Wednesday 20 December 2017

MAKALAH PENGELOLAAN TREND DAN ISSU PERUBAHAN KEPERAWATAN INDONESIA DALAM PROSES PROFESIONALISASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini akan terus berubah seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-menerus berkembang dan mengalami perubahan, demikian pula dengan keperawatan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional kepada masyarakat, keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional. Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai faktor yang memengaruhi keperawatan, maka akan berdampak pada perubahan dalam pelayanan/asuhan keperawatan, perkembangan iptekkep, maupun perubahan dalam masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai masyarakat profesional.
Seperti telah dipahami bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada Milenium III, termasuk asuhan keperawatan akan terus berubah karena masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat terus-menerus mengalami perubahan. Masalah keperawatan sebagai bagian masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat juga terus-menerus berubah, karena berbagai faktor-faktor yang mendasarinya juga terus mengalami perubahan. Dengan berkembangnya masyarakat dan berbagai bentuk pelayanan profesional serta kemungkinan adanya perubahan kebijakan dalam bidang kesehatan yang juga mencakup keperawatan, maka mungkin saja akan terjadi pergeseran peran keperawatan dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Profesionalisasi keperawatan merupakan proses dinamis di mana profesi keperawatan yang telah terbentuk (1983) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai, dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisasi sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia. Proses ini merupakan tantangan bagi perawat Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik, berencana, dan berkelanjutan. Hal ini tentunya memerlukan waktu yang lama.
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi. Ini merupakan proses jangka panjang yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi akan mencakup seluruh aspek keperawatan yakni: (1) penataan pendidikan tinggi keperawatan; (2) pelayanan dan asuhan keperawatan; (3) pembinaan dan kehidupan keprofesian; dan (4) penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.
Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan ini bersifat saling berhubungan, saling bergantung, saling memengaruhi, dan saling berkepentingan. Inovasi dalam keempat aspek di atas merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisasi serta mepersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi tantangan keperawatan di masa depan.

B.       Rumusan Masalah
Dalam makalah yang berjudul perubahan profesi keperawatan di Indonesia  ini memiliki rumusan masalah yaitu :
1.         Bagaimana Kebijaksanaan Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan?
2.         Bagaimana dampak perubahan praktik keperawatan?
3.         Bagaimana langkah strategis dalam menghadapi trend-issues perubahan keperawatan di masa depan?
4.         Apa sajakah Kunci Sukses Pengelolaan Perubahan?

C.      Tujuan Penulisan
1.         Untuk mengetahui kebijaksanaan Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan.
2.         Untuk mengetahui lebih dalam mengenai dampak perubahan dalam praktik keperawatan.
3.         Untuk mengetahui langkah strategis dalam menghadapi trend-issues perubahan keperawatan di masa depan.
4.         Untuk mengetahui Kunci Sukses Pengelolaan Perubahan.














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kebijaksanaan Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan
Indonesia telah memasuki era baru, yaitu era reformasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang, menuju pada keadaan yang lebih baik. Di bidang kesehatan tuntutan reformasi total muncul karena masih adanya ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antardaerah dan antargolongan, kurangnya kemandirian dalam pembangunan bangsa, dan derajat kesehatan masyarakat yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga. Reformasi bidang kesehatan juga diperlukan karena adanya lima fenomena utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan, yaitu perubahan pada dinamika kependudukan, temuan substansial iptek kesehatan/kedokteran, tantangan global, perubahan lingkungan, dan demokrasi di segala bidang.
Berdasarkan pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman terhadap konsep sehat sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi tentang determinan kesehatan bersifat multifaktor, telah mendorong pembangunan kesehatan nasional ke arah paradigma baru, yaitu paradigma sehat.
Paradigma sehat yang diartikan di sini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan produktif serta tidak mudah jatuh sakit. Di sisi lain, dipandang dari segi ekonomi, melakukan investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit akan lebih efektif dari segi biaya daripada intervensi terhadap orang sakit. Pada masa mendatang, perlu diupayakan agar semua kebijakan pemerintah selalu berwawasan kesehatan, motonya akan menjadi “Pembangunan Berwawasan Kesehatan.”
Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal kemampuan teknis, dan moral. Hal ini bisa ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program Pendidikan Ners. Dengan demikian, diharapkan terjadi perubahan yang mendasar dalam upaya berpartisipasi aktif untuk menyukseskan program pemerintah dan berwawasan yang luas tentang profesi keperawatan. Perubahan tersebut bisa dicapai apabila pendidikan tinggi keperawatan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan pelayanan dan program pembangunan kesehatan seiring dengan perkembangan iptek bidang kesehatan serta diperlukan proses pembelajaran baik institusi pendidikan maupun pengalaman belajar klinik di rumah sakit dan komunitas.
Perubahan-perubahan yang terjadi di era global akan berdampak positif dan negatif terhadap pelayanan keperawatan.
Dampak positif akibat perubahan yang terjadi meliputi:
1.         Makin meningkatnya mutu pelayanan keperawatan yang diselenggarakan.
2.         Makin sesuainya jenis dan keahlian tenaga kesehatan/keperawatan yang tersedia sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
3.         Bertambahnya kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan.
Sedangkan dampak negatif yang perlu diperhatikan meliputi:
1.          Terjadinya persaingan yang makin ketat antartenaga kesehatan/keperawatan bangsa sendiri dan asing.
2.          Berubahnya filosofi pelayanan kesehatan/keperawatan, yang semula berorientasi sosial menjadi sepenuhnya bersifat komersial.
3.          Makin sulit mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan/keperawatan. Terjadinya ketimpangan pemerataan pelayanan ini erat kaitannya dengan tenaga ahli/tenaga asing untuk berkiprah di daerah-daerah terpencil.

