Tugas
Individu
KASUS-KASUS GEOPOLITIK
DAN GEOSTRATEGIS NASIONAL
OLEH:
ISMA AYU LESTARI
NIM : BT 13 02 125
KELAS : I D
AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA
W A T A M P O N E
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita taufiq
dan hidayah-Nya sehingga tugas Karya Tulis ini dapat terselesaikan tanpa suatu
halangan dan rintangan yang cukup berarti.
Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga
dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju
jalan Islami..
Tak
lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah
ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT.
Kami
menyadari walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun Karya
Tulis sederhana ini, tetapi masih banyak kekurangan yang ada didalamnya. Oleh
karena itu, segala tegur sapa sangat kami harapkan demi perbaikan tugas ini.
kami berharap akan ada guna dan manfaatnya Karya Tulis ini bagi semua pembaca.
Amin.
Watampone,
10 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..............................................................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................................................2
C.
Tujuan
Penulisan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Geopolitik....................................................................................................................3
B.
Teori-Teori
Geopolitik....................................................................................................................
C.
Wawasan
Nusantara Sebagai Landasan Geopolitik.......................................................................
D.
Otonomi
Daerah..............................................................................................................................
E.
Studi
Kasus Terkait Geopolitik
Indonesia.......................................................................................
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan.....................................................................................................................................
B.
Saran..............................................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Negara bagaikan suatu organisme. Ia
tidak bisa hidup sendiri. Keberlangsungan hidupnya ikut dipengaruhi oleh
negara-negara lain, terutama Negara-negara tetangga atau negara yang berada
dalam satu kawasan dengannya. Untuk itulah diperlukan satu sistem perpolitikan
yang mengatur hubungan antar negara-negara yang letaknya berdekatan diatas
permukaan bumi ini. Sistem politik tersebut dinamakan Geopolitik yang mutlak
dimiliki dan diterapkan oleh setiap Negara di sekitanya tak terkecuali
Indonesia. Indonesia pun harus memiliki sistem Geopolitik yang cocok diterapkan
dengan kondisi kepulauannya yang unik dan letak geografis negara Indonesia
diatas permukaan planet bumi.
Geopolitik Indonesia tiada lain adalah
wawasan nusantara. Wawasan nusantara tidak mengandung unsur-unsur kekerasan,
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide
nasionalnya yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi
bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta menjiwai tata
hidup dan tindak kebijaksanaanya dalam mencapai tujuan nasional. Wawasan
nusantara juga sering dimaknai sebagai cara pandang, cara memahami, cara
menghayati, cara bertindak, berfikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia
sebagai hasil interaksi proses psikologis.
Pada awalnya
geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang.
Di Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses
pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka ia menjadi doktrin pembangunan
dan diberi nama Ketahanan Nasional. Mengingat geostrategi Indonesia memberikan
arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan masa
depan yang lebih baik, lebih aman, dan sebagainya, maka ia menjadi amat berbeda
wajahnya dengan yang digagaskan oleh Haushofer, Ratzel, Kjellen dan sebagainya.
Indonesia tentu
patut mewaspadai perkembangan yang terjadi terutama di kawasan Asia Pasifik.
Sebab konsekuensi letak geografis Indonesia di persilangan jalur lalu lintas
internasional, maka setiap pergolakan berapapun kadar intensitas pasti
berpengaruh terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama
minyak beberapa negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari
Timur Tengah dan Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya,
seIndonesiar 70% pelayarannya melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat
wajar bila berbagai negara berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini,
termasuk di perairan nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat
Lombok, Selat Makasar, Selat Ombai Wetar, dan lain-lain. Pasukan Beladiri Jepang secara berkala dan
teratur mengadakan latihan operasi jarak jauh untuk mengamankan area yang
mereka sebut sebagai “life line,” yakni, radius sejauh 1000 mil laut hingga
menjangkau perairan Asia Tenggara. Hal yang sama juga dilakukan Cina,
Australia, India, termasuk mengantisipasi kemungkinan terjadi penutupan
jalur-jalur vital tersebut oleh negara-negara di seIndonesiarnya (termasuk
Indonesia).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian geopolitik itu sendiri dari beberapa teori geopolitik ?
2.
Bagaimana
wawasan nusantara sebagai landasan geopolitik ?
3.
Bagaimana
otonomi daerah itu ?
4.
Bagaimana
studi kasus terkait geopolitik indonesia?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian geopolitik itu sendiri dari
beberapa teori geopolitik.
2.
Mengetahui makna
wawasan nusantara sebagai landasan geopolitik.
3.
Mengetahui
Bagaimana otonomi daerah itu.
4.
Mengetahui Bagaimana studi kasus terkait geopolitik
indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Geopolitik
Geopolitik diartikan sebagai sistem
politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi
nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik
beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam
arti luas) suatu Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak
langsung kepada system politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu
secara langsung akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan.
Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi,
kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan
dengan karakteristik geografi suatu Negara.
Sebagai Negara kepulauan, dengan
masyarakat yang berbhinneka, Negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan
sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang
strategis dan kaya sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud
kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa
dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara
ini. Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia tercermin
pada momentum sumpah pemuda tahun 1928 dan kemudian dilanjutkan dengan
perjuangan kemerdekaan yang puncaknya terjadi pada saat proklamasi kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945.
Penyelenggaraan Negara kesatuan
Republik Indonesia sebagai system kehidupan nasional bersumber dari dan
bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan konstitusi Undang-Undang Dasar
1945. dalam pelaksanaannya bangsa Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi
dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun
internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu memiliki prinsip-prinsip
dasar sebagai pedoman agar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan
kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Salah
satu pedoman bangsa Indonesia adalah wawasan nasional yang berpijak pada wujud
wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan nusantara. Kepentingan
nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia adalah upaya menjamin persatuan
dan kesatuan wilayah, bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya. Karena
hanya dengan upaya inilah bangsa dan Negara Indonesia dapat tetap eksis dan
dapat melanjutkan perjuangan menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Oleh karena itu, wawasan nusantara
adalah geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa
dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur
ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam
pengertian secara keseluruhan (Suradinata; Sumiarno: 2005).
B.
Teori -Teori
Geopolitik
Geopolitik
berasal dari kata”geo” atau bumi dan politik berarti kekuatan yang didasarkan
pada pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional
untuk mewujudkan tujuan nasional. Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik
antara lain sebagai berikut:
1.
Pandangan
Ajaran Frederich Ratzel
Pada
abad ke-19 Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik
sebagai hasil penelitiannyayang ilmiah dan universal.Pokok-pokok ajaran
Frederich Ratzel adalah:
a.
Dalam
hal-hal tertentu pertumbuhan Negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan
organism yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh,
berkembang, mempertahankan hidup, menyusut dan mati.
b.
Negara
identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti
kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut,makin besar kemungkinan kelompok
politik itu tumbuh.
c.
Suatu
bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum
alam.Hanya bangsa yang unggul saja yang dapat bertahan hidup terus dan
langgeng.
d.
Semakin
tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam.
Apabila wilayah hidup tidak mendukung bangsa tersebut akan mencari pemenuhan
kebutuhan kekayaan alam diluar wilayahnya (ekspansi).
e.
