Wednesday, 20 December 2017

MAKALAH GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI 3

Tugas Individu

KASUS-KASUS GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGIS NASIONAL




OLEH:
ISMA  AYU LESTARI
NIM : BT 13 02 125
KELAS : I D








AKADEMI KEBIDANAN   BATARI TOJA
W A T A M P O N E
2013
KATA PENGANTAR


https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTkxw0geAL1B1wqo7Ik-NJqhGxqL5Qe9y84Cg50DJd9kStLBYLu

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita taufiq dan hidayah-Nya sehingga tugas Karya Tulis ini dapat terselesaikan tanpa suatu halangan dan rintangan yang cukup berarti.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan Islami..
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT.
Kami menyadari walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun Karya Tulis sederhana ini, tetapi masih banyak kekurangan yang ada didalamnya. Oleh karena itu, segala tegur sapa sangat kami harapkan demi perbaikan tugas ini. kami berharap akan ada guna dan manfaatnya Karya Tulis ini bagi semua pembaca. Amin.


Watampone, 10 Oktober  2013

         Penulis











DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................
...................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang..............................................................................................................................1
B.         Rumusan Masalah........................................................................................................................2
C.         Tujuan Penulisan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A.         Pengertian Geopolitik....................................................................................................................3
B.          Teori-Teori Geopolitik....................................................................................................................
C.         Wawasan Nusantara Sebagai Landasan Geopolitik.......................................................................
D.         Otonomi Daerah..............................................................................................................................
E.         Studi Kasus Terkait Geopolitik Indonesia.......................................................................................

BAB III PENUTUP
A.         Kesimpulan.....................................................................................................................................
B.         Saran..............................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA













BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Negara bagaikan suatu organisme. Ia tidak bisa hidup sendiri. Keberlangsungan hidupnya ikut dipengaruhi oleh negara-negara lain, terutama Negara-negara tetangga atau negara yang berada dalam satu kawasan dengannya. Untuk itulah diperlukan satu sistem perpolitikan yang mengatur hubungan antar negara-negara yang letaknya berdekatan diatas permukaan bumi ini. Sistem politik tersebut dinamakan Geopolitik yang mutlak dimiliki dan diterapkan oleh setiap Negara di sekitanya tak terkecuali Indonesia. Indonesia pun harus memiliki sistem Geopolitik yang cocok diterapkan dengan kondisi kepulauannya yang unik dan letak geografis negara Indonesia diatas permukaan planet bumi.
Geopolitik Indonesia tiada lain adalah wawasan nusantara. Wawasan nusantara tidak mengandung unsur-unsur kekerasan, cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaanya dalam mencapai tujuan nasional. Wawasan nusantara juga sering dimaknai sebagai cara pandang, cara memahami, cara menghayati, cara bertindak, berfikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia sebagai hasil interaksi proses psikologis.
Pada awalnya geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang. Di Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka ia menjadi doktrin pembangunan dan diberi nama Ketahanan Nasional. Mengingat geostrategi Indonesia memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan sebagainya, maka ia menjadi amat berbeda wajahnya dengan yang digagaskan oleh Haushofer, Ratzel, Kjellen dan sebagainya.
Indonesia tentu patut mewaspadai perkembangan yang terjadi terutama di kawasan Asia Pasifik. Sebab konsekuensi letak geografis Indonesia di persilangan jalur lalu lintas internasional, maka setiap pergolakan berapapun kadar intensitas pasti berpengaruh terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama minyak beberapa negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari Timur Tengah dan Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya, seIndonesiar 70% pelayarannya melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat wajar bila berbagai negara berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini, termasuk di perairan nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar, Selat Ombai Wetar, dan lain-lain.  Pasukan Beladiri Jepang secara berkala dan teratur mengadakan latihan operasi jarak jauh untuk mengamankan area yang mereka sebut sebagai “life line,” yakni, radius sejauh 1000 mil laut hingga menjangkau perairan Asia Tenggara. Hal yang sama juga dilakukan Cina, Australia, India, termasuk mengantisipasi kemungkinan terjadi penutupan jalur-jalur vital tersebut oleh negara-negara di seIndonesiarnya (termasuk Indonesia).

B.        Rumusan Masalah
1.          Apakah pengertian geopolitik itu sendiri dari beberapa teori geopolitik ?
2.          Bagaimana wawasan nusantara sebagai landasan geopolitik ?
3.          Bagaimana otonomi daerah itu ?
4.          Bagaimana studi kasus terkait geopolitik indonesia?

C.        Tujuan Penulisan
1.          Mengetahui  pengertian geopolitik itu sendiri dari beberapa teori geopolitik.
2.          Mengetahui  makna  wawasan nusantara sebagai landasan geopolitik.
3.          Mengetahui Bagaimana otonomi daerah itu.
4.          Mengetahui  Bagaimana studi kasus terkait geopolitik indonesia.

