B.       Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia
Era kesejagatan oleh tenaga keperawatan hendaknya dipersiapkan secara benar dan menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan dan kejadian atau peristiwa yang terjadi atau sedang dan akan berlangsung dalam era tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir dan menghadapi masa depan, khususnya memasuki Milenium III, perkembangan iptek terjadi dengan sangat cepat. Proses penyebaran iptek, serta penyebaran berbagai macam barang dan jasa menjadi bertambah cepat, bahkan terjadi dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan adanya perkembangan pesat dari teknologi transportasi dan telekomunikasi serta perkembangan teknologi lainnya. Hal ini mencerminkan terjadinya proses pensejagatan dengan segala ciri dan konsekuensinya.
Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan profesional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama. Demikianlah kira-kira secara umum tentang keperawatan profesional yang merupakan tanggung jawab seorang perawat profesional yang selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal. Apabila ditinjau dari perkembangan iptekkep dan ditinjau dari etika keprofesian dan sosial, bertolak dari pengertian singkat di atas, empat faktor yang terkait erat dengan proses profesionalisasi adalah:
(1)      Pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan.
(2)      Pengembangan Pusat Penelitian Keperawatan.
(3)      Penataan standar praktik keperawatan profesional melalui Undang-undang Praktik Keperawatan.
(4)      Pendayagunaan Konsil Keperawatan -Pokja Keperawatan.
Pendidikan keperawatan merupakan institusi yang berperan besar dalam mengembangkan dan menciptakan proses profesionalisasi para tenaga keperawatan. Pendidikan keperawatan mampu memberikan bentuk dan corak tenaga keperawatan pada lulusannya berupa tingkat kemampuan yang sekaligus mampu untuk memfasilitasi pembentukan komunitas keperawatan dalam memberikan suara dan sumbangsih bagi profesi dan masyarakat (Ma’rifin,1999). Dengan kata lain pengembangan pendidikan keperawatan yang profesional merupakan salah satu unsur strategis dalam mencapai profesionalisme keperawatan.
Keperawatan di Indonesia di masa depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global, mengingat setiap perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaan yang profesional serta memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem pelayanan kesehatan mengalami perubahan mendasar dalam memasuki abad 21 ini. Perubahan tersebut merupakan dampak perubahan ekonomi, kependudukan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.         Perubahan Ekonomi
Perubahan ekonomi membawa dampak terhadap pengurangan berbagai anggaran untuk pelayanan kesehatan, sehingga berdampak terhadap orientasi manajemen kesehatan/keperawatan dari lembaga sosial ke orientasi “bisnis.”
Pelayanan kesehatan dihadapkan pada suatu dilema, di satu sisi harus mengurangi beberapa alokasi anggaran, sementara di sisi lain mutu asuhan kesehatan/keperawatan harus ditingkatkan. Keadaan ini ditunjang dengan keadaan politik yang semakin tidak menentu. Para elit politik, baik eksekutif maupun legislatif, lebih berperan sebagai seorang penguasa yang selalu membenarkan semua tindakannya untuk kepentingan golongan/kelompok tertentu, sedikit sekali peduli dengan masalah yang dihadapi anak bangsa, khususnya masalah kesehatan.

2.         Kependudukan
Perubahan kependudukan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dan bertambahnya umur harapan hidup, maka akan membawa dampak terhadap masalah kesehatan dan lingkup dari praktik keperawatan. Masalah kesehatan ditandai dengan munculnya penyakit baru (re-merging diseases), yaitu penyakit lama yang timbul lagi karena pengaruh faktor lingkungan dan mutasi gen, seperti flu burung, HIV/AIDS, chikungunya, dan penyakit lainnya. Lingkup praktik terjadi pergeseran yang dulunya lebih menekankan pada pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan pada “hospital-based” ke “community-based.” Keadaan ini menuntut perawat untuk lebih mandiri dan berpandangan jauh ke depan dalam melaksanakan perannya secara profesional.
3.         Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Kesehatan/Keperawatan
Era kesejagatan identik dengan era komputerisasi, sehingga perawat dituntut untuk menguasai teknologi komputer di dalam melaksanakan MIS (Management Information System) baik di tatanan pelayanan maupun pendidikan keperawatan.
4.         Tuntutan Profesi Keperawatan
Keyakinan bahwa keperawatan merupakan profesi yang harus disertai dengan realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang disebut dengan profesionalisasi (Kelly dan Joel, 1995). Karakteristik profesi yaitu:
a.         Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan (body of knowledge) melalui penelitian.
b.        Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain.
c.         Pendidikan yang memenuhi standar.
d.        Terdapat pengendalian terhadap praktik.
e.         Bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountable) terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
f.         Merupakan karier seumur hidup.
g.        Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.
Praktik keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional masyarakat dalam penggunaan pengetahuan teoretis yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar serta ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan diagnosis, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, dan teknikal, perawat juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung risiko, bertanggung jawab, dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri.

C.      Dampak Perubahan
Perubahan sosial ekonomi dan politik, kependudukan, dan iptek akan berdampak terhadap perubahan praktik keperawatan, pendidikan keperawatan dan perkembangan iptek keperawatan. Perawat pada abad mendatang akan menghadapi suatu kesempatan dan tantangan yang sangat luas sekaligus suatu ancaman (Chitty, 1997: 470).
1.         Praktik Keperawatan
Tantangan terhadap praktik keperawatan dapat diidentifikasi sebagai tantangan terhadap: (1) Pengurangan anggaran dalam sistem pelayanan kesehatan; (2) Otonomi dan akuntabilitas; (3) Perkembangan teknologi; (4) Tempat praktik; dan (5) Perbedaan batas kewenangan praktik.
a.         Pengurangan anggaran
Perawat Indonesia saat ini dihadapkan pada suatu dilema, disatu sisi dia harus terus mengupayakan peningkatan kualitas layanan kesehatan, di lain pihak pemerintah memotong alokasi anggaran untuk pelayanan keperawatan. Dalam melaksanakan tugasnya, sering kali perawat jarang mengadakan hubungan interpersonal yang baik karena mereka harus melayani pasien lainnya dan dikejar oleh waktu. Keadaan tersebut sebagai suatu tantangan bagi perawat dalam berpegang terus dalam nilai-nilai moral dan etik.
b.        Otonomi dan Akuntabilitas
Melibatkan perawat dalam pengambilan suatu keputusan di Pemerintahan merupakan hal yang sangat positif dalam meningkatkan otonomi dan akuntabilitas perawat Indonesia. Peran serta tersebut perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan. Kemandirian perawat dalam melaksanakan perannya sebagai suatu tantangan. Semakin meningkatnya otonomi perawat berarti semakin tingginya tuntutan kemampuan yang yang harus dipersiapkan.
c.         Teknologi
Penguasaan dan keterlibatan dalam perkembangan iptek dalam praktik keperawatan bagi perawat Indonesia merupakan suatu keharusan. Penguasaan IPTEK juga akan berperan dalam menepis dan meyeleksi iptek yang sesuai dengan kebutuhan dan sosial budaya masyarakat Indonesia yang akan diadopsi. Apabila kita tetap tidak mampu menerapkan teknologi yang ada, maka kita akan menjadi orang yang tertinggal dan ditinggalkan oleh konsumennya.
d.        Tempat Praktik
Tempat praktik keperawatan di masa depan meliputi pada tatanan klinik (RS); komunitas; dan praktik mandiri di rumah/berkelompok (sesuai SK Menkes R.I 1239/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan dan diharapkan sudah berlakunya tentang Undang-undang Praktik Keperawatan bagi perawat Indonesia).
e.         Perbedaan Batas Kewenangan Praktik
Belum jelasnya batas kewenangan praktik keperawatan pada setiap jenjang pendidikan, sebagai suatu tantangan bagi profesi keperawatan. Berdasarkan hasil kajian penulis, hal tersebut terjadi karena belum dipahaminya atau dikembangkannya “body of knowledge” keperawatan. Selama menempuh pendidikan, perawat mendapatkan ilmu dan pola pikir yang hampir sama dengan profesi kedokteran. Sehingga bukan sesuatu yang aneh setelah lulus, para perawat akan praktik melakukan hal yang sama seperti apa yang didapatkannya di sekolah.
Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema karena tidak jelasnya batas kewenangan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Keadaan ini jelas akan berdampak terhadap peran perawat dalam peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.
2.         Tantangan Pendidikan Keperawatan
Di masa depan, pendidikan keperawatan dihadapkan pada suatu tantangan dalam meningkatkan kualitas lulusannya. Para lulusan pendidikan keperawatan ini juga dituntut untuk menguasai kompetensi-kompetensi profesional. Isi kurikulum progam pendidikan ke depan, juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya, tren bertambahnya umur penduduk juga akan menjadi isu sentral dalam pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan di masa depan. Dengan demikian, isi kurikulum harus menyentuh aspek asuhan keperawatan gerontik, home care, penyakit-penyakit kronis, dan AIDS. Tantangan lain adalah menjadikan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris menjadi kompetensi wajib yang harus dimiliki bagi lulusannya dan ini merupakan suatu keharusan.
3.         Tantangan Perubah An Iptek
Riset keperawatan akan menjadi suatu kebutuhan dasar yang harus dilaksanakan oleh perawat di era global. Meningkatnya kualitas layanan, sangat ditentukan oleh hasil kajian-kajian dan pembaharuan yang dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian. Berkembangnya ilmu keperawatan akan berpengaruh signifikan terhadap kualitas dan kemandirian perawat dalam melaksanakan tugasnya.
Uraian di atas membawa implikasi terhadap perubahan sistem pelayanan kesehatan/keperawatan dan sebagai tantangan bagi tenaga keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisme. Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi, yaitu suatu proses berjangka panjang, ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan bersifat saling berhubungan, saling bergantung, saling memengaruhi, dan saling berkepentingan. Inovasi dalam aspek perkembangan keperawatan merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisasi. Keadaan ini akan bisa dicapai apabila para perawat Indonesia menguasai pengelolaan keperawatan secara profesional.