Hal
ini melegitimasikan hukum ekspansi yaitu perkembangan atau dinamika budaya
dalam bentuk gagasan,kegiatan(ekonomi,perdagangan, perindustrian) harus
diimbangi oleh pemekaran wilayah,batas-batas suatu Negara pada hakikatnya
bersifat sementara. Apabila ruang hidup Negara sudah tidak dapat memenuhi
keperluan, ruang itu dapat diperluas dengan mengubah batas-batas Negara baik
secara damai maupun melalui jalan kekerasan atau perang.
Ilmu bumi politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru menimbulkan dua aliran, dimana yang satu berfokus pada kekuatan di darat, sementara yang lainnya berfokus pada kekuatan di laut. Ratzel melihat adanya persaingan antara kedua aliran itu,sehingga ia mengemukakan pemikiran yang baru,yaitu dasar-dasar suprastruktur geopolitik kekuatan total/ menyeluruh suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografinya. Pemikiran Ratzel menyatakan bahwa ada kaitan antara struktur atau kekuatan politik serta geografi dan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan Negara yang dianalogikan dengan organisme.
Ilmu bumi politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru menimbulkan dua aliran, dimana yang satu berfokus pada kekuatan di darat, sementara yang lainnya berfokus pada kekuatan di laut. Ratzel melihat adanya persaingan antara kedua aliran itu,sehingga ia mengemukakan pemikiran yang baru,yaitu dasar-dasar suprastruktur geopolitik kekuatan total/ menyeluruh suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografinya. Pemikiran Ratzel menyatakan bahwa ada kaitan antara struktur atau kekuatan politik serta geografi dan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan Negara yang dianalogikan dengan organisme.
2.
Pandangan
Ajaran Rudolf Kjellen
Kjellen
melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Kjellen menegaskan bahwa
Negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “prinsip dasar”. Pokok
ajaran Kjellen adalah :
a.
Negara
merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup yang memiliki intelektual.
Negara di mungkinkan untuk memperoleh ruang yang cukup luas agar kemampuan dan
kekuatan rakyatnya dapat berkembang secara bebas.
b.
Negara
merupakan suatu system politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang
geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik dan politik memerintah.
c.
Negara
tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar. Ia harus mampu
berswasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk
meningkatkan kekuatan nasionalnya: ke dalam, untuk memperoleh batas-batas
Negara yang lebih baik. Sementara itu, kekuasaan imperium kontinental dapat
mengontrol kekuatan di laut.
3.
Pandangan
Ajaran Karl Haushofer
Pandangan
Karl Haushofer berkembang di Jerman ketika Negara ini berada di bawah kekuasaan
Adolf Hitler. Pandangan ini juga dikembangkan di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu
yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Pokok-pokok teori
Haushofer pada dasarnya menganut ajaran Kjellen,yaitu:
a.
Kekuasaan
imperium daratan yang kompak akan dapat mengajar kekuasaan imperium maritim
untuk menguasai pengawasan di laut.
b.
Beberapa
Negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa,Afrika, Asia Barat
(Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
c.
Rumusan
ajaran Haushofer lainnya adalah sebagai berikut: Geopolitik adalah doktrin
Negara yang menitikberatkan soal-soal strategi perbatasan. Ruang hidup bangsa
dan tekanan-tekanan kekuasaan dan social yang rasial mengharuskan pembagian
baru kekayaan alam di dunia. Pokok-pokok teori Karl Haushofer pada dasarnya
menganut teori Rudolf Kjellen dan bersifat ekspansif.
4.
Pandangan
Ajaran Sir Halford Mackinder
Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya
menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan wawasan benua, yaitu konsep kekuatan
di darat. Ajarannya menyatakan barang siapa dapat menguasai “Daerah Jantung”
yaitu Eurasia (Eropa dan Asia) ia akan dapat menguasai “Pulau Dunia” yaitu
Eropa, Asia, dan Afrika. Selanjutnya barang siapa dapat menguasai pulau dunia
akhirnya dapat menguasai dunia.
5.
Pandangan
Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua
ahli ini mempunyai gagasan “Wawasan Bahari” yaitu kekuatan di lautan. Ajarannya
mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”.
Menguasai perdagangan berarti menguasai “Kekayaan Dunia” sehingga pada akhirnya
menguasai dunia.
6.
Pandangan
Ajaran W.Mitchel, A.Saversky, Giulio Douhet, dan John Frederik Charles Fuller.
Keempat
ahli geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling
menentukan. Mereka melahirkan teori “Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan
di udara. Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya yang dapat diandalkan
untuk menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya
dikandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.
7.
Ajaran
Nicholas J. Spykman
Ajaran
ini menghasilkan teori yang dinamakan teori Daerah Batas (rimland) yaitu teori
wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut dan udara. Dalam
pelaksanaanya, teori ini disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.
C.
Wawasan Nusantara
sebagai Landasan Geopolitik.
Ditinjau dari tataran pemikiran/
konsepsi yang berlaku di Indonesia wawasan nusantara adalah geopolitik
Indonesia yang merupakan pra-syarat bagi terwujudnya cita-cita nasional yang
tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila. Konfigurasi Indonesia adalah unik dengan
ciri-ciri demografi,anthropologi, meteorology dan latar belakang sejarah yang
memberi peluang munculnya desintegrasi bangsa. Tidaklah mengherankan apabila
para pendiri Republik sejak dini telah meletakkan dasar-dasar geopolitik
Indonesia yaitu melalui ikrar sumpah pemuda, dimana amanatnya adalah satu
nusa,yang berarti keutuhan ruang nusantara;satu bangsa yang merupakan landasan
kebangsaan Indonesia; satu bahasa yang merupakan faktor pemersatu seluruh ruang
nusantara bersama isinya.
Kebangsaan Indonesia terdiri dari 3
unsur geopolitik yaitu: Rasa Kebangsaan, Paham Kebangsaan dan Semangat
Kebangsaan. Ketiga-tiganya menyatu secara utuh menjadi jiwa bangsa Indonesia
dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita proklamasi. Rasa kebangsaan
adalah suplimasi dari sumpah pemuda dan menyatukan tekad menjadi bangsa yang
kuat,dihormati dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia ini. Paham
kebangsaan yang merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana
bangsa itu serta bagaimana mewujudkan masa depannya. Ia merupakan intisari dari
visi warga bangsa tentang kemana bangsa ini harus di bawa ke masa depan dalam
suasana lingkungan yang semakin menantang. Secara formal paham kebangsaan dapt
dibina melalui proses pendidikan dan pengajaran dalam bentuk materi ajaran
misalnya wawasan nusantara, ketahanan nasional, doktrin dan strategi
pembangunan nasional,sejarah dan budaya bangsa. Untuk itu para perancang materi
pengajaran harus benar-benar memiliki visi dan pengetahuan tentang kebangsaan
serta kaitannya dengan kepentigan geopolitik. Semangat kebangsaan atau
nasionalisme merupakan produk akhir dari sinergi rasa kebangsaan dengan paham
kebangsaan. Banyak pakar yang berpendapat bahwa konsepsi tentang rasa
kebangsaan tau wawasan kebangsaan secara keseluruhan sudah usang dan
ketinggalan zaman. Dengan demikian bahwa geopolitik hanya akan efektif apabila
dilandasi oleh wawasan kebangsaan yang mantap, karena tanpa itu ia tidak lebih
hanya permainan politik semata, sebab wawasan kebangsaan akan membuat ikrar
satu bangsa terwujud dan bangsa yang satu dapat mewujudkan satu nusa dengan
berbekal landasan satu bahasa. Oleh karena adanya amanat yang demikian itulah,
maka wawasan nusantara secara ilmiah dirumuskan dalam bentuk konsepsi tentang
kesatuan yang meliputi:
1.
