|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Anemia
merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia, kadar sel darah
merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena
kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang
sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi. (Rukiyah, 2010).
Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat dan
ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium
Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat
mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada
tahun 2015. Kematian ibu akibat kehamilan, persalinan dan nifas sebenarnya
sudah banyak dikupas dan dibahas penyebab serta langkah‐langkah untuk mengatasinya. Meski
demikian tampaknya berbagai upaya yang sudah dilakukan pemerintah masih belum
mampu mempercepat penurunan AKI seperti diharapkan. Pada Oktober yang lalu kita
dikejutkan dengan hasil perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan
peningkatan dari 228 per 100 000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100 000
kelahiran hidup (Syafiq A., 2013).
|
Penyebab
kematian ibu sejak dahulu tidak banyak berubah, yaitu perdarahan,eklampsia,
komplikasi aborsi, partus macet dan sepsis dan penyebab lainya adalah anemia,
anemia dalam kehamilan akan mengakibatkan meningkatnya resiko keguguran,
prematuris atau berat bayi lahir rendah (Prawihardjo S, 2010).
Badan
Kesehatan Dunia atau World Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa 35 sampai 75% ibu hamil dinegara berkembang dan 18%
ibu hamil dinegara maju mengalami anemia namun banyak diantara mereka yang
telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan prevalensi sebesar
43% pada perempuan yang tidak hamil di Negara berkembang dan 12% dinegara yang
lebih maju. (Prawihardjo S, 2010) .
Berdasarkan Data dari Departemen Kesehatan tahun 2012
Jumlah Anemia pada ibu hamil di Indonesia cukup tinggi yakni sebesar 37.1% dari
total Secara nasional, proporsi anemia penduduk ≥1 tahun adalah 21,7 persen,
pada balita 12-59 bulan adalah 28,1 persen (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2012 tercatat 91.020 (87,29%) ibu hamil yang
menderita anemia dari 104.271 ibu hamil yang memeriksakan diri,
diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu anemia ringan 45.510 (50%), anemia
sedang 42.043 (46,19%), dan anemia berat 3.467 (3,81%), dan tahun 2013 terdapat
ibu hamil yang mengalami anemia adalah 181.427 orang (Profil Kesehatan Sulawesi Selatan, 2013).
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bone,
pada tahun 2013 diperoleh sebanyak 38514 ibu yang memeriksakan kehamilannya dan
yang mengalami anemia sebanyak 14753 ibu hamil. (Dinkes Kab. Bone). Di BPS Bidan Natalia, S.ST. jumlah ibu
hamil yang memeriksakan kehamilannya tahun 2012 sebanyak 206 orang dan yang
anemia sebanyak 30 orang. Sedangkan pada tahun 2013,
jumlah kunjungan ibu hamil
sebanyak 200 orang dan yang terdiagnosis anemia
sebanyak
77 orang. (BPS
Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
anemia adalah faktor umur, paritas, jarak kehamilan dan konsumsi tablet Fe. Dimana
proporsi anemia
pada umur kurang dari 20 dan lebih
dari 35 tahun
terbilang cukup tinggi karena pada umur kurang dari 20 si ibu masih dalam proses pertumbuhan
linier maka membutuhkan zat gizi yang lebih, bila zat gizi kurang maka akan
terjadi kompetisi zat gizi antara si ibu dengan
bayi. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun berisiko karena terkait dengan
kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering
menimpa diusianya. (Djauhari, 2013).
Ibu dengan paritas atau riwayat kelahiran yang terlalu sering akan
mengalami peningkatan
volume plasma darah yang lebih besar sehingga menyebabkan hemodilusi yang lebih besar pula. Ibu yang telah melahirkan lebih dari 3 kali berisiko
mengalami komplikasi serius seperti perdarahan, hal ini dipengaruhi keadaan anemia selama kehamilan. Disamping itu
pendarahan yang
terjadi
mengakibatkan ibu banyak kehilangan haemoglobin dan cadangan zat besi menurun sehingga kehamilan berikutnya menjadi
lebih berisiko untuk mengalami anemia lagi. (Astuti Sri, 2010).
Jarak Kehamilan, yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia,
karena kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi belum
optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandungnya (Amiruddin, 2007). Faktor
resiko timbulnya anemia pada kehamilan antara lain yaitu kehamilan yang
jaraknya terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya. Jarak antar kehamilan
terlalu dekat menyebabkan anemia. Karena kehamilan kembali dalam jarak yang
dekat akan mengambil cadangan zat besi dalam tubuh ibu yang
jumlahnya belum kembali
ke kadar
normal. (Widowati H, 2011).
Kehadiran janin dalam rahim ibu
menyebabkan produksi sel darah merah meningkat 2-30%. Untuk membentuk sel-sel
darah baru, sumsum tulang belakang membutuhkan 500 mg zat besi (Fe). Selain
itu, plasenta dan janin juga membutuhkan 200-300 mg zat besi untuk menjalankan
proses metabolismenya dengan baik. Jika kekurangan zat besi (Tablet Fe), ibu
hamil akan mengalami anemia dan metabolisme terganggu. (Wibisono H., 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Angka Kejadian Anemia Dalam
Kehamilan
di BPS Bidan Natalia, S.ST. Tahun 2013”.
1.2.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran angka kejadian anemia dalam
kehamilan
di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013, dengan beberapa
poin rumusan masalah yakni :
1.2.1.Bagaimanakah gambaran angka kejadian
anemia dalam kehamilan berdasar-kan umur ibu
di BPS Tahun 2013.
1.2.2.Bagaimanakah gambaran angka kejadian
anemia dalam kehamilan berdasar-kan paritas di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013.
1.2.3.Bagaimanakah gambaran angka kejadian anemia dalam kehamilan berdasarkan
jarak kehamilan ibu di
BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013.
1.2.4.Bagaimanakah gambaran angka kejadian anemia dalam
kehamilan berdasar-kan konsumsi tablet FE
di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013.
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud
Penelitian
Untuk mengetahui gambaran angka kejadian anemia dalam kehamilan di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Penelitian
(1) Untuk mengetahui gambaran angka
kejadian anemia dalam kehamilan berdasarkan umur ibu di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013.
(2) Untuk mengetahui gambaran angka
kejadian anemia dalam kehamilan berdasarkan paritas di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013.
(3) Untuk mengetahui gambaran angka
kejadian anemia dalam kehamilan berdasarkan jarak kehamilan ibu di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013.
(4) Untuk mengetahui gambaran angka
kejadian anemia dalam kehamilan berdasarkan konsumsi tablet FE di BPS Bidan
Natalia, S.ST tahun 2013.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Dapat memperkaya konsep teori yang menyongsong perkembangan ilmu
pengetahuan kebidanan khususnya pada pengetahuan tentang perawatan anemia pada
ibu hamil.
1.4.2. Manfaat Praktis
(1) Bagi Instansi Pelayanan
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan masukan bagi
pengelola program kesehatan untuk mengembangkan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat sebagai upaya menurunkan
angka kematian ibu dan bayi untuk
mencapai Target MDGs 2015.
(2) Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan dan informasi
bagi peserta didik serta sebagai bahan bacaan/literature
bagi mahasiswa Akademi Kebidanan Batari Toja Watampone, serta hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya
(3) Bagi peneliti
Bagi penulis sendiri untuk menambah
pengetahuan dan pengalaman
bagi
penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di Akademi Kebidanan Batari
Toja Watampone.
(4) Bagi
Masyarakat
Menambah wawasan dan pengetahuan
masyarakat tentang anemia dalam
kehamilan.
|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan
Pustaka
2.1.1.Tinjauan Umum Tentang Anemia
(1) Pengertian
(a) Anemia
adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau hemoglobin
(Kemenkes RI, 2013).
(b) Anemia dalam kehamilan adalah suatu
keadaan adanya penurunan hemoglobin, hematokrit dan jumlah ertirosit dibawah
nilai normal (Rukiyah, 2010).
(c) Anemia dalam kehamilan adalah anemia
karena kekuranga zat besi, dan merupkan jenis anemia yang pengobatannya relatif
mudah, bahkan murah (Manuaba, 2010).
