BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Haji dan umroh adalah ibadah yang
diperintahkan Allah dan dajarkan oleh para Rasul. Ibadah ini dimulai sejak Nabi
Adam AS., manusia pertama yang menginjakkan kaki didunia ini, membangun ka’bah
di Makkah. Bahwa ia merupakan kewajiban, yang sesungguhnya tidaklah
diperlukan-Nya, memperkuat keyakinan akan kebutuhan untuk menunaikannya.
Orang-orang yang mengerjakan ibadah
haji dan umroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memberikan kepada mereka apa yang
mereka minta, kemudian Dia akan mengganti semua harta yang mereka belanjakan
untuk-Nya, satu dirham menjadi sejuta dirham.
Haji merupakan rukun islam yang
kelima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakannya, jumhur
ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyariatkan ibadah haji tersebut adalah pada
tahun ke enam hijriyah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan
hijriyah.[1]
Untuk memperdalam pengetahuan kita,
penulis mencoba membri penjelasan singkat mengenai haji dan umroh, ujuan yang
ingn kita capai daam haji dan umroh adalah dasar hokum dan peintah haji dan
umroh, syarat, rukun dan wajib haji dan umroh serta larangan-larangan dalam
haji dan umroh. Selain itu penulis juga menambahkan sedikit wacana tentang
manfaat haji dan umroh terhadap kesehatan.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas ialah
sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
haji dan umrah?
2.
Apa dalil
kewajiban ibadah haji dan umrah?
3.
Apa saja rukun
dan wajib haji dan umrah?
4.
Apa saja
macam-macam ibadah haji dan umrah?
5.
Bagaimana tata
cara ibadah haji dan umrah?
6.
Apa saja larangan serta
denda (Dam) bagi yang Haji dan Umrah ?
7.
Apakah perbedaan yang
mendasar dari Haji dan Umrah ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian haji dan umrah.
2. Untuk mengetahui dalil kewajiban ibadah haji dan
umrah.
3. Untuk mengetahui rukun dan wajib haji dan umrah.
4. Untuk mengetahui macam-macam ibadah haji dan
umrah.
5. Untuk mengetahui tata cara ibadah haji dan
umrah.
6. Untuk mengetahui larangan serta denda (Dam)
bagi yang Haji dan Umrah .
7. Untuk mengetahui perbedaan yang mendasar
dari Haji dan Umrah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Haji
1. Pengertian
Haji
Secara
bahasa, haji memiliki arti “menuju kepada sesuatu yang besar dan agung” atau
“berkunjung ke tempat tertentu”. Sedang menurut istilah, haji adalah berkunjung
ke Baitullah di Makkah dan sekitarnya pada waktu-waktu tertentu dan cara-cara
serta tujuan tertentu.[2]
Haji secara lughowi
(etimologis) berasal dari bahasa Arab al-hajj; berarti tujuan, maksud,
dan menyengaja untuk perbuatan yang besar dan agung. Selain itu al-hajj
mengandung arti mengunjungi atau mendatangi. Makna ini sejalan dengan aktivitas
ibadah haji di mana umat Islam dari berbagai negara mengunjungi dan mendatangi
Baitullah (Ka’bah) pada musim haji karena tempat ini dianggap mulia dan agung.[3]
Menurut syara’, haji menuju ke baitullah
atau menghadap Allah untuk mengerjakan seluruh rukun dan persyaratan haji yang
telah ditentukan oleh syariat Islam. Dalam arti lain haji adalah sengaja
mengunjungi kabah atau baitullah untuk mengerjakan beberapa amal
ibadah dengan syarat-syarat tertentu, yakni mengerjakan thawaf, sa’i, wukuf di
Arafah, dan manasik haji lainnya dengan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.
Melaksanakan haji hukumnya wajib satu kali seumur hidup bagi muslim dan
muslimah yang sudah baligh dan mampu di perjalanan (istitha’ah).[4]
Haji dalam arti berkunjung ke suatu
tempat tertentu untuk tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan
agama-agama, khususnya di belahan Timur dunia kita ini. Ibadah ini diharapkan
dapat mengantar manusia kepada pengenalan jati diri, membersihkan, dan
menyucikan diri mereka. Itulah agaknya yang menjadi sebab mengapa ajaran
agama dalam kaitannya dengan ibadah haji menganjurkan pelakunya untuk
memulainya dengan mandi[5].
Sementara itu, mengenai wajibnya
haji tidak terdapat perbedaan pendapat ulama bahwa haji itu adalah fardhu yang
merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur
hidup. Firman Allah Swt. tentang wajibnya hukum wajib haji ini terdapat
dalam QS. Ali Imran ; 97
ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit ãP$s)¨B zOŠÏdºtöÎ) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur ’n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó™$# Ïmø‹s9Î) Wx‹Î6y™ 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ
Artinya : “Padanya terdapat
tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia, mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”[6]
2. Dalil Kewajiban Haji
Dalil
tentang kewajiban melaksanakan haji bisa kita temukan dalam Al-Quran dan Sunnah
Nabi Saw. Al-Quran, dalam salah satu ayatnya dengan tegas menyatakan:
ÏmÏù
7M»t#uä
×M»uZÉit/
ãP$s)¨B
zOÏdºtö/Î)
(
`tBur
¼ã&s#yzy
tb%x.
$YYÏB#uä
3
¬!ur
n?tã
Ĩ$¨Z9$#
kÏm
ÏMøt7ø9$#
Ç`tB
tí$sÜtGó$#
Ïmøs9Î)
WxÎ6y
4
`tBur
txÿx.