D.      Permasalahan
Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus menerus berkembang, baik disebabkan adanya tekanan eksternal, maupun karena tekanan internal keperawatan. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat menuntut dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang berbeda. Hal ini menyebabkan iptek Keperawatan sebagai bentuk tekanan eksternal, harus terus-menerus dikembangkan.
1.         Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Masih Rendahnya Peran Perawat Dalam Mana-Jemen Keperawatan
Menurut Azrul Azwar (1999) dalam Nursalam (2002) permasalahan pokok yang dihadapi perawat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a.         Peran perawat profesional yang tidak optimal
Peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah berupaya mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health service) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demands) masyarakat, sementara itu di sisi lain biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat belum melaksanakan peran secara optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tidaklah mudah. Tidak mengherankan jika pada saat ini banyak ditemukan keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan di Indonesia.
b.        Terlambatnya pengakuan body of knowledge profesi keperawatan
Di Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika PSIK untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Padahal di negara-negara maju, banyak pengakuan body of knowledge tersebut telah lama ditemukan. Setidak-tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika profesi kesehatan lain, hingga saat masih belum sepenuhnya apakah keperawatan sebagai suatu ilmu.
c.         Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan professional
Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan di Indonesia telah banyak dikenal. Pendidikan S1 Keperawatan (ners) di Indonesia baru dimulai secara bersamaan pada tahun 2000.
d.        Terlambatnya pengembangan sistem pelayanan/asuhan keperawatan profesional
Jika ditinjau dari berbagai masalah profesi keperawatan yang ditemukan pada saat ini, terlambatnya pengembangan sistem pelayanan keperawatan yang dipandang merupakan masalah yang amat pokok, karena sampai saat ini harus diakui, kejelasan pelayanan keperawatan belum dimiliki. Tidak hanya yang menyangkut bentuk praktik keperawatan, tetapi juga kewenangan para penyelenggaranya. Model asuhan keperawatan sesuai dengan kelompok keilmuan keperawatan masih belum dikembangkan di tatanan pelayanan (rumah sakit maupun Puskesmas). Meskipun model tersebut telah dilatihkan kepada para perawat dan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan. Sehingga di sana–sini masih ditemukan ketidakpuasan pasien, perawat, dan stakeholder lainnya terhadap pelayanan keperawatan.
2.         Faktor-Faktor Lain yang Memperlambat Perkembangan Peran Perawat Secara Profesional (Nursalam, 2002)
a.         Antithetical terhadap perkembangan Ilmu keperawatan
Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya pendidikan keperawatan secara profesional, maka perawat lebih cenderung untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara profesional.
b.        Rendahnya Rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self-esteem)
Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi dari klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan perawat sebagai warga negara kelas dua. Stigma inilah yang membuat perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan.
c.         Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, lebih dari 90% perawat tidak melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset. Hal ini lebih disebabkan oleh: pengetahuan/keterampilan riset yang sangat kurang, keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran karena kebijakan yang kurang mendukung pelaksanaan riset. Baru pada tahun 2000-an, Pusdiknakes memberikan kesempatan kepada para perawat untuk melaksanakan riset, itupun hasilnya masih dipertanyakan karena banyak hasil yang ada lebih mengarah pada riset kesehatan secara umum. Riset tentang keperawatan hampir belum tersentuh. Faktor lain yang sebenarnya sangat memprihatinkan adalah tugas akhir yang diberikan kepada mahasiswa keperawatan bukan langkah-langkah riset secara ilmiah, tetapi lebih menekankan pada laporan kasus per kasus.
d.        Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang sempit
Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan dianggap sebagai suatu objek untuk kepentingan tertentu dan tidak dikelola secara profesional. Kurikulum yang diterapkan lebih mengarahkan perawat tentang how to work and apply, bukan how to think and do critically.
e.         Rendahnya standar gaji bagi perawat
Gaji perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.
f.         Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan
Masalah ini sangat krusial bagi pengembangan profesi keperawatan, karena sistem sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang baik. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perkembangan keperawatan di Indonesia, karena dampaknya semua kebijakan yang ada biasanya kurang berpihak terhadap kebutuhan keperawatan.

