis terletak pada pengendalian lingkungan, karena semakin dimungkinkannya untuk mengkarakterisasi konstitusi genetis individu secara tepat semakin dimungkinkan untuk melihat bagaimana mengubah atau menyesuaikan lingkungan menurut kebutuhannya.

B.     Saran
22
 
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan didalam Karya Tulis yang kami buat. Untuk itu penulis mohon maaf apabila terjadi kesalahan maupun kekurangan di dalam Karya Tulis Ilmiah ini. Sebagai bahan perbaikan kami meminta kritik maupun saran kepada para pembaca agar menjadi pertimbangan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah selanjutnya.

 
DAFTAR PUSTAKA

Cp-Artikel, 2014. Konsep Patologi Keturunan, Lingkungan Dan Penyakit. http://cp-artikel.blogspot.com Diakses 29 April 2015.

Elvita, A., dkk. 2009. Genetika Dasar. http://yayanakhyar.files.wordpress.comDiakses 29 April 2015.

Harris, Harry. 2008. Dasar-Dasar Genetika Biokemis Manusia Edisi 5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Inda, 2010. Interaksi Hereditas dan Lingkungan.  http://indazhagen.blogspot.com Diakses 29 April 2015.

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L. Robbins. 2008. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nuswantara, 2010. Era Bioteknologi dalam Pengobatan dan Diagnosis Penyakit Infeksi dan Genetis. http://katalog.pdii.lipi.go.id Diakses 29 April 2015.

Price & L. M. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Pringgoutomo,. 2012. Patologi I (Umum) Edisi 1. Sagung Seto, Jakarta.

Robbins, S.L., et al. 2012. Dasar Patologik Penyakit, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suryo . 2011. Genetika Manusia. Gadjahmada University Press,Yogyakarta.

Tamher Sayti, Heryati. 2012. Patologi. Tran Info Media. Jakarta Timur
















 
KATA PENGANTAR
http://gilang.web.id/wp-content/uploads/2011/07/basmalah.png

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah berjudul Interaksi Genetika Dengan Lingkungan Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah  ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: dosen pembimbing, yang telah memberikan kesempatan dan arahan serta nasihat yang bermanfaat sehingga penulis selalu ingin berusaha dan tidak mudah menyerah dan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sebagai perbaikan untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah yang akan datang. Semoga tulisan ini bermanfaat, amin..  
Watampone, 29  April  2015

                                                                                                         Penyusun




i
 
 



 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang ........................................................................................1
B.       Rumusan Masalah ...................................................................................2
C.       Tujuan Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.       Interaksi Antara Faktor Genetik dan Lingkungan...................................3
B.        Interaksi antara Faktor Ekstrinsik dan Intrinsik terhadap Penyakit.........4
C.        Kelainan Dengan Warisan Multi Faktor..................................................5
D.       Tindakan Pencegahan dan Konseling Genetik......................................18
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan ...........................................................................................22
B.       Saran .....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA






ii
 
 



 
INTERAKSI GENETIKA DENGAN
LINGKUNGAN







OLEH :

NAMA : NINI ASRIANI
NIM : 208201408










AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU
B  O  N  E


 
2015

No comments:

Post a Comment