|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar Medik
1.
Pengertian
a.
Ileus Obstruction adalah gangguan (apapun
penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang
saluran usus. (Nurarif, 2015, Hal.128 dan Suratun , 2014, hal. 334).
b.
Ileus adalah suatu
kondisi hipomortilitas (Kelumpuhan) saluran gastroinstestinal tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal.(Arif
Muttaqin, 2011, Hal. 616).
c.
Obstuksi Usus findoks mengidentifikasikan
penyembuhan total dari lumen usus. (Pierce,
2006, Hal.117).
d.
Ileus Obstruction adalah suatu penyebab fisik
menyumbat usus dan tidak dapat diatasioleh peristaltik dan dapat disebut akut
seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari (Suratun, 2010, Hal.334).
e.
Obstruksi usus adalah suatu
penyumbatan yang dapat bersifat fungsional atau mekanis. Penyumbatan tersebut
menghalangi jalannya makanan, cairan, dan flatus, sehingga mengakibatkan
distensi dan banyak kehilangan cairan diusus. (Marelli. TM., 2008, Hal.170)
f.
Obstruksi usus halus mekanik
terjadi jika terdapat gangguan pada aliran isi usus. (Patel, 2006; Hal.119)
2.
Anatomi dan Fisiologi
a.
Anatomi system pencernaan
Gambar 1. Struktur Dari System Pencernaan
System
gastrointestinal (disebut juga system pencernaan atau system digestif) terdiri
atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Rongga mulut, faring,
esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar merupakan komponen saluran
gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas gigi, lidah, serta beberapa
kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati, dan pancreas yang menyuplai
sekresi ke saluran pencernaan.
Rongga mulut atau nama
lainnya rongga bukal atau oral mempunyai beberapa fungsi diantaranya dapat menganalisis material
makanan sebelum menelan, proses mekanis dari (gigi, lidah, dan permukaan
palatum), lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti pada beberapa material
karbohidrat dan lamak.rongga mulut ini dibatasi oleh mukosa mulut
yang memiliki Stratified Squamus
Epithelium.
Lambung
terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan
kosong, lambung berbentuk tabung-J, dan bila penuh berbentuk seperti
buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, badan, dan
antrum pilorikun atau pylorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan
kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayaor.
Gambar
2. Anatomi Usus Halus
Sumber
: Muttaqin, 2011 ; Hal.15
Usus halus berjalan
dari pylorus lambung ke sekum dan dapat di bagi menjadi tiga bagian yaitu
duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus diperkirakan 3,65-6,7 meter,
duodenum mempunyai panjang sekitar 25 cm, jejunum mempunyai panjang 2,5 m
dimana proses digesti kimia dan absorpsi nutrisi terjadi di dalam jejunum,
sedangkan ileum mempunyai panjang sekitar 3,5 meter. Bagian ujung ileum
memiliki katup ileosecal yang mengontrol aliran material dari ileum ke usus
besar.
Gambar 3. Struktur Anatomi Dari Kolon Dan Rektum
Sumber : (Muttaqin, 2011;Hal. 15 ).
Kolon yang mempunyai
panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum ke rectum. Bagian pertama kolon adalah sekum,
dimana merupakan bagian yang paling lebar. Kolon berjalan sekum ke atas menjadi
kolon kanan (Kolon Asendens) melintasi abdomen atas sebagai Kolon
Transverses, dan turun sebagai kolon kiri (Kolon Desendens) ke
sigmoid, yaitu bagian kolon yang paling sempit.
b.
Fisiologi sistem pencernaan
Fungsi primer saluran
pencernaan adalah menyediakan suplai terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, sehingga siap
diabsorbsi. Selama dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang
dapat diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan
terjadi karena kerja berbagi enzim yang terkandung dalam berbagai cairan
pencerna. Setiap jenis zat ini mempunyai tugas khusus
menyaring dan bekerja atas
satu jenis makanan dan
tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis lainnya. (Setiadi, 2007;
Hal.62)
Beberapa
pengertian secara umum mengenai proses pencernaan adal;ah sebagai berikut:
1)
Ingesti, masuknya makanan
kedalam mulut dan terjadi proses pemotongan dan penggilingan makanan yang
dilakukan secara mekanik leh gigi.
2)
Peristaltis, gelombang kontraksi
otot poros involunter yang meng-gerakkan makanan tertelan melalui saluran
pencernaan
3)
Digesti, hidrolisis kimia
molekul besar menjadi molekul kecil se-hingga absorbsi dapat berlangsung
4)
Egesti, proses eliminasi
zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga bakteri, dalam bentuk feses dari saluran
pencernaan.
