|
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kita
sering mendengar pertanyaan, “Apakah penyakit ini menurun?” Dalam beberapa hal,
pertanyaan tersebut tidak tepat. Faktor intrinsic hampir selalu terlibat dalam
penyakit. Karena itu sebaiknya pertanyaan tersebut diungkapkan sebagai berikut,
“Sampai seberapa jauhkah pentingnya faktor keturunan pada penyakit ini?”
Walaupun pada penyakit infeksi yang jelas penyebabnya eksogen, faktor genetik
dapat dan mempengaruhi kepekaan terhadap agen yang menular tersebut dan
terhadap pola penyakit yang ditimbulkannya.
(Inda, 2010).
|
Berdasarkan
alasan analitis, genetika terutama terpusat pada ciri-ciri yang di dalamnya
hereditas tampak menonjol dan faktor lingkungan dapat diabaikan. Tetapi hal ini
tidak bisa dipungkiri memberikan gambar satu sisi karena gen suatu individu
tidak berfungsi in-vacuo. Mereka beraksi dalam seperangkat kondisi luar
tertentu, dan banyak ciri-ciri manusia dan penyakit yang penyebab pentingnya
tampaknya adalah sekaligus faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu dalam
hal ini penting sekali untuk memahami bagaimana konstitusi genetik individu
bisa terungkap secara berlainan pada keadaan lingkungan yang berbeda. Tetapi
masalah penguraian peran hereditas dan lingkungan dalam keadaan dimana keduanya
tampak merupakan penyebab penting, secara analitis
bersifat kompleks dan secara
konseptual
sering tampak sulit. (Inda,
2010).
Dengan
memperhatikan keseimbangan relatif antara genetik dan lingkungan sebagai
penyebab timbulnya penyakit, terdapat spektrum yang lebar. Pada ujung yang satu
dari spektrum itu terdapat penyakit-penyakit yang terutama ditentukan oleh
beberapa agen lingkungan terlepas dari latar belakang keturunan individu,
sedangkan pada ujung yang lain terdapat penyakit-penyakit yang merupakan akibat
dari perencanaan susunan genetik yang salah. (Robbins, S.L., et al. 2012).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah interaksi anatar
genetik dengan lingkungan?
2.
Bagaimanakah interaksi faktor
ekstrinsik dan intrinsik terhadap penyakit?
3.
Apa sajakah kelainan
dengan warisan multi factor?
4.
Bagaimana tindakan
pencegahan dan konseling genetik?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk
mengetahui interaksi anatar genetik
dengan lingkungan.
- Untuk
mengetahui interaksi faktor ekstrinsik
dan intrinsik terhadap penyakit.
- Untuk
mengetahui kelainan dengan warisan multi factor.
- Untuk
mengetahui tindakan pencegahan dan
konseling genetik.
|
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Interaksi
Antara Faktor Genetik dan Lingkungan
Selain terjadi
interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu,
terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan
modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang
merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen
menurut (Suryo: 2011).
Bila kita perhatikan kejadian-kejadian yang ada di
sekitar kita maka akan tampak adanya kesamaan kejadian satu dengan kejadian
lainnya, tetapi ada pula perbedaan kejadian satu dengan kejadian lainnya. Sama
halnya manusia, manusia satu dengan manusia lainnya meskipun memiliki beberapa
kesamaan (contoh, kesamaan bawaan atau lingkungan) tetapi masih saja terdapat
perbedaan yang ditimbulkan. (Elvita, A., dkk. 2009).
|
Setiap manusia mempunyai pola pertumbuhan dan
perkembangan yang berbeda. Hal ini dapat dipengaruhi dari berbagai faktor,
yaitu faktor dari dalam (faktor yang ada dalam diri manusia itu sendiri, faktor
hereditas:bawaan/warisan) dan faktor luar (faktor lingkungan). Dengan faktor
bawaan tertentu dan disertai dengan faktor lngkungan yang tertentu pula maka
akan menghasilkan pola pertumbuhan dan perkembangan tertentu pula.
Masing-masing individu lahir ke dunia dengan suatu
hereditas tertentu. Ini berarti bahwa, karakteristik individu diperoleh melalui
pewarisan atau pemidahan dari cairan-cairan “germinal’ dari pihak orang tuanya.
Di saming itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya,
baik lingkungan fisik, lingkungan psikologi, maupun lingkungan sosial. Setiap
pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakann hasil interaksi dari
hereditas dan lingkungan. (Harris, Harry. 2008).
B.