E.       Langkah Strategis Dalam Menghadapi Trend-Issues Perubahan Keperawatan Di Masa Depan
Alternatif strategi perawat Indonesia dalam menghadapi asuhan keperawatan di masa mendatang adalah “the nurse should do no harm to your self” (Nightingale). Pernyataan ini berarti semua tindakan keperawatan harus dapat memenuhi kebutuhan pasien tanpa adanya risiko negatif yang ditimbulkan. Strategi yang harus ditempuh meliputi: (1) Peningkatan pendidikan bagi perawat practicioners, (2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3) Pelaksanaan riset yang berorientasi pada masalah di klinik/komunitas, dan (4) Identifikasi peran manajer perawat profesional di masa depan, dan (5) Menerapkan model dan metode asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP).
Manajer keperawatan yang efektif akan memanfaatkan proses manajemen untuk mencapai tujuan melalui usaha orang lain. Dalam setiap kegiatan selalu didasarkan pada perencanaan yang matang dan juga didasarkan pada informasi yang akurat tentang apa yang belum diselesaikan, dengan cara apa, untuk alasan apa, siapa, dan sumber daya apa yang tersedia dalam merencanakan kegiatan.
1.         Peningkatan Pendidikan Bagi Perawat
“PRACTICIONERS”
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat Profesional adalah mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan kesempatan kepada para perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2002, semua pendidikan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat professional (lulusan DIII keperawatan) dan pada tahun 2015 sudah lebih dari 80% perawat berpendidikan Ners.
Pada saat ini pelbagai upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan profesional memang sedang dilakukan. Caranya adalah dengan mengkonversi pendidikan SPK ke jenjang Akademi Keperawatan dan dari lulusan Akademi Keperawatan diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang Program pendidikan Ners (S1 Keperawatan). Dalam rangka menambah jumlah lulusan perawat profesional tingkat sarjana, perlu upaya penambahan jumlah dan kualitas Pendidikan Keperawatan yang menghasilkan Ners. Perlu diadakan penataan sistem regulasi pendidikan keperawatan, agar institusi penyelenggaraan program pendidikan Ners memperhatikan kualitas lulusannya.
Penataan mendasar yang harus dipersiapkan dalam menghadapi tuntutan kebutuhan mencakup hal-hal berikut:
a.         Penyusunan kompetensi sesuai dengan standar Pendidikan Keperawatan Indonesia, Organisasi Profesi dan ICN (International Council of Nursing).
b.        Penyusunan kurikulum institusional berdasarkan kurikulum nasional (yang ada) terdiri atas dua tahap, yaitu tahap program akademik dan keprofesian sebagai kurikulum institusi.
c.         Menjabarkan kurikulum institusi ke dalam Garis Besar Program Pengajaran dan silabi (rancangan pembelajaran).
d.        Mengembangkan staf akademik terutama dalam bidang–bidang kelompok Ilmu Keperawatan Dasar, Kelompok Ilmu Keperawatan Komunitas, dan Kelompok Ilmu Keperawatan Klinik (anak, maternitas, medikal–bedah, dan jiwa).
e.         Jumlah dan bidang pengembangan staf akademik disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan pengembangan institusi.
f.         Mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk tempat praktik klinik dan komunitas keperawatan.
g.        Mengembangkan organisasi pengelolaan di institusi pendidikan.
h.        Mengembangkan sistem pengendalian dan pembinaan PSIK/FIK.
Reformasi pendidikan keperawatan bagi perawat practicioners difokuskan pada perubahan pemahaman pemberian asuhan keperawatan secara profesional dengan didasarkan standar praktik keperawatan dan etik keperawatan (Watson dan Phillips, 1999). Tujuan peningkatan pendidikan tersebut berguna bagi perawat dalam mempersiapkan diri sebagai seorang pemimpin dalam mengelola pelayanan keperawatan kepada pasien di RS/Komunitas. Kepemimpinan yang profesional harus sepenuhnya disadari dan didukung oleh peningkatan ilmu keperawatan yang kokoh dan meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan kepada masyarakat.
Selanjutnya para perawat diharapkan mampu melakukan penelitian dan kajian–kajian ilmiah terhadap masalah-masalah yang dihadapi di klinik serta masalah-masalah yang berhubungan dengan peningkatan kualitas layanan. Di samping itu dengan pendidikan yang tinggi, diharapkan akan memberikan kepercayaan diri yang tinggi dan otonomi didalam melaksanakan pelayanan keperawatan. Dasar kekuatan utama keperawatan adalah housed in nursing knowledge. Pertanyaan selanjutnya adalah “Can nurses ethically and morally deliberately withold the benefit of advancing science from patients by remaining less well prepared than other members of the health team?” (Chrisman, 1992, p.40).
Tantangan tersebut memerlukan persiapan pendidikan yang memadai bagi semua perawat yang praktik di klinik/komunitas sebelum melakukan praktik keperawatan profesional.
2.         Pengembangan Ilmu Keperawatan
Ilmu keperawatan harus secara terus-menerus dikembangkan. Prioritas utama dalam pengembangan ilmu keperawatan adalah tantangan untuk mengembangkan substansi isi ilmu melalui pengkajian yang mendalam. Tahap kedua adalah menerapkan prinsip-prinsip ilmu keperawatan dalam praktik keperawatan profesional yang dapat dilihat pada diagram hubungan antara ilmu, riset, dan praktik di bawah ini.
Keperawatan harus dapat menjabarkan isi dari disiplin ilmu untuk dapat memberikan justifikasi dan promosi secara langsung dalam kegiatan keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan melalui riset akan dapat berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain dan membedakan kontribusi keperawatan terhadap tim kesehatan lainnya.
Alternatif lain yang bisa dikembangkan adalah dengan membentuk Komunitas Profesional Keperawatan. Kelompok ini beranggotakan perawat dengan disiplin dan keahlian yang memadai.










Tugas Komunitas Profesional keperawatan adalah:
a.         Pengembangan metode dan sistem pemberian asuhan keperawatan.
b.        Menetapkan standar asuhan keperawatan.
c.         Mengelola tenaga keperawatan (Kelompok Pengampu).
d.        Mengelola pelaksanaan praktik keperawatan.
e.         Mengelola metode Pengalaman Belajar Klinik kepada mahasiswa keperawatan.
f.         Bertanggung jawab terhadap kualitas hasil layanan.
Ilmu Keperawatan yang menjadi prioritas pengembangan adalah:
a.         Ilmu Keperawatan Dasar sebagai dasar pelayanan keperawatan profesional.
b.        Ilmu Keperawatan Anak.
c.         Ilmu Keperawatan Maternitas.
d.        Ilmu Keperawatan Medikal–Bedah.

e.         Ilmu Keperawatan Gawat Darurat.
f.         Ilmu Keperawatan Jiwa.
g.        Ilmu Keperawatan Komunitas dan Keluarga
h.        Ilmu Keperawatan Gerontik.
i.          Ilmu Manajemen Keperawatan
3.         Perubahan Paradigma Dan Lingkup Riset Keperawatan
Pelaksanaan riset merupakan dasar ilmu dan seni di dalam praktik keperawatan profesional. Pelaksanaan riset keperawatan berdasarkan praktik keperawatan dapat memengaruhi dan mengubah arah perkembangan pendidikan serta praktik. Riset keperawatan harus dilihat dari sebagai bagian integrasi dari praktik keperawatan. Perawat yang bekerja dengan pasien dan peka terhadap respons dari individu terhadap penyakit dan kesehatan. Perawat dipersiapkan untuk mengidentifikasi masalah dan menganalisisnya melalui penelitian yang berdampak terhadap pelayanan keperawatan untuk semua orang.
Berdasarkan filosofi keperawatan yang kita yakini, bahwa perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus berdasarkan pada 3 hal: humanistik, holistik, dan care. Sehingga masalah-masalah keperawatan harus berdasarkan filosofi tersebut dan tercermin dalam paradigma keperawatan. Asuhan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-masalah klien secara fisik, psikis, dan sosial-spiritual dengan fokus utama mengubah perilaku klien (pengetahuan, sikap, dan keterampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri.
Misalnya, jika klien anak dirawat di rumah sakit dengan typus abdominalis terpasang infus dan tidak boleh bergerak kemana-mana, maka anak tersebut akan mengalami stres fisik akibat keluhan sakit dan psikis akibat dari tindakan pemasangan infus serta larangan untuk bergerak. Stres psikis yang terjadi akan berdampak terhadap imunitas dan kopingnya yang justru akan memperlambat kesembuhan klien. Ilmu keperawatan yang ada harus dapat memfasilitasi bagaimana anak tersebut dapat merasa home (tidak seperti di rumah sakit), tidak merasa tertekan, dan diperhatikan oleh orang terdekat. Bukan justru menambah stres psikologis dengan suasana lingkungan yang menakutkan dan petugas selalu bersikap kurang ramah dan selalu memaksakan setiap melakukan tindakan keperawatan/medis (misalnya menyuntik). Keadaan yang demikian akan berdampak dalam proses penyembuhan klien.
Hasil penelitian yang dilaksanakan di Amerika menyebutkan bahwa memperlakukan anak-anak yang dirawat di rumah sakit seperti di rumah sendiri, memberi kebebasan anak untuk bermain sebatas kemampuannya, dan merasa diperhatikan menunjukkan angka yang signifikan dalam percepatan penyembuhan klien dibandingkan dengan anak yang mengalami stres psikologis akibat suasana/lingkungan yang tidak kondusif.
Roy (1980) dalam Nursalam (2002 & 2008) mendefinisikan paradigma keperawatan sebagai berikut:
(1)     Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan).
(2)     Tujuan Keperawatan.
(3)     Konsep sehat.
(4)     Konsep lingkungan.
(5)     Pedoman tindakan keperawatan.
a.         Manusia
Roy (1980) dalam Nursalam (2002) menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, komunitas atau sosial. Masing masing diperlakukan oleh perawat sebagai sistem adaptasi yang holistik dan terbuka. Sistem terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian, energi antara sistem dan lingkungan. Interaksi yang konstan antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus mempertahankan integritas dirinya, di mana setiap individu secara kontinu beradaptasi.
1)        Input
Sistem adaptasi mempunyai input yang berasal dari internal individu. Roy (1980) dalam Nursalam (2002) mengidentifikasi bahwa input sebagai suatu stimulus. Stimulus adalah suatu unit informasi, kejadian atau energi dari lingkungan. Sejalan dengan adanya stimulus, tingkat adaptasi individu direspons sebagai suatu input dalam sistem adaptasi. Tingkat adaptasi tersebut tergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan individu. Tingkat respons antara individu sangat unik dan bervariasi tergantung pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu, dan stresor yang diberikan.
2)        Proses
Roy (1980) dalam Nursalam (2002) menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol individu sebagai suatu sistem adaptasi. Beberapa mekanisme koping adalah genetik, misalnya sel-sel darah putih dalam melawan bakteri yang masuk dalam tubuh. Mekanisme lainnya adalah juga perlu dipelajari, misalnya penggunaan antiseptik untuk mengobati luka. Roy (1980) dalam Nursalam (2002) menekankan ilmu keperawatan yang unik untuk mengontrol mekanisme. Mekanisme tersebut dinamakan regulator dan kognator.
Sistem regulator mempunyai sistem komponen input, proses internal, dan output. Stimulus input berasal dari dalam atau luar individu. Perantara sistem regulator dinamakan sistem kimiawi, saraf, dan endokrin. Refleks otonomik, sebagai respons neural berasal dari batang otak dan spinal cord, diartikan sebagai suatu perilaku output dari sistem regulasi. Organ target dan jaringan yang ada dibawah kontrol endokrin juga memproduksi perilaku output regulator. Banyak proses fisiologis dapat diartikan sebagai perilaku subsistem regulator. Misalnya, regulator tentang respirasi, pada sistem ini akan terjadi peningkatan oksigen, pada akhir metabolisme, yang akan merangsang kemoreseptor pada medulla untuk meningkatkan laju respirasi. Stimulasi yang kuat pada pusat tersebut akan meningkatkan respirasi hingga kelipatan 6-7 kali.
Stimulus terhadap subsistem kognator juga berasal dari faktor internal dan eksternal. Perilaku output subsistem regulator berperan sebagai umpan balik terhadap stimulus subsistem kognator. Proses kontrol kognator berhubungan langsung dengan fungsi otak yang tinggi terhadap persepsi atau proses informasi, keputusan, dan emosi. Persepsi proses informasi juga berhubungan dengan seleksi perhatian, kode, ingatan, Belajar berhubungan dengan proses imitasi/meniru, dan reinforcement. Sedangkan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan merupakan proses internal yang berhubungan dengan keputusan, dan khususnya emosi untuk mencari kesembuhan, dukungan yang efektif, dan kebersamaan.
Dalam mempertahankan integritas seseorang, regulator, dan kognator bekerja secara bersamaan. Tingkat adaptasi seseorang sebagai suatu sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang optimal akan berdampak baik terhadap tingkat adaptasi individu dan meningkatkan tingkatan rangsangan di mana individu dapat merespons secara positif.
3)        Efektor
Proses internal yang terjadi pada individu sebagai sistem adaptasi, Roy mendefinisikan sebagai sistem efektor. Empat efektor atau gaya adaptasi tersebut meliputi: (1) fisiologis; (2) konsep diri; (3) fungsi peran; dan (4) ketergantungan fisik/spiritual. Mekanisme regulator dan kognator bekerja pada mode tersebut. Perilaku yang berhubungan terhadap mode tersebut sebagai manifestasi dari tingkat adaptasi individu dan mengakibatkan penggunaan mekanisme koping. Dengan mengobservasi perilaku seseorang berhubungan dengan mode adaptasi, perawat dapat mengidentifikasi adaptif atau ketidakefektifan respons sehat dan sakit.
(1)      Mode Fisiologis
a)        Oksigenasi: mendeskripsikan tentang pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.
b)        Nutrisi: menjabarkan tentang pola penggunaan nutrien untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.
c)        Eliminasi: memaparkan tentang pola eliminasi.
d)       Aktivitas dan istirahat: menjelaskan tentang pola aktivitas, latihan, istirahat, dan tidur.
e)        Integritas kulit: menguraikan tentang pola fungsi fisiologis kulit.
f)         Rasa/senses: memaparkan tentang fungsi sensori persepsi berhubungan dengan panca indera: penglihatan, penciuman, perabaan, pengecapan, dan pendengaran.
g)        Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit.
h)        Fungsi neurologis: menjelaskan tentang pola kontrol neurologis, pengaturan, dan intelektual.
i)          Fungsi endokrin: mendeskripsikan tentang pola kontrol dan pengaturan termasuk respons stres dan sistem reproduksi.
(2)      Konsep Diri
Mode konsep diri mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan, dan emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral-etik.
(3)      Fungsi Peran
Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda.
(4)      Interdependen
Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta, dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok.
b.        Keperawatan
Roy (1980) dalam Nursalam (2002) mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respons adaptasi berhubungan dengan 4 mode respons adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus focal, contextual, dan residual. Focal adalah suatu respons yang diberikan secara langsung terhadap ancaman/input yang masuk. Penggunaan focal pada umumnya, tergantung tingkat perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus contextual adalah semua stimulus lain pada seseorang baik internal maupun eksternal yang memengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul relevan dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.
Kasus: Pada seseorang yang mengalami nyeri dada, stimulus yang secara langsung pada klien dinamakan focal, yaitu kurangnya oksigen pada otot jantung. Stimulus kontekstual meliputi: suhu 40ºC; sensasi nyeri, umur, berat badan, kadar gula darah dan derajat kerusakan arteri. Stimulus residual meliputi riwayat merokok dan stres yang dialami.
c.         Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang diberikan adalah meningkatkan respons adaptasi pada situasi sehat dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan oleh perawat dalam memanipulasi stimulus focal, contextual dan residual pada individu. Dengan memanipulasi semua stimulus tersebut, diharapkan individu akan berada pada zona adaptasi. Jika memungkinkan, stimulus focal yang dapat mewakili dari semua stimulus harus distimulus dengan baik. Misalnya klien dengan nyeri dada, stimulus focal adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen oleh tubuh dan persediaan oksigen yang dapat disediakan oleh jantung. Untuk mengubah stimulus focal, perawat perlu memanipulasi stimulus kebutuhan supaya respons adaptif dapat terpenuhi. Jika stimulus focal tidak dapat dirubah, perawat harus meningkatkan respons adaptif dengan memanipulasi stimulus kontekstual dan residual.
Perawat perlu mengantisipasi bahwa klien mempunyai risiko adanya ketidakefektifan respons pada situasi tertentu. Perawat harus mempersiapkan dirinya sebagai individu untuk mengantisipasi perubahan melalui penguatan mekanisme kognator, regulator atau koping yang lainnya. Tindakan keperawatan yang diberikan pada teori ini meliputi: mempertahankan respons yang adaptif dengan mendukung upaya klien secara kreatif menggunakan mekanisme koping yang sesuai.
d.        Konsep Sehat
Roy (1980) mendefinisikan sehat merupakan suatu continum dari meninggal sampai dengan tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasi secara keseluruhan. Integritas individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan, reproduksi, dan mastery.
e.         Konsep Lingkungan
Stimulus dari individu dan stimulus sekitarnya merupakan unsur penting tentang lingkungan. Roy (1980) mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi lingkungan yang memengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku seseorang dan kelompok. Pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat meningkatkan adaptasi dalam mengubah dan mengurangi risiko akibat dari lingkungan sekitarnya. Dengan keterlibatan seseorang dalam pendidikan, kesehatan, industri, dan politik, berarti akan mengubah stimulus lingkungan terhadap situasi kesehatan dan sakit.











F.       Perubahan Dan Pengembangan Peran Perawat Profesional Di Masa Depan











Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan consumer minded terhadap pelayanan yang diterima. Hal ini didasarkan pada tren perubahan saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, perawat dapat mendefinisikan, mengimplementasikan, dan mengukur perbedaan bahwa praktik keperawatan harus dapat dijadikan sebagai indikator agar kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional di masa depan terpenuhi. Sementara kualitas layanan keperawatan pada masa mendatang belum jelas, peran perawat harus dapat menunjukkan dampak yang positif terhadap sistem pelayanan kesehatan. Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di Indonesia:
1.         Definisi peran perawat.
2.         Komitmen terhadap identitas keperawatan.
3.         Perhatian terhadap perubahan dan tren pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
4.         Komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan melalui upaya yang kreatif dan inovatif.
1.         Profil Peran Perawat Profesional di Masa Depan
Implikasi pelayanan keperawatan di masa mendatang dapat dijawab dengan memahami dan melaksanakan “Karakteristik Perawat Profesional dan Perawat Milenium” tersebut di bawah ini.
Menurut Nursalam (2001), peran perawat di masa depan harus berkembang seiring dengan perkembangan iptek dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan. Sebagai perawat profesional, maka peran yang diemban adalah CARE yang meliputi:







Keterangan:
C =  Communication
Ciri khas perawat profesional di masa depan dalam memberikan pelayanan keperawatan harus dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat, cepat. Artinya setiap melakukan komunikasi (lisan maupun tulis) dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya harus memenuhi ketiga unsur di atas dengan didukung suatu fakta yang memadai. Profil perawat masa depan yang terpenting adalah mampu berbicara dan menulis bahasa asing, minimal bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya persaingan/pasar bebas pada abad ke-21 ini.
A =  Activity
Prinsip melakukan aktivitas/pemberian asuhan keperawatan harus dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada pasien. Aktivitas tersebut harus ditunjang dengan menunjukkan kesungguhan dan sikap empati dan bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diemban. Hal ini diperlukan pada saat ini dan masa yang akan datang dalam upaya mewujudkan jati diri perawat dan menghilangkan masa lalu keperawatan yang hanya bekerja seperti robot dan berada pada posisi inferior dari tim kesehatan lainnya. Yang penting diantisipasi di masa depan adalah ketika memberikan asuhan harus berdasarkan ilmu yang dapat/tepat diaplikasikan di institusi tempatnya bekerja. Artinya, ilmu keperawatan yang ada, harus diidentifikasi yang notabena dibuat di luar negeri dengan kondisi budaya, agama yang berbeda, untuk dapat diterapkan di Indonesia.
R =   Review
Prinsip utama dalam melaksanakan peran tersebut adalah moral dan etik keperawatan. Dalam setiap memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat harus selalu berpedoman pada nilai-nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Hal ini penting guna menghindarkan kesalahan-kesalahan yang dapat berakibat fatal terhadap konsumen dan eksistensi profesi keperawatan yang sedang mencari identitas diri. Dalam melaksanakan peran profesionalnya, perawat harus menerapkan prinsip-prinsip etik yang meliputi: (1) Justice: keadilan, 2) Autonomy: asas menghormati autonomi, 3) beneficience (asas manfaat) dan non-maleficiency, 4) Veracity: asas kejujuran, 5) confidentiality; asas kerahasiaan. Untuk menghindari kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, maka perlu diterapkan tindakan keperawatan dengan prinsip “CWIPAT”–Check the order,Wash your hands, Identitify the clients, Provide savety and privacy, Assess the problem; and Teach or Tell the clients (Nursalam, 2001).
E  = Education
Dalam upaya meningkatkan kualitas layanan keperawatan di masa depan, perawat harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi dengan secara kontinu menambah ilmu melalui pendidikan formal/nonformal, sampai pada suatu keahlian tertentu.
Pengembangan pelayanan keperawatan yang paling efektif harus berdasarkan hasil temuan-temuan ilmiah yang dapat diuji kesahihannya. Keadaan tersebut menuntut perawat untuk dapat melakukan penelitian-penelitian keperawatan. Bekal yang paling utama untuk dipersiapkan di masa mendatang adalah penguasaan tentang metodologi penelitian keperawatan. Implikasinya adalah bahwa setiap jenjang pendidikan tinggi keperawatan (DIII/Ners) lulusannya harus melaksanakan riset keperawatan. Di sini, semua pihak dituntut, khususnya pengelola pendidikan Tinggi Keperawatan mampu membekali kemampuan untuk dapat melakukan riset keperawatan kepada mahasiswanya, sebagai tanggung jawab moral dan profesional.
Sedangkan karakteristik “Nurse Millenium” yang diharapkan adalah:




Keterangan :
C =  Career
Di masa depan, perawat dalam memberikan asuhan kepada klien, harus mempunyai dasar pendidikan dan keahlian yang memadai. Keahlian dan dasar pendidikan yang tinggi merupakan indikator jaminan kualitas layanan kepada konsumen dan menghindarkan dari kesalahan-kesalahan yang fatal.
Perawat juga dituntut untuk menguasai tentang konsep manajemen secara keseluruhan, khususnya manajemen keperawatan. Di masa depan, bukanlah sesuatu yang aneh apabila seorang perawat menduduki jabatan sebagai “top manager” di sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk mencapai karier tersebut, maka perawat harus terus bekerja keras.
A =  Activity
Perawat harus memahami tentang semua tindakan yang dia lakukan, baik dari segi keilmuan maupun etik dan moral keperawatan. Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan akan pelaksanaan pelayanan keperawatan yang profesional.
R =  Role
Dalam melaksanakan perannya di masa depan, perawat dituntut mampu bekerja sama dengan profesi lain. Perawat harus dapat membedakan peran yang dimaksudkan.
E =  Enhancement
Prinsip utama pelayanan keperawatan adalah pengembangan diri secara terus menerus seiring dengan perkembangan zaman yang dinamis dan selalu berubah setiap saat. Perawat dituntut untuk menunjukkan independensi dalam memberikan asuhan dan tumbuhnya rasa percaya diri yang tinggi. Hal ini bisa ditempuh dengan mempersiapkan dan membekali diri yang baik mulai dari sekarang.

G.      Perubahan Penataan Model Pemberian Asuhan Keperawatan
Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus sebagai suatu tuntutan bagi organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini terdapat suatu keinginan untuk mengubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi. Dengan meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat memberikan arah terhadap pelayanan keperawatan berdasarkan pada isu di masyarakat.
Sejak diakuinya keperawatan sebagai profesi dan ditumbuhkannya Pendidikan Tinggi Keperawatan (DIII Keperawatan, PSIK) dan berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1992, dan Permenkes No. 1239/2001; proses registrasi dan legislasi keperawatan, sehingga diharapkan UU Praktik Keperawatan di masa depan, adalah bentuk pengakuan adanya kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional.
Akan tetapi pelaksanaan Permenkes tersebut masih perlu mendapatkan persiapan-persiapan yang optimal oleh profesi keperawatan. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala yang dihadapi, meliputi: (1) Belum adanya pengalaman dalam memberikan pengakuan terhadap praktik keperawatan; (2) Belum dipahami wujud dan batasan dari praktik keperawatan sebagai praktik keperawatan profesional; dan (3) Jenis dan sifat praktik keperawatan profesional yang harus dikembangkan.
Bertolak dari keadaan di atas, maka perlu dikembangkan adanya model praktik keperawatan yang perlu dan pantas diujicobakan, kemudian dikembangkan. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan pengalaman belajar Praktik Klinik kepada mahasiswa (DIII, Ners), sehingga diharapkan mutu pelayanan kesehatan bisa meningkat.
1.         Peningkatan Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, kita selalu berbicara mengenai kualitas, karena kualitas sangat diperlukan untuk:
a.         Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen.
b.        Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi.
c.         Mempertahankan eksistensi institusi.
d.        Meningkatkan kepuasan kerja.
e.         Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan.
f.         Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar.
2.         Pelaksanaan Standar Praktik Keperawatan
Standar Praktik Keperawatan di Indonesia disusun oleh Depkes RI (1995) yang terdiri atas beberapa standar.
Menurut JCHO: Joint Commission on Accreditation of Health care Organisation (1999: 1: 4: 249-54) terdapat 8 standar tentang asuhan keperawatan. Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM dari Henderson).




3.         Model Praktik
a.         Praktik Keperawatan Rumah Sakit
Perawat profesional (Ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, proses dan prosedur, registrasi, dan legislasi keperawatan.
b.        Praktik Keperawatan Rumah
Bentuk Praktik Keperawatan Rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok.
c.         Praktik Keperawatan Berkelompok
Dengan pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah, beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan untuk mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik keperawatan ini dipandang perlu di masa depan, karena adanya pendapat, lama hari rawat di rumah sakit perlu dipersingkat mengingat biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat.
d.        Praktik Keperawatan Individual
Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman dapat secara mandiri/perorangan membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan keperawatan khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.

H.      Perubahan Model Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
Sejalan dengan perkembangan dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di Indonesia, maka model sistem asuhan keperawatan harus berubah mengarah pada suatu praktik keperawatan profesional. Model sistem asuhan keperawatan yang dapat dikembangkan adalah 1) Tim, 2) Primer, dan 3) Kasus.
Menurut Grant dan Massey (1997) dan Marquis dan Huston (1998), jenis metode pemberian asuhan keperawatan telah dijabarkan pada tabel 2.2.





















I.         Kunci Sukses Pengelolaan Perubahan
Prinsip sukses dalam menghadapi tren perkembangan keperawatan di masa depan, setiap perawat harus memiliki 3 unsur utama: visi (ilmu–konsep), aktivitas yang nyata, dan motivasi yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan.
Sehingga perlu selalu tertanam suatu prinsip “Success is my Right, … not just only belong to other profession.” Oleh karena itu, perlu ditanamkan suatu sikap yang konsisten, komitmen, kolaboratif, kondusif, dan disiplin yang tinggi.
Untuk menghadapi trends-issues perubahan Pelayanan Keperawatan di masa depan, maka manajer keperawatan perlu mempunyai “KOREK API” dengan penjabaran sebagai berikut:
1.         KOREK
a.         Kolektivitas (Kebersamaan):
Dalam mencapai tujuan peningkatan kualitas layanan keperawatan, perawat masa depan harus menumbuhkan rasa kebersamaan dan “emotional solidarity.” Meyakini dan berpedoman bahwa apa yang dilakukan adalah untuk profesi, maka harus dipupuk rasa kebersamaan. Tanpa adanya rasa kebersamaan, maka sebuah tim akan mudah “diobok obok” orang lain dan bercerai berai.
b.        Organising (Terorganisisasi):
Segala aktivitas yang dilaksanakan harus terencana dengan baik. Hal ini penting bagi perawat masa depan untuk selalu bertindak berdasarkan pertimbangan dan perencanaan yang matang.
c.         Retail (Jasa Layanan):
Indikator kualitas perawat masa depan adalah meningkatnya pengakuan masyarakat terhadap jasa layanan keperawatan. Jasa layanan keperawatan harus dapat dirasakan dan dinikmati masyarakat.
d.        Efektif Dan Efisien:
Prinsip pelayanan keperawatan masa depan adalah efektivitas dan efisiensi. Perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang cepat, tepat, dan akurat. Efisiensi dalam penggunaan sarana dan dana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan indikator utama perawat masa depan.
e.         Komitmen:
Maju mundurnya suatu organisasi profesi, pendidikan keperawatan, pelayanan keperawatan terletak pada komitmen perawat. Ilmu keperawatan sangat tergantung pada “komitmen” perawat itu sendiri untuk selalu bertanggung jawab secara moral dan profesional. Komitmen merupakan kunci kesuksesan utama di dalam mewujudkan keperawatan sebagai profesi.
2.         API
a.         Aktualisasi
Dalam mempertahankan keperawatan sebagai profesi, maka perawat harus mampu menunjukan aktualisasinya kepada masyarakat dan profesi lainnya, khususnya para eksekutif di wilayahnya. Aktualisasi tersebut akan dapat diterima orang lain, jika perawat mempunyai bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional. Peningkatan kualitas pendidikan bagi perawat mutlak diperlukan dalam mencapai tujuan aktualisasi diri dan rasa percaya diri yang tinggi.
b.        Produktif
Singkatan NATO “No Action Talk Only,” harus dihindari oleh perawat masa depan. Potret perawat masa depan adalah perawat yang produktif, mempunyai suatu aktivitas profesional yang bermanfaat bagi anggota profesinya.
c.         Inovatif
Selalu berpikir jauh ke depan dan terus maju merupakan ciri khas perawat masa depan dengan belajar dari pengalaman dan kesalahan masa lalu. Perawat masa depan harus melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam penataan organisasi profesi, pendidikan, praktik, dan ilmu keperawatan.














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Keperawatan di Indonesia di masa depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global, mengingat setiap perkembangan dan perubahan  memerlukan pengelolaan yang profesional serta memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia. Perubahan sosial ekonomi dan politik, kependudukan, dan iptek akan berdampak terhadap perubahan praktik keperawatan, pendidikan keperawatan dan perkembangan iptek keperawatan. Perawat pada abad mendatang akan menghadapi suatu kesempatan dan tantangan yang sangat luas sekaligus suatu ancaman (Chitty, 1997: 470).

B.       Saran
Diharapkan mahasiswa/i keperawatan atau staff bagian keperawatan dapat memahami mengenai profesionalisasi keperawatan ini. Dan menunjang aspek pemikiran maupun implementasinya kedepan baik dalam praktik keperawatan, pendidikan keperawatan serta tantangan perubahan IPTEK keperawatan ini.










DAFTAR PUSTAKA


Azrul Azwar (2007). Peran Perawat Profesional dalam Sistem Kesehatan di Indonesia. Makalah Seminar. UI. Jakarta

Nursalam (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktik. Salemba Medika. Jakarta.
 
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan. Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika. Jakarta

Nursalam (2007). Manajemen Keperawatan. Edisi 2. Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Vestal, K.W. (2005). Nursing Management: Concepts and Issues. Lippincott. Philadelphia.













PENGELOLAAN   TREND  DAN   ISSU   PERUBAHAN KEPERAWATAN INDONESIA DALAM PROSES PROFESIONALISASI

stikes magalatung
Oleh :
Kelompok V
¥   RUSDI
¥   RISDAYANTI
¥   ASRIANI
¥   RANI RAHAYU, HS.
¥   HARDIANSYAH
¥   MARWATI
¥   IRMAH


SEKOLAH  TINGGI  ILMU  KESEHATAN
PUANGRIMAGGALATUNG BONE

 
2015
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Pengelolaan Trend dan Issu Perubahan Keperawatan Indonesia Dalam Proses Profesionalisasi”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
.


Watampone, 31  Desember  2014

       Penyusun






i
 
 


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULIAN
A.          Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
B.           Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C.           Tujuan Penulisan .....................................................................................  3
BAB II PEMBAHASAN                                                  
A.          Kebijaksanaan Pemerintah (Depkes) Tentang Profesionalisasi Keperawatan..............................................................................................4
B.           Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia...........................................6
C.           Dampak Perubahan....................................................................................9
D.          Permasalahan............................................................................................12
E.           Langkah Strategis Dalam Menghadapi Trend-Issues Perubahan Keperawatan Di Masa Depan..................................................................16
F.            Perubahan Dan Pengembangan Peran Perawat Profesional Di Masa Depan.......................................................................................................28
G.          Perubahan Penataan Model Pemberian Asuhan Keperawatan................32
H.          Perubahan Model Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan....................35
I.             Kunci Sukses Pengelolaan Perubahan......................................................36
BAB III PENUTUP
A.          Kesimpulan.............................................................................................. 39
B.           Saran........................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA




ii
 
 

No comments:

Post a Comment