Wednesday, 20 December 2017

MAKALAH HAJI DAN UMRAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Haji dan umroh adalah ibadah yang diperintahkan Allah dan dajarkan oleh para Rasul. Ibadah ini dimulai sejak Nabi Adam AS., manusia pertama yang menginjakkan kaki didunia ini, membangun ka’bah di Makkah. Bahwa ia merupakan kewajiban, yang sesungguhnya tidaklah diperlukan-Nya, memperkuat keyakinan akan kebutuhan untuk menunaikannya.
Orang-orang yang mengerjakan ibadah haji dan umroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memberikan kepada mereka apa yang mereka minta, kemudian Dia akan mengganti semua harta yang mereka belanjakan untuk-Nya, satu dirham menjadi sejuta dirham.
Haji merupakan rukun islam yang kelima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakannya, jumhur ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyariatkan ibadah haji tersebut adalah pada tahun ke enam hijriyah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijriyah.[1]
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba membri penjelasan singkat mengenai haji dan umroh, ujuan yang ingn kita capai daam haji dan umroh adalah dasar hokum dan peintah haji dan umroh, syarat, rukun dan wajib haji dan umroh serta larangan-larangan dalam haji dan umroh. Selain itu penulis juga menambahkan sedikit wacana tentang manfaat haji dan umroh terhadap kesehatan.

B.     Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas ialah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian haji dan umrah?
2.      Apa dalil kewajiban ibadah haji dan umrah?
3.      Apa saja rukun dan wajib haji dan umrah?
4.      Apa saja macam-macam ibadah haji dan umrah?
5.      Bagaimana tata cara ibadah haji dan umrah?
6.      Apa saja larangan serta denda (Dam) bagi yang Haji dan Umrah ?
7.      Apakah perbedaan yang mendasar dari Haji dan Umrah ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian haji dan umrah.
2.      Untuk mengetahui dalil kewajiban ibadah haji dan umrah.
3.      Untuk mengetahui rukun dan wajib haji dan umrah.
4.      Untuk mengetahui macam-macam ibadah haji dan umrah.
5.      Untuk mengetahui tata cara ibadah haji dan umrah.
6.      Untuk mengetahui larangan serta denda (Dam) bagi yang Haji dan Umrah .
7.      Untuk mengetahui perbedaan yang mendasar dari Haji dan Umrah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Haji
1.      Pengertian Haji
Secara bahasa, haji memiliki arti “menuju kepada sesuatu yang besar dan agung” atau “berkunjung ke tempat tertentu”. Sedang menurut istilah, haji adalah berkunjung ke Baitullah di Makkah dan sekitarnya pada waktu-waktu tertentu dan cara-cara serta tujuan tertentu.[2]
Haji secara lughowi (etimologis) berasal dari bahasa Arab al-hajj; berarti tujuan, maksud, dan menyengaja untuk perbuatan yang besar dan agung. Selain itu al-hajj mengandung arti mengunjungi atau mendatangi. Makna ini sejalan dengan aktivitas ibadah haji di mana umat Islam dari berbagai negara mengunjungi dan mendatangi Baitullah (Ka’bah) pada musim haji karena tempat ini dianggap mulia dan agung.[3]
Menurut syara’, haji menuju ke baitullah atau menghadap Allah untuk mengerjakan seluruh rukun dan persyaratan haji yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Dalam arti lain haji adalah sengaja mengunjungi kabah atau baitullah untuk mengerjakan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu, yakni mengerjakan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, dan manasik haji lainnya dengan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Melaksanakan haji hukumnya wajib satu kali seumur hidup bagi muslim dan muslimah yang sudah baligh dan mampu di perjalanan (istitha’ah).[4]
Haji dalam arti berkunjung ke suatu tempat tertentu untuk tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan agama-agama, khususnya di belahan Timur dunia kita ini. Ibadah ini diharapkan dapat mengantar  manusia kepada pengenalan jati diri, membersihkan, dan menyucikan diri mereka. Itulah agaknya yang menjadi sebab mengapa  ajaran agama dalam kaitannya dengan ibadah haji menganjurkan pelakunya untuk memulainya dengan mandi[5].
Sementara itu, mengenai wajibnya haji tidak terdapat perbedaan pendapat ulama bahwa haji itu adalah fardhu yang merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup. Firman  Allah Swt. tentang wajibnya hukum wajib haji ini terdapat dalam QS. Ali Imran ; 97
ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit ãP$s)¨B zOŠÏdºtöÎ) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ
Artinya : “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia, mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”[6]

2.      Dalil Kewajiban Haji
Dalil tentang kewajiban melaksanakan haji bisa kita temukan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. Al-Quran, dalam salah satu ayatnya dengan tegas menyatakan:
ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ  
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Ali Imran: 97)

Sedang dalam Sunnah Nabi Saw, kewajiban haji berdasar pada hadits:
“Wahai manusia, Allah telah mewajibkan haji kepadamu, maka laksanakanlah haji. Seorang laki-laki bertanya, apakah setiap tahun Ya Rasulullah? Rasulullah terdiam, hingga laki-laki itu bertanya tiga kali, lalu Nabi menjawab, “Andai kukatakan wajib setiap tehun maka ia menjadi wajib dan kamu tidak akan mampu mengerjakannya”.