¨bÎ*sù
©!$#
;ÓÍ_xî
Ç`tã
tûüÏJn=»yèø9$#
ÇÒÐÈ
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata,
(di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi
amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu
(bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Ali Imran: 97)
Sedang dalam Sunnah Nabi Saw,
kewajiban haji berdasar pada hadits:
“Wahai manusia, Allah telah mewajibkan haji kepadamu, maka
laksanakanlah haji. Seorang laki-laki bertanya, apakah setiap tahun Ya
Rasulullah? Rasulullah terdiam, hingga laki-laki itu bertanya tiga kali, lalu
Nabi menjawab, “Andai kukatakan wajib setiap tehun maka ia menjadi wajib dan
kamu tidak akan mampu mengerjakannya”.
Juga berdasar pada hadits yang
bersumber dari Aisyah:
“Aisyah berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah SAW,
“Tidakkah kami ikut berperang dan berjihad bersamamu? Rasulullah menjawab, “
Akan tetapi jihad yang lebih baik dan sempurna adalah mengerjakan haji, haji
yang mabrur”, Aisyah berkata, “sejak itu aku tak pernah meninggalkan haji
(setiap tahun) setelah mendengar berita ini dari Rasulullah”.
3. Macam-macam
Haji
Macam-macam haji sebagai berikut[7]:
a. Ifrad
Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibdah haji
disebut ifrad apabila seseorang bermaksud menyendirikan, baik
menyendirikan ibadah haji maupun umrah, tidak melakukan keduanya sekaligus.
Jadi umrah sebagai ibadah sunat saja. Dalam pelaksanaannya, ibadah yang pertama
dilakukan adalah ibadah haji hingga selesai, kemudian baru ibadah umrah sampai
selesai.
b. Tamattu’,
Kata tamattu’ berarti bersenang-senang atau
bersantai-santai. Bila dikaitkan dengan ibadah haji, tamattu’ ialah
melaksanakan ihram untuk melaksanakan umrah di bulan-bulan haji. Setelah
seluruh amalan umrah selesai, langsung mengerjakan ibadah haji. Dinamakan haji
tamattu’, karena melakukan dua ibadah (haji dan umrah) di bulan-bulan haji
dalam tahun yang sama tanpa kembali ke negeri asalnya terlebiih dahulu.
c. Qiran
Kata qiran dapat diartikan dengan menyertakan atau
menghubungkan. Adapun dalam terminologi fikih, haji qiran ialah pelaksanaan
ibadah haji dan umrah sekaligus dan dengan satu niat.
4.
Rukun dan Wajib haji
Rukun haji
adalah pekerjaan yang jika salah satu diant aranya dilalaikan, maka haji
tersebut menjadi batal dan tidak bisa diganti dengan kaffarat dan fidyah.
Adapun rukun-rukun tersebut, ialah ;
a. Ihram (niat) adalah berniat ketika
memasuki haji. Niat ini adalah salah satu rukun pokok terpenting di antara
rukun-rukun haji.
b. Wukuf di Arafah, merupakan inti dari
semua amalan-amalan haji.
c. Tawaf
Ifadah,
yaitu mengelilingi ka’bah tujuh kali yang dimulai dai Hajar Aswad dengan
mengkirikannya. Firman Allah QS. Al-Hajj : 29:
¢OèO
(#qàÒø)uø9
öNßgsWxÿs?
(#qèùqãø9ur
öNèduräçR
(#qèù§q©Üuø9ur
ÏMøt7ø9$$Î/
È,ÏFyèø9$#
ÇËÒÈ
Artinya
; “Kemudian, hendaklah mereka
menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka
menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah melakukan tawaf sekeliling
rumah yang tua itu (Baitullah).”
Macam-macam tawaf, yaitu ;
1) Tawaf
Qudum, yaitu tawaf ketika baru sampai yang hampir sama dengan shalat tahiyatul
masjid ketika baru sampai di dalam masjid.
2) Tawaf
Ifadah, tawaf yang merupakan rukun haji.
3) Tawaf
Wada’, yaitu tawaf ketika akan meninggalkan Makkah.
4) Tawaf
Tahallul, yaitu penghalalan barang yang haram karena ihram.
5) Tawaf
Nazar, yaitu tawaf yang dinazarkan.
6) Tawaf
Sunat.
d. Sa’i antara Safa dan Marwah, yaitu
berjalan atau berlari-lari kecil dari
bukit Safa menuju bukit Marwah dan sebaliknya.
e. Mencukur
rambut kepala (tahallul), minimal tiga helai rambut.
Selain
rukun haji diatas, ada lagi yang disebut dengan wajib haji. Wajib haji ini jika
tidak dilakukan dapat menggantinya dengan menyembelih hewan ternak sebagai dam
(denda) dan ibadah haji tersebut tetap sah. Wajib haji itersebut adalah[8]:
a. Ihram
dari miqat (tempat yang ditentukan dan masa tertentu).
b. Berhenti
di muzdalifah sesudah tengah malam yaitu di malam hari raya haji sesudah hadir
di padang Arafah.
c. Melontar
jumroh al-‘aqabah pada hari raya haji.
d. Melontar
ketiga jumroh. Jumroh yang pertama (jumroh al-ula), kedua (jumroh al-wusta),
dan ketiga (jumroh al-‘aqabah) dilontar pada tanggal 11,12,13 bulan haji.