Interaksi
antara Faktor Ekstrinsik dan Intrinsik terhadap Penyakit
- Faktor
Ekstrinsik Penyakit
Beberapa penyebab penting dari penyakit
pada manusia adalah agen infeksi, trauma mekanis, bahan kimia beracun, radiasi,
suhu yang ekstrim, masalah gizi dan stres psikologik. Walaupun faktor
ekstrinsik ini merupakan penyebab penting dari kesengsaraan manusia, tetapi
pandangan tentang penyakit yang hanya memperhitungkan faktor-faktor ini
tidaklah lengkap. Karena penyakit sesungguhnya merupakan bagian dari hidup
individu yang sakit, karena itu harus juga dipertimbangkan mekanisme respon
intrinsik dari individu tersebut dan semua proses biologis yang terpengaruh
oleh agen ekstrinsik tertentu. (Tamher Sayti, Heryati. 2012).
- Faktor
Intrinsik Penyakit
Banyak sitat dan individu yang merupakan
faktor intrinsik penyakit, karena sifat-sifat tersebut mempunyai dampak yang penting
pada perubahan berbagai keadaan pada individu. Umur, jenis kelamin, dan
kelainan-kelainan yang didapatkan dari perjalanan penyakit sebelumnya adalah
faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam patogenesis penyakit. Di atas
segalanya, keadaan genetik atau genom individu juga merupakan bagian esensial
dari penyebab penyakit. Hal ini benar, sebab sifat anatomik hospes, berbagai
macam mekanisme fisiologis kehidupan sehari-hari, dan cara memberikan respons
ter hadap cedera semuanya ditentukan oleh infor masi genetik yang terkumpul
pada saat konsepsi. Dalam mempelajari sifat biologi penyakit, maka faktor genetik
dan
lingkungan
selalu harus diperhatikan. (Tamher Sayti, Heryati. 2012)
C.
Kelainan
Dengan Warisan Multi Faktor
- Kelainan
Kromosom
Dua
tipe kelainan kromosom yang mungkin terjadi dalam sindrom karakteristik adalah
kelainan dalam jumlah dan kelainan dalam struktur dari kromosom.
- Kelainan
jumlah kromosom
Kelainan kromosom dapat berkembang dengan
berbagai cars sewaktu pembelahan sel berlangsung. Kegagalan ini menghasilkan
kelainan jumlah kromosom dalam sel, disebut aneuploidi. Kesalahan jumlah
kromosom ini dapat terjadi sewaktu pembelahan meiosis dari satu gamet atau
terjadi karena kegagalan berpisah diawal pembelahan sel dari satu zigot. Kegagalan
berpisah yaitu kegagalan dari pasangan kromosom homolog untuk berpisah selama
meiosis atau dalam tahap pertama pembelahan sel zigot. Kegagalan ini
mengakibatkan pembelahan sel menghasilkan satu sel anak yang mengandung satu kromosom ekstra dan
satu
sel anak lain yang jumlah kromosomnya kurang satu dari normal.
Suatu aneuploidi yang mengandung satu
kromosom ekstra pada posisi tertentu (ada tiga bukan sepasang kromosom) disebut
trisomi, dan aneuploidi yang kromosomnya kurang satu (hanya satu dan bukan
sepasang kromosom) disebut monosomi. Jika kegagalan berpisah terjadi pada
gamet, maka fertilisasi yang melibatkan sperms atau ovum tersebut akan
menghasilkan zigot dengan jumlah kromosom abnormal. Anomali ini akan terns
ditransmisikan pada setiap sel keturunan berikutnya. Jika kegagalan berpisah
terjadi sewaktu pembelahan sel tahap pertama dari zigot, akan terbentuk dua
baris sel. Jika kegagalan berpisah terjadi pada tahap kedua atau tahap
selanjutnya dari pembelahan sel, hanya turunan dari sel yang abnormal yang akan
terkena dan sel-sel lainnya akan tetap normal. Fenomena ini menimbulkan keadaan
mosaik, yaitu kondisi dimana informasi genetik pada sel-sel seorang individu
berbeda-beda. akibat yang ditimbulkan bervariasi, tergantung dari jumlah
pembelahan sel yang mengalami kegagalan berpisah pada individu tersebut.
Semakin dini kesalahan tersebut terjadi, semakin banyak sel pada organisme
tersebut yang terlibat; karena itu, semakin besar kemungkinan bahwa organisme
tersebut tidak dapat hidup.
- Kelainan
struktur kromosom
Kelainan struktur kromosom terjadi jika
kro mosom pecah dan pecahannya hilang atau me lekat pada kromosom lain.
Kejadian ini disebut translokasi. Pengaturan kembali yang dilakukan set dapat
menghasilkan keseimbangan normal tetapi dapat jugs menjadi tidak seimbang. Jika
terjadi keseimbangan normal, total materi genetik di dalam sel tetap sama
seperti dalam sel dengan kromosom normal. Pengaturan semacam ini bia sanya
tidak akan menimbulkan sindrom klinis. Jika terjadi ketidakseimbangan, maka terjadi
kelebihan atau kekurangan materi genetik dalam barisan sel-sel tersebut.
Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan perubahan dalam fenotip klinis. (Price & L. M. 2009).