Kesatuan
Politik
Kesatuan
politik disadari pentingnya dari adanya kebutuhan untuk mewujudkan pulau-pulau
di wilayah nusantara menjadi satu entity yang utuh sebagai tanah air. Ini
berarti bahwa tidak ada lagi laut bebas diantara pulau-pulau tersebut, sehingga
laut diantara pulau-pulau itu berubah dari pemisah menjadi pemersatu tanah air
nusantara.
2.
Kesatuan
Ekonomi
Kegiatan
ekonomi memerlukan ruang gerak dan ini dapat disediakan melalui proses
demokratisasi. Akan tetapi demokrasi tidaklah berarti berbuat sesuai aturannya
sendiri-sendiri akan tetapi perlu taat pada koridor yang telah disepakati
bersama. Setelah kegiatan ekonomi diberikan ruang gerak yang cukup maka perlu
dijaga kesatuaanya diseluruh wilayah negara, antara lain berlakunya satu mata
uang tunggal yaitu rupiah. Pada saat krisis ekonomi memuncak dan nilai tukar
rupiah sangat labil, maka mencairlah kesatuan ekonomi karena untuk sementara
para pelaku ekonomi bertransaksi dengan dollar AS.
3.
Kesatuan
Sosial Budaya.
Bangsa
Indonesia sesungguhnya mewujudkan atas dasar kesepakatan bukan atas dasar
sejarah atau geografi. Dalam BPUPKI terjadi perdebatan antara para tokoh
pendiri Republik ini tentang apa itu bangsa Indonesia dan apa itu wilayah
Negara Indonesia.Kesatuan sosial budaya sesungguhnya merupakan sublimasi dari
rasa paham dan semangat kebangsaan. Tanpa memandang suku, ras, dan agama serta
asal keturunan, perasaan perasaan satu dimungkinkan untuk dibentuk asal
sama-sama mengacu pada wawasan kebangsaan Indonesia sebagaimana isi dan makna
sumpah pemuda.
4.
Kesatuan
Hankam.
Makna
utama dari kesatuan hukum adalah bahwa masalah bidang hankam, khususnya
keamanan dan pembelaan negara adalah tanggung jawab bersama.
Atas
dasar itulah sistem Hankamrata memiliki 3 ciri utama yaitu:
a.
Orientasinya
pada rakyat, karena memang diperuntukkan terciptanya rasa aman dan keamanan
rakyat.
b.
Pelibatannya
secara semesta, yang maknanya adalah bahwa setiap warga dan setiap fasilitas
dapat dilibatkan di dalam upaya Hankam
c.
Digelarnya
di wilayah nusantara secara kewilayahan, yang maknanya tiap unit wilayah harus
di upayakan agar dapat menggalang ketahanan masing-masing.
Secara
geopolitik kesatuan hankam bermakna bahwa di dalam negeri hanya ada TNI dan
Polri sebagai satuan pengamanan bersenjata yang berarti tidak diperbolehkan ada
satuan bersenjata di luat itu. Karena itulah maka pemilikan senjata api
dilarang kecuali mendapat azin dari Polri untuk digunakan bagi kepentingan
khusus. Pegawai pemerintah dengan tugas khusus juga dipersenjatai sebagai
sarana self defense mengingat bidang tugasnya yang membawa konsekuensi keamanan
bagi dirinya.
D.
Studi Kasus terkait
Geopolitik Indonesia.
1.
Ambalat, Diplomasi Vs
Konfrontasi
AMBALAT
kembali mencuri perhatian. Kapal perang Malaysia berkali- kali melanggar
teritori Indonesia dan diusir armada angkatan laut kita. Mencuat pada 2005,
mengapa krisis Ambalat kembali terjadi? Apa solusi terbaiknya? Ambalat adalah
sebuah gugus pulau di sekitar 118.2558 Bujur Timur (BT)-118.254167 BT dan
2.56861 Lintang Utara (LU)- 3.79722 LU yang terletak di perairan Laut Sulawesi,
sebelah timur Pulau Kalimantan Timur. Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia
menyeruak karena klaim kepemilikan. Pada 2005, krisis Ambalat ditandai dengan
show of force kedua angkatan bersenjata, penembakan kapal nelayan kita oleh
Malaysia, dan aneka aksi demonstrasi mengecam Malaysia. Ambalat disebut sebagai
wilayah Republik Indonesia (RI) sesuai Undang-undang No 4 Tahun 1960 tentang
Perairan RI yang telah sesuai dengan konsep hukum Negara Kepulauan
(Archipelagic State). Undang-undang ini telah diakui dalam Konvensi PBB tentang
Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) ditetapkan
dalam Konferensi III PBB di Montego Boy, Jamaika, 10 Desember 1982. Konvensi
ini kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang No 17 Tahun 1985
tentang pengesahan UNCLOS.
Malaysia
mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya sesuai dengan peta wilayah yang
dibuat Malaysia pada 1979. Peta itu didasarkan pada The Convention on The
Territorial Sea and the Contiguous zone 1958 dan The Continental Self
Convention 1958. Peta Laut 1979 tersebut juga telah memasukkan Pulau Sipadan
dan Ligitan ke dalam wilayah Malaysia. Malaysia memberi Ambalat (wilayah XYZ)
kepada Shell atas dasar perjanjian bagi hasil (Production Sharing Contract )
pada 16 Februari 2005.
Masalah
Penting
Masalah
Ambalat menjadi penting bagi Indonesia karena setidak-tidaknya ia mencakup tiga
dari empat variabel kepentingan nasional.
Pertama,
dari sisi keamanan nasional, ada masalah penjagaan integritas wilayah nasional
yang cukup sensitif. Bagi kaum realisme politik internasional, masalah- masalah
keamanan nasional semacam ini justru menjadi fokus utama kebijakan negara.
Pengamat militer, Andi Wijayanto dalam wawancara TVOne (27/5/09) menyatakan,
langkah Malaysia sejatinya bisa dimaknai sebagai upaya ingin menguji kedaulatan
efektif kita atas Ambalat.
Kedua, ada persoalan citra dan harga diri bangsa karena perasaan terlecehkan sebagai negara berdaulat dengan manuver angkatan laut Malaysia. Ini berakumulasi dengan memori kehilangan kita atas Sipadan dan Ligitan, aneka kasus kekerasan pada TKI, klaim Malaysia atas Lagu ”Rasa Sayange”, reog dan batik misalnya. Artinya para patriot dan nasionalis menginginkan bahwa harga diri kita harus tegak sebagai bangsa berdaulat.
Ketiga ada ancaman bagi kesejahteraan ekonomi karena potensi ekonomi dari minyak Ambalat ditakutkan jatuh ke pihak luar. Pakar ekonomi minyak Dr Kurtubi pada 2005 menyatakan secara kasar Ambalat memiliki cadangan migas seharga 40 miliar dolar AS. Tentu, nilai ini cukup signifikan jika bisa masuk ke kas negara kita
Kedua, ada persoalan citra dan harga diri bangsa karena perasaan terlecehkan sebagai negara berdaulat dengan manuver angkatan laut Malaysia. Ini berakumulasi dengan memori kehilangan kita atas Sipadan dan Ligitan, aneka kasus kekerasan pada TKI, klaim Malaysia atas Lagu ”Rasa Sayange”, reog dan batik misalnya. Artinya para patriot dan nasionalis menginginkan bahwa harga diri kita harus tegak sebagai bangsa berdaulat.