Juga berdasar pada hadits yang bersumber dari Aisyah:
“Aisyah berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, “Tidakkah kami ikut berperang dan berjihad bersamamu? Rasulullah menjawab, “ Akan tetapi jihad yang lebih baik dan sempurna adalah mengerjakan haji, haji yang mabrur”, Aisyah berkata, “sejak itu aku tak pernah meninggalkan haji (setiap tahun) setelah mendengar berita ini dari Rasulullah”.



3.      Macam-macam Haji
Macam-macam haji sebagai berikut[7]:
a.       Ifrad
Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibdah haji disebut ifrad apabila seseorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan ibadah haji maupun umrah, tidak melakukan keduanya sekaligus. Jadi umrah sebagai ibadah sunat saja. Dalam pelaksanaannya, ibadah yang pertama  dilakukan adalah ibadah haji hingga selesai, kemudian baru ibadah umrah sampai selesai.
b.      Tamattu’,
Kata tamattu’ berarti bersenang-senang atau bersantai-santai. Bila dikaitkan dengan ibadah haji, tamattu’ ialah melaksanakan ihram untuk melaksanakan umrah di bulan-bulan haji. Setelah seluruh amalan umrah selesai, langsung mengerjakan ibadah haji. Dinamakan haji tamattu’, karena melakukan dua ibadah (haji dan umrah) di bulan-bulan haji dalam tahun yang sama tanpa kembali ke negeri asalnya  terlebiih dahulu.
c.       Qiran
Kata qiran dapat diartikan dengan menyertakan atau menghubungkan. Adapun dalam terminologi fikih, haji qiran ialah pelaksanaan ibadah haji dan umrah sekaligus dan dengan satu niat.

4.      Rukun dan Wajib haji
Rukun haji adalah pekerjaan yang jika salah satu diant aranya dilalaikan, maka haji tersebut menjadi batal dan tidak bisa diganti dengan kaffarat dan fidyah.
Adapun rukun-rukun tersebut, ialah ;
a.       Ihram (niat) adalah berniat ketika memasuki haji. Niat ini adalah salah satu rukun pokok terpenting di antara rukun-rukun haji.
b.      Wukuf di Arafah, merupakan inti dari semua amalan-amalan haji.
c.       Tawaf Ifadah, yaitu mengelilingi ka’bah tujuh kali yang dimulai dai Hajar Aswad dengan mengkirikannya. Firman Allah QS. Al-Hajj : 29:
¢OèO (#qàÒø)uø9 öNßgsWxÿs? (#qèùqãø9ur öNèduräçR (#qèù§q©Üuø9ur ÏMøŠt7ø9$$Î/ È,ŠÏFyèø9$# ÇËÒÈ 
Artinya ; “Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).”