BAB II
PEMBAHASAN
A.        Pengertian Geopolitik
Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu Negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada system politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu secara langsung akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan. Geopolitik bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi, kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik geografi suatu Negara.
Sebagai Negara kepulauan, dengan masyarakat yang berbhinneka, Negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara ini. Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia tercermin pada momentum sumpah pemuda tahun 1928 dan kemudian dilanjutkan dengan perjuangan kemerdekaan yang puncaknya terjadi pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Penyelenggaraan Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai system kehidupan nasional bersumber dari dan bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. dalam pelaksanaannya bangsa Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman agar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Salah satu pedoman bangsa Indonesia adalah wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan nusantara. Kepentingan nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia adalah upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah, bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya. Karena hanya dengan upaya inilah bangsa dan Negara Indonesia dapat tetap eksis dan dapat melanjutkan perjuangan menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Oleh karena itu, wawasan nusantara adalah geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhan (Suradinata; Sumiarno: 2005).
B.        Teori -Teori Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata”geo” atau bumi dan politik berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional. Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik antara lain sebagai berikut:
1.          Pandangan Ajaran Frederich Ratzel
Pada abad ke-19 Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik sebagai hasil penelitiannyayang ilmiah dan universal.Pokok-pokok ajaran Frederich Ratzel adalah:
a.         Dalam hal-hal tertentu pertumbuhan Negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organism yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup, menyusut dan mati.
b.         Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut,makin besar kemungkinan kelompok politik itu tumbuh.
c.          Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam.Hanya bangsa yang unggul saja yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
d.         Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam. Apabila wilayah hidup tidak mendukung bangsa tersebut akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan alam diluar wilayahnya (ekspansi).
e.         Hal ini melegitimasikan hukum ekspansi yaitu perkembangan atau dinamika budaya dalam bentuk gagasan,kegiatan(ekonomi,perdagangan, perindustrian) harus diimbangi oleh pemekaran wilayah,batas-batas suatu Negara pada hakikatnya bersifat sementara. Apabila ruang hidup Negara sudah tidak dapat memenuhi keperluan, ruang itu dapat diperluas dengan mengubah batas-batas Negara baik secara damai maupun melalui jalan kekerasan atau perang.
Ilmu bumi politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru menimbulkan dua aliran, dimana yang satu berfokus pada kekuatan di darat, sementara yang lainnya berfokus pada kekuatan di laut. Ratzel melihat adanya persaingan antara kedua aliran itu,sehingga ia mengemukakan pemikiran yang baru,yaitu dasar-dasar suprastruktur geopolitik kekuatan total/ menyeluruh suatu negara harus mampu mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografinya. Pemikiran Ratzel menyatakan bahwa ada kaitan antara struktur atau kekuatan politik serta geografi dan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan Negara yang dianalogikan dengan organisme.
2.          Pandangan Ajaran Rudolf Kjellen
Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Kjellen menegaskan bahwa Negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “prinsip dasar”. Pokok ajaran Kjellen adalah :
a.         Negara merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup yang memiliki intelektual. Negara di mungkinkan untuk memperoleh ruang yang cukup luas agar kemampuan dan kekuatan rakyatnya dapat berkembang secara bebas.
b.         Negara merupakan suatu system politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik dan politik memerintah.
c.          Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar. Ia harus mampu berswasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya: ke dalam, untuk memperoleh batas-batas Negara yang lebih baik. Sementara itu, kekuasaan imperium kontinental dapat mengontrol kekuatan di laut.
3.          Pandangan Ajaran Karl Haushofer
Pandangan Karl Haushofer berkembang di Jerman ketika Negara ini berada di bawah kekuasaan Adolf Hitler. Pandangan ini juga dikembangkan di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Pokok-pokok teori Haushofer pada dasarnya menganut ajaran Kjellen,yaitu:
a.         Kekuasaan imperium daratan yang kompak akan dapat mengajar kekuasaan imperium maritim untuk menguasai pengawasan di laut.
b.         Beberapa Negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa,Afrika, Asia Barat (Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
c.          Rumusan ajaran Haushofer lainnya adalah sebagai berikut: Geopolitik adalah doktrin Negara yang menitikberatkan soal-soal strategi perbatasan. Ruang hidup bangsa dan tekanan-tekanan kekuasaan dan social yang rasial mengharuskan pembagian baru kekayaan alam di dunia. Pokok-pokok teori Karl Haushofer pada dasarnya menganut teori Rudolf Kjellen dan bersifat ekspansif.
4.          Pandangan Ajaran Sir Halford Mackinder
 Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan wawasan benua, yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan barang siapa dapat menguasai “Daerah Jantung” yaitu Eurasia (Eropa dan Asia) ia akan dapat menguasai “Pulau Dunia” yaitu Eropa, Asia, dan Afrika. Selanjutnya barang siapa dapat menguasai pulau dunia akhirnya dapat menguasai dunia.
5.          Pandangan Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua ahli ini mempunyai gagasan “Wawasan Bahari” yaitu kekuatan di lautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”. Menguasai perdagangan berarti menguasai “Kekayaan Dunia” sehingga pada akhirnya menguasai dunia.
6.          Pandangan Ajaran W.Mitchel, A.Saversky, Giulio Douhet, dan John Frederik Charles Fuller.
Keempat ahli geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling menentukan. Mereka melahirkan teori “Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan di udara. Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya yang dapat diandalkan untuk menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya dikandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.
7.          Ajaran Nicholas J. Spykman
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan teori Daerah Batas (rimland) yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut dan udara. Dalam pelaksanaanya, teori ini disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.
                                                        

C.        Wawasan Nusantara sebagai Landasan Geopolitik.
Ditinjau dari tataran pemikiran/ konsepsi yang berlaku di Indonesia wawasan nusantara adalah geopolitik Indonesia yang merupakan pra-syarat bagi terwujudnya cita-cita nasional yang tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila. Konfigurasi Indonesia adalah unik dengan ciri-ciri demografi,anthropologi, meteorology dan latar belakang sejarah yang memberi peluang munculnya desintegrasi bangsa. Tidaklah mengherankan apabila para pendiri Republik sejak dini telah meletakkan dasar-dasar geopolitik Indonesia yaitu melalui ikrar sumpah pemuda, dimana amanatnya adalah satu nusa,yang berarti keutuhan ruang nusantara;satu bangsa yang merupakan landasan kebangsaan Indonesia; satu bahasa yang merupakan faktor pemersatu seluruh ruang nusantara bersama isinya.
Kebangsaan Indonesia terdiri dari 3 unsur geopolitik yaitu: Rasa Kebangsaan, Paham Kebangsaan dan Semangat Kebangsaan. Ketiga-tiganya menyatu secara utuh menjadi jiwa bangsa Indonesia dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita proklamasi. Rasa kebangsaan adalah suplimasi dari sumpah pemuda dan menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat,dihormati dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia ini. Paham kebangsaan yang merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu serta bagaimana mewujudkan masa depannya. Ia merupakan intisari dari visi warga bangsa tentang kemana bangsa ini harus di bawa ke masa depan dalam suasana lingkungan yang semakin menantang. Secara formal paham kebangsaan dapt dibina melalui proses pendidikan dan pengajaran dalam bentuk materi ajaran misalnya wawasan nusantara, ketahanan nasional, doktrin dan strategi pembangunan nasional,sejarah dan budaya bangsa. Untuk itu para perancang materi pengajaran harus benar-benar memiliki visi dan pengetahuan tentang kebangsaan serta kaitannya dengan kepentigan geopolitik. Semangat kebangsaan atau nasionalisme merupakan produk akhir dari sinergi rasa kebangsaan dengan paham kebangsaan. Banyak pakar yang berpendapat bahwa konsepsi tentang rasa kebangsaan tau wawasan kebangsaan secara keseluruhan sudah usang dan ketinggalan zaman. Dengan demikian bahwa geopolitik hanya akan efektif apabila dilandasi oleh wawasan kebangsaan yang mantap, karena tanpa itu ia tidak lebih hanya permainan politik semata, sebab wawasan kebangsaan akan membuat ikrar satu bangsa terwujud dan bangsa yang satu dapat mewujudkan satu nusa dengan berbekal landasan satu bahasa. Oleh karena adanya amanat yang demikian itulah, maka wawasan nusantara secara ilmiah dirumuskan dalam bentuk konsepsi tentang kesatuan yang meliputi:
1.          Kesatuan Politik
Kesatuan politik disadari pentingnya dari adanya kebutuhan untuk mewujudkan pulau-pulau di wilayah nusantara menjadi satu entity yang utuh sebagai tanah air. Ini berarti bahwa tidak ada lagi laut bebas diantara pulau-pulau tersebut, sehingga laut diantara pulau-pulau itu berubah dari pemisah menjadi pemersatu tanah air nusantara.
2.          Kesatuan Ekonomi
Kegiatan ekonomi memerlukan ruang gerak dan ini dapat disediakan melalui proses demokratisasi. Akan tetapi demokrasi tidaklah berarti berbuat sesuai aturannya sendiri-sendiri akan tetapi perlu taat pada koridor yang telah disepakati bersama. Setelah kegiatan ekonomi diberikan ruang gerak yang cukup maka perlu dijaga kesatuaanya diseluruh wilayah negara, antara lain berlakunya satu mata uang tunggal yaitu rupiah. Pada saat krisis ekonomi memuncak dan nilai tukar rupiah sangat labil, maka mencairlah kesatuan ekonomi karena untuk sementara para pelaku ekonomi bertransaksi dengan dollar AS.
3.          Kesatuan Sosial Budaya.
Bangsa Indonesia sesungguhnya mewujudkan atas dasar kesepakatan bukan atas dasar sejarah atau geografi. Dalam BPUPKI terjadi perdebatan antara para tokoh pendiri Republik ini tentang apa itu bangsa Indonesia dan apa itu wilayah Negara Indonesia.Kesatuan sosial budaya sesungguhnya merupakan sublimasi dari rasa paham dan semangat kebangsaan. Tanpa memandang suku, ras, dan agama serta asal keturunan, perasaan perasaan satu dimungkinkan untuk dibentuk asal sama-sama mengacu pada wawasan kebangsaan Indonesia sebagaimana isi dan makna sumpah pemuda.
4.          Kesatuan Hankam.
Makna utama dari kesatuan hukum adalah bahwa masalah bidang hankam, khususnya keamanan dan pembelaan negara adalah tanggung jawab bersama.
Atas dasar itulah sistem Hankamrata memiliki 3 ciri utama yaitu:
a.         Orientasinya pada rakyat, karena memang diperuntukkan terciptanya rasa aman dan keamanan rakyat.
b.         Pelibatannya secara semesta, yang maknanya adalah bahwa setiap warga dan setiap fasilitas dapat dilibatkan di dalam upaya Hankam
c.          Digelarnya di wilayah nusantara secara kewilayahan, yang maknanya tiap unit wilayah harus di upayakan agar dapat menggalang ketahanan masing-masing.
Secara geopolitik kesatuan hankam bermakna bahwa di dalam negeri hanya ada TNI dan Polri sebagai satuan pengamanan bersenjata yang berarti tidak diperbolehkan ada satuan bersenjata di luat itu. Karena itulah maka pemilikan senjata api dilarang kecuali mendapat azin dari Polri untuk digunakan bagi kepentingan khusus. Pegawai pemerintah dengan tugas khusus juga dipersenjatai sebagai sarana self defense mengingat bidang tugasnya yang membawa konsekuensi keamanan bagi dirinya.