Ketiga ada ancaman bagi kesejahteraan ekonomi karena potensi ekonomi dari minyak Ambalat ditakutkan jatuh ke pihak luar. Pakar ekonomi minyak Dr Kurtubi pada 2005 menyatakan secara kasar Ambalat memiliki cadangan migas seharga 40 miliar dolar AS. Tentu, nilai ini cukup signifikan jika bisa masuk ke kas negara kita
Namun
hingga 2006 masalah sengketa Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia masih
dalam proses perundingan oleh kedua negara dan belum ada penyelesaian yang
dapat diterima oleh kedua negara. Dalam pertemuan bilateral antara PM Abdullah
Ahmad Badawi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung Negara Tri
Arga, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 12-13 Januari 2006 telah disepakati
bahwa, sengketa Blok Ambalat akan terus diselesaikan secara perundingan.
Kedua,
secara moral penyelesaian diplomasi lebih dipilih karena diplomasi merupakan
instrumen politik luar negeri yang beradab, murah, dan terukur. Konfrontasi dan
perang semakin banyak dicibir karena tidak hanya mahal tetapi juga karena efek
rusaknya yang sulit terkontrol. Yang menyedihkan adalah analisa bahwa dari sisi
Alutsista kita akan kalah. Perintah untuk tidak mengeluarkan tembakan dari
kapal perang kita da cukup mengusir kapal Malaysia cukup bijaksana. Alasan
lain, Indonesia dan Malaysia adalah tetangga serumpun yang ada dalam kerangka
”the ASEAN Way” dalam penyelesaian aneka sengketa yang ada.
Fase Diplomasi
Fase Diplomasi
Alur
penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase
pertama adalah pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi
masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana
kedua negara bisa menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok
Ambalat. Jalan keluar ini ada tiga alternatif. Satu, negara yang bersengketa
tidak menyepakati solusi dan membiarkan permasalahan ini tidak terselesaikan
(baca: mengambang) dengan catatan negara yang bersengketa menyepakati suatu
status quo. Dua, negara yang bersengketa tidak menyepakati batas, tetapi
bersepakat untuk melakukan pengelolaan bersama. Tiga, negara yang bersengketa
sepakat untuk membawa sengketa mereka ke forum penyelesaian sengketa. Alur
penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase
pertama adalah pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi
masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana
kedua negara bisa menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok
Ambalat.
Jika
diplomasi gagal maka krisis bisa kembali terjadi kapan saja. Konfrontasi akan
sangat kontra produktif bagi hubungan bilateral, maupun stabilitas regional
ASEAN ke depan. Krisis dan konfrontasi juga akan berakibat perluasan spektrum
politik luar negeri tidak lagi semata menjadi pembahasan para elite decision makers
tetapi meluas merambah ke wilayah keterlibatan publik. Ini tentu saja positif
dalam konteks demokratisasi politik luar negeri agar kebijakan yang diambil
accountable terhadap rakyat.
Tetapi
sayang, mencermati krisis terdahulu, keterlibatan publik lebih cenderung
mengarah kepada ekspresi emosi, kemarahan, sweeping, ajakan berperang,
penggalangan relawan dan sebagainya. Padahal eloknya keterlibatan itu lebih
terarah kepada pernyataan sikap, artikulasi kepentingan, maupaun aksi yang
rasional dan terukur.
Penyelesaian
Ambalat membutuhkan tidak hanya tekad dan upaya diplomasi bilateral
berkelanjutan tetapi juga sikap saling respek untuk tidak melakukan provokasi.
Selagi diplomasi masih bergulir, provokasi dan pelanggaran teritori tentu
berbahaya. Bagi Indonesia, diplomasi juga harus dikawal dengan menunjukkan
kewibawaan, kekuatan dan ketegasan. Kaum realis mengatakan, ‘’Jika ingin damai
bersiaplah untuk berperang’’ (if you want peace, prepare for war).
E.
Pengertian Geostrategis
Geostrategi
diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang. Di
Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses
pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka ia menjadi doktrin
pembangunan dan diberi nama Ketahanan Nasional.
Mengingat
geostrategi Indonesia memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi
pembangunan guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan
sebagainya, maka ia menjadi amat berbeda wajahnya dengan yang digagaskan oleh
Haushofer, Ratzel, Kjellen dan sebagainya.
Geostrategi
Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini mengandung sekian
banyak anasir-anasir pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan
mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam era kepemimpinan
Habibie dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi beserta
akibatnya. Tidak hanya itu saja, tatkala bangsa kita lemah karena sedang
berada dalam suasana tercabik-cabik maka serentak pulalah harga diri dan
kehormatan dengan mudah menjadi bahan tertawaan di forum internasional.
Disitulah ketidakberdayaan kita menjadi tontonan masyarakat internasional, yang
sekaligus, apabila kita sekalian sadar, seharusnya menjadi pelajaran berharga.
Geostrategi
Indonesia sebagai doktrin pembangunan mengandung metode pembentukan keuletan
dan pembentukan ketangguhan bangsa dan negara. Kedua kualita yang
harus dibangun dan dimanfaatkan secara konsisten itu tidaklah hanya ditujukan
kepada individu warga bangsa akan tetapi juga kepada sistem, lembaga dan
lingkungan.
Masyarakat
bangsa berikut segala prasarananya harus terus dibina keuletannya agar mampu
memperlihatkan stamina dalam penangkalan terhadap anasir-anasir pemecah belah
bangsa dan negara. Dapat diantisipasikan bahwa hanya anasir-anasir
tersebut bersifat laten atau hadir sepanjang masa, maka aspek atau kualita
keuletan haruslah dikedepankan. Pembinaannyapun perlu berlanjut agar
setiap generasi yang muncul faham akan pentingnya kedua kualita tersebut.
Kita dapat saksikan bersama bahwa tiap generasi baru merupakan lahan yang subur
bagi upaya-upaya yang tidak sejalan dengan visi kebangsaan, dan ini tidak hanya
terjadi di Indoensia saja. Kemajuan yang bersifat kebendaan, apalagi yang
datang dari luar, saat ini lebih memiliki daya tarik terhadap generasi muda
dibandingkan dengan hal-hal yang sifatnya falsafah dan konsepsional.
Dalam
masyarakat heterogen dan majemuk yang berazaskan kekeluargaan, kualita keuletan
diwujudkan dalam bentuk kait mengait secara integratif (bukan secara
agregratif) menjadi jaringan kepentingan yang hierarkhis dan berjenjang.
Dengan demikian mengupayakan terwujudnya jaringan integratif (dalam semangat
gotong-royong) secara berjenjang dan berhierarkhi berskala nasional adalah
geostrategi Indonesia untuk mewujudkan dan sekaligus mempertahankan integrasi
bangsa. Sedangkan kualita ketangguhan/kekuatan diwujudkan melalui
perkuatan dari tiap entity atau pelaku integrasi bangsa.
Hal
itu diwujudkan melalui pendekatan kekuasaan (dan distribusi kekuasaan) yang
terkandung dalam geopolitik, yaitu yang berupa desentralisasi dan dikonsentrasi
secara penuh dan konsekuen. Bilamana perkuatan ini dilaksanakan secara
bersungguh-sungguh dan konsisten, ada kemungkinan tidak perlu terburu-buru mengadakan
pemekaran wilayah administratif.
Dalam
era globalisasi ini muncullah tantangan baru yang lebih “soft” atau “canggih”
yang berupa dengungan ilmiah bahwa negara bangsa atau nation state seperti
Indonesia sudah tidak memadai lagi, dan harus diganti dengan bentuk lain,
misalnya berupa negara suku (ethnic state), negara kepentingan (corporate
state) dan negara agama (religious state), dan sebagainya.
Dalam
alur pikir demikian itu, pemisahan Timor Timur dari Indonesia adalah normal dan
bukan malapetaka karena adanya kepentingan yang berbeda; demikian juga
seandainya terjadi pemisahan lainnya dimasa mendatang. Satu pertanyaan
yang perlu dipikirkan jawabannya adalah: “Apakah masuknya alur pikir diatas ke
Indonesia sekadar merupakan konsekuensi globalisasi ataukah merupakan subversi
yang terencana global?”
Geostrategi
Indonesia adalah metode yang harus digunakan dalam pencarian jawaban atas
pertanyaan diatas, sebab, bentuk-bentuk negara sebagai alternatif negara-bangsa
mempunyai konsekuensi ruang, kekuasaan maupun budaya yang berbeda.
Apapun
jawabannya, berbagai bentuk negara yang tidak sejalan dengan kesepakatan para
pendiri Republik merupakan pengingkaran terhadap commitment bersama yang
sekaligus menjadi ciri jatidiri bangsa. Disitulah diperlukan keuletan
bangsa.
F.
Geo-strategi
Dalam Tatanan Pemikiran di Indonesia
Idea
atau ide dasar adalah awal mula satu tatanan pemikiran yang pada ujung paling
akhirnya berupa tindakan nyata. Dalam masyarakat yang menegara atas dasar
commitment para pendiri Republik ini, ide yang dijadikan acuan brsama adalah
terbentuknya masyarakat yang berazaskan kekeluargaan dengan atribut tata laku
sebagaimana berlaku pada umumnya diantara masyarakat timur.
Paternalistik, gotong royong, mendahulukan kepentingan bersama, adalah diantara
atribut lainnya yang menjadi ciri khas masyarakat timur tadi. Apabila
selanjutnya ide dasar harus dijadikan acuan masyarakat bangsa dalam
bertatalaku, maka dapat dikatakan bahwa ia telah berubah dari satu ide menjadi
pandangan hidup yang operasional; dan apabila pandangan hidup tadi diberikan
kerangka ilmiah dan dikodifikasikan secara jelas maka terbentuklah satu
falsafah bangsa. Kemudian dari itu, apabila falsafah bangsa dijadikan
landasan negara maka ia akan mewujud sebagai satu ideologi negara. Untuk
Indonesia, pandangan hidup berbangsa, falsafah bangsa, maupun ideologi negara
semua diberi nama yang sama, yaitu Pancasila. Bagi bangsa/negara lain
tidaklah demikian halnya, masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda
sehingga mengurangi kerancuan.
Geo-strategi
Indonesia dirumuskan dalam bentuk Ketahanan Nasional yang unsur-unsur utamanya
terdiri dari kualita keuletan dan kualita kekuatan/ketangguhan.
Keuletan sesungguhnya merupakan satu kualita integratif yang menunjukan adanya
kebersamaan diantara sesama komponen yang dijiwai oleh semangat
kekeluargaan. Keuletan diperlukan dalam menghadapi tantangan/tekanan dari
luar yang harus dihadapi secara elastis konsisten dan berlanjut. Tanpa
adanya kualita keuletan maka jaringan sosial masyarakat akan retak, atau bahkan
putus, apabila dihadapkan pada tantangan/tekanan yang berkepanjangan.
memerlukan keuletan masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang mengakibatkan
perpecahan dalam masyarakat karena masyarakat memiliki “kelenturan” yang mampu
meng-absorbir tekanan kesulitan ekonomi.
G.
Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Disintegrasi Bangsa
Secara
harfiah disintegrasi bangsa bermakna hilangnya kaitan integratif antar
unsur-unsur kekuatan bangsa, sehingga hubungan menjadi longgar dan pada
gilirannya azas kekeluargaan ditinggalkan. Selama periode antara
menjelang Pemilu 1999 hingga selesainya SU MPR merupakan periode di dalam mana
para elite politik mendemonstrasikan secara vulgar cara-cara menyulut
dis-integrasi bangsa. Terlalu salahkah kalau pengikutnya masing-masing
menyanyikan irama serupa?
Bila
dilihat dari segi geopolitik dan geostrategi maka anasir dis-integrasi dapat
dibedakan antara anasir luar dan dalam negeri.
1.
Anasir Luar
Sejak
sirnanya Uni Soviet, Barat muncul sebagai pemenang ideologi dan sekaligus
merasa sebagai pemenang “budaya”. Dalam suasana ephoria semacam itu
muncullah keyakinan dalam masyarakat Barat bahwa nilai-nilai yang mereka anut
adalah superior dan harus dipaksakan ke seluruh jagat raya dengan rumusan bahwa
sistem nilai yang mereka anut memiliki kebenaran dan karenanya juga validitas
universal. Sebagai contoh salah satu tujuan strategi Amerika Serikat di
kawasan Asia Pacific adalah mendorong dan mendukung proses demokratisasi (tentu
saja demokratisasi sesuai dengan yang berlaku di sana). Ini adalah bagian
dari dokumen Pentagon yang logikanya hanya berwarna militer. Sudah barang
tentu tujuan itu dapat dijabarkan menjadi tindakan nyata dalam bentuk terbuka
maupun tertutup (subversi) dengan menghalalkan segala cara, dan yang paling
murah dan kecil resiko fisiknya adalah melalui uang.
Tindakan
terbuka antara lain memberikan bantuan peningkatan kualitas SDM Indonesia,
khususnya generasi muda, melalui penyediaan informasi secara luas dan terbuka,
bantuan pendidikan di luar negeri, pertukaran siswa, tenaga professional, dan
sebagainya. Upaya terbuka ini dengan sangat mudah ditumpangi dengan
muatan kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat, supremasi budaya Barat,
dan sebagainya. Bahkan pertukaran misi kebudayaanpun dapat dijadikan
wahana yang baik untuk maksud tersebut; apalagi film atau sinetron.
Sedangkan tindakan tertutup, antara lain, bisa berupa pengadudombaan antar
kekuatan dalam masyarakat, mempengaruhi pemilihan pejabat penting (apalagi
jabatan Presiden), perumusan kebijaksanaan dan sebagainya.
Usaha
merekapun mendapat dukungan berbagai peluang dalam melancarkan tindakan
subversi, antara lain, adanya bibit pertentangan yang multi dimensional
di dalam negeri, adanya kebiasaan korupsi dan money politics, dan sebagainya,
serta ditambah lagi dengan adanya kenyataan bahwa aparat intelegen serta TNI
sedang terus dihujat sehingga tumpul sekali.
Pertanyaan
lanjutannya adalah : “Apakah Indonesia akan selalu menjadi sasaran intervensi
dan subversi asing?” Jawabnya “ya”, karena beberapa hal:
a. Secara geopolitik
Indonesia “menduduki” Sea Lines of Communication (SLOC) atau alur pelayaran
vital diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindie, sehingga Indonesia harus
dibuat pro-Barat dan sekurang-kurangnya akomodatif terhadap kepentingan barat.