Macam-macam tawaf, yaitu ;
1)      Tawaf Qudum, yaitu tawaf ketika baru sampai yang hampir sama dengan shalat tahiyatul masjid ketika baru sampai di dalam masjid.
2)      Tawaf Ifadah, tawaf yang merupakan rukun haji.
3)      Tawaf Wada’, yaitu tawaf ketika akan meninggalkan Makkah.
4)      Tawaf Tahallul, yaitu penghalalan barang yang haram karena ihram.
5)      Tawaf Nazar, yaitu tawaf yang dinazarkan.
6)      Tawaf Sunat.
d.      Sa’i antara Safa dan Marwah, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil dari
bukit Safa menuju bukit Marwah dan sebaliknya.
e.       Mencukur rambut kepala (tahallul), minimal tiga helai rambut.
a.       Ihram dari miqat (tempat yang ditentukan dan masa tertentu).
b.      Berhenti di muzdalifah sesudah tengah malam yaitu di malam hari raya haji sesudah hadir di padang Arafah.
c.       Melontar jumroh al-‘aqabah pada hari raya haji.
d.      Melontar ketiga jumroh. Jumroh yang pertama (jumroh al-ula), kedua (jumroh al-wusta), dan ketiga (jumroh al-‘aqabah) dilontar pada tanggal 11,12,13 bulan haji. Tiap-tiap jumroh dilontar dengan tujuh batu kecil yang waktunya sesudah tergelincir matahari pada tiap-tiap hari.
e.       Bermalam di Mina.
f.       Thawaf wada’ (thawaf ketika akan meninggalkan Makkah).
g.      Menjauhkan diri dari segala larangan atau yang diharamkan.
5.      Cara Pelaksanaan Haji
Kafiyah atau tata cara pelaksanaan haji adalah sebagai berikut[9]:
a.       Ihram
Pada tanggal 8 Dzulhijjah yang disebut “Yaumul Tarwiyyah” bagi yang
melaksanakan tamattu, setelah mandi memakai wangi-wangian dan kain ihram dengan miqat dari tempat masing-masing di Mekah, kemudian mengucapkan Ihlah haji, yaitu membaca ”Allahuumma hajjan atau labbaika hajjan”. Dilanjutkan membaca talbiyah sebagaimana ketika berihram untuk melaksanakan umrah.
b.      Mabit di Mina
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, kemudian berangkat ke Mina dan mabit (menginap) di sana untuk melaksanakan shalat zhuhur, ashar, maghrib, isya’, dan subuh dengan jama’ dan qasar.
c.       Wukuf di Arafah
Pokok dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Pada tanggal 9 Dzulhijjah, setelah terbit matahari, jamaah berangkat menuju Arafah. Dalam perjalanan menuju Arafah ini, jamaah haji tetap ber-talbiyah atau bertakbir dan jika memungkinkan, singgah di Namirah. Setelah matahari tergelincir, jamaah haji mendengarkan khotbah Arafah, kemudian dikumandangkan azan qamat, lalu shalat zhuhur dan ashar dijama’ dan diqasar tanpa shalat apa-apa di antara dua shalat itu. Setelah shalat, berdoa dengan mengangkat kedua tangan. Apabila wukuf jatuhnya pada hari Jumat, tetap dilakukan shalat zhuhur dengan cara dijama’ dengan ashar.
d.      Mabit di Muzdalifah
Setelah matahari terbenam, para jamaah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk mabit sampai subuh, sementara shalat maghrib dan isya’ dijama’ takhir di Muzdalifah.
e.       Melontar Jumrah Aqabah (Kubra)
Pada waktu dhuha tanggal 10 Dzulhijjah di Mina, jamaah haji melaksana-kan lontar jumrah aqabah, dengan cara berdiri menghadap ke jumrah tersebut. Posisi kiblat berada di sebelah kiri jamaah haji kemudian melontar jumrah dengan batu kerikil sebanyak tujuh kali.
f.       Tahallul Awal (Asghar)
Jamaah haji tahallul dengan cara “taqshir” (menggunting beberapa helai rambut) atau lebih utama dengan “tahliq” (dengan menggundul kepala). Bagi wanita cukup dengan taqshir. Setelah tahallul awal ini, jamaah haji bebas dari larangan pada waktu ihram, kecuali hubungan suami istri.
g.      Hadyu (Qurban)
Bagi mereka yang melaksanakan haji tamattu dan qiran wajib menyembelih hadyu. Perbedaannya adalah yang qiran membawa binatang dari rumah, sementara yang tamattu menyembelihnya di Mekah. Penyembelihan hadyu dilaksanakan pada Yaumun Nahri (tanggal 10 Dzulhijjah) dan jika tidak bisa dilasanakan pada hari nahar, bisa dilakukan pada Ayyamu Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah)
h.      Thawaf  Ifadah (Tahallul Tsani)
Pada hari nahar, setelah melontar jumrah aqabah dan menyembelih hadyu, maka jamaah haji pergi ke Mekah untuk melaksanakan thawaf ifadah.
i.        Melempar Tiga Jumrah
Pada tanggal 11 Dzulhijjah, setelah zhuhur, jamaah melempar 3 jumrah (ula, wusta, aqabah), masing-masing dengan 7 batu kerikil.
j.        Nafar Awal dan Nafar Tsani
Pada tanggal 12 Dzulhijjah , jamaah haji melempar 3 jumrah seperti yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah. Waktunya juga sama yaitu setelah zhuhur hingga maghrib.
k.      Thawaf Wada’
Sebelum meninggalkan Mekah, jamaah haji dianjurkan untuk melakukan thawaf wada’ (perpisahan). Caranya, sama dengan thawaf ifhadah dilakukan tujuh putaran, tanpa lari-lari kecil, tanpa shalat dua rakaat di maqam Ibrahim, dan tanpa sa’i. Nabi SAW. bersabda:
Artinya:
“Janganlah salah seorang pulang sebelum mengakhiri urusan (hajinya) dengan (thawaf wada’)di Baitullah”. (H.R. Muslim)


B.     Umrah
1.      Pengertian Umrah
Umrah secara etimologis adalah ziarah dalam pengertian yang bersifat umum. Sedangkan secara terminologis adalah berziarah ke Baitullah dalam pengertian khusus.[10]
Umrah adalah mengunjungi ka’bah dengan serangkaian ibadah khusus di sekitarnya. Pelaksanaan umrah tidak terikat dengan miqat zamani dengan arti ia dilakukan kapan saja, termasuk pada musim haji. Perbedaannya dengan haji ialah bahwa padanya tidak ada wuquf di Arafah, berhenti di Muzdalifah, melempar jumrah dan menginap di Mina. Dengan begitu ia merupakan haji dalam bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umrah itu disebut dengan haji kecil.[11]
2.      Dalil Kewajiban Umrah
Dalil tentang wajibnya umrah selalu dibarengi dengan kewajiban haji. Al-Quran menyatakan:
(#qJÏ?r&ur ¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur ¬! 
Dan sempurnakanlah oleh kalian haji dan umrah karena Allah….. (Al-Baqarah: 196)

Juga berdasar pada Hadits Aisyah ra:
Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apakah kaum wanita mempunyai kewajiban untuk berjihad?” Rasulullah menjawab: Ya, mereka wajib berjihad akan tetapi jihadnya bukan peperangan; Haji dan Umrah (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