- Prognosis
kelainan kromosom
Kurang lebih 0,6% neonatus memiliki
kelainan kromosom mayor yang dapat menyebabkan peningkatan morbiditas atau
mortalitas. Tetapi, sebagian besar kelainan kromosom menyebab kan kematian, dan
hasil konsepsi lenyap pada tahap tertentu dalam kehamilan atau tidak me lekat
pada uterus. Sekitar 50% dari embrio dan fetus yang mengalami abortus spontan
memiliki kelainan kromosom. Hilangnya sebagian kro mosom atau duplikasi
kromosom yang tidak me nimbulkan kematian seringkali mengakibatkan bentuk tubuh
dismorfik, retardasi mental, dan ketidakmampuan untuk berkembang. Trisomi
otosom yang paling sering terjadi dan dapat tetap bertahan hidup setelah lahir
adalah trisomi 21, sindrom Down; trisomi 18, sindrom Edward; dan trisomi 13,
sindrom Patau.
Zigot yang kekurangan kromosom' X dapat
tetap hidup dan menghasilkan individu yang hidup dengan kromosom 45X komplemen,
atau Sindrom Turner. Kadang-kadang mosaik X nam pak terlihat, dengan beberapa
garis sel mem punyai satu X atau tidak sama sekali. Insidensnya kira-kira 1 di
antara 2500 kelahiran bayi wanita dan sekitar 8% pada abortus spontan. Frekuen
sinya lebih tinggi pada ibu usia muds. Zigot de ngan genotip pria dengan
kromosom X ekstra menghasilkan individu dengan kromosom 47XYY komplemen atau
Sindrom Klinefelter. Insidensnya 1 dalam 850 kelahiran bayi pria. Keadaan ini mungkin
tidak terdiagnosis pada masa bayi atau anak-anak, namun baru diketahui pada
masa adolesens ketika anak pria pergi ke dokter karena pubertasnya terlambat. Juga
telah dilaporkan adanya beberapa kom binasi Xs dan Ys majemuk yang berbeda.
Wanita dengan genotip 47XXX terjadi kurang lebih 1 dalam 1000 kelahiran.
- Abnormalitas
Gen
Kongenital tidak sinonim dari herediter.
Ab normalitas dapat berupa kongenital, yaitu jika terjadi pada waktu lahir dan
tidak ditentukan oleh genetik. Sebaliknya, abnormalitas yang diten tukan oleh
genetik dapat bukan kongenital, tapi mungkin dapat bermanifestasi pada setiap
saat dalam kehidupannya, dan pada beberapa kea daan baru muncul pada usia
pertengahan.
Ekspresi fenotip dari gen dapat terjadi
dalam satu dari empat macam pola keturunan: dominan otosomal, resesif otosomal,
dominan terkait X, dan resesif terkait X (mendelian). Dalam tulisan, sifat
bawaan dominan ditunjukkan dengan huruf besar; sifat bawaan resesif ditunjukkan
dengan huruf kecil.
Ada tiga kemungkinan dari genotip, AA,
Aa, dan aa jika ada 2 alel (bentuk-bentuk alternatif dari sebuah gen pada
tempat yang sama dalam kromosom), A dan a, pada sebuah lokus. I ndividu yang
mempunyai 2 gen yang sama, AA atau aa, disebut homozigos untuk gen tersebut;
dan in dividu yang mempunyai Aa disebut heterozigos untuk gen tersebut.
Jika sifat bawaan dominan, maka ia
selalu bermanifestasi bila individu tersebut mempunyai gen A meskipun ada gen a
dari heterozigot. Jika sifat bawaan resesif, ia hanya dapat bermanifes tasi
bila tidak ada dosis majemuk, yaitu bila in dividu itu mempunyai homozigos aa.
Sifat bawa an ini tidak bermanifestasi pada homozigot AA atau heterozigot Aa.
Namun, heterozigot Aa adalah karier untuk sifat bawaan, sebab individu itu
dapat meneruskan gen itu kepada keturunan nya. Selain itu, heterozigot juga
dapat menunjuk kan fenotip dari kedua alel. Bila kedua gen dapat bermanifestasi
tanpa tergantung kepada yang lain maka gen-gen itu disebut sebagai kodo minan.
Jika individu menunjukkan gangguan do
minan otosomal, maka setidaknya satu dari orang tuanya terkena (genotip Aa atau
AA) atau bisa juga terjadi karena ada mutasi baru (pe rubahan dari sebuah atau
beberapa gen) dalam sebuah sel benih. Anak-anak pria dan wanita akan
terpengaruh pada jumlah yang sama. Se dan jenis kelamin dapat meneruskan sifat
ba waannya kepada anak pria dan wanitanya dan akan ada transmisi vertikal dari
sebuah sifat bawaan kepada generasi-generasi seterusnya. Mutasi baru, lebih
sering terjadi pada sel benih dari ayah yang berusia 5 sampai 7 tahun lebih tua
dari pada populasi ayah pada umumnya yang meneruskan mutasi keturunan. Mutasi
akibat usia orang tua yang lanjut memegang peranan penting dalam terjadinya
Sindrom Marfan dan kerdil akondroplastik.