Terlebih lagi diantara 7 (tujuh) selat strategis dunia, 4 (empat) berada dalam
wilayah kedaulatan Indonesia. Sudah barang tentu, menurut pandangan
geopolitik Alfred Thayer Mahan Indonesia memiliki bargaining power yang kuat
berupa choke-paints dalam pengendalian lalu lintas laut yang melewati SLOC.
b. Dalam suasana
kecemasan pihak Barat terhadap perkembangan Islam yang dashyat, mereka melihat
Indonesia merupakan negara yang moderat. Karena itu ada kepentingan
menjaga Indonesia, agar tetap moderat dan bersahabat. Untuk itu harus
dilakukan berbagai bentuk subversi.
c. Potensi Indonesia
sebagai penjuru Asean (atau memiliki Power Position di Asia Tenggara), dengan
luas wilayah ½ (setengah) dari seluruh wilayah Asia Tenggara. “Memegang”
Indonesia berarti “memegang” Asean dan ini merupakan aset politik yang luar
biasa dalam rangka membendung pengaruh Cina yang oleh pihak Barat dipersepsikan
sebagai ancaman masa depan. Karena
itulah kita sekalian tidak boleh naif, dengan mengganggap bahwa dalam pemilihan
Presiden tidak akan intervensi luar. Indonesia terlalu “berharga” untuk
dibiarkan jatuh ke dalam lingkaran sphere of influence yang tidak/kurang
bersahabat dengan Barat.
Strategi
Dalam menghadapi Ancaman dari luar
Dalam
menghadapi anasir-anasir luar perlu disusun satu geostrategi dengan
memperhatikan adanya kenyataan bahwa dunia telah saling terkait satu sama lain
dengan derajat transparansi yang semakin tinggi. Geostrategi itu juga dilandasi
dengan kesadaran bahwa Ketahanan Nasional saja tidaklah cukup untuk menjamin
rasa aman rakyat maupun kelangsungan pembangunan nasional, apabila tidak
didukung oleh Ketahanan Regional. Atas dasar itu maka geostrategi Indonesia
secara stereoskopis berbentuk sebagai satu Kerucut Ketahanan Kerucut
Ketahanan pada dasarnya merupakan satu arsitektur kerjasama, yang pada bidang
dasarnya adalah visualisasi kerjasama spatial sedangkan pada bidang vertikalnya
adalah visualisasi dari kerjasama struktural yang terproyeksikan secara
kawasan. Kerucut Ketahanan harus dibina secara bersama-sama agar manfaatnya
dapat terwujud yaitu berupa “penyangga” atau “selubung” bagi Ketahanan Nasional
kita. Arsitektur demikian ini adalah representasi dari kesadaran ruang yang
harus terus dihidupkan agar dapat menjadi acuan visi politik luar negeri
(termasuk politik perekonomian) dan politik pertahanan.
Ketahanan
tingkat regional, dimana para unsur pelakunya merupakan negara-negara berdaulat
hanya bisa terwujud apabila terdapat saling percaya, saling menghormati yang
diwujudkan dalam bentuk kerjasama se-erat-eratnya atas dasar manfaat bersama.
Kebersamaan yang multi-dimensional ini meliputi bidang politik, ekonomi,
kebudayaan dan keamanan. Mengingat luasnya ruang yang ada maka arsitektur
kerjasama diwujudkan secara tiga dimensional sebagai berikut :
a. Secara spasial,
ruang kepentingan dibagi menjadi Kawasan Strategis Utama,
Kawasan Strategis pertama,
Kawasan Strategis kedua dan ketiga. Masing-masing kawasan strategis memiliki
dampak yang berbeda terhadap Ketahanan Nasional kita.
b. Adalah Asean / Asia
Tenggara (Kawasan A) yang kita anggap memiliki dampak
paling
langsung seandainya terjadi apa-apa di dalam kawasan tersebut oleh
karenanya
kepentingan kita amat vital untuk menciptakan kebersamaan dalam kawasan ini.
Karena itu seyogyanyalah kawasan Asean atau proses Asean pada
umumnya dijadikan “corner stone“ dari
politik Luar Negeri Indonesia. Demikianlah
seterusnya
dengan kawasan-kawasan
berikutnya yaitu B dan C yang memiliki tingkat
kesegeraan dari
dampak yang timbul di masing-masing kawasan terhadap Indonesia.
c. Secara fungsional
/ vertikal, ruang kepentingan dibagi menjadi ruang kerjasama yang
saling mendukung dengan ruang
kerjasama sub-regional (misalnya Asean) dan pada
gilirannya juga harus saling mendukung dengan ruang kerjasama regional
(misalnya APEC, ARF dsb-nya). Kita mengetahui
bahwa tiap anggota Asean menjalin kerjasama bilateral
dengan banyak negara ataupun secara multilateral. Akan tetapi mengingat tiap
anggota Asean mematuhi traktat Asean dan TAC, maka diharap atau
bahkan dapat diasumsikan bahwa berbagai
kerjasama yang dilakukan tidak merugikan Asean ;
dan bahkan memperkokoh posisi Asean. Demikian juga pada
gilirannya tiap anggota Asean juga menjadi anggota ARF maupun APEC, maka
diharapkan kedua forum dalam cakupan ruang yang berbeda luasnya itu
dapat saling menunjang dan menambah kredibilitas
Asean.
2.
Anasir Dalam
Modernisasi
disegala bidang ternyata telah memperlebar irisan pemilahan (social cleavage)
ditengah-tengah masyarakat; sesuatu yang selalu menjadi kekhawatiran dan obsesi
para pendiri Republik. Mulai dari pemilihan bahasa nasional, yang bukan
berasal dari bahasa daerah suku yang mayoritas dapat merupakan unsur integratif
karena tidak lagi suku bangsa ini. Kita harus selalu ingat dan waspada
bahwa bangsa kita menegara adalah berkat kesepakatan, karena itu tidaklah tepat
apabila demi kemajuan demokrasi (agar mendapatkan pujian dari luar negara)
semua kesepakatan diabaikan.
Kerawanan
yang melekat pada diri bangsa setiap saat dapat mengemuka menjadi unsur
dis-integratif yang mematikan, mereka antara lain adalah:
a.
Ketimpangan
pertumbuhan antara Indonesia bagian barat dengan pertumbuhan bagian timur; dan
juga antara Jawa dengan luar Jawa. Sesungguhnya hal ini bukan merupakan
kesengajaan pemerintah (sejak zaman kolonial) akan tetapi dapat dipersepsikan
secara keliru bahwa ada unsur kesengajaan dari pihak Pusat untuk menelantarkan
daerah-daerah yang kurang maju. Lebih buruk lagi, ketimpangan yang terjadi
diinterprestasikan sebagai ketidakadilan pemerintah Pusat. Bukankah
hal ini pernah memicu berbagai jenis pemberontakan bersenjata dimasa
lalu? Apa yang terjadi sekarang ini di Aceh, Maluku dan Irian Jaya adalah
merupakan pengulangan dari yang pernah terjadi, atau dapat juga dikatakan bahwa
Pusat tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalunya. Padahal kalau
dilihat secara jernih, faktor curah hujan yang lebih banyak, tanah yang lebih
subur, tersedianya tenaga terampil yang cukup mendorong Indonesia bagian barat
lebih mudah berkembang. Sedangkan untuk masalah pemasaran, jumlah
penduduk yang besar merupakan sesuatu hal yang mendorong kegiatan perekonomian
yang lebih cepat dari di timur; belum lagi sistem sirkulasi yang baik untuk
distribusi dalam negeri maupun untuk eksport. Akan tetapi memang harus
diakui bahwa kenyataan-kenyataan semacam ini akan selalu terbenam dibawah
timbunan kemarahan terhadap pemerintah pusat apalagi kalau dicampuri oleh
kehadiran para provokator seperti di Ambon dan tempat-tempat lainnya.