(d) Anemia pada ibu hamil didefinisikan
bila kadar Hb di bawah 11gr/dL (Joseph H.K, 2011).
(e) Anemia secara praktis didefinisikan
sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit dibawah batas normal (Prawihardjo
S., 2010).
(f) Anemia adalah berkurangnya kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah (Sinsin I., 2008).
(g) Anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar Hemoglobin <10,5% pada trimester 2. (Saifuddin AB., 2009).
(h)
|
Pada
dasarnya anemia adalah kurangnya sel-sel darah merah
dalam
darah. Ibu hamil dikatakan anemia jika hemoglobin darahnya
kurang dari 11 gram per 100 ml. (Wibisono H., 2009).
(2) Penyebab
Penyebab anemia tersering adalah
defisiensi zat-zat nutrisi. Sering kali defisiensinya bersifat multiple dengan
manifestasi yang disertai infeksi, gizi buruk atau kelainan herediter. Namun
penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi
yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang
berlebihan. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi gizi.
Penyebab tersering kedua adalah anemia Megaloblastik yang dapat disebabkan oleh
defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12. penyebab anemia lainnya yang
jarang ditemui antara lain adalah hemoglobin opati, proses inflamasi, toksisitas,
zat kimia dan keganasan. (Prawihardjo S, 2010).
Menurut Nursalam (2005), penyebab
anemia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(a) Gangguan produksi eritrosit yang
dapat terjadi karena :
1)
Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
defisiensi Fe, Thalasemia, dan anemia infeksi kronik
2)
Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrein yang dapat
menimbulkan anemia pernisiosa dan anemia asam folat.
3)
Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat
menimbulkan anemia aplastik dan leukemia
4)
Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
(b) Kehilangan darah :
1)
Akut karena perdarahan atau trauma / kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
2)
Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
(c) Meningkatnya pemecahan eritrosit
(hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena :
1)
Faktor bawaan, misalnya kekurangan enzim G6PD (untuk
mencegah kerusakan eritrosit).
2)
Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit, misalnya ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
(d) Bahan baku untuk pembentuk eritrosit
tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah protein, asam folat, Vitamin B12,
dan mineral Fe.
Menurut
Joseph HK. (2011), faktor risiko anemia defisiensi besi pada kehamilan adalah
kurangnya asupan besi dalam diet. Sedangkan menurut Kemenkes (2013), faktor
predisposisi anemia pada ibu hamil adalah sebagai berikut :
(a) Diet rendah zat besi, B12, dan asam
folat.
(b) Kelainan gastrointestinal.
(c) Penyakit kronis.
(d) Riwayat keluarga.
(3) Patofisiologi
Perubahan
hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume
plasma meningkat 45-46% dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum
terjadi pada bulan ke-9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron. (Rukiyah A.Y, 2010).
(4) Tanda dan
Gejala
Menurut Wibisono H. (2009) gejala
anemia pada ibu hamil ditandai dengan:
(a) Pusing
(b) Wajah pucat
(c) Merasa letih dan lemah
(d) Kurang nafsu makan
(e) Daya tahan tubuh menurun
(f) Kebugaran tubuh menurun
(g) Gangguan penyembuhan luka
Selanjutnya
menurut Rukiyah A.Y, (2010), gejala-gejala dapat berupa kepala pusing,
palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
Bila kadar Hb < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan
jelas.
Hollingworth
T. (2012) menambahkan gambaran klinis anemia dalam kehamilan berupa :
(a) Gejala
1)
Lemah
2)
Letih / lelah
3)
Gangguan pencernaan
4)
Penurunan nafsu makan
5)
Palpitasi
6)
Dispnea (sulit bernapas)
7)
Pusing / kepala ringan
8)
Pembengkakan (perifer)
9)
Edema anasarka (akumulasi cairan umum dirongga peritoneum
dan toraks)
10) Gagal jantung kongestif (pada
kasus-kasus berat)
(b) Tanda
1)
Pucat
2)
Glositis
3)
Stomatitis
4)
Edema
5)
Hipoproteinemia
6)
Murmur sistolik lembut didaerah mitral akibat sirkulasi
hiperdinamik
7)
Krepitasi halus dibasal paru akibat kongesti (pada
kasus-kasus berat)
(5) Klasifikasi
Anemia dalam Kehamilan
(a)
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan
tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan
besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan
konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada kehamilan, kahilangan
zat besi terjadi akibat pengalihan besi meternal ke janin untuk eritropoiesis,
kehilangan darah pada saat persalianan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya
dapat mencapai 900 mg atau setara dengan dua liter darah. Oleh karena sebagian
besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka
kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi. (Prawihardjo S,
2010).
Ini merupakan jenis anemia yang paling
banyak dijumpai, secara klinis disebut sebagai hipokromik mikrositik. Anemia
ini jauh lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang akibat kebiasaan
makan yang buruk (asupan diet dengan bioavailabilitas yang rendah, rendah besi
dan protein, serta berlebihnya asupan zat penghambat absorpsi besi, seperti
fitat), gangguan absorpsi besi akibat infestasi cacing tambang dan cacing
lainnya diusus. Skistosomiasis, malaria kronik, terlalu sering hamil dalam
jarak waktu yang pendek, menoragia serta perdarahan dari hemoroid merupakan
sebagai penyabab Anemia Defisiensi Besi (ADB) lainnya. Kehamilan ganda juga
merupakan penyebab anemia yang cukup penting karena meningkatkan kebutuhan besi
dan asam folat. (Hollingworth T., 2012).
(b) Anemia defisiensi
asam folat
Anemia tipe megaloblastik karena
defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak anemia defisiensi zat
gizi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh ganguan
sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk
jenis anemia ini.selain karena defisiensi asam folat, anemia megaloblastik juga
dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin). Folat dan turunnya
formil FH4 penting untuk sintesis DNA yang memadai dan produksi asam amino.
Kadar asam folat yang tidak cukup dapat menyebabkan menifestasi anemia
megaloblastik (Prawihardjo S, 2010).
(c)
Anemia Aplastik
Ada beberapa laporan mengenai anemia
aplastik yang terkait dengan kehamilan, tetapi hubungan antara keduanya tidak
jelas. Pada beberapa kasus, yang terjadi adalah eksaserbasi anemia aplastik
yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik setelah terminasi kehamilan.
Pada kasus-kasus lainnya, aplasia terjadi selama kehamilan dan dapat kambuh
pada kehamilan berikutnya. Terminasi kehamilan atau persalinan dapat
memperbaiki fungsi sumsum tulang, tetapi penyakit dapat memburuk bahkan menjadi
fatal setelah persalinan. Terapi meliputi terminasi kehamilan elektif, terapi
suportif, imunosupresi, atau transplantasi sumsum tulang setelah persalinan.
(Prawihardjo S., 2010).
(d) Anemia sel
sabit
Hb sel sabit disebabkan oleh
substitusi tunggal asam glutamate oleh valin di kodon 6 rantai globin beta.
Dampaknya cukup berat terhadap kehamilan, dan perempuan dapat menderita krisis
sel sabit, suatu kegawatdaruratan akut yang disebabkan oleh proses infark
berbagai macam organ karena terjadi sekuestrasi berat eritrosit sel sabit, menimbulkan
nyeri yang sangat hebat, terutama ditulang. Ini dapat terjadi dalam kehamilan,
persalinan, atau pada masa nifas, terutama dalam keadaan kekurangan oksigen,
contoh dibawah anestesi umum. (Hollingworth T., 2012)
Kehamilan pada perempuan penderita
anemia sel sabit (sickle sel anemia)
disertai dengan peningkatan insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia,
perdarahan antepartum, prematuritas dan kematian janin. Peningkatan anemia
megaloblastik yang responsive dengan asam folat terutama pada akhir masa
kehamilan, juga meningkat frekuensinya. (Prawihardjo S., 2010).