D.        Studi Kasus terkait Geopolitik Indonesia.
1.          Ambalat, Diplomasi Vs Konfrontasi
AMBALAT kembali mencuri perhatian. Kapal perang Malaysia berkali- kali melanggar teritori Indonesia dan diusir armada angkatan laut kita. Mencuat pada 2005, mengapa krisis Ambalat kembali terjadi? Apa solusi terbaiknya? Ambalat adalah sebuah gugus pulau di sekitar 118.2558 Bujur Timur (BT)-118.254167 BT dan 2.56861 Lintang Utara (LU)- 3.79722 LU yang terletak di perairan Laut Sulawesi, sebelah timur Pulau Kalimantan Timur. Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia menyeruak karena klaim kepemilikan. Pada 2005, krisis Ambalat ditandai dengan show of force kedua angkatan bersenjata, penembakan kapal nelayan kita oleh Malaysia, dan aneka aksi demonstrasi mengecam Malaysia. Ambalat disebut sebagai wilayah Republik Indonesia (RI) sesuai Undang-undang No 4 Tahun 1960 tentang Perairan RI yang telah sesuai dengan konsep hukum Negara Kepulauan (Archipelagic State). Undang-undang ini telah diakui dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) ditetapkan dalam Konferensi III PBB di Montego Boy, Jamaika, 10 Desember 1982. Konvensi ini kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang No 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS.
Malaysia mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya sesuai dengan peta wilayah yang dibuat Malaysia pada 1979. Peta itu didasarkan pada The Convention on The Territorial Sea and the Contiguous zone 1958 dan The Continental Self Convention 1958. Peta Laut 1979 tersebut juga telah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan ke dalam wilayah Malaysia. Malaysia memberi Ambalat (wilayah XYZ) kepada Shell atas dasar perjanjian bagi hasil (Production Sharing Contract ) pada 16 Februari 2005.
Masalah Penting
Masalah Ambalat menjadi penting bagi Indonesia karena setidak-tidaknya ia mencakup tiga dari empat variabel kepentingan nasional.
Pertama, dari sisi keamanan nasional, ada masalah penjagaan integritas wilayah nasional yang cukup sensitif. Bagi kaum realisme politik internasional, masalah- masalah keamanan nasional semacam ini justru menjadi fokus utama kebijakan negara. Pengamat militer, Andi Wijayanto dalam wawancara TVOne (27/5/09) menyatakan, langkah Malaysia sejatinya bisa dimaknai sebagai upaya ingin menguji kedaulatan efektif kita atas Ambalat.
Kedua, ada persoalan citra dan harga diri bangsa karena perasaan terlecehkan sebagai negara berdaulat dengan manuver angkatan laut Malaysia. Ini berakumulasi dengan memori kehilangan kita atas Sipadan dan Ligitan, aneka kasus kekerasan pada TKI, klaim Malaysia atas Lagu ”Rasa Sayange”, reog dan batik misalnya. Artinya para patriot dan nasionalis menginginkan bahwa harga diri kita harus tegak sebagai bangsa berdaulat.
Ketiga ada ancaman bagi kesejahteraan ekonomi karena potensi ekonomi dari minyak Ambalat ditakutkan jatuh ke pihak luar. Pakar ekonomi minyak Dr Kurtubi pada 2005 menyatakan secara kasar Ambalat memiliki cadangan migas seharga 40 miliar dolar AS. Tentu, nilai ini cukup signifikan jika bisa masuk ke kas negara kita
Namun hingga 2006 masalah sengketa Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia masih dalam proses perundingan oleh kedua negara dan belum ada penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua negara. Dalam pertemuan bilateral antara PM Abdullah Ahmad Badawi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung Negara Tri Arga, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 12-13 Januari 2006 telah disepakati bahwa, sengketa Blok Ambalat akan terus diselesaikan secara perundingan.
Kedua, secara moral penyelesaian diplomasi lebih dipilih karena diplomasi merupakan instrumen politik luar negeri yang beradab, murah, dan terukur. Konfrontasi dan perang semakin banyak dicibir karena tidak hanya mahal tetapi juga karena efek rusaknya yang sulit terkontrol. Yang menyedihkan adalah analisa bahwa dari sisi Alutsista kita akan kalah. Perintah untuk tidak mengeluarkan tembakan dari kapal perang kita da cukup mengusir kapal Malaysia cukup bijaksana. Alasan lain, Indonesia dan Malaysia adalah tetangga serumpun yang ada dalam kerangka ”the ASEAN Way” dalam penyelesaian aneka sengketa yang ada.
Fase Diplomasi
Alur penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase pertama adalah pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana kedua negara bisa menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat. Jalan keluar ini ada tiga alternatif. Satu, negara yang bersengketa tidak menyepakati solusi dan membiarkan permasalahan ini tidak terselesaikan (baca: mengambang) dengan catatan negara yang bersengketa menyepakati suatu status quo. Dua, negara yang bersengketa tidak menyepakati batas, tetapi bersepakat untuk melakukan pengelolaan bersama. Tiga, negara yang bersengketa sepakat untuk membawa sengketa mereka ke forum penyelesaian sengketa. Alur penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase pertama adalah pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana kedua negara bisa menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat.
Jika diplomasi gagal maka krisis bisa kembali terjadi kapan saja. Konfrontasi akan sangat kontra produktif bagi hubungan bilateral, maupun stabilitas regional ASEAN ke depan. Krisis dan konfrontasi juga akan berakibat perluasan spektrum politik luar negeri tidak lagi semata menjadi pembahasan para elite decision makers tetapi meluas merambah ke wilayah keterlibatan publik. Ini tentu saja positif dalam konteks demokratisasi politik luar negeri agar kebijakan yang diambil accountable terhadap rakyat.
Tetapi sayang, mencermati krisis terdahulu, keterlibatan publik lebih cenderung mengarah kepada ekspresi emosi, kemarahan, sweeping, ajakan berperang, penggalangan relawan dan sebagainya. Padahal eloknya keterlibatan itu lebih terarah kepada pernyataan sikap, artikulasi kepentingan, maupaun aksi yang rasional dan terukur.
Penyelesaian Ambalat membutuhkan tidak hanya tekad dan upaya diplomasi bilateral berkelanjutan tetapi juga sikap saling respek untuk tidak melakukan provokasi. Selagi diplomasi masih bergulir, provokasi dan pelanggaran teritori tentu berbahaya. Bagi Indonesia, diplomasi juga harus dikawal dengan menunjukkan kewibawaan, kekuatan dan ketegasan. Kaum realis mengatakan, ‘’Jika ingin damai bersiaplah untuk berperang’’ (if you want peace, prepare for war).