Rasa tentang adanya ketidakadilan (belum tentu seluruhnya benar) ditangan para
petualang poitik dapat memicu konflik SARA yang memang merupakan social
clearage bangsa kita.
b.
Mencairnya
perekat kesatuan dan persatuan bangsa dibawah tekanan globalisasi dan
modernisasi yang lebih mengedepankan hal-hal yang bersifat kasat mata.
c.
Kemajuan
yang antara lain ditandai oleh GNP, Income per capita, produktivitas dalam
ton/jam atau ton/luas tanah, dan sebagainya, tidaklah mudah untuk memompakan
hal-hal yang sifatnya mental ideologis. Terlebih lagi dengan tingkah laku
para remaja yang sangat menggandrungi budaya global, maka masa depan wawasan
kebangsaan sebagai perekat sosial kelihatannya tidak terlalu menggembirakan;
apalagi kalau dikaitkan dengan adanya kenyataan bahwa lembaga pendidikan
hanya menyuguhkan pengajaran saja. Keadaan semacam ini membuka peluang
yang amat luas bagi kemerosotan kedaulatan bangsa didalam menghadapi tantangan
mendatang yang antara lain berbentuk individualisme yang sangat diametral dengan
azas kekeluargaan. Tidaklah terlalu mengherankan bahwa rasa dilibas oleh
logika dalam kaitannya dengan Pancasil, antara dengan mengatakan bahwa ideologi
bukanlah merupakan salah satu syarat bagi berdirinya satu negara karena itu
buat apa dipertahankan, apalagi dikeramatkan. Itulah kira0kira
argumentasi dari generasi mendatang yang hidup dalam dunia tanpa batas.
d.
Primordialisme
sebagai strategi politik dengan tujuan untuk menekan lawan atau pemaksaan
kehendak. Ini adalah pemanfaatan secara licik kerawan bangsa yang amat
mengkhawatirkan oleh kelompok politik yang tidak yakin bahwa tujuan politiknya
dapat tercapai, apapun penyebabnya.
H.
Ketahanan Nasional
Sebagai Perwujudan Geostrategi Indonesia
Geostrategi adalah suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi
geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana sebagai upaya
untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional. (pemanfaatan kondisi
lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik).
Selain itu, Geostrategi juga untuk mewujudkan, mempertahankan integrasi
bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogin.
Geostrategi Indonesia diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945. Ini
diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam
masyarakat majemuk dan heterogen berdasarkan Pembangunan dan UUD 1945.
Geostrategi Indonesia memberi arahan tentang bagaimana merancang strategi
pembangunan dalam rangka mewujudkan masa depan yang lebih baik, aman, dan sejahtera.
Oleh karena itu, geostrategi Indonesia bukanlah merupakan geopolitik untuk
kepentingan politik dan perang, melainkan untuk kepenting kesejahteraan dan
keamanan. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud Ketahanan Nasional dan
geostrategi Indonesia tiada lain adalah ketahanan nasional.
Sumber daya alam dan jumlah serta kemampuan penduduk
telah menempatkan Indonesia Tahun 1978 geostrategi Indonesia ditegaskan
wujudnya dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi, metode, dan
doktrin dalam pemmbangunan nasional. Ketahanan Nasional adalah merupakan
kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi
segala ancaman, gangguan, tantangan baik yang dating dari dalam maupun dari
luar yang langsung maupun tidak langsung, membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangn nasional.
I.
CONTOH KASUS GEOSTRATEGi
Proses
marjinalisasi terbalik antara penduduk kota Poso dan penduduk pedalaman
Kabupaten Poso, yang memperlebar jurang sosial antara penduduk asli dan pendatang.
Maksud saya, di pedalaman Poso tiga suku penduduk asli yang mayoritas beragama
Kristen – yakni Lore, Pamona, dan Mori – mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi,
politik, dan budaya, sehingga dibandingkan dengan para pendatang, mereka ini
merasa tidak lagi menjadi tuan di tanahnya sendiri. Tapi sebaliknya, di kota
Poso –di lokasi di mana kerusuhan meletus dan perusakan paling parah terjadi –
adalah para turunan
pendatang dari Gorontalolah yang paling mengalami marjinalisasi dibandingkan
dengan penduduk asli yang bermukim di kota Poso, sebelum kerusuhan 1998-2000.
1. Marjinalisasi
penduduk asli beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso:
Mari
saya jelaskan dulu proses marjinalisasi yang dialami oleh ketiga suku penduduk
asli yang beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso. Pertama-tama, marjinalisasi
ekonomi mereka alami, sebagian juga karena strategi penginjilan oleh para misionaris
Belanda, yang kemudian diteruskan oleh GKST, yang tidak menumbuhkan kelas
menengah yang mampu berwiraswasta dan bersaing dengan para pendatang.
Strategi
pendidikan Zending dan kemudian GKST lebih mengfasilitasi transformasi profesi
dari petani ke pegawai (ambtenaar), baik pegawai pemerintah maupun pegawai gereja.
Ini sangat berbeda dengan strategi penginjilan di Tana Toraja dan Minahasa,
dimana sudah muncul banyak pengusaha tangguh berkaliber nasional. Agama
baru yang disebarkan oleh para misionaris itu, seperti di banyak tempat di
Nusantara, juga mengakibatkan desakralisasi alam dan pelunturan hak ulayat. Ini pada
mulanya lebih berlaku di tanah-tanah yang ditanami tanaman perdagangan, seperti
cengkeh, sementara di daerah yang ditanami padi berbagai upacara yang berakar
di agama suku, misalnya padungku, pesta syukur sesudah panen, masih berlaku. Tapi
lama kelamaan, hak ulayat sudah mulai meluntur juga di daerah pertanian padi.
Transformasi
sosial-ekonomi yang mula-mula berjalan perlahan kemudian dipacu
akibat pembangunan Jalan Raya Trans-Sulawesi, yang memicu arus migrasi besar-besaran
dari Sulawesi Selatan ke Sulawesi Tengah. Arus migran Bugis, Makassar, Mandar,
Luwu, dan Toraja semakin memacu peralihan penguasaan tanah dari penduduk
asli ke pendatang.
Permintaan
tanah oleh pendatang kemudian bersinerji dengan penjualan tanah oleh
penduduk asli untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka, dan selesai dari pendidikan
tertier, tanah dijual lagi untuk membiayai sogokan untuk menjadi pegawai negeri,
yang di daerah Palopo dan Palu sudah naik dari Rp 15 juta s/d Rp 25 juta, untuk pos-pos
yang tidak terlalu basah di bidang pendidikan. Bayangkan berapa lagi yang harus
dibayar untuk menjadi pegawai dinas-dinas yang lebih basah, seperti PU, Dinas Pendapatan
Daerah, Bank Pembangunan Daerah, dan lain-lain.
Sementara
marjinalisasi ekonomi penduduk asli beragama Kristen berjalan, muncul
juga marjinalisasi di bidang politik. Kemunculan tokoh-tokoh penduduk asli Kristen
di bidang politik banyak terhambat oleh rivalitas di antara ketiga kelompok etno-linguistik
itu (Pamona, Mori, dan Lore), dan tidak kalah hebatnya, di antara anak-anak suku
Pamona sendiri.
Sementara
itu, muncullah generasi muda beragama Islam yang juga sudah berpendidikan
tertier, baik yang berasal dari masyarakat turunan Gorontalo dan Jawa di kota
Poso, maupun dari suku-suku asli yang dominan Muslim, seperti Tojo dan Bungku.