Gangguan dominan otosomal tidak sering
ter jadi. Ekspresi sifat bawaan dari individu hete rozigot dapat bervariasi
sehingga beberapa di antaranya nampak normal secara klinis. Namun, pada keadaan
homozigos keadaan klinisnya dapat secara series atau bahkan dapat menye babkan
kematian. Salah satu contoh adalah hiperkolesterolemi familial. Dalam beberapa
kea daan, seperti penyakit Huntington dan penyakit ginjal polikistik, meskipun
gen abnormalnya su dah ada pada waktu konsepsi, keadaan pato logisnya baru
muncul pada saat dewasa.
Keadaan resesif otosomal hanya nampak
bila individu yang terkena mempunyai dua alel yang mutasi atau abnormal. Jika
kedua orang tuanya secara fenotip normal tapi heterozigos secara genotip (Aa),
maka anak-anaknya dapat terkena jika genotipnya aa. Kombinasi lain yang dapat
mengakibatkan terkenanya anak adalah jika salah satu orang tuanya terkena (aa)
dan yang lainnya heterozigos (Aa). Pria dan wanita sama kemungkinannya untuk
terkena. Contoh-contoh dari gangguan gen tunggal;
a. Dominan
otosomal
b. Hiperkolesterolemi
familial
c. Penyakit
ginjal polikistik
d. Penyakit
Huntington
e. Sferositosis
herediter
f. Sindrom
Marfan
g. Penyakit
von Willebrand
h. Osteogenesis
imperfekta
i.
Resesif otosomal
j.
Anemia sel sabit
k. Fibrosis
kistik
l.
Penyakit Tay-Sachs
Fenilketonuria [PKU]
m. Albinisme
n. Mukopolisakaridosis
o. Glycogen
storage disease
p. Galaktosemia
q. Beta
warns
r.
Terkait X
s. Distrofi
otot
t.
Duchenne
u. Hemofilia
- Abnormalitas
gen tunggal
Abnormalitas dari gen tunggal tak dapat
diketahui dengan pemeriksaan sel secara mikroskopis, karena kariotip dari
individu yang terkena normal. Adanya gen abnormal dapat dilacak dengan
mengamati sebuah sifat bawaan feno tipik yang abnormal pada individu dan pada
pohon keluarga. Abnormalitas gen tunggal dapat nampak dalam berbagai keadaan,
mulai dari defek lokalisasi anatomis yang sederhana sam pai pada gangguan yang
tak nyata atau kompleks dari kimia tubuh. Populasi secara keseluruhan dari
frekuensi gangguan gen tunggal adalah sekitar 1%, dengan 0,7% sebagai dominan,
0,25% sebagai resesif, dan 0,04% terkait X (lihat daftar di bawah sebagai
contoh dari gangguan gen tunggal).
Akibat abnormalitas gen tunggal. Dalam
se buah kategori abnormalitas gen tunggal, DNA yang menyimpang dapat
mengakibatkan produk si molekul protein abnormal, misalnya, molekul hemoglobin.
Sedikit penyimpangan pada struktur hemoglobin dapat mengakibatkan perubahan secara
fisik dan dapat berkembang menjadi penya kit yang serius. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Individu dengan anemia sel sabit
mempunyai gen resesif abnormal yang homozigot yang me ngubah satu asam amino
dalam rantai hemoglobin beta. Hemoglobin yang berbeda ini menghasilkan sel
darah merah'yang mengalami defor mitas atau berbentuk sabit. Sel darah merah
berbentuk sabit ini mudah sekali rusak, dan mengakibatkan tanda-tanda dan
gejala yang hebat. Individu yang mempunyai gen hemoglobin abnormal yang
heterozigot, mempunyai sifat bawaan sel sabit dan tidak mempunyai gejala untuk
penyakit ini.
Beberapa gangguan resesif melibatkan abnormalitas
dari protein enzim. Abnormalitas gen tunggal ini mungkin muncul sebagai
gangguan metabolisme sejak lahir. Pada keadaan normal, jumlah enzim yang
tersedia lebih dari yang dibu tuhkan. Oleh karena itu, penurunan sampai se
banyak 50%, seperti pada orang yang mempu nyai hanya satu alel yang mutasi,
yaitu dengan genotip Aa, tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan. Tetapi
defisiensi total pada individu dengan dua gen mutan, yaitu genotip aa, akan
mengakibatkan kelainan metabolisme yang serius.
Akibat patologis pada gangguan
metabolisme sejak lahir disebabkan oleh gangguan pada jalur metabolik yang
normal. Sebuah gen yang abnor mal dapat mengakibatkan produksi yang salah atau
sama sekali tidak memproduksi. Jika pro duknya berupa enzim, maka akibat dari
abnormalitas gen itu adalah hilangnya kerja dari enzim itu, keadaan
yang
kadang-kadang
disebut sebagai enzimopati. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Akibat-akibat dari enzimopati
bermacam-ma cam. Penyakit dapat terjadi akibat tidak adanya produk akhir,
penumpukkan substrat yang tidak terpakai karena adanya hambatan, atau akibat
penimbunan produk dari jalur metabolik lain yang biasanya sedikit dipakai
akibat "terhambatnya" jalur metabolik yang biasa dipakai. Contoh
klasik dari keadaan yang disebabkan tidak adanya produk akhir adalah albinisme.
Pigmen melanin tidak diproduksi, akibatnya tidak ada pigmen pada rambut, kulit
atau iris. Contoh yang lain adalah tidak adanya hormon tiroid yang
mengakibatkan kretinisme; dan diabetes insipidus akibat tidak diproduksinya
hormon anti diuretik oleh kelenjar pituitaria. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Contoh penumpukan substrat-substrat pada
jalur sebelum hambatan adalah galaktosemia, dimana galaktosa tidak diubah
menjadi glukosa karena tidak adanya enzim. Akibatnya, galaktosa menumpuk pada
darah dan jaringan lain, men gakibatkan kerusakan pada hati, otak dan ginjal.
Pada penyakit Tay-Sack, akibat ada enzim yang hilang, individu yang terkena
akan cepat sekali mengalami penumpukkan lipid tertentu di dalam neuron-neuron
otaknya. Ini mengakibatkan degenerasi sel-sel ini yang menyebabkan kebu taan,
kelumpuhan, dan kematian, yang biasanya terjadi sebelum berusia 4 tahun. (Robbins, S.L., et al. 2012).
Penyakit dapat timbul akibat penumpukan
metabolit tak terpakai yang terbentuk karena dipakainya jalur metabolik
alternatif. Metabolit metabolit tak terpakai ini dapat berbahaya jika ada dalam
jumlah yang berlebihan. Contoh klasik untuk keadaan ini adalah fenilketonuria
(PKU). Akibat tidak adanya enzim pada jalur yang memetabolisme protein makanan,
maka fenila lanin akan menumpuk. Jalur alternatif yang me metabolisme
fenilalanin akan menghasilkan zat zat toksik.
Abnormalitas gen tunggal lain dapat meng
akibatkan kelainan pada pertumbuhan tulang atau kimia jaringan ikat atau
aktivitas sekresi dari sel. Pada fibrosis kistik, terdapat kelainan pada
sekresi banyak kelenjar eksokrin, seperti pada kelenjar keringat, pancreas, dan
sekresi bronchial individu yang terkena akan cepat meninggal akibat komplikasi
paru-paru. Ada jugs keadaan keadaan yang ditentukan secara genetik di mans
individu yang normal menunjukkan respon yang tidak umum terhadap beberapa agen
dari luar, misalnya obat. Hal ini diketahui dengan adanya perkembangan dari
ilmu farmakogenetik, yang mempelajari respon yang berbeda-beds terhadap obat.
Daftar fenotip abnormal dari keadaan ini ditentukan oleh penurunan mendelian
yang meliputi ratusan keadaan yang berbeda. (Robbins, S.L., et al. 2012).
- Gen
kromosom seks
Sama seperti halnya pada otosom, gen-gen
pada kromosom X dapat bersifat dominan atau resesif. Gen-gen abnormal yang
terletak pada kromosom X disebut terkait X. Karena wanita mempunyai dua
kromosom X, maka ada dua kemungkinan bagi terjadinya gen mutan yaitu homozigot
atau heterozigot. Karena pria hanya mempunyai satu kromosom X, maka bagi sifat
bawaan terkait X selalu merupakan hemizigos. Oleh karena itu, setiap sifat
bawaan pada kro mosom X selalu diekspresikan pada pria, se dangkan pada wanita
bisa bersifat resesif atau dominan. Karena seorang pria hanya dapat menurunkan
kromosom X-nya pada anak wanita, maka tidak pernah ada penurunan (transmisi)
sifat bawaan terkait X dari seorang ayah kepada anak laki-lakinya, tapi selalu
ada penurunan dari ayah kepada anak wanitanya.
Wanita heterozigot memberikan transmisi
yang sebanding kepada anak pria dan anak wanitanya. Pria hemizigos hanya
memberikan transmisi kepada anak wanitanya
dan tidak kepada anak prianya. Ekspresi fenotip dari sifat bawaan yang
diturunkan lebih bervariasi dan lebih ringan pada wanita heterozigot, karena
adanya kromosom X normal pada mereka. Ja rang sekali ada tipe terkait X yang
dominan. Pria hemizigos mendapatkan ekspresi penuh dari sifat bawaan karena
mereka hanya mempunyai sebuah kromosom X, dan bersifat abnormal.