E.         Pengertian Geostrategis
Geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang.  Di Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional.  Karena tujuan itulah maka ia menjadi doktrin pembangunan dan diberi nama Ketahanan Nasional.
Mengingat geostrategi Indonesia memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan sebagainya, maka ia menjadi amat berbeda wajahnya dengan yang digagaskan oleh Haushofer, Ratzel, Kjellen dan sebagainya.
Geostrategi Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini mengandung sekian banyak anasir-anasir pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa.  Dalam era kepemimpinan Habibie dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi beserta akibatnya.  Tidak hanya itu saja, tatkala bangsa kita lemah karena sedang berada dalam suasana tercabik-cabik maka serentak pulalah harga diri dan kehormatan dengan mudah menjadi bahan tertawaan di forum internasional.  Disitulah ketidakberdayaan kita menjadi tontonan masyarakat internasional, yang sekaligus, apabila kita sekalian sadar, seharusnya menjadi pelajaran berharga.
Geostrategi Indonesia sebagai doktrin pembangunan mengandung metode pembentukan keuletan dan pembentukan ketangguhan bangsa dan negara.  Kedua kualita yang harus dibangun dan dimanfaatkan secara konsisten itu tidaklah hanya ditujukan kepada individu warga bangsa akan tetapi juga kepada sistem, lembaga dan lingkungan.
Masyarakat bangsa berikut segala prasarananya harus terus dibina keuletannya agar mampu memperlihatkan stamina dalam penangkalan terhadap anasir-anasir pemecah belah bangsa dan negara.  Dapat diantisipasikan bahwa hanya anasir-anasir tersebut bersifat laten atau hadir sepanjang masa, maka aspek atau kualita keuletan haruslah dikedepankan.  Pembinaannyapun perlu berlanjut agar setiap generasi yang muncul faham akan pentingnya kedua kualita tersebut.  Kita dapat saksikan bersama bahwa tiap generasi baru merupakan lahan yang subur bagi upaya-upaya yang tidak sejalan dengan visi kebangsaan, dan ini tidak hanya terjadi di Indoensia saja.  Kemajuan yang bersifat kebendaan, apalagi yang datang dari luar, saat ini lebih memiliki daya tarik terhadap generasi muda dibandingkan dengan hal-hal yang sifatnya falsafah dan konsepsional.
Dalam masyarakat heterogen dan majemuk yang berazaskan kekeluargaan, kualita keuletan diwujudkan dalam bentuk kait mengait secara integratif (bukan secara agregratif) menjadi jaringan kepentingan yang hierarkhis dan berjenjang.  Dengan demikian mengupayakan terwujudnya jaringan integratif (dalam semangat gotong-royong) secara berjenjang dan berhierarkhi berskala nasional adalah geostrategi Indonesia untuk mewujudkan dan sekaligus mempertahankan integrasi bangsa.  Sedangkan kualita ketangguhan/kekuatan diwujudkan melalui perkuatan dari tiap entity atau pelaku integrasi bangsa.
Hal itu diwujudkan melalui pendekatan kekuasaan (dan distribusi kekuasaan) yang terkandung dalam geopolitik, yaitu yang berupa desentralisasi dan dikonsentrasi secara penuh dan konsekuen.  Bilamana perkuatan ini dilaksanakan secara bersungguh-sungguh dan konsisten, ada kemungkinan tidak perlu terburu-buru mengadakan pemekaran wilayah administratif.
Dalam era globalisasi ini muncullah tantangan baru yang lebih “soft” atau “canggih” yang berupa dengungan ilmiah bahwa negara bangsa atau nation state seperti Indonesia sudah tidak memadai lagi, dan harus diganti dengan bentuk lain, misalnya berupa negara suku (ethnic state), negara kepentingan (corporate state) dan negara agama (religious state), dan sebagainya.
Dalam alur pikir demikian itu, pemisahan Timor Timur dari Indonesia adalah normal dan bukan malapetaka karena adanya kepentingan yang berbeda; demikian juga seandainya terjadi pemisahan lainnya dimasa mendatang.  Satu pertanyaan yang perlu dipikirkan jawabannya adalah: “Apakah masuknya alur pikir diatas ke Indonesia sekadar merupakan konsekuensi globalisasi ataukah merupakan subversi yang terencana global?”
Geostrategi Indonesia adalah metode yang harus digunakan dalam pencarian jawaban atas pertanyaan diatas, sebab, bentuk-bentuk negara sebagai alternatif negara-bangsa mempunyai konsekuensi ruang, kekuasaan maupun budaya yang berbeda.
Apapun jawabannya, berbagai bentuk negara yang tidak sejalan dengan kesepakatan para pendiri Republik merupakan pengingkaran terhadap commitment bersama yang sekaligus menjadi ciri jatidiri bangsa.  Disitulah diperlukan keuletan bangsa.
F.         Geo-strategi Dalam Tatanan Pemikiran di Indonesia
Idea atau ide dasar adalah awal mula satu tatanan pemikiran yang pada ujung paling akhirnya berupa tindakan nyata.  Dalam masyarakat yang menegara atas dasar commitment para pendiri Republik ini, ide yang dijadikan acuan brsama adalah terbentuknya masyarakat yang berazaskan kekeluargaan dengan atribut tata laku sebagaimana berlaku pada umumnya diantara masyarakat timur.  Paternalistik, gotong royong, mendahulukan kepentingan bersama, adalah diantara atribut lainnya yang menjadi ciri khas masyarakat timur tadi.  Apabila selanjutnya ide dasar harus dijadikan acuan masyarakat bangsa dalam bertatalaku, maka dapat dikatakan bahwa ia telah berubah dari satu ide menjadi pandangan hidup yang operasional; dan apabila pandangan hidup tadi diberikan kerangka ilmiah dan dikodifikasikan secara jelas maka terbentuklah satu falsafah bangsa.  Kemudian dari itu, apabila falsafah bangsa dijadikan landasan negara maka ia akan mewujud sebagai satu ideologi negara.  Untuk Indonesia, pandangan hidup berbangsa, falsafah bangsa, maupun ideologi negara semua diberi nama yang sama, yaitu Pancasila.  Bagi bangsa/negara lain tidaklah demikian halnya, masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda sehingga mengurangi kerancuan.
Geo-strategi Indonesia dirumuskan dalam bentuk Ketahanan Nasional yang unsur-unsur utamanya terdiri dari kualita keuletan dan kualita kekuatan/ketangguhan. Keuletan sesungguhnya merupakan satu kualita integratif yang menunjukan adanya kebersamaan diantara sesama komponen yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan.  Keuletan diperlukan dalam menghadapi tantangan/tekanan dari luar yang harus dihadapi secara elastis konsisten dan berlanjut.  Tanpa adanya kualita keuletan maka jaringan sosial masyarakat akan retak, atau bahkan putus, apabila dihadapkan pada tantangan/tekanan yang berkepanjangan. memerlukan keuletan masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat karena masyarakat memiliki “kelenturan” yang mampu meng-absorbir tekanan kesulitan ekonomi.