5)
Absorbsi, pergerakan produk
akhir pencernaan dari lumen saluran pencernaan kedalam sirkulasi darah dan
limfatik sehingga dapat digunakan oleh sel-sel tubuh. (Setiadi, 2007; Hal.62)
3.
Etiologi
a.
Perlengketan :
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada
jaringan parut setelah pembedahan abdomen.
b.
Intusepsi :
Salah satu bagian dari
usus menyusup kedalam bagian
lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus
tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan
segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar
limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus
tersebut (ileocaecal) lewat coecum
kedalam usus besar (colon) dan bahkan
sampai sejauh rectum dan anus.
c.
Volvulus : Usus besar yang mempunyai mesocolon
dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan
menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga
terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya.
d.
Hernia :
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen.
e.
Tumor : Tumor
yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus.
f.
Kelainan congenital. (Nurarif, 2015, Hal.128).
Sedangkan menurut Arif Mutaqqin (2011; hal.615), faktor
predisposisi lain yang mendukung peningkatan resiko terjadinya ileus, diantaranya sebagai berikut :
a.
Sepsis
b.
Obat-obatan
(misalnya:opioid, antasid,coumarin,amitriptyline, chlor-
promazine).
c.
Gangguan
elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagne-semia, hipernatremia,
anemia, atau hiposmolalitas)
d.
Infark
miokard
e.
Pneumonia
f.
Trauma
(misalnya : patah tulang iga, cedera spina)
g.
Bilier
dan ginjal kolik
h.
Cedera
kepala dan prosedur bedah saraf
i.
Inflamasi
intra abdomen dan peritonitis
j.
Hematoma
retroperitoneal. (Mutaqqin, 2011, Hal. 616)
4.
Insiden
Setiap
tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di
Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Chahayaningrum, 2012; Hal.3).
5.
Patofisiologi
Menurut
beberapa hipotesis, ileus pascabedah dimediasi melalui penghambatan aktivasi reflex
spinal. Secara anatomis,reflek yang terlibat pada ilus adalah pada pleksus
ganglia prevertebral.
Respons dari stres bedah mengarah pada generasi sistemik dari endrokrin dan
mediator inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus. model tikus telah
menunjukkan bahwa laparotomi,
penetrasi dan kompresi usus menyebabkan peningkatan jumlah makrofag,
monosit, sel dendritik, sel T, sel-sel pembunuh alami, dan sel mast, seperti
yang ditunjukkan oleh imunohistokimia. Kalsitonin-peptida ,nitrit oksid,
peptida vaksoaktif. Intestina, dan substansi P berfungsi sebagai inhibitor neutron-transmiter
pada system saraf usus.
Diferensiasi yang umum untuk ileus adalah
pseudo-obstruksi dan obstruksi usus
mekanik. Seperti ileus pada pseudo-obstruksi ,terjadi dengan tidak adanya patologi mekanis . beberapa tesk dan artikel
cenderung menggunakan ileus disamaartikan
dengan pseudo-obstruksi atau merujuk kepada
“ileus kolon” . namun kondisi ini jelas merupakan dua entitas yang
berbeda. Pseudo-obtruksi jelas terbatas pada usus besar, sedangkan ileus
melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar yang terlibat dalam
pseudo-obstruksi klasik, yang biasanya terjadi pada lanjut usia dengan gambaran
penyakit ekstraintestinal serius atau trauma. Agen farmakologi , sepsis , dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat juga berkontribusi terhadap kondisi ini. Obstruksi
usus mekanik dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus, hernia, intususepsi, benda
asing atau neoplasma.Klinis obtruksi hadir dengan kolik abdominal yang hebat atau tanda-tanda obstruksi perforasi yang jelas. (Mutaqqin, 2011, Hal. 616)
6.
Manifestasi Klinis
a.
Distensi
abdomen.
b.
Muntah.
c.
Nyeri
konstan distensi.
d.
Bising usus tenang atau tenang atau tidak ada secara klasik dapat
ditemukan tetapi temuan yang
tidak konsisten.
e.
Pemeriksaan laborat sering kali
normal.
f.
Foto polos memperlihatkan Loop
usus halus yang berdilatasi dengan batas udara-cairan.
g.
Sulit dibedakan dengan ilius
obstruktif tetapi distensi tetapi distensi seluruh panjang kolon lebih sering
terjadi pada ileus paralitik. (Nurarif, 2015, Hal.129).
7.
Komplikasi
Stangulasi
menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi
lumen usus merupakan Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus
kematian akibat obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang
mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang
mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi
tersebut ke dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami
perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke
dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock
septik. Komplikasi lain yang dapat timbul anatara lain syok hipovolemia, abses,
pneumonia aspirasi dari psoses muntah dan dapat menyebabkan kematian. (Suratun,
2010; Hal. 341)
8.