Hollingworth T. (2012) dalam bukunya
“Diagnosis Banding dalam Obstetri dan Ginekologi A-Z” secara singkat membagi jenis
anemia sebagai berikut :
(a) Penyebab herediter
1)
Talasemia
2)
Hemoglobinopati sel sabit
3)
Hemoglobinopati lainnya
4)
Anemia hemolitik herediter
(b) Penyebab didapat
1)
Nutrisional : Anemia defisiensi besi (anemia hipokromik
mikrositik),
anemia defisiensi folat (anemia megaloblastik), anemia
defisiensi sianokobalamin (anemia megaloblastik).
2)
Anemia akibat kegagalan sumsum tulang (anemia aplasitik atau
hipoplastik).
3)
Anemia akibat inflamasi penyakit kronik, atau keganasan.
4)
Anemia akibat perdarahan akut.
5)
Anemia hemolitik
(6) Diagnosis Anemia Pada Kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia
kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual
muntah lebih hebat pada hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan mengguna-kan alat sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan salhi
dapat digolongkan sebagai berikut:
(a) Hb 11gr% = tidak anemia
(b) 9-10 gr% = anemia ringan
(c) 7-8 gr% = anemia sedang
(d) < 7gr% = anemia berat
Pemeriksaan darah dilakukan minimal
dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan
pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan
pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet pada ibu-ibu hamil di puskesmas.
(Manuaba, 2010).
(7) Pengaruh
Anemia dalam Kehamilan
Pengaruh anemia terhadap kehamilan adalah:
(a) Bahaya selama kehamilan dapat
terjadi terjadi Abortus, Persalinan premature, hambatan tumbuh kembang janin
dalam rahim Mudah terjadi infeksi, Ancaman dekompensasi kordis (Hb<6gr%),
Mengancam jiwa dan kehidupan ibu, hiperemesis
gravidarum, perdarahan antepartum,
mola hidatidosa dan Ketuban Pecah Dini (KPD)
(b) Bahaya anemia pada saat persalinan :
Gangguan kekuatan His, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus
terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta
post partum karena atonia uteri. Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum
sekunder dan atonia uteri.
(c) Bahaya anemia dalam masa nifas :
Perdarahan post partum karena atonia uteri dan involusio uteri, memudahkan
infeksi puerperium, pengeluaran ASI
berkurang, terjadi ekompensasi kordisi mendadak setelah persalinan, mudah
terjadi infeksi mammae (Manuaba, 2010).
Menurut
Hollingworth (2012), dampak anemia terhadap kehamilan adalah sebagai berikut :
(a) Dampak terhadap ibu
1)
Lemah
2)
Tidak berenergi
3)
Kelelahan
4)
Penurunan kinerja kerja
5)
Palpitasi
6)
Takikardia
7)
Sulit bernapas
8)
Peningkatan curah jantung
9)
Dekompensasio jantung
10) Gagal jantung
11) Peningkatan insidens persalinan
prematur
12) Pre-eklampsia
13) sepsis
(b) Dampak terhadap janin
1)
Bayi prematur
2)
Bayi kecil untuk gestasi
3)
Peningkatan mortalitas perinatal
4)
Penurunan simpanan besi pada neonatus
5)
Anemia defisiensi besi
6)
Gangguan afektif dan kognitif pada bayi
7)
Peningkatan insidens penyakit jantung dan diabetes
dikemudian hari.
(8) Pengobatan
Anemia Dalam Kehamilan
Untuk menghindari terjadinya anemia
sebaik ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui
data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan
disertai pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium, termasuk
pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya infaksi parasit. Pengobatan infeksi
untuk cacing relatif mudah dan murah. Pemerintah telah menyediakan preparat besi
untuk dibagikan kepada masyarakat sampai ke posyandu. Contoh preparat Fe
diantaranya Barralat, Biosanbe, Iberet, Vitonal, dan Hemaviton. Semua preparat
tersebut dapat dibeli dengan bebas (Manuaba, 2010).
Menurut Kemenkes (2013), tatalaksana anemia adalah sebagai
berikut :
(a) Tatalaksana Umum
1)
Apabila diagnosis
anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat
morfologi sel darah merah.
2)
Bila pemeriksaan apusan
darah tepi tidak tersedia, berikan suplementasi besi dan asam folat. Tablet
yang saat ini banyak tersedia di Puskesmas adalah tablet tambah darah yang
berisi 60 mg besi elemental dan 250 μg asam folat. Pada ibu hamil dengan anemia,
tablet tersebut dapat diberikan 3 kali sehari. Bila dalam 90 hari muncul
perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari pascasalin.Apabila setelah
90 hari pemberian tablet besi dan asam folat kadar hemoglobin tidak meningkat,
rujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih tinggi untuk mencari penyebab
anemia.
3)
Berikut ini adalah
tabel jumlah kandungan besi elemental yang terkandung dalam berbagai jenis
sediaan suplemen besi yang beredar:
Tabel 2.1 Kandungan besi elemental dalam berbagai
sediaan besi
Jenis
sediaan
|
Dosis
sediaan
|
Kandungan
besi elemental
|
Sulfas
ferosus
|
325
|
65
|
Fero
fumarat
|
325
|
107
|
Fero
glukonat
|
325
|
39
|
Besi
polisakarida
|
150
|
150
|
(b) Tatalaksana Khusus
1)
Bila tersedia
fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab
anemia berdasarkan
hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan
apus darah tepi.
2)
Anemia mikrositik
hipokrom dapat ditemukan pada keadaan:
a)
Defisiensi besi:
lakukan pemeriksaan ferritin apabila ditemukan kadar ferritin < 15 ng/ml,
berikan terapi besi dengan dosis setara 180 mg besi elemental per hari apabila
kadar ferritin normal, lakukan pemeriksaan SI dan TIBC.
b)
Thalassemia: Pasien dengan kecurigaan
thalassemia perlu dilakukan tatalaksana bersama dokter spesialis penyakit dalam
untuk perawatan yang lebih spesifik
3)
Anemia normositik
normokrom dapat ditemukan pada keadaan:
a)
Perdarahan: tanyakan riwayat dan cari tanda
dan gejala aborsi, mola, kehamilan ektopik, atau perdarahan pasca persalinan
b)
Infeksi kronik
4)
Anemia makrositik
hiperkrom dapat ditemukan pada keadaan: Defisiensi
asam folat dan vitamin B12: berikan asam folat 1 x 2 mg dan vitamin B12
1 x 250 – 1000 μg
5)
Transfusi untuk anemia
dilakukan pada pasien dengan kondisi berikut:
a)
Kadar Hb < 7 g/dl
atau kadar hematokrit < 20 %
b)
Kadar Hb > 7 g/dl
dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunang-kunang, atau takikardia (frekuensi nadi > 100 x per menit)
c)
Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin
dengan
memantau pertambahan
tinggi fundus, melakukan pemeriksaan
d) USG,
dan memeriksa denyut jantung janin secara berkala.
(9) Prognosis
(a) Anemia
defisiensi besi
1)
Gejala dari anemia akan
membaik dengan perbaikan anemia.
2)
Perbaikan gejala dengan
preparat besi parenteral hanya sedikit
(b) Anemia
defisiensi asam folat
1)
Jarang menjadi berat
kecuali bersamaan dengan infeksi sistemik atau eklamsia-preeklamsia.
2)
Jika diagnosis dibuat
sebelum 4 minggu sebelum term, biasanya Hb dapat dinaikkan.
3)
Remisi terjadi spontan
setelah kelahiran.
4)
Anemia terjadi lagi
saat pasien hamil.
(c) Anemia
hemolitik
1)
Membaik dengan terapi
(d) Anemia
sel sabit
1)
Transfusi memperbaiki
nyeri saat gejala dan member keuntungan pada fetus secara tidak langsung.
2)
Tanpa penanganan
obstetric yang maksimal, 50% pasien dapat berakhir pada kematian. (Joseph HK.,
2011).
2.1.2. Tinjauan Umum Tentang Umur
(1)
Pengertian
(a) Usia
adalah umur individu
yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai
berulang tahun.
(Nursalam, 2003).
(b)
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. (Depkes RI. 2009).
(2) Jenis
perhitungan umur
(a) Usia
kronologis
Usia kronologis adalah perhitungan usia yang
dimulai dari saat
kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia.
(b) Usia
mental
Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari
taraf kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis
berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara
dengan kalimat lengkap dan menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak
berusia satu tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut
adalah satu tahun.
(c) Usia
biologis
Usia biologis adalah perhitungan
usia berdasarkan kematangan biologis
yang dimiliki oleh seseorang. (Depkes RI. 2009).
(3) Kategori
Umur
(a) Masa balita : 0 - 5 tahun,
(b) Masa
kanak-kanak :
5 - 11 tahun.
(c) Masa remaja Awal :
12 - 1 6 tahun.
(d) Masa remaja Akhir
: 17 - 25 tahun.
(e) Masa dewasa Awal
: 26- 35 tahun.
(f) Masa dewasa Akhir :
36- 45 tahun.
(g) Masa Lansia Awal
: 46- 55 tahun.
(h) Masa Lansia Akhir
: 56 - 65 tahun.
(i)
Masa Manula :
65 - sampai atas
(Depkes RI. 2009).
(4) Hubungan Umur Dengan Kejadian Anemia
Pada Ibu Hamil
Faktor
umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu
berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan
aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35
tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun
secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang
sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian
terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada
usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh
serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian
didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian
anemia (Amiruddin, 2007).
Hasil
penelitian Djauhari (2013) diperoleh responden yang anemia pada kelompok umur
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun proporsinya 85,7% sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun
proporsinya 42,6 %. Responden yang tidak
mengalami anemia pada kelompok umur kurang dari 20 dan lebih dari 35
proporsinya 14,3% sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun proporsinya 57,4%. Tinggi kejadian anemia pada umur kurang dari 20
dan lebih dari 35 di karenakan pada umur yang kurang dari 20 si ibu masih dalam
proses pertumbuhan linier maka membutuhkan zat gizi yang lebih, bila zat gizi
kurang maka akan terjadi kompetisi zat gizi antara si ibu dengan bayi serta di
Indonesia pada umur kurang dari 20 tahun tidak diperbolehkan menikah karena masih
tergolong anak di bawah umur. Pada
usia lebih dari 35 tahun berisiko karena terkait dengan kemunduran dan
penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa
diusianya (Djauhari 2013).
2.1.3.
Tinjauan Umum Tentang Paritas
(1) Definisi Paritas
(a) Para
adalah wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
(Prawirohardjo et al, 2006).
(b) Paritas
menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn H. 2010).
(2) Klasifikasi Istilah Paritas
Menurut Cunningham et al (2005) terdapat
beberapa istilah yang merujuk kepada
jumlah paritas, yaitu:
(a) Nullipara:
seorang wanita yang tidak pernah menjalani proses kehamilan melebihi
minggu ke-20.
(b) Primipara:
seorang wanita yang pernah melahirkan hanya sekali atau beberapa kali
melahirkan janin yang hidup atau mati dengan estimasi lama waktu gestasi antara
20 atau beberapa minggu.
(c) Multipara:
seorang wanita yang pernah menjalani waktu kehamilan dengan sempurna 2
atau lebih dengan waktu gestasi 20 minggu atau lebih.
(3)
Penentuan Paritas
Paritas ditentukan dari
jumlah kehamilan yang mencapai 20 minggu dan bukan dari jumlah bayi yang
dilahirkan. Oleh itu, paritas tidak lebih besar apabila yang dilahirkan adalah
janin tunggal, kembar, atau kuintuplet, atau lebih kecil apabila janin lahir
mati (Cunningham, 2005).
(4) Hubungan Paritas
dengan Kejadian
Anemia Pada Ibu Hamil
Paritas
adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan
kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan
untuk janin yang dikandungnya (Herlina, 2009).
Tingginya
kejadian anemia pada paritas di karenakan semakin sering seorang wanita
melahirkan maka akan semakin banyak kehilangan zat besi sehingga mengalami
anemia. Selain itu ibu juga tidak mempunyai kesempatan untuk memperbaiki
kondisi tubuhnya terutama kesehatan dan status
gizi yang berhubungan dengan zat besi (Djauhari 2013).
2.1.4.Tinjauan
Umum Tentang Jarak Kehamilan
(1)
Pengertian jarak kehamilan.
Kehamilan adalah masa ketika seorang wanita
membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya (Astuti, 2011). Jarak
kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan kehamilan yang pertama
dengan kehamilan berikutnya. (Depkes RI, 2009).
(2)
Penentuan
Jarak Kehamilan
Pengaturan
jarak kehamilan merupakan salah satu usaha agar pasangan dapat lebih menerima
dan siap untuk memiliki anak. Perencanaan pasangan kapan untuk memiliki anak
kembali, menjadi hal penting untuk dikomunikasikan (Siregar, 2011).
Menentukan
jarak kehamilan tidak semua pasangan usia subur mengetahui secara jelas
manfaatnya buat kehidupan jangka panjang yang lebih baik. Maka yang paling
penting dalam hal ini adalah meningkatkan peran suami istri dalam memahami
betul manfaat menentukan jarak kehamilan. Dimana, terdapat keadaan bahwa jarak
kehamilan yang diinginkan sebagian besar wanita di negara berkembang tersebut
tidak selalu terpenuhi. Hal itu diakibatkan beberapa faktor yang mungkin sangat
kompleks sifatnya seperti faktor sosial budaya serta pengambilan keputusan yang
dilakukan tidak oleh istri, akan tetapi oleh anggota keluarga lainnya seperti
suami atau ibu mertua. Kejadian ini masih terjadi di Indonesia, terutama di
beberapa daerah pedalaman yang masih kuat nilai-nilai tradisionalnya. Padahal
tertulis dalam hak-hak reproduksi yang mengatakan bahwa setiap orang berhak
untuk menentukan jumlah anak yang dimiliki serta
jarak kehamilan yang
diinginkan (Siregar, 2011).
(3) Resiko
dalam Menentukan Jarak Kehamilan
Wanita
yang melahirkan dengan jarak yang sangat berdekatan kurang dari 2 tahun akan
mengalami resiko antara lain (Yolan, 2007) :
(a) Resiko perdarahan trimester III
(b) Plasenta previa
(c) Anemia
(d) Ketuban pecah dini
(e) Endometriosis masa nifas
(f) Kematian saat melahirkan
(g) Kehamilan dengan jarak yang terlalu
jauh juga dapat menimbulkan resiko tinggi antara lain persalinan lama.
Dengan adanya resiko dalam
menentukan jarak kehamilan maka diperlukan penelitian tentang hubungan umur,
pendidikan maupun ekonomi terhadap penentuan jarak kehamilan.
Jarak kehamilan ibu hamil pada penelitaian Yaze IU (2014), didapatkan sebagian
besar memiliki jarak kehamilan lebih dari 2 tahun, yaitu sebanyak 46 orang
(63%). Jarak Kehamilan yang terlalu dekat merupakan salah satu faktor resiko
tinggi dalam kehamilan, jarak kehamilan yang ideal adalah 2 tahun. Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian
terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1-3 anak dan jika
dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang
dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan
yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil
dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan.
Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan
janin yang dikandungnya.
Selanjutanya hasil penelitian Widowati H. (2011), menunjukkan dari 30 responden ibu hamil
dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun sebagian besar (53,3%) mengalami
anemia dalam kehamilan dan dari 132 responden ibu hamil dengan jarak 2 tahun
atau lebih sebagian besar (84%) tidak mengalami anemia dalam kehamilan. Ini
berarti ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia dalam
kehamilan. Faktor resiko timbulnya anemia pada kehamilan antara lain yaitu kehamilan
yang jaraknya terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya. Jarak antar kehamilan
terlalu dekat menyebabkan anemia. Karena kehamilan kembali dalam jarak yang
dekat akan mengambil cadangan zat besi dalam tubuh ibu yang jumlahnya belum
kembali ke kadar normal.
2.1.5. Tinjauan Umum Tentang
Konsumsi Tablet Fe
(1) Zat Besi
(Fe) Pada Ibu Hamil
Tablet Fe adalah salah satu mineral penting yang
diperlukan selama kehamilan,bukan hanya untuk bayi tapi juga untuk ibu
hamil.bayi akan menyerap dan manggunakan fe dengan cepat sehingga jika ibu
kekurangan masukan fe selama hamil,bayi akan mengmbil kebutuhan nya dari tubuh
ibu sehingga ibu mengalami animia dan merasa lelah. (Suririnah, 2008).
(2) Kebutuhan
Zat Besi Ibu Hamil
Sebagian
besar wanita dalam usia siap hamil mempunyai kadar zat besi yang rendah. Itu
sebabnya cadangan zat besi (atau haemoglobin) selalu diukur selama masa
kehamilan. Jika ditemukan ibu hamil dengan kadarzat besi rendah maka dia
dikatakan menderita anemia. Untuk mengatasinya dokter atau bidan yang memeriksa
biasanya akan memberikan tambahan zat besi. Agar tak kekurangan zat besi ada
baiknya mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi. Baik dari produk hewani
maupun nabati. (http://herawati767.blogspot.com diakses 10 Mei 2014).
Pada
trimester pertama, tambahan zat besi belum begitu dibutuhkan. Pada trimester
kedua, kebutuhan zat besi menjadi 35 mg per hari per berat badan. Selanjutnya,
pada trimester ketiga meningkat menjadi 39 mg per hari per berat badan.
Memasuki trimester ketiga, banyak wanita hamil mengalami kekurangan zat besi
karena kurang menjaga makanannya. Pasalnya, janin menimbun cadangan zat besi
untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama kelahirannya. (Wibisono
H., 2009).
(3) Hubungan
Konsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Wanita
memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi
dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi
sebesar 30 sampai 40 mgr. Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi
untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin
dan plasenta. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan
menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan
berikutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil
mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40%
yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah
18% sampai 30%, dan hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil
sekitar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia
hamil fisiologis, dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr%. (Manuaba, 2010).
Berdasarkan penelitian Djauhari (2013), responden yang anemia pada
asupan tablet Fe yang cukup
proporsinya 30,3% sedangkan pada asupan tablet Fe tidak cukup proporsinya
71,4%. Responden yang tidak mengalami anemia pada asupan tablet Fe yang cukup
proporsinya 69,7% sedangkan pada asupan tablet Fe tidak cukup proporsinya 28,6 %. Hasil
uji statistik dengan menggunakan Chi-square dari faktor kecukupan asupan tablet
Fe diperoleh nilai p-value = 0,001 (p < 0,05) dapat disimpulkan ada hubungan
yang bermakna antara kecukupan asupan tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu
hamil
Zat besi
sangat diperlukan oleh Ibu hamil untuk mencegah iterjadinya anemia dan menjaga
pertumbuhan janin secara optimal. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi paling
sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013,
menunjukkan konsumsi zat besi dan variasi jumlah asupan zat besi selama hamil
di Indonesia sebesar 89,1 persen. Di antara yang mengonsumsi zat besi tersebut,
terdapat 33,3 persen mengonsumsi minimal 90 hari selama kehamilannya (Riskesdas
2013).
Proses haemodilusi
yang terjadi pada masa hamil dan meningkatnya kebutuhan ibu dan janin, serta
kurangnya asupan zat besi lewat makanan mengakibatkan kadar Hb ibu hamil
menurun. Untuk mencegah kejadian tersebut maka kebutuhan ibu dan janin akan
tablet besi harus dipenuhi. Anemia defisiensi besi sebagai dampak dari
kurangnya asupan zat besi pada kehamilan tidak hanya
berdampak buruk pada
ibu, tetapi juga berdampak
buruk pada
kesejahteraan janin (Susiloningtyas,2012).
2.2. Kerangka Pemikiran
dan Definisi Operasional
2.2.1. Kerangka Pemikiran
Kerangka konsep dalam suatu
penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati
atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Konsep hanya
dapat diamati dan diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama
variabel. Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota
kelompok yang berbeda dengan kelompok lain. Variabel dibedakan menjadi dua,
yaitu variabel independen (bebas, sebab, mempengaruhi) dan variabel dependen
(tergantung, akibat, terpengaruh) (Notoatmodjo, 2005).
Adapun variabel
penelitian ini secara sistematis akan digambarkan pada kerangka konsep di bawah
ini:
|
Variabel Dependen Variabel Independen
|
Keterangan
:
: Variabel dependent
|
: Variabel independent
:
Variabel yang diteliti
:
Variabel yang tidak diteliti
2.2.2. Definisi Operasional dan Kriteria
Objektif
(1)
Anemia pada ibu hamil adalah keadaan ibu hamil dengan kadar
Hemoglobin kurang dari 11 mg/dl tercatat pada catatan Kohort di BPS Bidan Natalia,
S.ST Tahun 2013
Kriteria
objektif :
a.
Anemia : bila
konsentrasi Hb < 11 mg/dl
b.
Tidak Anemia : bila konsentrasi
Hb ≥ 11 mg/dl
(2)
Umur adalah waktu lamanya ibu hidup dihitung berdasarkan tanggal lahir sampai dengan terdiagnosa Anemia
tercatat pada catatan Kohort
di BPS Bidan
Natalia, S.ST Tahun 2013.
Kriteria Objektif:
a. Risiko tinggi : Jika umur ibu hamil <
20 dan > 35 tahun
b. Risiko rendah : Jika umur ibu hamil 20 sampai
35 tahun
(3) Paritas : Jumlah anak yang dilahirkan oleh
seorang ibu baik lahir hidup maupun mati ketika datang memeriksakan
kehamilannya di BPS Bidan Natalia, S.ST Tahun 2013.
Kriteria Objektif:
a. Resiko tinggi : Bila jumlah anak > 3 orang
b.
Resiko rendah : Bila jumlah anak ≤ 3 orang
(4) Jarak kehamilan dalam penelitian ini
adalah interval waktu antara kehamilan terakhir dengan kehamilan sebelumnya.
Kriteria
objektif:
a. Risiko Tinggi :
Bila jarak kehamilan < 2 tahun.
b. Risiko
Rendah : Bila jarak kehamilan ≥ 2 tahun.
(5) Konsumsi
tablet Fe adalah banyaknya jumlah tablet Fe yang di konsumsi oleh ibu hamil.
Kriteria objektif :
a.
Teratur : Apabila
mengkonsumsi tablet Fe 90 biji selama kehamilan dengan dosis 1 biji/hari
b.
Tidak teratur: Apabila tidak mengkonsumsi tablet Fe 90 biji
selama kehamilan dengan dosis 1
biji/hari
|
BAB
III
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah keseluruhan Ibu hamil.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1.Populasi
Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut
(Notoadmodjo, 2005), Populasi dalam penelitian adalah semua ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya di BPS Bidan Natalia, S.ST Tahun 2013.
3.2.2. Sample
Penelitian
Sampel
adalah sebagian diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2005)
Pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah total sampling atau keseluruhan populasi yang telah memenuhi kriteria yakni seluruh ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kehamilan di BPS Natalia, S.ST Tahun 2013.
3.2.3. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitaian ini adalah :
1. Ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya di BPS Natalia, S.ST Tahun 2013.
2. Ibu Hamil yang memilki data lengkap
di BPS Natalia, S.ST Tahun 2013
3.2.4. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitaian
ini adalah :
4.1. Ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya di BPS Natalia, S.ST sebelum maupun sesudah tahun 2013.
4.2. Ibu Hamil yang memilki data tidak
lengkap di di BPS Natalia, S.ST Tahun 2013
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1. Lokasi
Penelitian
Penelitian akan dilakukan di BPS Bidan Natalia, S.ST
3.3.2.Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni tahun 2014.
3.4. Teknik dan
Instrumen Pengumpulan Data
3.4.1. Teknik
Pengumpulan Data
Tehnik
pengumpulan data dilakukan meneliti adalah data sekunder yaitu data diperoleh
dari suatu lembaga atau instansi. Penelitian ini langsung diperoleh dari catatan
data kohort seluruh ibu hamil yang pernah memeriksakan kehamilan di BPS Bidan Natalia, S.ST. Tahun 2013 berdasarkan
karakteristik umur, paritas, jarak kehamilan dan konsumsi Tablet Fe.
3.4.2. Instrumen
Pengumpulan Data
Instrumen
pengumpulan data menggunakan Check
List. Check List adalah suatu daftar penggerak, berisi nama subjek dan
beberapa gejala atau identitas dari sasaran pengamatan.
3.5. Pengolahan Data
3.5.1. Editing
Proses editing dengan
memeriksa kembali data yang telah dikumpulkan rekam medik ini berarti semua
data harus diteliti kelengkapan data yang diberikan.
3.5.2. Coding
Untuk memudahkan dalam
pengolahan data maka untuk setiap jawaban dari kuesioner yang telah disebarkan
diberi kode sesuai dengan karakter.
3.5.3. Skoring
Tahap ini dilakukan
setelah ditetapkan kode jawaban atau hasil observasi sehingga setiap responden
atau hasil observasi dapat diberikan skor. Tidak ada pedoman yang baku untuk
scoring namun scoring harus diberikan.
3.5.4. Tabulating
Mentabulasi dengan
memuat tabel-tabel sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. (Alimul Azis, 2007).
3.6. Analisa Data
Setelah data terkumpul
kemudian ditabulasi dan dikelompokkan sesuai
dengan variable yang diteliti, jawban seluruh responden dari masing-masing
dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase. Data di olah secara manual
dengan menggunakan kalkulator, sedangkan
penyajian data di tampilkan dalam
bentuk tabel frekuensi dan persentase di sertai penjelasan
dengan menggunakan Rumus :
Keterangan:
P : Presentase
f : Frekuensi
N: Jumlah subjek .(Machfoedz, 2011)
3.7. Etika Penelitian
Setelah mendapat persetujuan dari pihak terkait, penelitian dilakukan
dengan menekankan masalah etika yang meliputi :
3.7.1. Anonimity ( Tanpa Nama )
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (observasi) yang diisi
oleh peneliti dan hanya diberi kode
tertentu
3.7.2. Confidentiallity
(
Kerahasiaan )
Informasi yang berhasil dikumpulkan dari sampel peneliti dijaga dan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti dan hanya
kelompok tertentu saja yang mengetahui
hasil penelitian atau riset. (Alimul Azis, 2007)
|
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Berdasarkan
hasil penelitian tentang “gambaran angka Kejadian Anemia di BPS Natalia, S.ST. Tahun 2013”. Jumlah ibu yang memeriksakan
kehamilannya selama tahun 2013 sebanyak 199
orang sementara 76 orang ibu yang
mengalami anemia. Dari keseluruhan ibu yang mengalami anemia tersebut diamati
umur, pendidikan, paritas, jarak kehamilan dan konsumsi tablet Fe. Berdasarkan
data-data tersebut maka didapatkan hasil yang akan diuraikan sebagai berikut :
4.1.1. Kejadian Ibu Hamil Berdasarkan Anemia Dan Tidak
Anemia
Berdasarkan karakteristik Kejadian anemia responden dibagi
menjadi dua kategori ibu hamil yang mengalami anemia jika konsentrasi Hb <
11mg/dl dan tidak mengalami anemia jika konsentarsi Hb ≥ 11mg/dl
Tabel
4.1
Distribusi
Frekuensi Kejadian Anemia
di BPS Natalia, S. ST. Tahun 2013
Kejadian
Anemia
|
Frekuensi
|
%
|
Anemia
|
76
|
38.2
|
Tidak anemia
|
123
|
61,8
|
Total
|
199
|
100
|
Sumber :Data Sekunder
|
Berdasarkan
tabel 4.1 kejadian anemia pada ibu hamil adalah dari 199 orang yang
memeriksakan kehamilannya di BPS Natalia, S.ST watampone Tahun 2013 adalah
sebanyak 76 orang (38.2) yang mengalami anemia dan 123 orang (61.8%) yang tidak
mengalami anemia.
4.1.2. Kejadian Anemia
Berdasarkan Umur
Berdasarkan karakteristik umur responden dibagi menjadi dua
kategori yaitu risiko tinggi (< 20 - > 35 tahun), dan risiko rendah (20 –
35 tahun). Adapun tabel distribusi frekuensinya sebagai berikut :
Tabel
4.2
Distribusi
Frekuensi Kejadian Anemia Berdasarkan Kelompok Umur
di BPS Natalia, S. ST. Tahun 2013
Golongan
Umur
|
Frekuensi
|
%
|
Resiko Tinggi
|
8
|
10,5
|
Resiko Rendah
|
68
|
89,5
|
Total
|
76
|
100
|
Sumber :Data Sekunder
Berdasarkan
tabel 4.2 kejadian anemia pada ibu hamil adalah mayoritas pada klien dengan
kelompok umur risiko rendah sebesar 68 orang (89,5%), sedangkan pada umur
risiko tinggi sebesar 8 orang (10,5%).
4.1.3. Kejadian Anemia
Berdasarkan Paritas
Berdasarkan karakteristik umur responden dibagi menjadi dua
kategori yaitu risiko tinggi jika jumlah anak >3 orang, dan risiko rendah jika
jumlah anak ≤ 3 orang. Adapun tabel distribusi frekuensinya sebagai berikut :
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kejadian
Anemia Berdasarkan Kelompok Paritas
di BPS
Natalia, S. ST. Tahun 2013
Paritas
|
Frekuensi
|
%
|
Resiko Tinggi
|
15
|
19,7
|
Resiko Rendah
|
61
|
80,3
|
Total
|
76
|
100
|
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan
tabel 4.3 kejadian anemia pada ibu hamil adalah mayoritas pada klien dengan
kelompok paritas risiko rendah sebesar 61
orang (80,3%), sedangkan pada paritas risiko tinggi sebesar 15 orang (19,7%).
4.1.4. Kejadian Anemia
Berdasarkan Jarak Kehamilan
Berdasarkan Jarak kehamilan klien dibagi menjadi dua
kategori yaitu risiko tinggi jika jarak kehamilan < 2 tahun, dan risiko
rendah jika jarak kehamilan ≥ 2 orang. Adapun tabel distribusi frekuensinya,
dipaparkan sebagai berikut:
Tabel
4.4
Distribusi Frekuensi Kejadian
Anemia Berdasarkan Jarak Kehamilan
di BPS
Natalia, S. ST. Tahun 2013
Jarak
Kehamilan
|
Frekuensi
|
%
|
Resiko Tinggi
|
7
|
9,21
|
Resiko Rendah
|
69
|
90,79
|
Total
|
76
|
100
|
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan
tabel 4.4 kejadian anemia pada kelompok jarak kehamilan dari 76 ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya di BPS Natalia Tahun 2013 yang mengalami anemia yakni mayoritas pada
klien dengan risiko rendah sebesar 69 orang (90.79%), sedangkan pada jarak
kehamilan risiko tinggi sebesar 7 orang (9.21%).
4.1.5. Kejadian Anemia
Berdasarkan Konsumsi Tablet FE
Berdasarkan konsumsi tablet dibagi menjadi dua kategori
yaitu Teratur apabila mengkonsumsi tablet Fe 90 biji
selama kehamilan dengan dosis 1 biji/hari dan tidak teratur apabila tidak
mengkonsumsi tablet Fe 90 biji selama
kehamilan dengan dosis 1 biji/hari. Adapun tabel distribusi
frekuensinya sebagai berikut :
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kejadian
Anemia Berdasarkan Konsumsi Tablet
FE di BPS Natalia,
S. ST. Tahun 2013
Konsumsi Tablet FE
|
Frekuensi
|
%
|
Tidak teratur
|
0
|
0
|
Teratur
|
76
|
100
|
Total
|
76
|
100
|
Sumber : data Sekunder
Berdasarkan
tabel 4.5 kejadian anemia pada ibu hamil adalah mayoritas pada responden teratur
mengkonsumsi tablet Fe dari 76 ibu hamil yang mengalami anemia didapatkan bahwa
76 orang (100%) adalah rutin mengambil Tablet Fe di BPS Natalia sesuai dengan
dosis yang disarankan.
4.2. Pembahasan
Dari
hasil penelitian mengenai Gambaran angka kejadia Anemia pada ibu hamil di BPS
Natalia, S.ST Tahun 2013 maka pembahasannya sebagai berikut:
4.2.1. Umur
Berdasarkan
hasil penelitian bahwa kejadian anemia mayoritas pada responden dengan kelompok
umur risiko rendah sebesar 68 orang (89,5%), sedangkan pada umur risiko tinggi
sebesar 8 orang (10,5%). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Djauhari
(2011) bahwa responden yang anemia
pada kelompok umur < 20 dan > 35 proporsinya 85,7% sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun
proporsinya 42,6 %. Responden yang tidak
mengalami anemia pada kelompok umur < 20 dan > 35 proporsinya 14,3%
sedangkan pada kelompok umur 20-35 tahun proporsinya 57,4%.
Sedangkan hasil penelitian Astuti (2010), diketahui
bahwa dari 81 responden, dari 30 responden umur ibu yang beresiko sebagian
besar ibu menderita anemia (70%) dan dari hasil uji hubungan diketahui p value
(0,332) yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian anemia gizi
pada ibu hamil. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lulu (2009), pada pengunjung asuhan antenatal di Puskesmas
Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
yang bermakna antara umur ibu yang berumur 20 tahun dan > 35 tahun dengan
ibu yang berumur antara 20-35 tahun ( P > 0.05).
Faktor umur merupakan faktor risiko
kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat
reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun.
Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia
karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal
emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan
zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait
dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang
sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur
ibu pada saat hamil
sangat
berpengaruh terhadap kajadian anemia (Amiruddin R., 2007)
Namun
dalam penelitian yang dilakukan di BPS
Natalia S.ST menunjukkan bahwa umur ibu yang beriko rendah ternyata
lebih besar dari pada ibu yang memilki resiko tinggi hal ini disebabkan karena
mayoritas ibu yang memeriksakan kehamilannya di BPS ini adalah ibu yang memilki
resiko rendah
4.2.2.Paritas
Berdasarkan
tabel 4.3 kejadian anemia pada ibu hamil adalah mayoritas pada responden dengan
kelompok paritas risiko rendah sebesar 61
orang (80,3%), sedangkan pada paritas risiko tinggi sebesar 15 orang (19,7%). Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Yaze (2013), jumlah anak (paritas)
responden terdiri dari 38 orang yang memiliki anak 1-2 (62%); sebanyak 27 yang
memiliki anak 3-4 (31%) dan sisanya memiliki 5 anak sebanyak 7 orang (7%).
Berbeda
dengan hasil penelitian Astuti (2010), menunjukkan
bahwa pada ibu yang mempunyai paritas beresiko
( > 3 kali) dan tidak beresiko (< 3 kali) sama-sama mempunyai resiko
mengalami anemia, dimana paritas beresiko sebanyak 50% dan tidak beresiko
sebanyak 54,4%.
Paritas adalah jumlah anak yang
telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang
ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan
berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil
zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya (Herlina,
2009).
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kekurangan zat besi. Tingginya
kejadian anemia pada paritas di karenakan semakin sering seorang wanita
melahirkan maka akan semakin banyak kehilangan zat besi sehingga mengalami
anemia. Selain itu ibu juga tidak mempunyai kesempatan untuk memperbaiki
kondisi tubuhnya terutama kesehatan dan status
gizi yang berhubungan dengan zat besi (Djauhari 2013).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memilki
resiko rendah adalah mayoritas yang mengalami anemia. Hal ini menunjukkan
karena mayoritas ibu yang memeriksakan kehamilannya di BPS Natalia, S.ST adalah
ibu yang memilki paritas yang dikategorikan sebagai ibu dengan paritas resiko
rendah.
4.2.3 Jarak Kehamilan
Berdasarkan
tabel 4.4 kejadian anemia pada kelompok jarak kehamilan dari 76 ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya di BPS Natalia Tahun 2013 yang mengalami anemia yakni
mayoritas pada klien dengan risiko rendah sebesar 69 orang (90.79%), sedangkan
pada jarak kehamilan risiko tinggi sebesar 7 orang (9.21%).
Wanita
yang melahirkan dengan jarak yang sangat berdekatan kurang dari 2 tahun akan
mengalami resiko antara lain : Resiko perdarahan trimester III, plasenta
previa, anemia, ketuban pecah dini, endometriosis masa nifas, kematian saat
melahirkan. Kehamilan dengan jarak yang terlalu jauh juga
dapat menimbulkan resiko tinggi antara lain persalinan lama. Dengan
adanya resiko dalam menentukan jarak kehamilan maka diperlukan penelitian tentang hubungan umur, pendidikan maupun
ekonomi
terhadap penentuan jarak kehamilan. (Yolan, 2007).
Jarak
kehamilan ibu hamil pada penelitaian Yaze
IU (2014), didapatkan sebagian besar memiliki jarak kehamilan lebih dari 2
tahun, yaitu sebanyak 46 orang (63%). Jarak Kehamilan yang terlalu dekat
merupakan salah satu faktor resiko tinggi dalam kehamilan, jarak kehamilan yang
ideal adalah 2 tahun.
Menurut
Amirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan
prioritas 1-3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang
dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan
yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil
dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan.
Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan
janin yang dikandungnya.
Selanjutanya hasil penelitian Widowati
H. (2011), menunjukkan dari 30
responden ibu hamil dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun sebagian besar
(53,3%) mengalami anemia dalam kehamilan dan dari 132 responden ibu hamil
dengan jarak 2 tahun atau lebih sebagian besar (84%) tidak mengalami anemia
dalam kehamilan. Ini berarti ada hubungan antara jarak kehamilan dengan
kejadian anemia dalam kehamilan. Faktor resiko timbulnya anemia pada kehamilan
antara lain yaitu kehamilan yang jaraknya terlalu dekat dengan kehamilan
sebelumnya. Jarak antar kehamilan terlalu dekat menyebabkan anemia. Karena
kehamilan kembali dalam jarak yang dekat akan mengambil cadangan zat besi dalam
tubuh ibu yang jumlahnya belum kembali ke kadar normal.
Hasil penelitian ini berdasarkan
jarak kehamilan menunjukkan bahwa mayoritas ibu yang mengalami anemia adalah
ibu dengan jarak kehamilan resiko rendah, namun ibu yang mengalami kehamilan
pertama juga sangat tinggi.
4.2.4 Konsumsi tablet FE
Berdasarkan
tabel 4.5 mayoritas pada responden dengan kelompok dengan resiko redah dari 76
ibu hamil yang mengalami anemia didapatkan bahwa 76 orang (100%) adalah rutin
mengambil Tablet Fe di BPS Natalia sesuai dengan dosis yang disarankan.
Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan Tegar (2013) diperoleh bahwa
diantara 46 responden, terdapat
5 responden (26,3%) yang menderita anemia dan tidak
taat mengkonsumsi tablet Fe,14 responden (73,7%) menderita anemia dan taat mengkonsumsi
tablet Fe, 1 responden (3,7%) tidak taat mengkonsumsi
tablet Fe dan tidak menderita anemia
sedangkan 26 responden (96,3%) taat mengkonsumsi
tablet Fe dan tidak menderita anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Fuady
(2013), bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas responden memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi yaitu sejumlah 53
orang (53,5%).
Pada trimester pertama, tambahan zat
besi belum begitu dibutuhkan. Pada trimester kedua, kebutuhan zat besi menjadi
35 mg per hari per berat badan. Selanjutnya, pada trimester ketiga meningkat
menjadi 39 mg per hari per berat badan. Memasuki trimester ketiga, banyak
wanita hamil mengalami kekurangan zat besi karena kurang menjaga makanannya.
Pasalnya, janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai
persediaan bulan pertama kelahirannya. (Wibisono H., 2009).
Wanita memerlukan zat besi lebih
tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50
sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30 sampai 40 mgr.
Disamping itu kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah
sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Jika
persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan
Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada
kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi
(pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada
kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30%, dan
hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr% maka
dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb
ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr%. (Manuaba, 2010).
Zat besi sangat diperlukan oleh Ibu
hamil untuk mencegah iterjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin secara
optimal. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi
selama kehamilannya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, menunjukkan konsumsi zat
besi dan variasi jumlah asupan zat besi selama hamil di Indonesia sebesar 89,1
persen. Di antara yang mengonsumsi zat besi tersebut, terdapat 33,3 persen mengonsumsi
minimal 90 hari selama kehamilannya (Riskesdas 2013).
Proses
haemodilusi yang terjadi pada masa
hamil dan meningkatnya kebutuhan ibu dan janin, serta kurangnya asupan zat besi
lewat makanan mengakibatkan kadar Hb ibu hamil menurun. Untuk mencegah kejadian
tersebut maka kebutuhan ibu dan janin akan tablet besi harus dipenuhi. Anemia
defisiensi besi sebagai dampak dari kurangnya asupan zat besi pada kehamilan
tidak hanya berdampak buruk pada ibu, tetapi juga berdampak buruk pada
kesejahteraan janin (Susiloningtyas,2012).
Hasil penelitian ini berdasarkan konsumsi
Tablet Fe menunjukkan bahwa keseluruhan ibu yang mengalami anemia adalah ibu
yang telah menerima tablet Fe sebanyak 90 tablet menurut data dari BPS Natlia,
S.ST.
|
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
5.1.1.Gambaran angka kejadian anemia dalam
kehamilan berdasarkan umur ibu di BPS
Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013, mayoritas pada responden dengan
kelompok umur risiko rendah sebesar 68 orang (89,5%), sedangkan pada umur
risiko tinggi sebesar 8 orang (10,5%).
5.1.2.Gambaran angka kejadian anemia dalam
kehamilan berdasarkan paritas di BPS
Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013,
mayoritas pada responden dengan kelompok paritas risiko rendah sebesar 61 orang (80,3%),
sedangkan pada paritas risiko tinggi sebesar 15 orang (19,7%).
5.1.3.Gambaran angka kejadian anemia dalam
kehamilan berdasarkan jarak kehamilan ibu
di BPS Bidan Natalia, S.ST. tahun 2013 adalah dari 76 ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya di BPS Natalia Tahun 2013 yang mengalami anemia yakni
mayoritas pada klien dengan risiko rendah sebesar 69 orang (90.79%), sedangkan
pada jarak kehamilan risiko tinggi sebesar 7 orang (9.21%).
5.1.4.
|
Gambaran
angka kejadian anemia dalam kehamilan berdasarkan konsumsi tablet FE di BPS
Bidan Natalia, S.ST tahun 2013. mayoritas
pada responden dengan kelompok teratur dari 76 ibu hamil yang mengalami anemia
didapatkan bahwa 76 orang (100%) adalah rutin mengambil Tablet Fe di BPS
Natalia sesuai dengan dosis yang disarankan.
5.2 Saran
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan maka ada beberapa saran yang diajukan,
meliputi :
5.2.1 Bagi Petugas
Kesehatan
Diharapkan kepada pihak BPS Bidan Natalia, S.ST khususnya
petugas ruang kebidanan dapat meningkatkan penyuluhan PUS (pasangan usia subur)
dan ibu hamil terutama tentang komplikasi pada anemia pada ibu hamil dengan
mengembangkan program KIE (komunikasi, informasi, edukasi, dan konseling)
mengenai penenganan secara dini tentang komplikasi yang mungkin terjadi
sehingga AKI dan AKB dapat menurun.
5.2.2 Bagi Institusi
Pendidikan
diharapkan dapat meningkatkan sumber-sumber bacaan baik buku-buku maupun
majalah kesehatan tentang anemia yang dapat digunakan untuk menambah ilmu dan
pengetahuan serta dapat digunakan untuk melengkapi refrensi perpustakaan yang
menunjang penelitian selanjutnya.
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan
agar dapat meneliti variabel lain seperti ANC dan Status Gizi yang dan mencakup
penelitian yang lebih luas dengan metode penelitian yang berbeda seperti Case
Kontrol dan Kohort. Terutama yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu
hamil. Sehingga penelitian tentang anemia pada kehamilan dapat terus
berkembang.
|
DAFTAR PUSTAKA
Alimul
Aziz. 2007. Riset Keperawatan Dan Teknik
Penulisan Ilmiah, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Amiruddin
Ridwan. 2007. Studi Kasus Kontrol Anemia Ibu Hamil. Journal medica Unhas (http://ridwanamiruddin.wordpress.com. Diakses tanggal 12
Maret 2014).
Astuti
Sri, 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Jalaksana Kuningan Tahun 2010.
Jurnal Kesehatan Kartika : Stikes Cirebon
BPS Bidan Natalia, S.ST.
Tahun 2013
Cunningham.
G. F., 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.
Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008.
http://www.depkes.go.id.
Dinas Kesehatan
Kabupaten Bone Tahun 2013
Djauhari dkk., 2013. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Anemia pada ibu Hamil. http://online-journal.unja.ac.id /index.php/kedokteran /article/view/1012/824.
Diakses tanggal 13 April 2014.
Fahriansjah, FW. 2009. Hubungan
Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kejadian Anemia di Rumah Sakit Bersalin Siti
Khadijah 1V Makassar Periode Januari–Desember 2008 .(http://asramamedicafkunhas.blogspot.com /2009/04/hhubungan-karakteristik-ibu-hamil-dengan.html, Diakses tanggal 12 Maret
2014).
Herlina,
Nina dkk. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada
Ibu Hamil. (http://irvantonius.blogspot.com/2010/02/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengan_07.html, Diakses tanggal 12
maret 2014).
Hollingworth T., 2012. Diagnosis
Banding Dalam Obstetri & Ginekologi A-Z. Jakarta : EGC
Joseph
HK, dkk. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi
dan Obstetri (Obsgyn). Nuha Medica: Jogyakarta.
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013
Kemenkes RI, 2013. Buku Saku Pelayanan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman bagi Tenaga Kesehatan.
Mahfoedz,
I., 2011. Bio Statistika. Fitramaya, Yogyakarta.
Manuaba,
IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit
Kandungan Dan KB. Jakarta: EGC
Notoadmodjo, Soekidjo.
2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam.
2005. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak.
Jakarta : Salemba Medika
Nursalam, 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman
Skrips, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta, Salemba Medika
Oxorn. H., 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi
Persalinan, Yogyakarta ; Yayasan Essentia Medica ( YEM).
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu
Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono.
2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
Profil
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2013
Rukiyah, Dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Potologi Kebidanan). Jakarta: Trans Info Media
Saifuddin,
A.B dkk. 2009. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : BP-SP
Suririnah. 2008. Buku Pintar Kehamilan & Persalinan.
Jakarta: Gramedia
Susiloningtyas, 2012. Pemberian Zat
Besi (Fe) Dalam Kehamilan. Staf Pengajar Prodi D III Kebidanan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Siregar,
Rahmi Yanti, 2011. Faktor yang mendasari
penentuan jarak kehamilan pada Pasangan Usia Subur di RB. Mahdarina, Padang
Bulan Tahun 2008. Program DIV Bidan Pendidik http://repository.usu.ac.id
/handle/123456789/23957
Syafiq
A. 2013. Angka Kematian Ibu Dan
Pendidikan Perempuan Di Indonesia: Tinjauan Ekologis Provinsial 1 Kelompok
Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia a‐syafiq@ui.ac.id
Wibisono, H. 2009. Solusi Sehat Seputar
Kehamilan. Jakarta : Argo Media Pustaka.
Widowati
H., 2011. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia Dalam Kehamilan Di
Puskesmas Pacarkeling Kota Surabaya E-mail H.Widowati@alumni.unair.ac.id
Yaze IU, 2014. Hubungan Antara
Jarak kehamilan dan satatus gizi pada Ibu Hamil Dengan Anemia di Bidan Praktek
Swasta Mrs Dessy Selamet Riyadi
IV
Jalan Pahoman Bandar Lampung Tahun 2013.
No comments:
Post a Comment