G.        Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Disintegrasi Bangsa
Secara harfiah disintegrasi bangsa bermakna hilangnya kaitan integratif antar unsur-unsur kekuatan bangsa, sehingga hubungan menjadi longgar dan pada gilirannya azas kekeluargaan ditinggalkan.   Selama periode antara menjelang Pemilu 1999 hingga selesainya SU MPR merupakan periode di dalam mana para elite politik mendemonstrasikan secara vulgar cara-cara menyulut dis-integrasi bangsa.  Terlalu salahkah kalau pengikutnya masing-masing menyanyikan irama serupa?
Bila dilihat dari segi geopolitik dan geostrategi maka anasir dis-integrasi dapat dibedakan antara anasir luar dan dalam negeri.
 1.    Anasir Luar
Sejak sirnanya Uni Soviet, Barat muncul sebagai pemenang ideologi dan sekaligus merasa sebagai pemenang “budaya”.  Dalam suasana ephoria semacam itu muncullah keyakinan dalam masyarakat Barat bahwa nilai-nilai yang mereka anut adalah superior dan harus dipaksakan ke seluruh jagat raya dengan rumusan bahwa sistem nilai yang mereka anut memiliki kebenaran dan karenanya juga validitas universal.  Sebagai contoh salah satu tujuan strategi Amerika Serikat di kawasan Asia Pacific adalah mendorong dan mendukung proses demokratisasi (tentu saja demokratisasi sesuai dengan yang berlaku di sana).  Ini adalah bagian dari dokumen Pentagon yang logikanya hanya berwarna militer.  Sudah barang tentu tujuan itu dapat dijabarkan menjadi tindakan nyata dalam bentuk terbuka maupun tertutup (subversi) dengan menghalalkan segala cara, dan yang paling murah dan kecil resiko fisiknya adalah melalui uang.
Tindakan terbuka antara lain memberikan bantuan peningkatan kualitas SDM Indonesia, khususnya generasi muda, melalui penyediaan informasi secara luas dan terbuka, bantuan pendidikan di luar negeri, pertukaran siswa, tenaga professional, dan sebagainya.  Upaya terbuka ini dengan sangat mudah ditumpangi dengan muatan kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat, supremasi budaya Barat, dan sebagainya.  Bahkan pertukaran misi kebudayaanpun dapat dijadikan wahana yang baik untuk maksud tersebut; apalagi film atau sinetron.  Sedangkan tindakan tertutup, antara lain, bisa berupa pengadudombaan antar kekuatan dalam masyarakat, mempengaruhi pemilihan pejabat penting (apalagi jabatan Presiden), perumusan kebijaksanaan dan sebagainya.
Usaha merekapun mendapat dukungan berbagai peluang dalam melancarkan tindakan subversi, antara  lain, adanya bibit pertentangan yang multi dimensional di dalam negeri, adanya kebiasaan korupsi dan money politics, dan sebagainya, serta ditambah lagi dengan adanya kenyataan bahwa aparat intelegen serta TNI sedang terus dihujat sehingga tumpul sekali.
Pertanyaan lanjutannya adalah : “Apakah Indonesia akan selalu menjadi sasaran intervensi dan subversi asing?”  Jawabnya “ya”, karena beberapa hal:
a.     Secara geopolitik Indonesia “menduduki” Sea Lines of Communication (SLOC) atau alur pelayaran vital diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindie, sehingga Indonesia harus dibuat pro-Barat dan sekurang-kurangnya akomodatif terhadap kepentingan barat.  Terlebih lagi diantara 7 (tujuh) selat strategis dunia, 4 (empat) berada dalam wilayah kedaulatan Indonesia.  Sudah barang tentu, menurut pandangan geopolitik Alfred Thayer Mahan Indonesia memiliki bargaining power yang kuat berupa choke-paints dalam pengendalian lalu lintas laut yang melewati SLOC.
b.     Dalam suasana kecemasan pihak Barat terhadap perkembangan Islam yang dashyat, mereka melihat Indonesia merupakan negara yang moderat.  Karena itu ada kepentingan menjaga Indonesia, agar tetap moderat dan bersahabat.  Untuk itu harus dilakukan berbagai bentuk subversi.
c.     Potensi Indonesia sebagai penjuru Asean (atau memiliki Power Position di Asia Tenggara), dengan luas wilayah ½ (setengah) dari seluruh wilayah Asia Tenggara.  “Memegang” Indonesia berarti “memegang” Asean dan ini merupakan aset politik yang luar biasa dalam rangka membendung pengaruh Cina yang oleh pihak Barat dipersepsikan sebagai ancaman masa depan. Karena itulah kita sekalian tidak boleh naif, dengan mengganggap bahwa dalam pemilihan Presiden tidak akan intervensi luar.  Indonesia terlalu “berharga” untuk dibiarkan jatuh ke dalam lingkaran sphere of influence yang tidak/kurang bersahabat dengan Barat.
 Strategi  Dalam menghadapi Ancaman dari luar
Dalam menghadapi anasir-anasir luar perlu disusun satu geostrategi dengan memperhatikan adanya kenyataan bahwa dunia telah saling terkait satu sama lain dengan derajat transparansi yang semakin tinggi. Geostrategi itu juga dilandasi dengan kesadaran bahwa Ketahanan Nasional saja tidaklah cukup untuk menjamin rasa aman rakyat maupun kelangsungan pembangunan nasional, apabila tidak didukung oleh Ketahanan Regional. Atas dasar itu maka geostrategi Indonesia secara stereoskopis berbentuk sebagai satu Kerucut Ketahanan Kerucut Ketahanan pada dasarnya merupakan satu arsitektur kerjasama, yang pada bidang dasarnya adalah visualisasi kerjasama spatial sedangkan pada bidang vertikalnya adalah visualisasi dari kerjasama struktural yang terproyeksikan secara kawasan. Kerucut Ketahanan harus dibina secara bersama-sama agar manfaatnya dapat terwujud yaitu berupa “penyangga” atau “selubung” bagi Ketahanan Nasional kita. Arsitektur demikian ini adalah representasi dari kesadaran ruang yang harus terus dihidupkan agar dapat menjadi acuan visi politik luar negeri (termasuk politik perekonomian) dan politik pertahanan.
Ketahanan tingkat regional, dimana para unsur pelakunya merupakan negara-negara berdaulat hanya bisa terwujud apabila terdapat saling percaya, saling menghormati yang diwujudkan dalam bentuk kerjasama se-erat-eratnya atas dasar manfaat bersama. Kebersamaan yang multi-dimensional ini meliputi bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan keamanan. Mengingat luasnya ruang yang ada maka arsitektur kerjasama diwujudkan secara tiga dimensional sebagai berikut :
