BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bayi
baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar
bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan dari kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.
Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan
atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah
pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada
masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan.
Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan
yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih,
serta kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Infeksi
merupakan salah satu penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada bayi
baru lahir. Sepsis berhubungan dengan angka kematian 13% - 50% dan kemungkinan
morbiditas yang kuat pada bayi yang bertahan hidup. (Fanaroff & Martin,
1992). Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah yang gawat.
Di Jakarta terutama di RSCM, infeksi merupakan 10 – 15% dari morbidilitas
perinatal.
Infeksi
pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya morbiditas dan
mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero
dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama
kehidupan. (Rachma, 2005).
Angka
kejadian infeksi neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan penyebab kematian
utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan neonatus rentan terhadap
infeksi.Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan
fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah. Immunoglobulin yang kurang
efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh. Bayi dengan BBLR lebih mudah
terkena infeksi neonatorum. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga
meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. (Surasmi, 2003).
Infeksi
pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi umum sehingga
gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah laku BBL tersebut di
atas adalah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargi, frekuensi
pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba menurun, muntah dan diare.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan infeksi
pada bayi/sepsis neonatorum?
2. Apa klasifikasi
dari sepsis neonatorum?
3. Apa penyebab
terjadinya sepsis neonatorum?
4. Bagaimana
patofisiologi sepsis neonatorum?
5. Apa manifestasi
klinis dari sepsis neonatorum?
6. Apa komplikasi
pada sepsis neonatorum?
7. Apa saja
pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum?
8. Apa saja
tindakan dan pencegahan yang harus dilakukan dari sepsis neonatorum?
9. Apa saja penatalaksanaan dan pencegahan dari sepsis
neonatorum?
10. Apa prognosis
dari sepsis neonatorum?
C.
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
definisi sepsis neonatorum.
2. Mengetahui
klasifikasi dari sepsis neonatorum.
3. Mengetahui
etiologi sepsis neonatorum.
4. Memahami
patofisiologi sepsis neonatorum.
5. Mengetahui
manifestasi klinis dari sepsis neonatorum.
6. Mengetahui
komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien sepsis neonatorum.
7. Memahami
pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum.
8. Mengetahui tata
cara pencegahan yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum.
9. Mengetahui tata
cara pelaksanaan yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum.
10. Mengetahui
prognosis dari sepsis neonatorum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
1. Sepsis merupakan respon tubuh
terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi
pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian
pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi
baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering
menyerang bayi laki-laki.
2. Sepsis neonatorum atau septikemia
neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat
minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004).
3. Sepsis adalah infeksi bakteri
generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. (Mary E.
Muscari, 2005).
4. Sepsis
neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi
oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh. (Maryunani, 2009)
5. Sepsis
neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik
dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat
berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang
memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
B.
Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua
bentuk (Maryunani, 2009) yaitu:
- Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam
periode setelah lahir (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat
proses kelahiran atau in utero
- Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan
lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang
diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nasokomial)
C.
Etiologi
Penyebab
neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri,
virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh
bakteri.
- Bakteri escherichia koli
- Streptococus group B
- Stophylococus aureus
- Enterococus
- Listeria monocytogenes
- Klepsiella
- Entererobacter sp
- Pseudemonas aeruginosa
- Proteus sp
- Organisme anaerobik
Streptococcus
grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran. Menurut Centers
for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat
bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang
dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani
perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum
berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti
infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang
yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan
kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui
alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi
berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar, yang
bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada
sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar
adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini
mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas – dan penelitian menunjukkan
bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua
kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun
Faktor-
faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga
kelompok, yaitu :
1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan
latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan
yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah
mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi
kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara
atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari
30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius
Berat badan bayi kurang dari 1500 gram merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih
rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta
terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia
berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit
b. Defisiensi imun.
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya
terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal
tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara
defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan
penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas
opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar.
Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi
perempuan.
3. Faktor Lingkungan
a. Ada defisiensi imun bayi cenderung
mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu
perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada
kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu,
seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum
luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan
terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum asi, spesies
lactbacillus dan e.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum
susu formula hanya didominasi oleh e.colli.
D.
Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi
sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi
mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba
dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah
penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan
disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.
Mikroorganisme
atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara,
yaitu :
- Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada
masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
- Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi
saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya
kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan
masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi
melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang
melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan
N.gonorrea.
- Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi
yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat
infeksi
nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap
lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (Surasmi,2003)
E.
Faktor Risiko
1. Sepsis Dini
a. Kolonisasi maternal dalam GBS,
infeksi fekal
b. Malnutrisi pada ibu
c. Prematuritas, BBLR
2. Sepsis Nosokomial
a. BBLR–>berhubungan dengan
pertahanan imun
b. Nutrisi Parenteral total, pemberian
makanan melalui selang
c. Pemberian antibiotik (superinfeksi
dan infeksi organisme resisten)
F.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum
umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem
organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan dapa neonatus
yang menderita sepsis.
1. Gangguan nafas
seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan >60x/menit,
cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang dalam:
terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari
aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain
itu dapat menyebabkan infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan
jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan
granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
2. Penurunan
kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga,
ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum
dari infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan
dengan organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput
otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut
juga menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya
nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan
terjadi gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
3. Hipertermia
(> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena
respon tubuh bayi dalam menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme
bakteri atau dari ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
4. Tidak mau
menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang tidak
menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar
dari telinga.
5. Kemerahan
sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di
saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari
infeksi luka umbilikus.
Berdasarkan
manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa tanda
dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan baik
dari perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan
psikologinya saling berhubungan.
G.
Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi pada dada seharusnya
dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik dari bayi yang diduga sepsis
dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada
dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau
mungkin menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan
sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya
dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga
osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)
Pemeriksaan labolatorium perlu
dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan
tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat.
Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah
mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif
walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan
terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi,
pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil
biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali
biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah
sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan
lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP)
yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada
fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
H.
Komplikasi
1. Hipoglikemia,
hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat
dari keadaan septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari
asupanenergi yang berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke
metabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat, selain itu ketika bayi
mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan termal netral, upaya
untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice
terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh
tubuh yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum
dapat berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan
kerusakan eritrosit yang meningkat.
2. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada
bayi yang kurang, tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
3. Hiperbilirubinemia
dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan
bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh
melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini merupakan proses normal.
Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah
yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah
merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun
pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di
seluruh tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang
tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang
disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi hemoglobin sering
terjadi.
4. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput
otak) melalui aliran darah.
5. Disseminated
Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh
bakteri gram negatif yang mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif
yang mengeluarkan mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu
pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang
teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan
emboli pada mikrovaskular.
I. Pencegahan
Tindakan pencegahan mempunyai arti penting karena
dapat mencegah terjadinya kesakitan dan kematian. Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi,
2003) adalah :
1. Pada masa antenatal
Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu
secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita
ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat
menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang
memadai bila diperlukan.
2. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara
aseptik, dalam arti
persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi.
Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkindilakukan (bila
benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama
proses persalinan,melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari
perlukaan kulit dan selaput lendir.
3. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung
bila bayi normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan
tetap persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka
umbilikus secara steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip
– prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci
tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang
setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian
data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas
dikar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi.
Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan
mikrobiologi dan tes resistensi.
J.
Penatalaksanaan
1. Perawatan
suportif
Perawatan
suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk menstabilkan
status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah
kecenderungan perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit (Datta,
2007) meliputi sebagai berikut:
a. Menjaga
kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat
di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
b. Cairan
intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang jelek, maka
saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang
sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus
menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk
memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan
dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.
c. Terapi oksigen
harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan atau sianosis
d. Oksigen mungkin
diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
e. Vitamin K 1 mg
intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan
f. Makanan secara
enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki perut kembung.
Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
g. Langkah-langkah
pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric,
pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan perawatan ahli
2. Terapi
pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah
mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian
cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik
hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah
dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang
diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau
sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012)
K.
Prognosis
Pada umumnya ngka kematian pada sepsis
neonatal berkisar antara 10% - 40 % dan pada meningitis 15% - 50%. Angka
tersebut berbeda-beda tergantung dari waktu timbulnya penyakit penyebabnya,
cara dan waktu awitan penyakit, derajat prematuritas bayi, adanya dan
keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit
perawatan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sepsis neonatorum adalah sindrom yang dikarakteristikan
oleh tanda-tanda klinis
dan gejala-gejala infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik
dan terdapat bakteri dalam darah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan
syok septik. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat
sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat
meninggal dalam 24 sampai 48 jam.
B.
Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat menelaah dan memahami serta menanggapi apa yang telah
penulis susun untuk kemajuan penulisan makalah selanjutnya dan umumnya untuk
lebih dalam asuhan keperawatan dalam kasus sepsis neonatorum.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Arif, mansjoer (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta:
EGC.
2.
Behrman (2000). Nelson
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
3.
Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta:
EGC.
4.
Datta, Parul. 2007. Pediatric
Nursing. JAYPEE:New Delhi
5.
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan
Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Penerbit Buku Kesehatan:
Jakarta
6.
McMillan, Julia A. 2006. Oski’s
Pediatrics Principles & Practice. Lippincott Williams & Wilkins:
USA
7.
Udara, Sangayu, 2012. Sepsis Neonatorum. (online) http://udarajunior.blogspot.com diunduh 11 April 2015.
8.
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan
Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
|
MAKALAH
INFEKSI PADA BAYI
OLEH
:
Kelompok
III
v
Ratnasari BT 13 02 132
v
Rikawati BT 13 02 137
v
Arisma
Mirfansa BT 13 02 114
v
Anggrini
Hana Safitri BT 13 02 1
v
Linda
Suriani BT
13 02 128
v
Resky
Ayu Lestari BT 13 02 1
AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA
W A T A M P O N E
|
2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta danPemelihara alam semesta
ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Infeksi
Pada Bayi”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita
semua.
Makalah
ini kami susun sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa dan diharapkan dengan
disusunnya makalah ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses asuhan
kebidanan secara sederhana dan mengena pada permasalahan pada bayi baru lahir.
Disadari
sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis
penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan
saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak
lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah
memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan-rekan
mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 11 April 2015
Penyusun
|
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………....ii
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang …………………………………………………....1
B.
Rumusan Masalah
………………………………………………...2
C.
Tujuan
Penulisan…………….……………….……………………2
BAB
II : PEMBAHASAN
A. Definisi ……………………………………………………..……..4
C.
Klasifikasi………………………………………………...……….4
D. Etiologi ……………………………………………………………5
E.
Patofisiologi ………………………………………………..……..8
F.
Faktor Risiko………………………………………………...…….9
G.
Manifestasi Klinis ………………………………………….……..9
H. Pemeriksaan
Diagnostik………………………………………….10
I.
Komplikasi…………………………………………...…………..11
J.
Pencegahan……………………………………………...………..12
K. Penatalaksanaan………………………………….………………13
L.
Prognosis……………………………………………..…………..14
BAB
III : PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………15
B.
Saran…………………………………………..………………….15
DAFTAR
PUSTAKA
|
No comments:
Post a Comment