Tipe terkait X yang resesif relatif
sering terjadi. Kelainan ini sepenuhnya diekspresikan hanya pada pria
hemizigos. Wanita heterozigot selalu normal, tapi mereka adalah karier dari gen
mutan mempunyai kemungkinan 50% untuk
menurunkan kepada anak prianya. Anak wanita nya adalah karier dan separuhnya
normal. Semua anak wanita dari pasangan ayah yang terkena dan ibu yang normal
adalah karier, tapi tidak ada anak prianya yang terkena. Semua anak wanita dari
pasangan ayah yang terkena dengan ibu yang heterozigot, mempunyai gen yang
abnormal; 50% di antaranya terkena secara fenotip. Keadaan yang terakhir ini
jarang terjadi. Hemofilia A adalah gangguan pembekuan darah yang diturunkan
secara terkait X yang paling sering terjadi.
Pada penurunan terkait Y, gen-gen pada
kro mosom Y diturunkan dari ayah kepada anak prianya dan tidak kepada anak
wanitanya. Gen gen yang diketahui ada pada kromosom Y adalah gen yang menentukan
kelamin pria dan antigen yang mempengaruhi penolakan pada proses pencangkokan.
(Robbins,
S.L., et al. 2012).
- Keadaan-keadaan
poligenik
Banyak hal yang "terjadi dalam
keluarga" tapi tidak mengikuti pola mendelian atau penurunan gen tunggal.
Banyak sifat bawaan seperti itu yang mengakibatkan timbulnya gen majemuk
berisiko tinggi yang disebut sebagai poligenik. Analisa dari banyak keadaan
poligenik, menunjukkan bahwa itu adalah hasil dari interaksi dari bebe rapa gen
yang terpisah dan berbagai faktor ling kungan. Contoh dari keadaan yang
multifaktorial itu meliputi hipertensi esensial, diabetes melitus, penyakit
arteri koroner, skizofrenia, labio dan palatoskisis, penyakit jantung bawaan
(lihat kotak di bawah).
Upaya pencegahan terjadinya kelainan
poligenik atau multifaktorial, dapat melibatkan banyak hal yang bersifat
non-genetik, karena pengaruh lingkungan seperti pembatasan diet atau perubahan
gays hidup dan kebiasaan me rokok, akan bermanfaat meskipun tidak berhu bungan
dengan genetik. Contoh keadaam multifaktorial yang diturunkan Genetik dengan
faktor-faktor lingkungan :
a. Kelainan
jantung
b. Labioskisis
dan/atau palatoskisis
c. Hipospadia
d. Stenosis
pilorus.
e. Penyakit
Hirschprung
f. Dub
foot
g. Dislokasi
sendi panggul kongenital
h. Spina
bifida
Anomali atau malformasi kongenital umumnya
merupakan hasil interaksi dari gen-gen majemuk dengan beberapa keadaan
lingkungan tertentu. Sebagian besar anomali kongenital ter jadi tanpa pola
penurunan yang jelas. Penyelidikan pada kembar menunjukkan bahwa kemungkinan
untuk mendapatkan anomali tertentu pada tiap anak kembar lebih besar pada
kembar identik daripada kembar fraternal. Lagipula, banyak penelitian pada
keluarga menunjukkan bahwa kerabat dari seorang yang menderita anomali
tertentu, mempunyai insidens yang lebih besar daripada populasi pada umumnya.
Sebaliknya, peranan dari lingkungan sudah jelas, karena bahkan pada kembar
identik sekalipun frekuensi dari anomali tertentu tidak sepenuhnya 100%. Pada
segi lain, ada faktor-faktor lingkungan, seperti zat kimia toksik, obat-obatan,
pengaruh fisik, dan virus-virus yang mengakibatkan anomali kongenital. Tetapi,
bahkan pada lingkungan teratogen yang sudah jelas dan kuat sekalipun seperti
thalidomide, faktor-faktor lain (genetik dan/atau lingkungan) tetap harus diperhitungkan,
karena tidak semua janin yang terkena pada masa kritisnya menunjukkan anomali.
Tak perlu dikatakan lagi bahwa interaksi yang kompleks antara gen majemuk dan
faktor-faktor lingkungan mengakibatkan anomali yang belum dapat dimengerti
sepenuhnya. (Price & L. M. 2009)
Sebagai kesimpulan, beberapa penyakit
pada manusia timbul sebagai akibat langsung dari abnormalitas DNA. Dasar
persoalannya dapat melibatkan gen tunggal, gen majemuk, atau ke seluruhan dari
kromosom. Ekspresi dari abnormalitas dapat bervariasi dari mulai malformasi
anatomis yang terlokalisir, sampai kepada masalah kimiawi dan metabolik yang
kompleks, atau meningkatnya kerentanan terhadap sesuatu dari lingkungan.
D.