Tes
Diagnostik
a.
Leukosit darah, kadar
elektroilit, ureum, glukosa darah, amylase.
b.
Foto polos abdomen atau foto
abdomen dengan menggunakan
kontras
c.
Pemeriksaan feses
d.
Proktoskopi
e.
Enema baitum dan kolonoskopi
f.
Manometri dan elektromiografi (Nurarif, 2015, Hal.129).
9.
Penatalaksanaan Medik
a.
Obstruksi Usus Halus
1)
Dekompresi usus halus melalui selang usus
halus atau nasogastrik bermanfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.
Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan
tindakan pembedahan. Sebelum pembedahan terapi intravena diperlukan untuk
menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida, dan kalium).
2)
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus
halus tergantung penyebab obstruksi.
3)
Pasca bedah. Pengobatan pasca bedah sangat
penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya
gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
b.
Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon,
kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus.
Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pada sekum, dapat dilakukan pada
pasien yang beresiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan
pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah
untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen
mungkin diperlukan. (Suratun,
2010; Hal. 341-342)
B.
Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pangkajian
ileus terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi
diagnostik. pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan
kembung dan tidak bisa kentut (flatus).
Keluhan adanya kembung dan tidak bisa flatus bersifat akut disertai mual, muntah, anoreksia, dan nyeri
ringan pada abdomen.
Pada
pengkajian riwayat penyakit sekarang, perawat mengkaji riwayat
pembedahan abdominal, jenis pembedahan, penyebab adanya
intervensi bedah, kondisi klinik preoperatif, pengetahuan mobilisasi
dini pasien praoperatif, dan adanya penyakit sistemik yang memperberat, seperti adanya sepsis, gangguan metabolik, penyakit jantung, pneumonia pascabedah, prosedur bedah saraf,
dan trauma abdominal berat .
Pengkajian
psikosoial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena perut kembung dan belum
bisa melakukan flatus, serta
perlunya memenuhi informasi.
Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan
manifestasi klinik. pada survey umum pasien terlihat lemah. TTV biasa
didapatkan adanya perubahan. Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan:
Inspeksi
: secara umum akan terlihat kembung dan didapatkan adanya distensi abdominal.
Auskultasi
: bising usus atau tidak ada .
Palpasi
: nyeri tekal local pada
abdominal .
Perkusi
: timpani akibat abdominal
mengalami kembung.
Pengkajian
diagnostik yang dapat membantu, meliputi
pemeriksaan laboratorium
untuk mendeteksi adanya gangguan elektolit atau metanolik, foto polos abdomen
untuk mendeteksi adanya dilatasi
gas berlebihan dari usus kecil dan usus besar. (Mutaqqin,
2011, Hal. 616)
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Konstipasi
berhubungan dengan hipomotilitas kelumpuhan intestinal
b.
Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.
c.
Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhn
tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan yang kurang adekuat.
d.
Risiko tinggi
syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah.
e.
Kecemasan
berhubungan dengan prognosis penyakit.
f.
Pemenuhan
informasi berhubungan dengan adanya misinterpretasi
g.
Nyeri
berhubungan dengan iritasi intestinal, distensi abdominal.
3.
Penyimpangan KDM
|
4.
Rencana Keperawatan
Rencana intervensi
disusun sesuai dengan tingkat toleran individu .pada pasien ileus, intervensi
pada masalah keperawatan actual/risiko tinggi syok hopovolemik dapat
disesuaikan dengan masalah yang sama pada asuhan keperawatan pasien
gastroenteritis. Untuk intervensi masalah nyeri, kecemasan, dan pemenuhan
informasi dapat disesuaikan pada intervensi masalah pasien diverticulitis.
a.
Konstipasi berhubungan dengan hipomotilitas kelumpuhan intestinal.
Tujuan : Dalam waktu lima kali 24 jam terjadi perbaikan
konstipasi.
Kriteria
Hasil :
1)
Laporan pasien sudah mampu flatus
dan keinginan untuk melakukan BAB.
2)
Bising usus terdengar normal,
frekuensi 5-25x/menit.
3)
Gambaran foto polos abdomen tidak
terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji faktor predisposisi terjadi-nya ileus
|
Walaupun predisiposisi ileus biasanya terjadi akibat pasca-bedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi
lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya ileus
|
2
|
Monitor status cairan
|
Mendokumentasikan kondisi sta-tus cairan dan harus mela-porkan apabila
didapatkan ada-nya perubahan yang signifikan.
|
3
|
Evaluasi secara berkala laporan pasien tentang flatus dan periksa kondisi
bising usus
|
Pemantauan secara rutin dapat memberikan data dasar pada perawat atau
sebagai peran untuk kolaborasi dengan medis tentang kondisi perbaikna ileus.