Mereka juga mulai menuntut lebih banyak posisi di bidang pemerintahan, dan untuk
mencapai tujuan mereka, mulai lebih banyak berkiprah di berbagai partai, ormas, dan
organisasi lain yang dapat memberikan paspor ke pusat kekuasaan, seperti ICMI, Golkar,
dan untuk sementara waktu, Partai Daulat Rakyat (PDR), yang dibentuk oleh para
pendukung Menteri Koperasi & UKM, Adi Sasono. Kompetisi yang semakin tajam ini
tampaknya kurang diantisipasi oleh generasi muda terpelajar yang beragama Kristen.
Mereka
sudah jatuh, ditimpa tangga. Setelah mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi
dan politik itu, penduduk asli yang mayoritas beragama Kristen mulai mengalami
marjinalisasi di bidang budaya, terutama di tahun-tahun menjelang pecahnya
konflik Poso. Ada beberapa faktor yang mendorong marjinalisasi itu, seperti sejumlah
larangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yakni larangan bagi orang Islam berjabat
salam antara orang-orang yang berbeda jenis kelamin dan bukan suami isteri; larangan
bagi orang Islam untuk mengucapkan selamat Natal kepada kerabat dan kenalan
mereka yang beragama Kristen; dan larangan menyelenggarakan acara-acara Natalan
bersama di kantor-kantor pemerintah. Faktor-faktor lain adalah
semakin dominannya peranan ICMI dalam rekrutmen dan promosi pegawai
negeri, dominasi Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang puritan dan kurang
simpatik terhadap budaya-budaya setempat; serta dominasi para pendatang
dari Sulawesi Selatan sampai ke tingkat imam mesjid dan melalui para dai utusan
Pesantren Hidayatullah, Kaltim, sampai ke desa-desa, khususnya di Kecamatan Tojo
dan Poso Pesisir.
Marjinalisasi
kultural terhadap penduduk asli yang beragama Kristen semakin memuncak
setelah para mujahidin dari berbagai lasykar menguasai roda pemerintahan di
kota Poso. Lasykar-lasykar penganut aliran Wahabi dari Arab Saudi memaksa semua perempuan
mengenakan jilbab di luar rumah. Mereka juga melarang modero, tari pergaulan
Poso, di tempat-tempat publik, melarang peredaran minuman beralkohol, termasuk
saguer (nira pohon aren), sampai-sampai melarang penggunaan logat Poso yang
dipengaruhi logat Manado di tempat-tempat umum.
2. Marjinalisasi dan
radikalisasi migran Muslim di kota Poso:
Sebelum
menggambarkan proses marjinalisasi dan sekaligus radikalisasi masyarakat
migran Muslim di kota Poso, kita perlu lebih dulu mengenal keragaman etnik
penduduk kota Poso, serta pelapisan sosial yang ada sebelum kerusuhan 1998.
Keragaman
etnik penduduk kota Poso, merupakan suatu keadaan yang sejak awal ditolerir
oleh Raja Talasa Tua (Nduwa Talasa ), penguasa adat terakhir kota Poso. Kata sang raja dalam
maklumatnya yang dibacakan di kantor raja Poso di kota Poso, tanggal 11
Mei 1947, jam 10 pagi:
Laut/Teluk
Tomini tidak ada pagarnya
Laut/Teluk
Tomini tidak ada pagarnya
Hai
kamu orang Arab
Hai
kamu orang Tionghoa
Hai
kamu orang Jawa
Hai
kamu orang Manado
Hai
kamu orang Gorontalo
Hai
kamu orang Parigi
Hai
kamu orang Kaili
Hai
kamu orang Tojo
Hai
kamu orang Ampana
Hai
kamu orang Bungku
Hai
kamu orang Bugis – orang Wotu
Hai
kamu orang Makassar
Jika
kamu tidak menaati perintahku kamu boleh pulang baik-baik ke kampong halamanmu
karena Tana Poso tidak boleh dikotori dengan darah (Damanik 2003: 41).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Geopolitik
secara umum dapat diartikan sebagai penentuan kebijaksanaan (politik yang
berdasar kepada konstelasi (letak dan posisi) geografi yang ditempati oleh
suatu bangsa.
2.
Beberapa
tokoh-tokoh pakar Geopolitik di dunia adalah:Frederich Ratzel ( abad XIX ),
Rudolf Kjellen ( Sarjana Politik Swedia ),Karl Haushofer ( Sarjana Jerman ),Sir
Halford Mackinder (1861-1947 ),Sir Walter Raleigh ( 1554-1618) dan Alfred Thyer
Mahan (1840-1914),W. Mitchel (1887-1896), A. Saversky (1894), Giulio Douhet
(1869-1930), dan John Frederik Charles Fuller (1876),Nicholas J. Spykman
(1893-1943).
3.
Wawasan
nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang, cara memahami, cara menghayati,
cara bersikap, bertindak, berfikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia
tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalisnya yang dilandasi
Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka,
berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaanya
dalam mencapai tujuan nasional.
4.
Wawasan
nusantara secara ilmiah dirumuskan dalam bentuk konsepsi tentang kesatuan yang
meliputi: a) Kesatuan Politik b) Kesatuan Ekonomi c) Kesatuan Sosial Budaya d)
Kesatuan Hankam
5.
Geostrategi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan
strategi diartikan sebagai usaha dengan menggunakan segala kemampuan atau
sumber daya baik SDM maupun SDA untuk melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan. Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi
diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujdkan cita-cita dan
tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana
membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna
mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.
B.
Saran
1.
Konsep
geopolitik ini hendaknya terus diterapkan dan dikembangkan agar dapat mencapai
tujuan-tujuan Wawasan Nusantara yang telah ditetapkan, yaitu mewujudkan
kesejahteraan, ketenteraman dan keamanan bagi Bangsa Indonesia, dengan demikian
ikut serta juga dalam membina kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat
manusia di dunia.
2.
Dalam penyusunan makalah ini kami yakin ada
kesalahan dalam pembuatannya, maka dari itu kami mengharapkan partisipasi dari
teman-teman semua untuk memberikan kritik dan saran atas makalah yang telah
kami buat, dan kami akan sangat merasa senang apabila teman mahasiswa sekalian
bisa mengkritik atau memberi saran guna memperbaiki ketidak sempurnaan kami
dalam membuat malalah ini.
3.
Mengerti
dan faham akan negara kita sendiri,baik sejarah maupun norma serta
undang-undang dan peraturan yang ada
4.
Melakukan
hal-hal positif yang membuat bangsa kita lebih hebat. Misalnya dengan prestasi
diluar negeri sehingga bangsa lain melihat kita sebagai bangsa yang sangat
dibutuhkan oleh bangsa lain.terutama dalam Iptek.
5.
Bersatu
padu dalam menjaga persatuan tanpa membedakan ras,suku dan agama
DAFTAR PUSTAKA
1. Harun,Djaenuddin,dkk.
2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional
2. Rifdan,dkk. 2006.
Pendidikan Kewarganegaraan. Makassar: Ikatan dosen pendidikan Kewarganegaraan.
3. Soemiarno,S. 2006.
Geopolitik Indonesia. Jayapura: disampaikan pada pelatihan nasional Dosen MPK
PKN di Perguruan Tinggi, Jayapura.
4. Prof. DR. H. Kaelan, M.S. dan Drs. H. Ahmad Zubaidi, M. Si.
2007. Pendidikan Kewarganegaraan utuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Penerbit
Paradigma Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment