Wednesday 20 December 2017

MAKALAH INFEKSI PADA BAYI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Infeksi merupakan salah satu penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Sepsis berhubungan dengan angka kematian 13% - 50% dan kemungkinan morbiditas yang kuat pada bayi yang bertahan hidup. (Fanaroff & Martin, 1992). Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta terutama di RSCM, infeksi merupakan 10 – 15% dari morbidilitas perinatal.
Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan. (Rachma, 2005).
Angka kejadian infeksi neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan neonatus rentan terhadap infeksi.Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah. Immunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh. Bayi dengan BBLR lebih mudah terkena infeksi neonatorum. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. (Surasmi, 2003).
Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi umum sehingga gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah laku BBL tersebut di atas adalah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargi, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba menurun, muntah dan diare.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan infeksi pada bayi/sepsis neonatorum?
2.      Apa klasifikasi dari sepsis neonatorum?
3.      Apa penyebab terjadinya sepsis neonatorum?
4.      Bagaimana patofisiologi sepsis neonatorum?
5.      Apa manifestasi klinis dari sepsis neonatorum?
6.      Apa komplikasi pada sepsis neonatorum?
7.      Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum?
8.      Apa saja tindakan dan pencegahan yang harus dilakukan dari sepsis neonatorum?
9.      Apa saja penatalaksanaan dan pencegahan dari sepsis neonatorum?
10.  Apa prognosis dari sepsis neonatorum?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi sepsis neonatorum.
2.      Mengetahui klasifikasi dari sepsis neonatorum.
3.      Mengetahui etiologi sepsis neonatorum.
4.      Memahami patofisiologi sepsis neonatorum.
5.      Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis neonatorum.
6.      Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien sepsis neonatorum.
7.      Memahami pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum.
8.      Mengetahui tata cara pencegahan yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum.
9.      Mengetahui tata cara pelaksanaan yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum.
10.  Mengetahui prognosis dari sepsis neonatorum.























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
1.      Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.
2.      Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004).  
3.      Sepsis adalah infeksi bakteri generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Mary E. Muscari, 2005).
4.      Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh. (Maryunani, 2009)
5.      Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)

B.     Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua bentuk (Maryunani, 2009) yaitu:
  1. Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero
  1. Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nasokomial)

C.    Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
  1. Bakteri escherichia koli
  2. Streptococus group B
  3. Stophylococus aureus
  4. Enterococus
  5. Listeria monocytogenes
  6. Klepsiella
  7. Entererobacter sp
  8. Pseudemonas aeruginosa
  9. Proteus sp
  10. Organisme anaerobik
Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas – dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1.      Faktor Maternal
a.       Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b.      Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c.       Kurangnya perawatan prenatal.
d.      Ketuban pecah dini (KPD)
e.       Prosedur selama persalinan.
2.      Faktor Neonatatal
a.       Prematurius
Berat badan bayi kurang dari 1500 gram merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit
b.      Defisiensi imun.
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c.       Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3.      Faktor Lingkungan
a.       Ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b.      Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c.       Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d.      Pada bayi yang minum asi, spesies lactbacillus dan e.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh e.colli.
D.    Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
  1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
 Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
  1. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
 Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan N.gonorrea.
  1. Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat
infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (Surasmi,2003)

E.     Faktor Risiko
1.      Sepsis Dini
a.       Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
b.      Malnutrisi pada ibu
c.       Prematuritas, BBLR
2.      Sepsis Nosokomial
a.       BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
b.      Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
c.       Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)

F.     Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan dapa neonatus yang menderita sepsis.
1.      Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan >60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
2.      Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga, ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
3.      Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi dalam menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
4.      Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar dari telinga.
5.      Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari infeksi luka umbilikus.
Berdasarkan manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan baik dari perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan psikologinya saling berhubungan.

G.    Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian  adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi  terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)

H.    Komplikasi
1.      Hipoglikemia, hiperglikemia,  asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh  yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.
2.      Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
3.      Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.
4.      Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
5.      Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.

I.       Pencegahan
Tindakan pencegahan mempunyai arti penting  karena dapat mencegah terjadinya kesakitan dan kematian. Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
1.      Pada masa antenatal
Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
2.      Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti
persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkindilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
3.      Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus  secara steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip – prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas dikar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. 

J.      Penatalaksanaan
1.      Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit (Datta, 2007) meliputi sebagai berikut:
a.       Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
b.      Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.
c.       Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan atau sianosis
d.      Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
e.       Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan
f.       Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
g.      Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan perawatan ahli
2.      Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012)

K.    Prognosis
Pada umumnya ngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10%  - 40 % dan pada meningitis 15% - 50%. Angka tersebut berbeda-beda tergantung dari waktu timbulnya penyakit penyebabnya, cara dan waktu awitan penyakit,  derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sepsis neonatorum adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam.

B.     Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah dan memahami serta menanggapi apa yang telah penulis susun untuk kemajuan penulisan makalah selanjutnya dan umumnya untuk lebih dalam asuhan keperawatan dalam kasus sepsis neonatorum.





















DAFTAR PUSTAKA        

1.            Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.    
2.            Behrman (2000). Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.          
3.            Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC. 
4.            Datta, Parul. 2007. Pediatric Nursing. JAYPEE:New Delhi
5.            Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Penerbit Buku Kesehatan: Jakarta
6.            McMillan, Julia A. 2006. Oski’s Pediatrics Principles & Practice. Lippincott Williams & Wilkins: USA
7.            Udara, Sangayu, 2012. Sepsis Neonatorum. (online) http://udarajunior.blogspot.com diunduh 11 April 2015.
8.            Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
















 
 


MAKALAH
INFEKSI PADA BAYI



batari toja akbid
 









OLEH :
Kelompok III

v   Ratnasari                               BT 13 02 132
v   Rikawati                                 BT 13 02 137
v   Arisma Mirfansa                   BT 13 02 114
v   Anggrini Hana Safitri           BT 13 02 1
v   Linda Suriani                                    BT 13 02 128
v   Resky Ayu Lestari                BT 13 02 1





AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA
W  A T A M P O N E

 
2015
KATA PENGANTAR
Description: https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQGU0vAqggIJt0UdI5YmR2Yn7fn4sD9Uh7U2d9fFnBHO0o4BptMWw
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta danPemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Infeksi Pada Bayi”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua.
Makalah ini kami susun sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa dan diharapkan dengan disusunnya makalah ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses asuhan kebidanan secara sederhana dan mengena pada permasalahan pada bayi baru lahir.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan-rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.

Watampone, 11  April 2015

                                                                                                    Penyusun






i
 
 


DAFTAR ISI

                     Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………....ii
BAB I :  PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang …………………………………………………....1
B.        Rumusan Masalah ………………………………………………...2
C.        Tujuan Penulisan…………….……………….……………………2
BAB II :  PEMBAHASAN
A.       Definisi ……………………………………………………..……..4
C.        Klasifikasi………………………………………………...……….4
D.       Etiologi ……………………………………………………………5
E.        Patofisiologi ………………………………………………..……..8
F.         Faktor Risiko………………………………………………...…….9
G.       Manifestasi Klinis ………………………………………….……..9
H.       Pemeriksaan Diagnostik………………………………………….10
I.          Komplikasi…………………………………………...…………..11
J.          Pencegahan……………………………………………...………..12
K.       Penatalaksanaan………………………………….………………13
L.        Prognosis……………………………………………..…………..14
BAB III :  PENUTUP
A.       Kesimpulan………………………………………………………15
B.        Saran…………………………………………..………………….15
DAFTAR PUSTAKA







 
 

No comments:

Post a Comment