Hasil evaluasi harus didoku-mentasikan secara hati-hati
pada status medis.
|
4
|
Pasang selang nasogastrik
|
Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk menurunkan keluhan
kembung dan distensi abdomen.
|
5
|
Lakukan teknik ambulasi
|
Pelaksanaan ambulasi tetap ber-manfaat dalam mencegah pem-bentukan atelektasis, obstruksi vena profunda, dan pneumonia
|
6
|
Kolaborasi dengan dokter pemberian opioid antagonis selektif
|
Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus postoperatif
reseksi usus.
|
b.
Resiko
ketidakseimbangan cairan tubuh berhubungan dengan keluar
cairan tubuh dari muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal
Tujuan : Dalam waktu 5x24
jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria
Hasil :
1)
Pasien tidak mengeluh pusing,
membrane mukosa lembap, turgor kulit normal
2)
TTV dalam batas normal
3)
CRT <3 detik, urin >600
ml/hari
4)
Labolatorium: nilai elektrolit
normal
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Monitor status cairan.
|
Penurunan volume cairan meng-akibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi
urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
|
2
|
Kaji sumber kehilangan cairan.
|
Kehilangan ciran dari muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium via
oral yang juga akan meningkatkan resiko gangguan elektrolit.
|
3
|
Dokumentasi intake dan ouput cairan.
|
Sebagai data dasar dalam pemberian terapi cairan dan pemenuhan hidrasi
tubuh secara umum.
|
4
|
Monitor TTV secara berkala.
|
Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah
terlibatnya system kardiovaskular untuk melakukan kompensasi memper-tahankan tekanan darah.
|
5
|
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaphoresis secara
teratur.
|
Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer.
|
6
|
Kolaborasi:
a.
Pemberian
cairan secara in-travena.
b.
Evaluasi
kadar elektrolit
|
Jalur paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat
dlaam melakukan kontrol intake dan output cairan.
Sebagai deteksi awal menghindari gangguan elektrolit sekunder dari muntah
pada pasien peritonitis
|
c.
Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhn tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan yang kurang adekuat. Tujuan : Setelah 7x24 jam asupan nutrisi dapat
optimal dilaksanakan. Kriteria Hasil :
1)
Bising usus kembali normal dengan
frekuensi 5-25x/menit.
2)
Pasien dapat menunjukkan metode
menelan makanan yang tepat.
3)
Terjadi penurunan gejala kembung
dan distensi abdomen.
4)
Berat badan pada hari ke 7 pasca
bedah
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Evaluasi secara berkala kondisi motilitas usus.
|
Sebagai data dasar teknik pem-berian nutrisi.
|
2
|
Hindari intake
apapun secara oral.
|
Umumnya, menunda intake makanan oral sampai tanda klinis ileus berakhir.
Namun kondisi ileus tidak menghalangi pemberi-an nutrisi enteral
|
3
|
Berikan nutrisi parenteral.
|
Pemberian enteral diberikan secara hati-hati dan dilakukan secara
bertahap sesuai tingkat toleransi dari pasien
|
4
|
Berikan stimulant permen karet.
|
Pada suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah
permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal
dari ileus pasca bedah setelah laparoskopi solectomy.
|
5
|
Pantau intake dan
output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu).
|
Berguna untuk
mengukur keefek-tifan nutrisi dan dukungan cairan.
|
6
|
Lakukan perawatan mulut.
|
Intervensi ini untuk menurunkan resiko infeksi oral.
|
7
|
Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai jenis nutrisi yang akan digunakan
pasien
|
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang
akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.
|
(Muttaqin,
2011; hal.620-623)
5.
Implementasi Keperawatan
Implementasi
keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain
implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan untuk
mengatasi masalah klien. (Haryanto, 2007).
6.
Evaluasi Keperawatan
Hasil
yang diharapkan pada pasien Ileus setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut :
a.
Kemampuan motilitas pasien
meningkat dan kontstipasi dapat teratasi.
b.
Tidak terjadi ketidakseimbangan
cairan tubuh.
c.
Asupan nutrisi tubuh optimal.
d.
Pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
e.
Terjadi penurunan respon
kecemasan.
f.
Terjadi penurunan respons
kecemasan.
g.
Terpenuhinya informasi kesehatan.
h.
Nyeri terkontrol atau
teradaptasi.
(Muttaqin,
2011; Hal.623)
No comments:
Post a Comment