Tiap-tiap jumroh dilontar dengan tujuh batu kecil yang waktunya sesudah
tergelincir matahari pada tiap-tiap hari.
e. Bermalam
di Mina.
f. Thawaf
wada’ (thawaf ketika akan meninggalkan Makkah).
g. Menjauhkan
diri dari segala larangan atau yang diharamkan.
Kafiyah atau tata cara pelaksanaan haji
adalah sebagai berikut[9]:
a. Ihram
Pada tanggal 8 Dzulhijjah yang disebut “Yaumul Tarwiyyah”
bagi yang
melaksanakan tamattu, setelah mandi memakai
wangi-wangian dan kain ihram dengan miqat dari tempat masing-masing di Mekah,
kemudian mengucapkan Ihlah haji, yaitu membaca ”Allahuumma hajjan
atau labbaika hajjan”. Dilanjutkan membaca talbiyah sebagaimana
ketika berihram untuk melaksanakan umrah.
b. Mabit
di Mina
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, kemudian berangkat ke Mina dan mabit
(menginap) di sana untuk melaksanakan shalat zhuhur, ashar, maghrib, isya’,
dan subuh dengan jama’ dan qasar.
c. Wukuf
di Arafah
Pokok dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Pada tanggal
9 Dzulhijjah, setelah terbit matahari, jamaah berangkat menuju Arafah. Dalam
perjalanan menuju Arafah ini, jamaah haji tetap ber-talbiyah atau
bertakbir dan jika memungkinkan, singgah di Namirah. Setelah matahari
tergelincir, jamaah haji mendengarkan khotbah Arafah, kemudian dikumandangkan
azan qamat, lalu shalat zhuhur dan ashar dijama’ dan diqasar tanpa shalat
apa-apa di antara dua shalat itu. Setelah shalat, berdoa dengan mengangkat
kedua tangan. Apabila wukuf jatuhnya pada hari Jumat, tetap dilakukan shalat
zhuhur dengan cara dijama’ dengan ashar.
d. Mabit
di Muzdalifah
Setelah matahari terbenam, para jamaah haji meninggalkan Arafah
menuju Muzdalifah untuk mabit sampai subuh, sementara shalat maghrib dan isya’
dijama’ takhir di Muzdalifah.
e. Melontar
Jumrah Aqabah (Kubra)
Pada waktu dhuha tanggal 10 Dzulhijjah di Mina, jamaah haji
melaksana-kan lontar jumrah aqabah, dengan cara berdiri menghadap ke
jumrah tersebut. Posisi kiblat berada di sebelah kiri jamaah haji kemudian
melontar jumrah dengan batu kerikil sebanyak tujuh kali.
f. Tahallul
Awal (Asghar)
Jamaah haji tahallul dengan cara “taqshir”
(menggunting beberapa helai rambut) atau lebih utama dengan “tahliq”
(dengan menggundul kepala). Bagi wanita cukup dengan taqshir. Setelah
tahallul awal ini, jamaah haji bebas dari larangan pada waktu ihram, kecuali
hubungan suami istri.
g. Hadyu
(Qurban)
Bagi mereka yang melaksanakan haji tamattu dan
qiran wajib menyembelih hadyu. Perbedaannya adalah yang qiran
membawa binatang dari rumah, sementara yang tamattu menyembelihnya di
Mekah. Penyembelihan hadyu dilaksanakan pada Yaumun Nahri
(tanggal 10 Dzulhijjah) dan jika tidak bisa dilasanakan pada hari nahar, bisa
dilakukan pada Ayyamu Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah)
h. Thawaf
Ifadah (Tahallul Tsani)
Pada hari nahar, setelah melontar jumrah aqabah dan
menyembelih hadyu, maka jamaah haji pergi ke Mekah untuk melaksanakan
thawaf ifadah.
i.
Melempar Tiga Jumrah
Pada tanggal 11 Dzulhijjah, setelah zhuhur, jamaah melempar
3 jumrah (ula, wusta, aqabah), masing-masing dengan 7 batu kerikil.
j.
Nafar Awal dan Nafar Tsani
Pada tanggal 12 Dzulhijjah , jamaah haji melempar 3 jumrah
seperti yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah. Waktunya juga sama yaitu
setelah zhuhur hingga maghrib.
k. Thawaf
Wada’
Sebelum meninggalkan Mekah, jamaah haji dianjurkan untuk
melakukan thawaf wada’ (perpisahan). Caranya, sama dengan thawaf ifhadah
dilakukan tujuh putaran, tanpa lari-lari kecil, tanpa shalat dua rakaat di
maqam Ibrahim, dan tanpa sa’i. Nabi SAW. bersabda:
Artinya:
“Janganlah salah seorang pulang sebelum mengakhiri urusan
(hajinya) dengan (thawaf wada’)di Baitullah”. (H.R. Muslim)
B.
Umrah
1.
Pengertian Umrah
Umrah secara
etimologis adalah ziarah dalam pengertian yang bersifat umum. Sedangkan secara
terminologis adalah berziarah ke Baitullah dalam pengertian khusus.[10]
Umrah
adalah mengunjungi ka’bah dengan serangkaian ibadah khusus di sekitarnya.
Pelaksanaan umrah tidak terikat dengan miqat
zamani dengan arti ia dilakukan kapan saja, termasuk pada musim haji.
Perbedaannya dengan haji ialah bahwa padanya tidak ada wuquf di Arafah,
berhenti di Muzdalifah, melempar jumrah dan menginap di Mina. Dengan begitu ia
merupakan haji dalam bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umrah itu
disebut dengan haji kecil.[11]
2.
Dalil
Kewajiban Umrah
Dalil tentang wajibnya umrah selalu dibarengi dengan
kewajiban haji. Al-Quran menyatakan:
(#qJÏ?r&ur
¢kptø:$#
not÷Kãèø9$#ur
¬!
Dan sempurnakanlah oleh kalian haji dan
umrah karena Allah….. (Al-Baqarah: 196)
Juga
berdasar pada Hadits Aisyah ra:
Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW,
“Apakah kaum wanita mempunyai kewajiban untuk berjihad?” Rasulullah menjawab:
Ya, mereka wajib berjihad akan tetapi jihadnya bukan peperangan; Haji dan Umrah (HR.
Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Ulama Fiqh berbeda pendapat tentang
masalah kewajiban umrah, apakah hokum umrah itu wajib seperti hokum haji. Dalam
hal ini ulama Syafi’iyan dan Hanabilah mengatakan bahwa hukum umrah sama dengan
hukum haji yaitu wajib.
Mereka mendasarkan pendapat tersebut sebagai
berikut:
a. Pertama, firman Allah Swt: waatimmul hajja wal umrata lillahi, perintah
untuk menyempurnakan haji dan umrah menunjukkan bahwa hokum umrah adalah wajib.
b. Kedua, didasarkan kepada sabda
Rasulullah SAW kepada sahabatnya:
Barangsiapa
memiliki hadyu (hewan), maka hendaklah ia membebaskan-nya dengan haji dan
umrah.
c. Ketiga, didasarkan kepada sabda
Rasulullah Saw: Umrah telah masuk ke
dalam haji sampai hari kiamat.
Sedangkan ulama Malikiyah dan Hanafiyah bahwa hukum
Umrah adalah sunah. Dasar yang digunakan oleh mereka adalah:
a. Pertama, Allah tidak menyebutkan dalam
firman-Nya tentang kewajiban haji, seperti pada firman Allah SWT: walillahi alannasi hijjul baiti manis tathoa
ilaihi sabila dan wa adzin fi nnasi bil hajji…
b. Kedua, tidak terdapat dalam
hadits-hadits shahih tentang kewajiban haji.
c. Ketiga, didasarkan pada hadits dari Nabi
Saw bersabda: “Haji adalah
jihad
dan umrah adalah sunnah.”
3.
Macam-macam
Umrah
Umrah dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a. Umrah
yang terpisah dari haji (mufradah). Waktunya sepanjang tahun, menurut
kesepakatan semua ulama mazhab. Namun waktu yang paling utama menurut Imamiyah
adalah bulan Rajab. Sedangkan menurutt yang lain adalah bulan Ramadhan.
b. Umrah
yang terpadu atau bersama haji (tamattu’). Orang yang beribadah (haji) harus melakukan umrah terlebih dahulu,
kemudian melakukan amalan-amalan haji pada satu kali perjalanan, sebagaimana
yang dilakukan oleh para jamaah haji yang datang dari berbagai negara yang jauh
dari Mekah al-Mukarramah. Waktunya adalah pada bulan-bulan haji, yaitu Syawal,
Zhulqa’dah dan Dzulhijjah, menurut kesepakatan mazhab. Namun mereka berbeda
pendapat tentang bulan Dzulhijjah, apakah satu bulan penuh termasuk haji, atau
sepertiga pertama? Menurut orang yang mengatakan bahwa umrah itu wajib,
gugurlah kewajiban itu bila telah melakukan umrah yang bersama atau terpadu
denagn haji.
Sayyid Al-Khui membedakan antara
umrah mufradah (berpisah dari haji)
dengan umrah tamattu’ (bersama haji)
dengan beberapa hal di bawah ini:
a. Waktu
umrah tamattu’ dimulai dari awal
bulan Syawal sampai pada hari kesembilan bulan Dzulhijjah. Sedangkan waktu
umrah mufradah adalah
sepanjang tahun.
b. Orang
yang melakukan umrah tamattu’ hanya
diperbolehkan memendek-kan raambutnya saja. Sedengkan orang yang melakukan
umrah mufradah boleh memilih antara
memendekkan atau mencukur rambutnya.
c. Umrah
tamattu’ dan haji terjadi dalam satu
tahun, tetapi kalau umrah mufradah tidak.
Dalam
buku Al-Din wa Al-Haj ‘ala al-Madzahib
Al-Arba’ah karya Al-kararah dijelaskan bahwa Maliki dan Syafi’i mengatakan:
orang yang melakukan umrah mufradah dihalalkan
melakukan apa saja, sampai bergaul dengan istrinya kalau dia telah bercukur
atau memendekkan rambutnya, baik telah membayar (memberikan) kurban atau belum.
Hambali
dan Hanafi: Orang yang melakukan umrah dihalalkan bercukur atau memendekkan
rambut kalau belum memberikan kurban. Kalau tidak, dia tetap berada dalam
keadaan ihram sampai ber-tahallul dari
haji dan umrah secara bersamaan pada hari nahr
(hari kurban).[12]
4.
Rukun Dan Wajib Umrah
Rukun umrah
sama dengan haji kecuali kehadiran di Arafah. Sedangkan wajib umrah juga sama
dengan wajib haji kecuali hadir di Muzdalifah, melempar dan bermalam di Mina.
Semua larangan yang harus dipenuhi selama haji juga harus dihindarkan selama
melaksanakan umrah, hanya masa pelaksanaan umrah itu lebih pendek daripada
haji.
Umrah dapat dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan haji. Adapun pelaksanaan ihram untuk keduanya ada tiga
kemungkinan:
a. Ihram untuk haji dilakukan terlebih dahulu dan selesai
haji dilakukan ihram untuk umrah. Cara seperti ini disebut ifrad.
b. Ihram umrah dilakukan terlebih dahulu dari miqatnya, kemudian menyelesaikan umrah,
kemudian ihram untuk haji langsung dari Mekah, untuk selanjutnya melaksanakan
haji. Cara seperti ini disebut tamattu’. Bila
umrah dan haji dilaksanakan dalam bentuk ini, pelakunya dikenakan dam dalam bentuk memotong seekor kambing
di tempatnya, kalau tidak mampu, harus puasa tiga hari waktu melaksanakan haji
dan tujuh hari setelah tiba di tempat. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat
al-Baqarah ayat 196.
.
. . `yJsù yìGyJs? Íot÷Kãèø9$$Î ’n<Î) Ædkptø:$# $yJsù uŽy£øŠtGó™$# z`ÏB Ä“ô‰olù;$# 4 `yJsù öN©9 ô‰Ågs† ãP$u‹ÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$ƒr& ’Îû Ædkptø:$# >pyèö7y™ur #sŒÎ) öNçF÷èy_u‘ 3 . . .
Artinya:”Barangsiapa ingin
mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam musim haji) wajib ia menyembelih
seekor korban yang mudah didapat. Bila ia yidak mendapatkannya hendaklah
berpuasa tiga hari sewaktu haji dan tujuh hari bila telah kembali. (QS.
Al-Baqarah:196)
c. Umrah dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan haji
dengan satu ihram. Cara pelaksanaan seperti ini disebut qiran. Bagi yang melaksankan haji dan umrah secara qiran diwajibkan membayar korban
sebagaimana yang
Adapun Rukun dalam ibadah umrah dibagi menjadi empat bagian yang mana tidak
sah suatu ibadah umrah jika tidak mengerjakan rukun-rukun tersebut, rukun umrah
antara lain :[14]
a. Ihram
Bagi orang yang hendak beribadah
umrah, maka ia wajib melakukan ihram krena hal tersebut bagian dari rukun
umrah. Dalam ihram ada tiga hal yang wajib dilakukan yaitu:
1) Niat
Tidak ada perbuatan yang dilakukan
dengan sadar tanpa adanya niat. Niat sebagai motivasi dari perbuatan, dan niat
merupakan hakikat dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain jika berihram dalam
keadaan lupa atau main-main tanpa niat maka ihramnya batal.
2) Talbiyah
Lafadz talbiyah adalah:“labbaikallahumma
labbaika, la syarika laka labbaika, innal hamda wan ni`mata laka wal mulka la
syarika laka”. Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram, dimulai
dari waktu ihram dan disunnahkan untuk membaca terus sampai melempar jumrah
`aqobah.
3) Memakai pakaian ihram
Para ulama madzhab sepakat bahwa
lelaki yang ihram tidak boleh memakai pakaian yang terjahit, dan tidak pula
kain sarung, juga tidak boleh memakai baju dan celana, dan tidak boleh pula
yang menutupi kepala dan wajahnya. Kalau perempuan harus memakai penutup kepalanya, dan membuka
wajahnya kecuali kalau takut dilihat
lelaki dengan ragu-ragu. Perempuan tidak boleh memakai sarung tangan, tetapi
boleh memakai sutera dan sepatu.
b. Tawaf
Tawaf merupakan salah satu dari
rukun umrah yang wajib dilaksanakan, adapun mengenai pembagiannya, ulama
membagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Tawaf qudum
Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang
yang jauh (bukan orang mekkah dan sekitarnya) ketika memasuki mekkah. Tawaf ini
menyerupai sholat dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini hukumnya sunnah, dan
yang meninggalkannya tidak dikenakan apa-apa.
2) Tawaf ziarah
Tawaf ini juga dinamakan tawaf
ifadhah. Tawaf ini dilakukan oleh orang yang haji (bukan orang yang umrah)
setelah melaksanakan manasik di Mina, dinamakan tawaf ziarah karena
meninggalkan Mina dan menziarahi Baitullah. Tapi juga dinamakan tawaf ifadhah
karena ia telah kembali dari Mina ke Mekkah.
3) Tawaf wada`
Tawaf ini merupakan perbuatan yang
terakhir yang dilakukan oleh orang yang haji ketika hendak melakukan perjalanan
meninggalkan mekkah.
c. Sa`i
Ulama sepakat bahwa sa`i dilakukan
setelah tawaf. Orang yang melakukan sa`i sebelum tawaf maka ia harus mengulangi
lagi (ia harus bertawaf kemudian melakukan sa`i).
Terdapat hal-hal yang disunnahkan
bagi orang yang sedang melakukan sa`i diantaranya :
1) Disunnahkan menaiki bukit shafa dan marwah serta
berdo`a diatas kedua bukit tersebut sekehendak hatinya, baik masalah agama
maupun dalam masalah dunia sambil menghadap ke Baitullah.
2) Melambaikan tangan ke hajar aswad.
3) minum air zam-zam.
4) menuangkan sebagian air ke tubuh.
5) keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan hajar
aswad.
6) Naik ke bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti
lama di shafa, dan bertakbir kepada Allah sebanyak tujuh kali.
d. Tahallul
Menurut
pendapat imamiyah kalau orang yang melakukan umrah tamattu` telah selesai bersa`i, ia harus menggunting rambutnya,
namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah memotongnya, maka apa yang
diharamkan baginya telah menjadi halal. Tapi kalau telah mencukurnya, maka ia
harus membayar kifarah berupa seekor kambing. Tapi kalau berumrah mufrodah, maka ia boleh memilih antara
menggunting atau mencukur, baik ia mengeluarkan kurban atau tidak.
Tetapi kalau
meninggalkan menggunting rambut itu dengan sengaja sedangkan ia bertujuan untuk
melakukan haji tamattu` dan berihram
sebelum menggunting rambut, maka umrahnya batal. Ia wajib melakukan haji ifrad. Maksudnya melakukan amalan-amalan haji, kemudian
melakukan umrah mufradah setelah
amalan-amalan haji itu. Dan lebih utama adalah mengulangi haji lagi pada tahun
yang akan datang.
C.
Perbedaan Umrah Dengan Haji
Ibadah Umrah banyak memiliki
persamaan dengan haji, kecuali ada beberapa perbedaan diantaranya :[15]
- Umrah tidak mempunyai waktu
tertentu dan tidak bisa ketinggalan waktu.
- Dalam umroh tidak ada wukuf diarah dan tidak ada pula mabit di
muzddalifah.
- Didalam umrah tidak ada
melontar jumrah.
- Didalam umrah tidak ada menjamak
dua sholat, itu karena ibadah haji, kalangan madzhad syafi'e bukanlah
sebab bagi bolehnya jamak antaara dua sholat melainkan yang menjadi sebab
hanyalah perjalanan (safar).
- Di dalam umrah tidak ada tawaf
qudum dan tidak ada pula khutbah.
- Minat umrah adalah di tanah
halal bagi semua orang, tanpa terkecuali berbeda dengan haji miqad haji
bagi orang mekah adalah ditanah haram, sementara bagi orang selain mekah
miqad pada tempat yang telah ditentukan nabi.
- Umrah berbeda dengan haji dari
segi hukum, bila umroh itu hukumnya sunnat muakkad sedangkan haji adalah
farduh.
D.
Larangan Dalam
Haji
dan Umrah
Beberapa larangan dalam haji dan umrah yaitu :
1. Bersetubuh,
bermesra-mesraan, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam haji.
2. Dilarang
menikah dan menikahkan (menjadi wali).
3. Dilarang
memakai pakaian yang di jahit, harum-haruman (minyak wangi), , menutup kepala,
memakai sepatu yang menutup mata kaki. Adapun kaum wanita, mereka boleh memakai
pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali dan kedua telapak tangannya.
4. Perempuan
dilarang menutup muka dan kedua telapak tangan.
5. Dilarang
berburu atau membunuh binatang liar yang halal di makan.
Dam
Jenis-jenis Dam yaitu :
a. Dam (denda)
karena memilih tamattu’ atau qiran. Dendanya ialah : menyembelih seekor kambing
(qurban), dan bila tidak dapat menyembelih kurban, maka wajib puasa tiga hari
pada masa haji dan tujuh hari setelah pulang ke negerinya masing-masing.
b. Dam (denda)
meninggalkan ihram dari miqatnya, tidak melempar jumrah, tidak bermalam di
muzdalifah dan mina, meninggalkan tawaf wada’, terlambat wukuf di arafah,
dendanya ialah memotong seekor kambing kurban.
c. Dam (denda)
karena bersetubuh sebelum tahallul pertama, yang membatal-kan haji dan umrah. Dendanya menurut
sebagian ulama ialah menyembelih seekor unta, kalau tidak sanggup maka seekor
sapi, kalau tidak sanggup juga, maka dengan makanan seharga unta yang di
sedekahkan kepada fakir miskin di tanah haram, atau puasa sehari untuk
tiap-tiap seperempat gantang makanan dari harga unta tersebut.
d. Dam (denda)
karena mengerjakan hal-hal yang di larang selagi ihram, yaitu bercukur,
memotong kuku, berminyak, berpakaian yang di jahit, bersetubuh setelah tahallul
pertama. Dendanya boleh memilih diantara tiga, yaitu menyembelih seekor
kambing, kerbau, puasa tiga hari atau sedekah makanan untuk 6 orang miskin
sebanyak 3 sha’ (kurang lenih 9,5 liter).
e. Orang yang membunuh binatang buruan wajib membayar denda dengan
ternak yang
sama dengan ternak yang ia bunuh.
f. Dam sebab
terlambat sehingga tidak bisa meneruskan ibadah haji atau umrah,
baik terhalang di tanah suci atau tanah
halal, maka bayarlah dam (denda) menyembelih seekor kambing dan berniatlah tahallul
(menghalalkan yang haram) dan bercukur di tempat terlambat itu.[16]
E.
Masalah-masalah yang Berkaitan Dengan Ibadah Haji
Dan Umrah
1. Miqat Makani
Miqat makani adalah batas tempat dimana orang yang
akan melaksanakan ibadah haji atau umrah mesti niat dan memakai pakaian ihram.
Orang yang berhaji atu berumrah tidak boleh melewati batas tempat ini tanpa
berihram. Rasulullah telah menjelaskan tempat-tempat ini sebagai berikut:
a. Dzu al-Khulaifah, atau disebut juga Bir
Ali, ada di sebelah Utara Makkah. Jaraknya ke Makkah sekitar 450 km. Ini adalah
miqat bagi orang-orang yang datang dari Madinah dan daerah searahnya.
b. Juhfah atau Rabigh. Juhfah berada di
sebelah tenggara Makkah. Jaraknya sekitar 178 km. Sedangkan Rabigh berdekatan
dnegan Juhfah. Jaraknya ke Makkah sekitar 204 km. Rabigh ini menjadi miqat bagi
orang-orang dari Mesir, Syiria dan orang-orang yang tinggal searah dengannya
atau melewatinya.
c. Qarn al-Manazil. Berada di sebelah Timur
Makkah dan searah dengan padang arafah. Jaraknya sekitar 94 km. Miqat ini bagi
penduduk Nejd dan daerah yang searah atau melewatinya.
d. Yalamlam. Berada di sebelah Selatan
Makkah. Jaraknya sekitar 54 km. Miqat ini diperuntukkan bagi penduduk Yaman dan
daerah yang searah atau melewatinya. Termasuk juga menurut para ulama dari
Indonesia.
e. Dzat ‘Irq. Jaraknya ke Makkah sekitar 94
km. Miqat ini diperuntukkan bagi penduduk Iraq dan daerah yang searah
dengannya.
2.
Haji Anak Kecil
Anak kecil tidak terkena hukum wajib haji. Namun
jika melaksanakan juga maka hajinya tetap sah, akan tetapi ketika dewasa nanti
dia wajib mengulang hajinya. Karena haji di masa kanak-kanak tidak menggugurkan
kewajiban di waktu dewasa. Hal ini berdasar hadits berikut: “setiap anak kecil
yang berhaji maka dia wajib melaksanakan haji lagi ketika sudah dewasa nanti”.
(HR. Thabrani)
3.
Badal Haji
Yang dimaksud badal haji adalah menggantikan proses
pelaksanaan ibadah haji orang lain yang memang wajib berhaji tapi tidak dapat
melaksanakannya, seperti sakit, sudah sangat tua atau sudah meninggal dunia.
Sedangkan pelaksana pengganti haji itu disayaratkan sudah pernah melaksanakan
ibadah haji.Orang yang sakit, sedangkan dari segi materi dia mampu melaksanakan
haji, maka hajinya dapat diwakilkan kepada orang lain. Dan apabila dia sudah
sembuh, maka dia tidak wajib mengulang hajinya.
Sedangkan orang yang telah meninggal dunia, sedang
dia memiliki kewajiban haji yang belum ditunaikannya atau pernah bernadzar,
maka pihak keluarga mesti melaksanakan haji untuknya. Seolah-olah hal tersebut
adalah hutang yang mesti dibayarnya. Hal ini berdasar pada riwayat Ibn Abbas
yang berkata, “bahwa seorang wanita datang menghadap Rasulullah dan berkata:
Ibuku pernah bernadzar untuk melaksanakan haji, namun belum sempat
melaksanakannya dia keburu meninggal, apakah aku boleh menghajikannya? Nabi
menjawab: ya, lakukanlah. Bukankah kalau ibumu memiliki hutang kamu wajib
membayarnya? Bayarlah hak Allah, karena Allah lebih berhak untuk ditunaikan
hak-Nya.”
4.
Berkali-kali melaksanakan haji
Dewasa ini, jamaah haji dari berbagai negara terus
meningkat. Ini adalah sesuatu yang menggembirakan, karena banyak orang yang
sadar dan peduli melaksanakan ibadah ini. Akan tetapi di sisi lain,
meningkatnya jamaah menimbulkan berbagai permasalahan, terutama masalah
tempat-tempat ibadah yang sering dikunjungi dan menuntut pelaksanaan ibadah
dalam satu waktu, seperti melontar jumrah atau thawaf dan sai. Setiap tahunnya,
sering terjadi korban jiwa disebabkan penuh sesaknya tempat-tempat tersebut.
Fenomena ini mestinya diperhatikan oleh setiap
Muslim. Tujuan ibadah haji selain untuk beribadah kepada Allah, juga bertujuan
untuk menumbuhkan solidaritas kemanusiaan, menjalin ukhuwah dan persatuan umat.
Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, keributan dan berdesak-desakan
dalam suatu tempat. Hal ini disebabkan banyak para jamaah haji telah melakukan
ibadah ini pada kali kedua atau berkali-kali.
Oleh karena itu, hendaknya orang-orang yang yang
melakukan ibadah haji berulang kali memperhatikan hal-hal berikut:
a. Allah tidak akan
menerima ibadah sunnah
sebelum ditunaikan ibadah
fardhu. Orang yang
melakukan ibadah haji dan umrah sunnah padahal dia tidak mau mengeluarkan zakat
hartanya yang wajib, maka haji dan umrahnya tertolak.
b. Allah tidak akan menerima ibadah sunnah
yang dapat menyebabkan terjadi perbuatan haram. Menjauhkan perbuatan haram
harus didahulukan daripada yang sunnah. Apabila ibadah haji dan umrah sunnah
ini menimbulkan gangguan (mafsadah) karena berdesak-desakan maka wajib
menghilangkan mafsadah tersebut.
c. Menolak mafsadat lebih didahulukan
daripada menarik maslahat, lebih-lebih mafsadat tersebut bersifat umum
sedangkan maslahatnya bersifat khusus (untuk orang tertentu).
d. Pintu-pintu amal sunnah untuk memperolah
kebaikan itu sangat beragam dan luas. Seperti, sedekah, menyantuni yatim piatu,
fakir miskin, memberikan beasiswa atau bantuan kepada organisasi-organisasi ke-agamaan,
dan lainnya.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Haji berarti bersengaja mendatangi
Baitullah (ka’bah)untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara
tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula menurut syarat-sayarat yang
ditentukan oleh syara’, semata-mata untuk mencari ridho Allah.
Umrah adalah menziarahi ka’bah,
meakukan thawaf di sekililingnya, sa’i antara shafa dan marwah dan tahallul.
Ketaatan kepada Allah swt. Itulah tujuan utama dalam melaksanakan ibadah haji.
Dalam ibadah haji dan umrah juga
terdapat sunnah, larangan dan dam (denda) sebagai ganti karena telah melakukan
hal-hal yang dilarang dalam ibadah haji dan umrah, ataupun karena telah
meninggalkan salah satu rukun dari ibadah haji dan umrah itu sendiri. Sunnah
haji yaitu haji ifrad, membaca talbiyah, berdoa setelah membaca talbiyah,
membaca dzikir waktu thawaf, shalat dua rakaat setelah mengerjakan thawaf, dan
memasuki ka’bah. Larangan-larangannya yaitu bersetubuh, bermesra-mesraan,
dilarang menikah dan menikahkan, dilarang memakai pakaian berjahit, dilarang
berburu dan membunuh binatang dan lain-sebagainya.
B.
Saran
Haji adalah rukun
Islam yang terakhir dan merupakan kewajiban yang ditujukan bagi setiap muslim
yang mampu secara fisik dan finansial. Sebelum melaksanakan ibadah haji maka
sudah seharusnya mulai dari sekarang mempelajari tata cara pelaksanaan ibadah
tersebut. Selain itu bagi muslim yang sudah mampu, jangan menunda-nunda untuk
menunaikan kewajiban ibadah yang telah disyariatkan dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh
Ibadah: Refleksi Ketundukan Hamba Allah kepada al-Khaliq Perspektif al-Qur’an
dan as-Sunnah, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Amir
Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh,Jakarta:
Kencana, 2010.
Hasbiyallah,
M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013.
Muhammad
Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,Jakarta:
Lentera, 2011.
M. Quraish Shihab, Haji bersama
M. Quraish Shihab, Cet. II; Bandung: Mizan, 1999.
Said Agil Husin al-Munawar, Fikih
Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur, Cet. I; Jakarta: Ciputat
Press, 2003.
Slamet Abidin, Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998.
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. Bandung:
PT. Sinar Baru Algesindo. 1996
Syeikh Mahmud Syaltut. Akidah dan
Syariah. Jakarta: Bumi Aksara. 1984.
Thohir
Luth, Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Da maskus: Da
rul Fikr, 2007.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipersembahkan
atas kehadirat Allah SWT, Dialah Tuhan yang menurunkan agama Islam sebagai
agama penyelamat. Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufiq dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada baginda Rasulullah SAW. Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan
termakasih atas kedua orangtua yang telah mendukung dan memberikan fasilitas
untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun berdasarkan referensi
tentang Fiqh Ibadah, Fiqh Haji dan Umrah. Dengan memahami pengertian-pengertiannya diharapkan bagi semua pembaca makalah ini
dapat memahami pembahasan dan penjelasan tentang Haji dan Umrah yang dituangkan
dalam makalah ini.
Kami berharap semoga
makalah ini bisa membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca. Dan semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam
proses belajar dan mengajar. Kami sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, Kami mohon maaf bila ada informasi yang salah dan
kurang lengkap. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca mengenai
makalah ini Agar kedepannya Kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
Watampone, 28
Mei 2016
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Haji ...................................................................................... 3
B.
Umrah................................................................................... 12
C.
Perbedaan Umrah
Dengan Haji............................................ 20
D.
Larangan
Dalam Haji dan Umrah........................................ 21
E.
Masalah-masalah
yang Berkaitan Dengan Ibadah Haji Dan Umrah 23
BAB
III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 27
B.
Saran..................................................................................... 27
DAFTAR
PUSTAKA
HAJI
DAN UMRAH
Makalah Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Ibadah
Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN)
Watampone
Disusun
Oleh:
v
Sri Wahyuni
v
Nur Hidayah
v
Muh. Yusri
v
Anris
v
Aswar
v
Ashar Ramadani
v
Samsul Rijal
v
Nur Fitriani
v
Adinda Setiawati
v
Asri
v
Ahmad Dahlan
v
Syahrul Baso M.
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
W
A T A M P O N E
|
2016
[3] H. Said Agil Husin al-Munawar, Fikih
Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur, (Cet. I; Jakarta: Ciputat
Press, 2003), h. 1
[4] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh
Ibadah: Refleksi Ketundukan Hamba Allah kepada al-Khaliq Perspektif al-Qur’an
dan as-Sunnah, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 247
[10]Muhammad
Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,(Jakarta:
Lentera, 2011), hlm. 217.
[11]
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-garis
Besar Fiqh,(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 70.
[12]
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima
Mazhab,(Jakarta: Lentera, 2011), hlm. 218.
[13]
Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-garis
Besar Fiqh,(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 71.
[14]Thohir
Luth, Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), hlm. 17.
[15] H. Said Agil Husin al-Munawar, Fikih
Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur, (Cet. I; Jakarta: Ciputat
Press, 2003), h. 285-286
terimakasih atas informasinya yang bagus dan bermanfaat.
ReplyDeletejazakumullah
mohon maaf sepertinya latar belakangnya salah, seharusnya yg membangun ka'bah itu nabi ibrahim as
ReplyDeletesangat membantu
ReplyDelete