Ulama Fiqh berbeda pendapat tentang masalah kewajiban umrah, apakah hokum umrah itu wajib seperti hokum haji. Dalam hal ini ulama Syafi’iyan dan Hanabilah mengatakan bahwa hukum umrah sama dengan hukum  haji  yaitu  wajib. Mereka  mendasarkan   pendapat  tersebut  sebagai
berikut:
a.       Pertama, firman Allah Swt: waatimmul hajja wal umrata lillahi, perintah untuk menyempurnakan haji dan umrah menunjukkan bahwa hokum umrah adalah wajib.
b.      Kedua, didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW kepada sahabatnya:
Barangsiapa memiliki hadyu (hewan), maka hendaklah ia membebaskan-nya dengan haji dan umrah.
c.       Ketiga, didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw: Umrah telah masuk ke dalam haji sampai hari kiamat.
Sedangkan ulama Malikiyah dan Hanafiyah bahwa hukum Umrah adalah sunah. Dasar yang digunakan oleh mereka adalah:
a.       Pertama, Allah tidak menyebutkan dalam firman-Nya tentang kewajiban haji, seperti pada firman Allah SWT: walillahi alannasi hijjul baiti manis tathoa ilaihi sabila dan wa adzin fi nnasi bil hajji
b.      Kedua, tidak terdapat dalam hadits-hadits shahih tentang kewajiban haji.
c.       Ketiga, didasarkan pada hadits dari Nabi Saw bersabda: “Haji adalah
jihad dan umrah adalah sunnah.”
3.      Macam-macam Umrah
Umrah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Umrah yang terpisah dari haji (mufradah). Waktunya sepanjang tahun, menurut kesepakatan semua ulama mazhab. Namun waktu yang paling utama menurut Imamiyah adalah bulan Rajab. Sedangkan menurutt yang lain adalah bulan Ramadhan.
b.      Umrah yang terpadu atau bersama haji (tamattu’). Orang yang beribadah  (haji) harus melakukan umrah terlebih dahulu, kemudian melakukan amalan-amalan haji pada satu kali perjalanan, sebagaimana yang dilakukan oleh para jamaah haji yang datang dari berbagai negara yang jauh dari Mekah al-Mukarramah. Waktunya adalah pada bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Zhulqa’dah dan Dzulhijjah, menurut kesepakatan mazhab. Namun mereka berbeda pendapat tentang bulan Dzulhijjah, apakah satu bulan penuh termasuk haji, atau sepertiga pertama? Menurut orang yang mengatakan bahwa umrah itu wajib, gugurlah kewajiban itu bila telah melakukan umrah yang bersama atau terpadu denagn haji.
Sayyid Al-Khui membedakan antara umrah mufradah (berpisah dari haji) dengan umrah tamattu’ (bersama haji) dengan beberapa hal di bawah ini:
a.       Waktu umrah tamattu’ dimulai dari awal bulan Syawal sampai pada hari kesembilan bulan Dzulhijjah. Sedangkan waktu umrah mufradah adalah
sepanjang tahun.
b.      Orang yang melakukan umrah tamattu’ hanya diperbolehkan memendek-kan raambutnya saja. Sedengkan orang yang melakukan umrah mufradah boleh memilih antara memendekkan atau mencukur rambutnya.
c.       Umrah tamattu’ dan haji terjadi dalam satu tahun, tetapi kalau umrah mufradah tidak.
Dalam buku Al-Din wa Al-Haj ‘ala al-Madzahib Al-Arba’ah karya Al-kararah dijelaskan bahwa Maliki dan Syafi’i mengatakan: orang yang melakukan umrah mufradah dihalalkan melakukan apa saja, sampai bergaul dengan istrinya kalau dia telah bercukur atau memendekkan rambutnya, baik telah membayar (memberikan) kurban atau belum.
Hambali dan Hanafi: Orang yang melakukan umrah dihalalkan bercukur atau memendekkan rambut kalau belum memberikan kurban. Kalau tidak, dia tetap berada dalam keadaan ihram sampai ber-tahallul dari haji dan umrah secara bersamaan pada hari nahr (hari kurban).[12]
4.      Rukun Dan Wajib Umrah
Rukun umrah sama dengan haji kecuali kehadiran di Arafah. Sedangkan wajib umrah juga sama dengan wajib haji kecuali hadir di Muzdalifah, melempar dan bermalam di Mina. Semua larangan yang harus dipenuhi selama haji juga harus dihindarkan selama melaksanakan umrah, hanya masa pelaksanaan umrah itu lebih pendek daripada haji.
Umrah dapat dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan haji. Adapun pelaksanaan ihram untuk keduanya ada tiga kemungkinan:
a.       Ihram untuk haji dilakukan terlebih dahulu dan selesai haji dilakukan ihram untuk umrah. Cara seperti ini disebut ifrad.
b.      Ihram umrah dilakukan terlebih dahulu dari miqatnya, kemudian menyelesaikan umrah, kemudian ihram untuk haji langsung dari Mekah, untuk selanjutnya melaksanakan haji. Cara seperti ini disebut tamattu’. Bila umrah dan haji dilaksanakan dalam bentuk ini, pelakunya dikenakan dam dalam bentuk memotong seekor kambing di tempatnya, kalau tidak mampu, harus puasa tiga hari waktu melaksanakan haji dan tujuh hari setelah tiba di tempat. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Baqarah ayat 196.
. . . `yJsù yì­GyJs? Íot÷Kãèø9$$Î n<Î) Ædkptø:$# $yJsù uŽy£øŠtGó$# z`ÏB Äôolù;$# 4 `yJsù öN©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$­ƒr& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sŒÎ) öNçF÷èy_u 3 . . .
Artinya:”Barangsiapa ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam musim haji) wajib ia menyembelih seekor korban yang mudah didapat. Bila ia yidak mendapatkannya hendaklah berpuasa tiga hari sewaktu haji dan tujuh hari bila telah kembali. (QS. Al-Baqarah:196)

c.       Umrah dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan haji dengan satu ihram. Cara pelaksanaan seperti ini disebut qiran. Bagi yang melaksankan haji dan umrah secara qiran diwajibkan membayar korban sebagaimana yang
berlaku pada tamattu’.[13]
Adapun Rukun dalam ibadah umrah dibagi menjadi empat bagian yang mana tidak sah suatu ibadah umrah jika tidak mengerjakan rukun-rukun tersebut, rukun umrah antara lain :[14]
a.       Ihram
Bagi orang yang hendak beribadah umrah, maka ia wajib melakukan ihram krena hal tersebut bagian dari rukun umrah. Dalam ihram ada tiga hal yang wajib dilakukan yaitu:
1)      Niat
Tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan sadar tanpa adanya niat. Niat sebagai motivasi dari perbuatan, dan niat merupakan hakikat dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain jika berihram dalam keadaan lupa atau main-main tanpa niat maka ihramnya batal.
2)      Talbiyah
Lafadz talbiyah adalah:“labbaikallahumma labbaika, la syarika laka labbaika, innal hamda wan ni`mata laka wal mulka la syarika laka”. Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram, dimulai dari waktu ihram dan disunnahkan untuk membaca terus sampai melempar jumrah `aqobah.

3)      Memakai pakaian ihram
Para ulama madzhab sepakat bahwa lelaki yang ihram tidak boleh memakai pakaian yang terjahit, dan tidak pula kain sarung, juga tidak boleh memakai baju dan celana, dan tidak boleh pula yang menutupi kepala dan wajahnya. Kalau perempuan harus memakai penutup kepalanya, dan membuka wajahnya  kecuali kalau takut dilihat lelaki dengan ragu-ragu. Perempuan tidak boleh memakai sarung tangan, tetapi boleh memakai sutera dan sepatu.
b.      Tawaf
Tawaf merupakan salah satu dari rukun umrah yang wajib dilaksanakan, adapun mengenai pembagiannya, ulama membagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1)      Tawaf qudum
Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang yang jauh (bukan orang mekkah dan sekitarnya) ketika memasuki mekkah. Tawaf ini menyerupai sholat dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini hukumnya sunnah, dan yang meninggalkannya tidak dikenakan apa-apa.
2)      Tawaf ziarah
Tawaf ini juga dinamakan tawaf ifadhah. Tawaf ini dilakukan oleh orang yang haji (bukan orang yang umrah) setelah melaksanakan manasik di Mina, dinamakan tawaf ziarah karena meninggalkan Mina dan menziarahi Baitullah. Tapi juga dinamakan tawaf ifadhah karena ia telah kembali dari Mina ke Mekkah.
3)      Tawaf wada`
Tawaf ini merupakan perbuatan yang terakhir yang dilakukan oleh orang yang haji ketika hendak melakukan perjalanan meninggalkan mekkah.
c.       Sa`i
Ulama sepakat bahwa sa`i dilakukan setelah tawaf. Orang yang melakukan sa`i sebelum tawaf maka ia harus mengulangi lagi (ia harus bertawaf kemudian melakukan sa`i).
Terdapat hal-hal yang disunnahkan bagi orang yang sedang melakukan sa`i diantaranya :
1)      Disunnahkan menaiki bukit shafa dan marwah serta berdo`a diatas kedua bukit tersebut sekehendak hatinya, baik masalah agama maupun dalam masalah dunia sambil menghadap ke Baitullah.
2)      Melambaikan tangan ke hajar aswad.
3)      minum air zam-zam.
4)      menuangkan sebagian air ke tubuh.
5)      keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan hajar aswad.
6)      Naik ke bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti lama di shafa, dan bertakbir kepada Allah sebanyak tujuh kali.
d.      Tahallul
Menurut pendapat imamiyah kalau orang yang melakukan umrah tamattu` telah selesai bersa`i, ia harus menggunting rambutnya, namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah memotongnya, maka apa yang diharamkan baginya telah menjadi halal. Tapi kalau telah mencukurnya, maka ia harus membayar kifarah berupa seekor kambing. Tapi kalau berumrah mufrodah, maka ia boleh memilih antara menggunting atau mencukur, baik ia mengeluarkan kurban atau tidak.
Tetapi kalau meninggalkan menggunting rambut itu dengan sengaja sedangkan ia bertujuan untuk melakukan haji tamattu` dan berihram sebelum menggunting rambut, maka umrahnya batal. Ia wajib melakukan haji ifrad. Maksudnya  melakukan amalan-amalan haji, kemudian melakukan umrah mufradah setelah amalan-amalan haji itu. Dan lebih utama adalah mengulangi haji lagi pada tahun yang akan datang.

C.    Perbedaan Umrah Dengan Haji
Ibadah Umrah banyak memiliki persamaan dengan haji, kecuali ada beberapa perbedaan diantaranya :[15]
  1. Umrah tidak mempunyai waktu tertentu dan tidak bisa ketinggalan waktu.
  2. Dalam   umroh   tidak   ada   wukuf   diarah   dan   tidak   ada   pula  mabit di
muzddalifah.
  1. Didalam umrah tidak ada melontar jumrah.
  2. Didalam umrah tidak ada menjamak dua sholat, itu karena ibadah haji, kalangan madzhad syafi'e bukanlah sebab bagi bolehnya jamak antaara dua sholat melainkan yang menjadi sebab hanyalah perjalanan (safar).
  3. Di dalam umrah tidak ada tawaf qudum dan tidak ada pula khutbah.
  4. Minat umrah adalah di tanah halal bagi semua orang, tanpa terkecuali berbeda dengan haji miqad haji bagi orang mekah adalah ditanah haram, sementara bagi orang selain mekah miqad pada tempat yang telah ditentukan nabi.
  5. Umrah berbeda dengan haji dari segi hukum, bila umroh itu hukumnya sunnat muakkad sedangkan haji adalah farduh.

D.    Larangan Dalam Haji dan Umrah
Beberapa larangan dalam haji dan umrah yaitu :
1.      Bersetubuh, bermesra-mesraan, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam haji.
2.      Dilarang menikah dan menikahkan (menjadi wali).
3.      Dilarang memakai pakaian yang di jahit, harum-haruman (minyak wangi), , menutup kepala, memakai sepatu yang menutup mata kaki. Adapun kaum wanita, mereka boleh memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali dan kedua telapak tangannya.
4.      Perempuan dilarang menutup muka dan kedua telapak tangan.
5.      Dilarang berburu atau membunuh binatang liar yang halal di makan.
Dam
Jenis-jenis Dam yaitu :
a.       Dam (denda) karena memilih tamattu’ atau qiran. Dendanya ialah : menyembelih seekor kambing (qurban), dan bila tidak dapat menyembelih kurban, maka wajib puasa tiga hari pada masa haji dan tujuh hari setelah pulang ke negerinya masing-masing.
b.      Dam (denda) meninggalkan ihram dari miqatnya, tidak melempar jumrah, tidak bermalam di muzdalifah dan mina, meninggalkan tawaf wada’, terlambat wukuf di arafah, dendanya ialah memotong seekor kambing kurban.
c.       Dam (denda) karena bersetubuh sebelum tahallul  pertama, yang membatal-kan haji dan umrah. Dendanya menurut sebagian ulama ialah menyembelih seekor unta, kalau tidak sanggup maka seekor sapi, kalau tidak sanggup juga, maka dengan makanan seharga unta yang di sedekahkan kepada fakir miskin di tanah haram, atau puasa sehari untuk tiap-tiap seperempat gantang makanan dari harga unta tersebut.
d.      Dam (denda) karena mengerjakan hal-hal yang di larang selagi ihram, yaitu bercukur, memotong kuku, berminyak, berpakaian yang di jahit, bersetubuh setelah tahallul pertama. Dendanya boleh memilih diantara tiga, yaitu menyembelih seekor kambing, kerbau, puasa tiga hari atau sedekah makanan untuk 6 orang miskin sebanyak 3 sha’ (kurang lenih 9,5 liter).
e.       Orang   yang   membunuh   binatang   buruan   wajib membayar denda dengan
ternak yang sama dengan ternak yang ia bunuh.
f.       Dam sebab terlambat sehingga tidak bisa meneruskan ibadah haji atau umrah,
baik terhalang di tanah suci atau tanah halal, maka bayarlah dam (denda) menyembelih seekor kambing dan berniatlah tahallul (menghalalkan yang haram) dan bercukur di tempat terlambat itu.[16]

E.     Masalah-masalah yang Berkaitan Dengan Ibadah Haji Dan Umrah
1.      Miqat Makani
Miqat makani adalah batas tempat dimana orang yang akan melaksanakan ibadah haji atau umrah mesti niat dan memakai pakaian ihram. Orang yang berhaji atu berumrah tidak boleh melewati batas tempat ini tanpa berihram. Rasulullah telah menjelaskan tempat-tempat ini sebagai berikut:
a.       Dzu al-Khulaifah, atau disebut juga Bir Ali, ada di sebelah Utara Makkah. Jaraknya ke Makkah sekitar 450 km. Ini adalah miqat bagi orang-orang yang datang dari Madinah dan daerah searahnya.
b.      Juhfah atau Rabigh. Juhfah berada di sebelah tenggara Makkah. Jaraknya sekitar 178 km. Sedangkan Rabigh berdekatan dnegan Juhfah. Jaraknya ke Makkah sekitar 204 km. Rabigh ini menjadi miqat bagi orang-orang dari Mesir, Syiria dan orang-orang yang tinggal searah dengannya atau melewatinya.
c.       Qarn al-Manazil. Berada di sebelah Timur Makkah dan searah dengan padang arafah. Jaraknya sekitar 94 km. Miqat ini bagi penduduk Nejd dan daerah yang searah atau melewatinya.
d.      Yalamlam. Berada di sebelah Selatan Makkah. Jaraknya sekitar 54 km. Miqat ini diperuntukkan bagi penduduk Yaman dan daerah yang searah atau melewatinya. Termasuk juga menurut para ulama dari Indonesia.
e.       Dzat ‘Irq. Jaraknya ke Makkah sekitar 94 km. Miqat ini diperuntukkan bagi penduduk Iraq dan daerah yang searah dengannya.
2.      Haji Anak Kecil
Anak kecil tidak terkena hukum wajib haji. Namun jika melaksanakan juga maka hajinya tetap sah, akan tetapi ketika dewasa nanti dia wajib mengulang hajinya. Karena haji di masa kanak-kanak tidak menggugurkan kewajiban di waktu dewasa. Hal ini berdasar hadits berikut: “setiap anak kecil yang berhaji maka dia wajib melaksanakan haji lagi ketika sudah dewasa nanti”. (HR. Thabrani)
3.      Badal Haji
Yang dimaksud badal haji adalah menggantikan proses pelaksanaan ibadah haji orang lain yang memang wajib berhaji tapi tidak dapat melaksanakannya, seperti sakit, sudah sangat tua atau sudah meninggal dunia. Sedangkan pelaksana pengganti haji itu disayaratkan sudah pernah melaksanakan ibadah haji.Orang yang sakit, sedangkan dari segi materi dia mampu melaksanakan haji, maka hajinya dapat diwakilkan kepada orang lain. Dan apabila dia sudah sembuh, maka dia tidak wajib mengulang hajinya.
Sedangkan orang yang telah meninggal dunia, sedang dia memiliki kewajiban haji yang belum ditunaikannya atau pernah bernadzar, maka pihak keluarga mesti melaksanakan haji untuknya. Seolah-olah hal tersebut adalah hutang yang mesti dibayarnya. Hal ini berdasar pada riwayat Ibn Abbas yang berkata, “bahwa seorang wanita datang menghadap Rasulullah dan berkata: Ibuku pernah bernadzar untuk melaksanakan haji, namun belum sempat melaksanakannya dia keburu meninggal, apakah aku boleh menghajikannya? Nabi menjawab: ya, lakukanlah. Bukankah kalau ibumu memiliki hutang kamu wajib membayarnya? Bayarlah hak Allah, karena Allah lebih berhak untuk ditunaikan hak-Nya.”
4.      Berkali-kali melaksanakan haji
Dewasa ini, jamaah haji dari berbagai negara terus meningkat. Ini adalah sesuatu yang menggembirakan, karena banyak orang yang sadar dan peduli melaksanakan ibadah ini. Akan tetapi di sisi lain, meningkatnya jamaah menimbulkan berbagai permasalahan, terutama masalah tempat-tempat ibadah yang sering dikunjungi dan menuntut pelaksanaan ibadah dalam satu waktu, seperti melontar jumrah atau thawaf dan sai. Setiap tahunnya, sering terjadi korban jiwa disebabkan penuh sesaknya tempat-tempat tersebut.
Fenomena ini mestinya diperhatikan oleh setiap Muslim. Tujuan ibadah haji selain untuk beribadah kepada Allah, juga bertujuan untuk menumbuhkan solidaritas kemanusiaan, menjalin ukhuwah dan persatuan umat. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, keributan dan berdesak-desakan dalam suatu tempat. Hal ini disebabkan banyak para jamaah haji telah melakukan ibadah ini pada kali kedua atau berkali-kali.
Oleh karena itu, hendaknya orang-orang yang yang melakukan ibadah haji berulang kali memperhatikan hal-hal berikut:
a.       Allah  tidak  akan  menerima  ibadah  sunnah  sebelum  ditunaikan  ibadah
fardhu. Orang yang melakukan ibadah haji dan umrah sunnah padahal dia tidak mau mengeluarkan zakat hartanya yang wajib, maka haji dan umrahnya tertolak.
b.      Allah tidak akan menerima ibadah sunnah yang dapat menyebabkan terjadi perbuatan haram. Menjauhkan perbuatan haram harus didahulukan daripada yang sunnah. Apabila ibadah haji dan umrah sunnah ini menimbulkan gangguan (mafsadah) karena berdesak-desakan maka wajib menghilangkan mafsadah tersebut.
c.       Menolak mafsadat lebih didahulukan daripada menarik maslahat, lebih-lebih mafsadat tersebut bersifat umum sedangkan maslahatnya bersifat khusus (untuk orang tertentu).
d.      Pintu-pintu amal sunnah untuk memperolah kebaikan itu sangat beragam dan luas. Seperti, sedekah, menyantuni yatim piatu, fakir miskin, memberikan beasiswa atau bantuan kepada organisasi-organisasi ke-agamaan, dan lainnya.[17]
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah)untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula menurut syarat-sayarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata untuk mencari ridho Allah.
Umrah adalah menziarahi ka’bah, meakukan thawaf di sekililingnya, sa’i antara shafa dan marwah dan tahallul. Ketaatan kepada Allah swt. Itulah tujuan utama dalam melaksanakan ibadah haji.
Dalam ibadah haji dan umrah juga terdapat sunnah, larangan dan dam (denda) sebagai ganti karena telah melakukan hal-hal yang dilarang dalam ibadah haji dan umrah, ataupun karena telah meninggalkan salah satu rukun dari ibadah haji dan umrah itu sendiri. Sunnah haji yaitu haji ifrad, membaca talbiyah, berdoa setelah membaca talbiyah, membaca dzikir waktu thawaf, shalat dua rakaat setelah mengerjakan thawaf, dan memasuki ka’bah. Larangan-larangannya yaitu bersetubuh, bermesra-mesraan, dilarang menikah dan menikahkan, dilarang memakai pakaian berjahit, dilarang berburu dan membunuh binatang  dan lain-sebagainya.

B.     Saran
Haji  adalah  rukun Islam yang terakhir dan merupakan kewajiban yang ditujukan bagi setiap muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Sebelum melaksanakan ibadah haji maka sudah seharusnya mulai dari sekarang mempelajari tata cara pelaksanaan ibadah tersebut. Selain itu bagi muslim yang sudah mampu, jangan menunda-nunda untuk menunaikan kewajiban ibadah yang telah disyariatkan dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah: Refleksi Ketundukan Hamba Allah kepada al-Khaliq Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh,Jakarta: Kencana, 2010.
Hasbiyallah, M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013.
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,Jakarta: Lentera, 2011.
M. Quraish Shihab, Haji bersama M. Quraish Shihab, Cet. II; Bandung: Mizan, 1999. 
Said Agil Husin al-Munawar, Fikih Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur, Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003.
Slamet Abidin, Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998.
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo. 1996
Syeikh Mahmud Syaltut. Akidah dan Syariah. Jakarta: Bumi Aksara. 1984.
Thohir Luth, Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Da maskus: Da rul Fikr, 2007.






KATA PENGANTAR
https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQVlhyueOTON7ERRhRSvV93vad-4TNHBBAEVsxNgO-TlorLvvlVww

Puji syukur dipersembahkan atas kehadirat Allah SWT, Dialah Tuhan yang menurunkan agama Islam sebagai agama penyelamat. Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah, taufiq dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat dan  salam  selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW. Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan termakasih atas kedua orangtua yang telah mendukung dan memberikan fasilitas untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun berdasarkan referensi tentang Fiqh Ibadah, Fiqh Haji dan Umrah. Dengan memahami pengertian-pengertiannya diharapkan bagi semua pembaca makalah ini dapat memahami pembahasan dan penjelasan tentang Haji dan Umrah yang dituangkan dalam makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Dan semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses belajar dan mengajar. Kami sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, Kami mohon maaf bila ada informasi yang salah dan kurang lengkap. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca mengenai makalah ini Agar kedepannya Kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
Watampone, 28  Mei   2016

             Penyusun
i
 
 

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................               i
DAFTAR ISI .............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               1
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II... PEMBAHASAN
A.       Haji ......................................................................................               3
B.       Umrah...................................................................................               12
C.       Perbedaan Umrah Dengan Haji............................................               20
D.       Larangan Dalam Haji dan Umrah........................................               21
E.        Masalah-masalah yang Berkaitan Dengan Ibadah Haji Dan Umrah                           23
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               27
B.       Saran.....................................................................................               27
DAFTAR PUSTAKA







HAJI DAN UMRAH


 






Makalah  Diajukan  Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Ibadah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Watampone


Disusun Oleh:



v   Sri  Wahyuni            
v   Nur Hidayah             
v   Muh. Yusri
v   Anris
v   Aswar
v   Ashar Ramadani
v   Samsul Rijal
v   Nur Fitriani
v   Adinda Setiawati
v   Asri
v   Ahmad Dahlan
v   Syahrul Baso M.








SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
W A T A M P O N E

 
2016



[1] Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo. 1996. hal. 247
[2] DR.Hasbiyallah, M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013. hal. 263
[3] H. Said Agil Husin al-Munawar, Fikih Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur, (Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 1
[4] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah: Refleksi Ketundukan Hamba Allah kepada al-Khaliq Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 247
[5] M. Quraish Shihab, Haji bersama M. Quraish Shihab, (Cet. II; Bandung: Mizan, 1999),  h. 83 
[6] Syeikh Mahmud Syaltut. Akidah dan Syariah. Jakarta: Bumi Aksara. 1984. hal.137-138
[7] H. Said Agil Husin al-Munawar, op. cit., h. 44
[8] Ibid, hal.136-137
[9] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op. cit., h. 260
[10]Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,(Jakarta: Lentera, 2011), hlm. 217.
[11] Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh,(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 70.
[12] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,(Jakarta: Lentera, 2011), hlm. 218.
[13] Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh,(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 71.
[14]Thohir Luth, Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 17.
[15] H. Said Agil Husin al-Munawar, Fikih Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur, (Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 285-286
[16] Slamet Abidin, Fiqih Ibadah, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998), hlm. 50-57
[17] DR.Hasbiyallah, M.Ag. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013. hal. 271-274

3 comments:

  1. terimakasih atas informasinya yang bagus dan bermanfaat.
    jazakumullah

    ReplyDelete
  2. mohon maaf sepertinya latar belakangnya salah, seharusnya yg membangun ka'bah itu nabi ibrahim as

    ReplyDelete