Tindakan
Pencegahan dan Konseling Genetik
Penderita yang mempunyai penyakit herediter
umumnya merasa putus asa, sangat sedih dan merasa alam membuat mereka tidak
mungkin kembali menjadi orang normal. Perasaan perasaan ini jelas nampak pada
penyakit yang memang tidak mungkin disembuhkan seperti pada bayi yang hampir
meninggal karena penyakit Tay-Sachs. Meskipun demikian, hubungan an tara
genetika dan penyakit jauh berbeda dengan apa yang mula-mula dikenal sebagai
menetap nya DNA. (Cp-Artikel, 2014).
Banyak keadaan yang diturunkan yang manifestasinya
dapat dihindari, meskipun ada satu atau beberapa gen abnormal. Misalnya, kerusakan
akibat fenilketonuria dapat dicegah dengan dengan manipulasi diet yang
hati-hati. Perkembangan penyakit arteri koroner dapat di pengaruhi oleh
manipulasi mulai dari pemberian obat sampai pada perubahan kebiasaan. Tugas
dari ahli genetika manusia pada keadaan seperti ini tidak hanya mencatat dan
memberikan daftar hal-hal yang tak dapat dihindari, tapi memberitahu penderita
mengenai risiko keadaanya berdasarkan genetika dan mengurangi risiko tersebut
dengan memanipulasi lingkungan. Mengubah ekspresi dari abnormalitas gen adalah
perwujudan dari ilmu biomedika di masa yang akan datang. (Cp-Artikel, 2014).
Keadaan-keadaan yang tak dapat dipengaruhi
dengan manipulasi lingkungan, mem butuhkan pencegahan penyakit dengan mencegah
lahirnya individu yang terkena kelainan tersebut. Proses ini mempunyai dua
tingkatan, dan masing-masing melibatkan keputusan dari individu-individu yang
bersangkutan. Pada tingkatan pertama, kehamilan yang memungkinkan lahirnya
individu yang abnormal dapat dihindari oleh pasangan yang bersang kutan. Pada
tingkatan kedua, kehamilan dapat diakhiri dengan aborsi sebelum janin itu dapat
hidup bebas, jika telah ditentukan bahwa janin itu terkena dengan keadaan yang
dikhawatirkan. Pada contoh pertama, orang tua harus dijelaskan secara seksama
akan risiko yang mungkin terjadi pada individu yang abnormal. Pembicaraan mengenai
risiko pada bayi yang terkena ini harus diutarakan pada saat kehamilan masih
muda, atau jika ada riwayat keluarga yang kuat terhadap keadaan tertentu.
Demikian juga pada kelompok populasi dengan risiko tinggi yang memiliki in
siden yang meningkat untuk keadaan tertentu. Contohnya, orang Yahudi Eropa
Timur menunjukkan meningkatnya insidens terhadap penyakit Tay-Sachs. Pada
keadaan-keadaan tertentu, ada beberapa pemeriksaan khusus untuk mendeteksi gen
resesif tunggal pada orang tua, yang jika ada dalam dosis majemuk dapat
menyebab kan kelainan pada bayi, contohnya, seseorang dengan penyakit Tay-Sack
atau penyakit sel sabit. Pada keadaan-keadaan ini, jika kedua orang tuanya
adalah karier dari gen tersebut, maka pasangan ini dapat diberi tahu tentang kemungkinan mempunyai bayi yang
terkena sebesar satu di antara empat kehamilan.
Berdasarkan pengetahuan ini, orang tua
dapat memutuskan untuk menghindari kehamilan sepe nuhnya, atau mengambil risiko
yang sudah diper hitungkan, atau membiarkan kehamilan terjadi dan berusaha
mengetahui diagnosis prenatal untuk mengantisipasi keadaan dan mungkin
mengakhiri kehamilan itu. Misalnya-, pada pe nyakit Tay-Sachs sel-sel janin
dapat diperoleh dengan melakukan amniosentesis dan dapat ditentukan kandungan
enzim tertentu yang me ngakibatkan penyakit itu. Dengan cara ini, pa sangan
orang tua dapat memiliki keluarga dimana risiko abnormalitas pada kehamilannya
sudah diperhitungkan. (Nuswantara, 2010).
Keputusan yang sangat sulit dan peka ini
harus dibuat oleh orang tua yang bersangkutan, dan mereka harus diberi
keterangan yang tepat dan dapat dipahami mengenai keadaan dan prognosis dari
penyakit yang mungkin terjadi, pola penurunannya, dan kemungkinan muncul nya
penyakit pada keturunannya. Keterangan ini umumnya diberikan oleh orang yang
telah dibekali dengan ketrampilan khusus dalam bim bingan genetik.
Bagi yang belum berpengalaman, sering
menemui kesulitan untuk mengenali keadaan herediter. Banyak keadaan kongenital
yang bukan herediter, sebaliknya hampir semua keadaan identik adalah herediter.
Bahkan keadaan-keadaan yang sudah jelas familial, karena banyak terjadi dalam
keluarga, mungkin saja bukan kelainan herediter, tapi disebabkan karena pengaruh
lingkungan dimana seluruh keluarga terkena. (Nuswantara, 2010).
Seorang konselor kesehatan harus mempunyai
keahlian dan mampu menjelaskan diagnosis setepat mungkin. Konselor harus mampu
menjelaskan kepada pasien dengan ramah, tapi jelas mengenai sifat dan prognosis
penyakit itu serta dampaknya pada individu yang terkena, pengobatan yang ada,
dan cara-cara untuk mencegah timbulnya penyakit tersebut. Keputusan akhir dari
setiap tindakan dibuat oleh orang tua berdasarkan pilihan-pilihan yang ada,
sedangkan pengobatannya dilakukan oleh tim kesehatan sesuai dengan keputusan
yang diambil. Meskipun apa yang telah dijelaskan diatas adalah untuk kasus-kasus
penyakit herediter, namun pada dasarnya inti dari semua tindakan diatas sama dengan
hakekat dari profesionalisme pelayanan kesehatan pada umumnya. (Nuswantara, 2010).
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Telah
diuraikan di atas mengenai interaksi genetic dan lingkungan terhadap penyakit.
Jelas bahwa karena suatu kondisi tertentu, bagian dari populasi yang secara
genetis memiliki predisposisi mungkin sangat kecil atau sungguh besar, dan
proporsi yang terpapar pada keadaan lingkungan yang merugikan demikian pula
dapat berbeda-beda.
Kajian
tentang genetik banyak penyakit bisa menimbulkan pencegahan atau perbaikannya
dengan metode lingkungan semata-mata. Memang sangat mungkin bahwa salah satu
penerapan medis dan sosial paling penting dari penelitian genetis terletak pada
pengendalian lingkungan, karena semakin dimungkinkannya untuk mengkarakterisasi
konstitusi genetis individu secara tepat semakin dimungkinkan untuk melihat
bagaimana mengubah atau menyesuaikan lingkungan menurut kebutuhannya.
B.
Saran
|
Penulis
berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis
juga menyadari masih banyak kekurangan didalam Karya Tulis yang kami buat.
Untuk itu penulis mohon maaf apabila terjadi kesalahan maupun kekurangan di
dalam Karya Tulis Ilmiah ini. Sebagai bahan perbaikan kami meminta kritik
maupun saran kepada para pembaca agar menjadi pertimbangan dalam penulisan Karya
Tulis Ilmiah selanjutnya.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Cp-Artikel,
2014. Konsep Patologi Keturunan,
Lingkungan Dan Penyakit. http://cp-artikel.blogspot.com
Diakses 29 April 2015.
Elvita, A., dkk. 2009. Genetika
Dasar. http://yayanakhyar.files.wordpress.com. Diakses 29 April 2015.
Harris, Harry. 2008. Dasar-Dasar
Genetika Biokemis Manusia Edisi 5. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Inda,
2010. Interaksi Hereditas dan Lingkungan.
http://indazhagen.blogspot.com
Diakses 29 April 2015.
Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley
L. Robbins. 2008. Buku Ajar Patologi
Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nuswantara, 2010. Era
Bioteknologi dalam Pengobatan dan Diagnosis Penyakit Infeksi dan Genetis. http://katalog.pdii.lipi.go.id Diakses
29 April 2015.
Price & L. M. 2009. Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Pringgoutomo,. 2012. Patologi I
(Umum) Edisi 1. Sagung Seto, Jakarta.
Robbins, S.L., et al. 2012. Dasar
Patologik Penyakit, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suryo . 2011. Genetika Manusia.
Gadjahmada University Press,Yogyakarta.
Tamher
Sayti, Heryati. 2012. Patologi. Tran Info Media. Jakarta Timur
|
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah berjudul “Interaksi Genetika Dengan Lingkungan”
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
dosen pembimbing, yang telah memberikan kesempatan dan arahan serta nasihat yang bermanfaat sehingga
penulis selalu ingin berusaha dan tidak mudah menyerah dan dalam menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun sebagai perbaikan untuk menyusun Karya
Tulis Ilmiah yang akan datang. Semoga tulisan ini bermanfaat, amin..
Watampone, 29
April 2015
Penyusun
|
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR
ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan
Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan
Penulisan.....................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Interaksi
Antara Faktor Genetik dan Lingkungan...................................3
B.
Interaksi antara Faktor
Ekstrinsik dan Intrinsik terhadap Penyakit.........4
C.
Kelainan Dengan Warisan
Multi Faktor..................................................5
D. Tindakan
Pencegahan dan Konseling Genetik......................................18
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
...........................................................................................22
B. Saran
.....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
|
|
INTERAKSI GENETIKA DENGAN
LINGKUNGAN
OLEH
:
NAMA
: NINI ASRIANI
NIM
: 208201408
AKADEMI
KEPERAWATAN LAPATAU
B
O N E
|
2015
No comments:
Post a Comment