a.     Secara spasial, ruang kepentingan dibagi menjadi Kawasan Strategis Utama,          Kawasan Strategis pertama, Kawasan Strategis kedua dan ketiga. Masing-masing kawasan strategis memiliki dampak yang berbeda terhadap Ketahanan Nasional kita.
b.     Adalah Asean / Asia Tenggara (Kawasan A) yang kita anggap memiliki dampak
paling langsung seandainya terjadi apa-apa di dalam kawasan tersebut oleh             karenanya kepentingan kita amat vital untuk menciptakan kebersamaan dalam kawasan ini. Karena itu seyogyanyalah kawasan Asean atau proses Asean pada        umumnya dijadikan “corner stone“ dari politik Luar Negeri Indonesia. Demikianlah             seterusnya dengan kawasan-kawasan berikutnya yaitu B dan C yang memiliki tingkat            kesegeraan dari dampak yang timbul di masing-masing kawasan terhadap Indonesia.
c.     Secara fungsional / vertikal, ruang kepentingan dibagi menjadi ruang kerjasama yang         saling mendukung dengan ruang kerjasama sub-regional (misalnya Asean) dan pada       gilirannya juga harus saling mendukung dengan ruang kerjasama regional (misalnya       APEC, ARF dsb-nya). Kita mengetahui bahwa tiap anggota Asean menjalin      kerjasama bilateral dengan banyak negara ataupun secara multilateral. Akan tetapi mengingat tiap anggota Asean mematuhi traktat Asean dan TAC, maka diharap atau        bahkan dapat diasumsikan bahwa berbagai kerjasama yang dilakukan tidak       merugikan Asean ; dan bahkan memperkokoh posisi Asean. Demikian juga pada          gilirannya tiap anggota Asean  juga menjadi anggota ARF maupun APEC, maka   diharapkan kedua forum dalam cakupan ruang yang berbeda luasnya itu dapat saling      menunjang dan menambah kredibilitas Asean.
2.   Anasir Dalam
Modernisasi disegala bidang ternyata telah memperlebar irisan pemilahan (social cleavage) ditengah-tengah masyarakat; sesuatu yang selalu menjadi kekhawatiran dan obsesi para pendiri Republik.  Mulai dari pemilihan bahasa nasional, yang bukan berasal dari bahasa daerah suku yang mayoritas dapat merupakan unsur integratif karena tidak lagi suku bangsa ini.  Kita harus selalu ingat dan waspada bahwa bangsa kita menegara adalah berkat kesepakatan, karena itu tidaklah tepat apabila demi kemajuan demokrasi (agar mendapatkan pujian dari luar negara) semua kesepakatan diabaikan.
Kerawanan yang melekat pada diri bangsa setiap saat dapat mengemuka menjadi unsur dis-integratif yang mematikan, mereka antara lain adalah:
a.         Ketimpangan pertumbuhan antara Indonesia bagian barat dengan pertumbuhan bagian timur; dan juga antara Jawa dengan luar Jawa.  Sesungguhnya hal ini bukan merupakan kesengajaan pemerintah (sejak zaman kolonial) akan tetapi dapat dipersepsikan secara keliru bahwa ada unsur kesengajaan dari pihak Pusat untuk menelantarkan daerah-daerah yang kurang maju.  Lebih buruk lagi, ketimpangan yang terjadi diinterprestasikan sebagai ketidakadilan pemerintah Pusat.  Bukankah  hal ini pernah memicu berbagai jenis pemberontakan bersenjata dimasa lalu?  Apa yang terjadi sekarang ini di Aceh, Maluku dan Irian Jaya adalah merupakan pengulangan dari yang pernah terjadi, atau dapat juga dikatakan bahwa Pusat tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalunya.  Padahal kalau dilihat secara jernih, faktor curah hujan yang lebih banyak, tanah yang lebih subur, tersedianya tenaga terampil yang cukup mendorong Indonesia bagian barat lebih mudah berkembang.  Sedangkan untuk masalah pemasaran, jumlah penduduk yang besar merupakan sesuatu hal yang mendorong kegiatan perekonomian yang lebih cepat dari di timur; belum lagi sistem sirkulasi yang baik untuk distribusi dalam negeri maupun untuk eksport.  Akan tetapi memang harus diakui bahwa kenyataan-kenyataan semacam ini akan selalu terbenam dibawah timbunan kemarahan terhadap pemerintah pusat apalagi kalau dicampuri oleh kehadiran para provokator seperti di Ambon dan tempat-tempat lainnya.  Rasa tentang adanya ketidakadilan (belum tentu seluruhnya benar) ditangan para petualang poitik dapat memicu konflik SARA yang memang merupakan social clearage bangsa kita.
b.         Mencairnya perekat kesatuan dan persatuan bangsa dibawah tekanan globalisasi dan modernisasi yang lebih mengedepankan hal-hal yang bersifat kasat mata.
c.          Kemajuan yang antara lain ditandai oleh GNP, Income per capita, produktivitas dalam ton/jam atau ton/luas tanah, dan sebagainya, tidaklah mudah untuk memompakan hal-hal yang sifatnya mental ideologis.  Terlebih lagi dengan tingkah laku para remaja yang sangat menggandrungi budaya global, maka masa depan wawasan kebangsaan sebagai perekat sosial kelihatannya tidak terlalu menggembirakan; apalagi kalau dikaitkan dengan adanya kenyataan bahwa lembaga  pendidikan hanya menyuguhkan pengajaran saja.  Keadaan semacam ini membuka peluang yang amat luas bagi kemerosotan kedaulatan bangsa didalam menghadapi tantangan mendatang yang antara lain berbentuk individualisme yang sangat diametral dengan azas kekeluargaan.  Tidaklah terlalu mengherankan bahwa rasa dilibas oleh logika dalam kaitannya dengan Pancasil, antara dengan mengatakan bahwa ideologi bukanlah merupakan salah satu syarat bagi berdirinya satu negara karena itu buat apa dipertahankan, apalagi dikeramatkan.  Itulah kira0kira argumentasi dari generasi mendatang yang hidup dalam dunia tanpa batas.
d.         Primordialisme sebagai strategi politik dengan tujuan untuk menekan lawan atau pemaksaan kehendak.  Ini adalah pemanfaatan secara licik kerawan bangsa yang amat mengkhawatirkan oleh kelompok politik yang tidak yakin bahwa tujuan politiknya dapat tercapai, apapun penyebabnya. 

H.        Ketahanan Nasional Sebagai Perwujudan Geostrategi Indonesia
Geostrategi adalah suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional. (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik).  Selain itu, Geostrategi juga untuk mewujudkan, mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogin.
Geostrategi Indonesia diartikan  sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945. Ini diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogen berdasarkan Pembangunan dan UUD 1945. Geostrategi Indonesia memberi arahan tentang bagaimana merancang strategi pembangunan dalam rangka mewujudkan masa depan yang lebih baik, aman, dan sejahtera. Oleh karena itu, geostrategi Indonesia bukanlah merupakan geopolitik untuk kepentingan politik dan perang, melainkan untuk kepenting kesejahteraan dan keamanan. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud Ketahanan Nasional dan geostrategi Indonesia tiada lain adalah ketahanan nasional.
Sumber daya alam dan jumlah serta kemampuan penduduk telah menempatkan Indonesia Tahun 1978 geostrategi Indonesia ditegaskan wujudnya dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi, metode, dan doktrin dalam pemmbangunan nasional. Ketahanan Nasional adalah merupakan kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, tantangan baik yang dating dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung, membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangn nasional.

I.       CONTOH KASUS GEOSTRATEGi
Proses marjinalisasi terbalik antara penduduk kota Poso dan penduduk pedalaman Kabupaten Poso, yang memperlebar jurang sosial antara penduduk asli dan pendatang. Maksud saya, di pedalaman Poso tiga suku penduduk asli yang mayoritas beragama Kristen – yakni Lore, Pamona, dan Mori – mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi, politik, dan budaya, sehingga dibandingkan dengan para pendatang, mereka ini merasa tidak lagi menjadi tuan di tanahnya sendiri. Tapi sebaliknya, di kota Poso –di lokasi di mana kerusuhan meletus dan perusakan paling parah terjadi – adalah para turunan pendatang dari Gorontalolah yang paling mengalami marjinalisasi dibandingkan dengan penduduk asli yang bermukim di kota Poso, sebelum kerusuhan 1998-2000.
1.       Marjinalisasi penduduk asli beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso:
Mari saya jelaskan dulu proses marjinalisasi yang dialami oleh ketiga suku penduduk asli yang beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso. Pertama-tama, marjinalisasi ekonomi mereka alami, sebagian juga karena strategi penginjilan oleh para misionaris Belanda, yang kemudian diteruskan oleh GKST, yang tidak menumbuhkan kelas menengah yang mampu berwiraswasta dan bersaing dengan para pendatang.
Strategi pendidikan Zending dan kemudian GKST lebih mengfasilitasi transformasi profesi dari petani ke pegawai (ambtenaar), baik pegawai pemerintah maupun pegawai gereja. Ini sangat berbeda dengan strategi penginjilan di Tana Toraja dan Minahasa, dimana sudah muncul banyak pengusaha tangguh berkaliber nasional. Agama baru yang disebarkan oleh para misionaris itu, seperti di banyak tempat di Nusantara, juga mengakibatkan desakralisasi alam dan pelunturan hak ulayat. Ini pada mulanya lebih berlaku di tanah-tanah yang ditanami tanaman perdagangan, seperti cengkeh, sementara di daerah yang ditanami padi berbagai upacara yang berakar di agama suku, misalnya padungku, pesta syukur sesudah panen, masih berlaku. Tapi lama kelamaan, hak ulayat sudah mulai meluntur juga di daerah pertanian padi.
Transformasi sosial-ekonomi yang mula-mula berjalan perlahan kemudian dipacu akibat pembangunan Jalan Raya Trans-Sulawesi, yang memicu arus migrasi besar-besaran dari Sulawesi Selatan ke Sulawesi Tengah. Arus migran Bugis, Makassar, Mandar, Luwu, dan Toraja semakin memacu peralihan penguasaan tanah dari penduduk asli ke pendatang.
Permintaan tanah oleh pendatang kemudian bersinerji dengan penjualan tanah oleh penduduk asli untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka, dan selesai dari pendidikan tertier, tanah dijual lagi untuk membiayai sogokan untuk menjadi pegawai negeri, yang di daerah Palopo dan Palu sudah naik dari Rp 15 juta s/d Rp 25 juta, untuk pos-pos yang tidak terlalu basah di bidang pendidikan. Bayangkan berapa lagi yang harus dibayar untuk menjadi pegawai dinas-dinas yang lebih basah, seperti PU, Dinas Pendapatan Daerah, Bank Pembangunan Daerah, dan lain-lain.
Sementara marjinalisasi ekonomi penduduk asli beragama Kristen berjalan, muncul juga marjinalisasi di bidang politik. Kemunculan tokoh-tokoh penduduk asli Kristen di bidang politik banyak terhambat oleh rivalitas di antara ketiga kelompok etno-linguistik itu (Pamona, Mori, dan Lore), dan tidak kalah hebatnya, di antara anak-anak suku Pamona sendiri.
Sementara itu, muncullah generasi muda beragama Islam yang juga sudah berpendidikan tertier, baik yang berasal dari masyarakat turunan Gorontalo dan Jawa di kota Poso, maupun dari suku-suku asli yang dominan Muslim, seperti Tojo dan Bungku. Mereka juga mulai menuntut lebih banyak posisi di bidang pemerintahan, dan untuk mencapai tujuan mereka, mulai lebih banyak berkiprah di berbagai partai, ormas, dan organisasi lain yang dapat memberikan paspor ke pusat kekuasaan, seperti ICMI, Golkar, dan untuk sementara waktu, Partai Daulat Rakyat (PDR), yang dibentuk oleh para pendukung Menteri Koperasi & UKM, Adi Sasono. Kompetisi yang semakin tajam ini tampaknya kurang diantisipasi oleh generasi muda terpelajar yang beragama Kristen.
Mereka sudah jatuh, ditimpa tangga. Setelah mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi dan politik itu, penduduk asli yang mayoritas beragama Kristen mulai mengalami marjinalisasi di bidang budaya, terutama di tahun-tahun menjelang pecahnya konflik Poso. Ada beberapa faktor yang mendorong marjinalisasi itu, seperti sejumlah larangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yakni larangan bagi orang Islam berjabat salam antara orang-orang yang berbeda jenis kelamin dan bukan suami isteri; larangan bagi orang Islam untuk mengucapkan selamat Natal kepada kerabat dan kenalan mereka yang beragama Kristen; dan larangan menyelenggarakan acara-acara Natalan bersama di kantor-kantor pemerintah. Faktor-faktor lain adalah semakin dominannya peranan ICMI dalam rekrutmen dan promosi pegawai negeri, dominasi Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang puritan dan kurang simpatik terhadap budaya-budaya setempat; serta dominasi para pendatang dari Sulawesi Selatan sampai ke tingkat imam mesjid dan melalui para dai utusan Pesantren Hidayatullah, Kaltim, sampai ke desa-desa, khususnya di Kecamatan Tojo dan Poso Pesisir.
Marjinalisasi kultural terhadap penduduk asli yang beragama Kristen semakin memuncak setelah para mujahidin dari berbagai lasykar menguasai roda pemerintahan di kota Poso. Lasykar-lasykar penganut aliran Wahabi dari Arab Saudi memaksa semua perempuan mengenakan jilbab di luar rumah. Mereka juga melarang modero, tari pergaulan Poso, di tempat-tempat publik, melarang peredaran minuman beralkohol, termasuk saguer (nira pohon aren), sampai-sampai melarang penggunaan logat Poso yang dipengaruhi logat Manado di tempat-tempat umum.
2.       Marjinalisasi dan radikalisasi migran Muslim di kota Poso:
Sebelum menggambarkan proses marjinalisasi dan sekaligus radikalisasi masyarakat migran Muslim di kota Poso, kita perlu lebih dulu mengenal keragaman etnik penduduk kota Poso, serta pelapisan sosial yang ada sebelum kerusuhan 1998.
Keragaman etnik penduduk kota Poso, merupakan suatu keadaan yang sejak awal ditolerir oleh Raja Talasa Tua (Nduwa Talasa ), penguasa adat  terakhir kota Poso. Kata sang raja dalam maklumatnya yang dibacakan di kantor raja Poso di kota Poso, tanggal 11 Mei 1947, jam 10 pagi:
Laut/Teluk Tomini tidak ada pagarnya
Laut/Teluk Tomini tidak ada pagarnya
Hai kamu orang Arab
Hai kamu orang Tionghoa
Hai kamu orang Jawa
Hai kamu orang Manado
Hai kamu orang Gorontalo
Hai kamu orang Parigi
Hai kamu orang Kaili
Hai kamu orang Tojo
Hai kamu orang Ampana
Hai kamu orang Bungku
Hai kamu orang Bugis – orang Wotu
Hai kamu orang Makassar
Jika kamu tidak menaati perintahku kamu boleh pulang baik-baik ke kampong halamanmu karena Tana Poso tidak boleh dikotori dengan darah (Damanik 2003: 41).
















BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan
1.          Geopolitik secara umum dapat diartikan sebagai penentuan kebijaksanaan (politik yang berdasar kepada konstelasi (letak dan posisi) geografi yang ditempati oleh suatu bangsa.
2.          Beberapa tokoh-tokoh pakar Geopolitik di dunia adalah:Frederich Ratzel ( abad XIX ), Rudolf Kjellen ( Sarjana Politik Swedia ),Karl Haushofer ( Sarjana Jerman ),Sir Halford Mackinder (1861-1947 ),Sir Walter Raleigh ( 1554-1618) dan Alfred Thyer Mahan (1840-1914),W. Mitchel (1887-1896), A. Saversky (1894), Giulio Douhet (1869-1930), dan John Frederik Charles Fuller (1876),Nicholas J. Spykman (1893-1943).
3.          Wawasan nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang, cara memahami, cara menghayati, cara bersikap, bertindak, berfikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalisnya yang dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaanya dalam mencapai tujuan nasional.
4.          Wawasan nusantara secara ilmiah dirumuskan dalam bentuk konsepsi tentang kesatuan yang meliputi: a) Kesatuan Politik b) Kesatuan Ekonomi c) Kesatuan Sosial Budaya d) Kesatuan Hankam
5.          Geostrategi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan strategi diartikan sebagai usaha dengan menggunakan segala kemampuan atau sumber daya baik SDM maupun SDA untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujdkan cita-cita dan tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.


B.        Saran
1.          Konsep geopolitik ini hendaknya terus diterapkan dan dikembangkan agar dapat mencapai tujuan-tujuan Wawasan Nusantara yang telah ditetapkan, yaitu mewujudkan kesejahteraan, ketenteraman dan keamanan bagi Bangsa Indonesia, dengan demikian ikut serta juga dalam membina kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia di dunia.
2.           Dalam penyusunan makalah ini kami yakin ada kesalahan dalam pembuatannya, maka dari itu kami mengharapkan partisipasi dari teman-teman semua untuk memberikan kritik dan saran atas makalah yang telah kami buat, dan kami akan sangat merasa senang apabila teman mahasiswa sekalian bisa mengkritik atau memberi saran guna memperbaiki ketidak sempurnaan kami dalam membuat malalah ini.
3.          Mengerti dan faham akan negara kita sendiri,baik sejarah maupun norma serta undang-undang dan peraturan yang ada
4.          Melakukan hal-hal positif yang membuat bangsa kita lebih hebat. Misalnya dengan prestasi diluar negeri sehingga bangsa lain melihat kita sebagai bangsa yang sangat dibutuhkan oleh bangsa lain.terutama dalam Iptek.
5.          Bersatu padu dalam menjaga persatuan tanpa membedakan ras,suku dan agama





























DAFTAR PUSTAKA

1.     Harun,Djaenuddin,dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
2.     Rifdan,dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Makassar: Ikatan dosen pendidikan Kewarganegaraan.
3.     Soemiarno,S. 2006. Geopolitik Indonesia. Jayapura: disampaikan pada pelatihan nasional Dosen MPK PKN di Perguruan Tinggi, Jayapura.

4.     Prof. DR. H. Kaelan, M.S. dan Drs. H. Ahmad Zubaidi, M. Si. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan utuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Penerbit Paradigma Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment