Wednesday 20 December 2017

LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA

LAPORAN PENDAHULUAN
STRUMA

A.    Konsep Medis

1.      Pengertian.
1.1.      Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai dengan pembesaran kelenjar tyroid. (Djoko Moelianto, Ilmu Penyakit Dalam, 2003).
1.2.      Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara teknik teraba suatu nodul tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, halaman 757 FKUI, 2001)
2.      Anatomi Kelenjar Tyroid.
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas 2 lobus yang dihubungkan oleh isthmus dan menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia Pre trakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ini ke arah kranial, aliran darah ke kelenjar tyroid berasal dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior.
3.      Etiologi.
Penyebab Struma antara lain :
3.1.       Defisiensi Yodium.
Defisiensi yodium merupakan sebab pokok terjadinya struma. Struma merupakan cara adaptasi manusia pada keadaan akan kekurangan unsur yodium dalam makanan dan minuman.
3.2.       Faktor Goitrogen.
Goitrogen adalah zat atau bahan yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid sehingga akibatnya dapat membesarkan kelenjar tiroid (gondok)
3.3.       Yodium yang berlebihan.
Apabila yodium dikomsumsi dalam jumlah yang berlebihan maka akan terjadi inhibisi hormonogenesis, akan tetapi bila pemberian ini secara kronik, maka terjadi escape atau adaptasi terhadap hambatan tersebut.
Bila tidak mampu melaksanakan hambatan tersebut akan mengalami akibatnya yaitu inhibisi hormogenesis sehingga tarjadi hipotiroidisme dan selanjutnya TSH meninggi dengan dampak gondok.
4.      Patofisiologi.
Struma terjadi karena kegagalan sintesa hormon yang berhubungan dengan pengurangan hormon T3 dan T4. Pengurangan ini mencegah inhibisi umpan balik TSH yang normal. Kadar TSH yang meningkat akan menyebabkan peningkatan massa tyroid. Pembesaran tyroid dapat menimbulkan hyperplasia tetapi tidak semuanya menunjukan adanya kadar TSH. Hipotesis lain menyatakan bahwa struma disebabkan karena stimulus kelenjar tyroid oleh growth imunoglobin, stroma dapat berupa difus atau noduler dan nodul disebabkan oleh adenoma, karsinoma, atau proses inflamasi. Pembesaran tyroid yang tidak berhubungan dengan hypertiroidisme, malignasi atau inflamasi sering kali terjadi pada wanita yang timbul pada saat pubertas atau selama kehamilan disebut dengan simpel goiter. Pada tiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah terutama masa pertumbuhan, menstruasi pubertas, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stres. Pada masa tersebut akan menimbulkan modularitas kelenjar tyroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut pada berkurangya aliran darah.
5.      Gambaran Klinis.
Gambaran klinis pada penderita struma antara lain :
5.1.      Pemebengkakan secara berlebihan pada leher.
5.2.      Batuk kaena pipa udara (tractea) terdesak kesisi lain.
5.3.      Kesulitan menelan (nyeri saat menelan).
5.4.      Kesulitan dalam bernafas dan suara bising pada waktu bernafas.
5.5.      Suara parau karena tekanan pada saraf suara (Jhon Of  Knight. 1993, Wanita Ciptaan Ajaib, halaman 360 percetakan Advent Indonesia, Bandung).
6.      Pemeriksaan Diagnostik.
6.1.      Pemeriksaan sidik tiroid.
Berfungsi untuk melihat teraan ukuran, bentuk lokal dan yang       bermasalah. Fungsi bagian-bagian tiroid.
6.2.      Pemeriksaan Ultrasonografi.
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan  konsistensinya.
6.3.      Biopsi Aspirasi Jarum halus.
6.4.      Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan  pengukuran suhu kulit pada suatu tempat.
6.5.      Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian tiroglobulin kadar tg serum normal antara 1,5-30 nymle.
6.6.      X Ray (foto leher).
7.      Penatalaksanaan Medik.
3.1.      Pencegahan.
Dengan pemberian kapsul minyak beryodium terutama bagi penduduk didaerah endemik sedang dan berat.
Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalam hal pola makanan dan memasyarakatkan pemakaian garam beryodium.
3.2.      Tindakan Operasi.
Pada struma Nodosa NonToksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi (strumectomy). Bila pengobatan tidak berhasil terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.

B.     Konsep Asuhan Keperawatan

         Suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiatnya, dimana pelayanan keperawatan mengacu pada pelayanan bio, psiko, sosial, spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Langkah proses keperawatan itu sendiri meliputi :
1.      Pengkajian.
Pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis (Marilynn E Doenges). Pengumpulan data dan sumber data dapat dilakukan melalui observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian data klien meliputi :
1.1.       Aktifitas \ Istirahat  : Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah,   gangguan koordinasi kelelahan berat, atrofi otot.
1.2.       Eliminasi  : Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.
1.3.       Integritas ego  : Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.
1.4.       Makanan \ cairan  :  Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan yang meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual muntah pembesaran tyroid.
1.5.       Rasa nyeri \ Kenyamanan  : Nyeri orbital, fotofobia.
1.6.       Pernafasan  : Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.
1.7.       Keamanan  : Tidak toleransi terhadap panas keringat yang berlebihan, suhu meningkat diatas 370 C, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus.
Eksoftalmus   :   retraksi, iritasi pada kongjungtiva dan berair.
1.8.       Seksualitas  : penurunan libido, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.






















2.      Penyimpangan KDM pada pre operasi
Defisiensi yodium
Kelainan metabolik kongenital yang mengandung hormon tyroid
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia/obat-obatan
¯
Pengurangan tyroditiroksin dan tetratiroksikosis
Mencegah inhibisi umpan balik TSH yang normal
¯
Peningkatan massa thyroid
Penekanan pada tyroid
pembuluh darah
¯
Merangsang hipothalamus
¯
Peningkatan kerja saraf
Simpatis
¯
Nyeri


Berkurangnya aliran di sekitar leher
¯
Suplai O2 ke jaringan berkurang
¯
Iskemia
¯
Kelemahan fisik
¯
Cepat lelah
 
¯
Hyperplasia kelenjar thyroid (Struma)
¯
Involusi kelenjar
¯
Benjolan pada kelenjar
¯
Gangguan body image


Penekanan pada esofagus
¯
Intake tidak adekuat
¯

 
Perubahan status kesehatan klien
¯
Klien selalu bertanya tentang
penyakitnya dan perosedur
Text Box: Gangguan body imagepembedahan
¯
Text Box: NyeriInformasi yang diberikan
Tidak akurat
¯
Kurang pengetahuan
¯
Stressor meningkat
Text Box: Pemenuhan nutrisi ¯
Text Box: AnxietasAnxietas

 






Penyimpangan KDM pada post operasi
Struma
¯
Cedera pita suara
¯
Gangguan fungsi suara
¯
 
Resiko cedera pada trakhea
¯
Kemungkinan terjadinya pendarahan
¯
Resiko terjadi obstruksi
¯
Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektif
 
Strumectomi
(Tindakan pembedahan)
¯
Terputusnya kontinuitas
Jaringan
Text Box: Gangguan komunikasi verbal¯
Pelepasan neurotransmitter
mediator kimia (bradikinin,
Text Box: Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas tidak efektifserotonin, prostaglandin dan
histamin)
¯
Merangsang ujung-ujung
saraf tepi
¯
Dihantarkan ke hipothalamius
dan korteks cerebri
Text Box: Nyeri¯
Nyeri

Manipulasi pada tindakan strumectomi subtotal
¯
Resiko peningkatan pengeluaran hormon tiroid
¯
Resiko krisis tiroid
¯
Resiko terjadinya mixedema
¯
Kemunduran proses metabolik
Text Box: Resiko terjadinya tetani/cedera¯




3.      Diagnosa kepeawatan pada pre operasi
yang lazim terjadi pada struma pre operasi :
3.1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
3.2.      Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
3.3.      Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.
3.4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
4.      Perencanaan tindakan keperawatan/ Implementasi
4.1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
Tujuan : mengatasi nyeri klien.
INTERVENSI
RASIONAL
1.   Kaji tingkat nyeri klien


2.   Anjurkan klien untuk makanan lunak.
3.   Menganjurkan klien supaya makan sedikit-sedikit tapi sering.


4.   Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
1.   Mengetahui tingkat nyeri klien dan sebagai dasar untuk menentu-kan rencana tindakan selanjutnya.
2.   Mengurangi resiko nyeri saat     menelan.
3.   Dengan makan sedikit-sedikit tidak akan memperberat rasa sakit saat menelan.

4.   Analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke otak

4.2.      Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
Tujuan    :  Klien mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau menerima keadaannya serta mengembangkan mekanisme pemecahan masalah dan beradaptasi dengan baik.
INTERVENSI
RASIONAL
1.   Diskusi dengan klien bagaimana proses penyakitnya pengaruhnya.

2.   Kaji kesulitan yang dialami klien





3.   Berikan suport pada klien dalam melakukan pengobatan dan beri pengertian.
1.   Sebagai informasi tambahan untuk memulai proses metode pemecahan masalah.
2.   Perasaan klien terhadap kondisi fisiknya merupakan hal yang nyata dimana perawat harus bisa meyakinkan klien bahwa dengan kemajuan teknologi masalah klien bisa diatasi.
3.   Klien tidak menganggap peruba-han yang dialaminya sebagai suatu masalah yang cukup berat.
4.3.      Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus, kesulitan menelan.
Tujuan    :  Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Monitor intake tiap hari



2.      Anjuran klien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan kaya akan gizi.

3.      Kontrol faktor lingkungan seperti bau yang tidak sedap dan hindari makanan yang pedas dan berminyak.
1.   Nutrisi merupakan kebutuhan  yang harus tetap terpenuhi setiap hari untuk mencegah terjadinya malnut-risi.
2.   Suplemen makanan tersebut akan mempertahankan jumlah kalori dan protein dalam tubuh tetap dalam keadaan stabil.
3.   Lingkungan yang buruk akan memperburuk keadaan mual dan menyebabkan muntah, efektifitas diet merupakan hal yang individual untuk dapat mengatasi adanya mual.



4.4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan          :  Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya dan dapat mendemonstrasikan teknik perawatan diri.
INTERVENSI
RASIONAL
1.   Bantuan klien dalam melaku-kan perawatan diri.
2.   Anjuran keluarga klien untk berpartisipasi dalam perawa-tan diri klien.
3.   Anjuran klien untuk melaku-kan perawatan diri secara bertahap.
4.   Bantu klien untuk melaku-kan perawatan diri secara bertahap.
5.   HE kepada klien dan keluarganya tentang penting-nya kebersihan.
1.   Membantu dalam mempertahankan personal hygiene klien.
2.   Klien tidak merasa terbebani dalam melakukan perawatan diri.

3.   Mempersiapkan diri klien untuk tidak tergantung pada orang lain karena adnya kelemahan fisik.
4.   Mempermudah klien dalam melakukan perawatan diri.

5.  Klien dan keluarganya bisa termotifasi untuk tetap menjaga personal hygiene klien.

4.5.      Anxietas berhubungan dengan interpretasi yang salah dan prosedur pembedahan
Tujuan    :  Klien dapapt mengungkapkan bahwa kecemasannya sudah berkurang atau sudah tidak cemas lagi.
INTERVENSI
RASIONAL
1.   Kaji tingkat kecemasan klien.

2.   Berikan dorongan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya.


3.   Berikan penjelasan singkat tentang penyakitnya dan prosedur pembedahannya.
4.   Beri support positif kepada klien.

5.   Anjurkan kepada klien untuk selalu melakukan pendekatan spritual.
1.    Sebagai dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.
2.    Dukungan perawat akan membawa klien untuk mengenal sedini mungkin perasaannya dan membagi kepada orang lain untuk mengurangi gangguan perasaannya.
3.    Penyelesaian singkat dan benar akan menghilangkan persepsi yang salah tentang penyakitnya.
4.    Suport positif dapat membantu klien untuk melakukan koping untuk mengatasi masalah.
5.    Pendekatan spritual membantu klien untuk tetap tabah dalam menghadapi penyakitnya. 

5.      Diagnosa keperawatan post operasi (Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan, 2001).
5.1.   Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
5.2.   Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
5.3.   Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
5.4.   Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
6.      Perencanaan Keperawatan / Intervensi
6.1.  Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Tujuan     :  Mempertahankan jalan napas paten dengan mencegah aspirasi.

INTERVENSI

RASIONAL
1.      Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja perna-fasan



2.      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi



3.      Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara
4.      Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala dengan bantal
5.      Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif sesuai indikasi


6.      Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum
7.      Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada bagian posterior

8.      Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral

9.      Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien



10.  Pembedahan tulang
1.      Pernafasan secara normal ka-dang-kadang cepat, tetapi ber-kembangnya distres pada perna-fasan merupakan indikasi kom-presi trakea karena edema atau perdarahan
2.      Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme lari-ngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat
3.      Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan intervensi segera
4.      Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan

5.      Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas
6.      Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri
7.      Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung
8.      Merupakan indikasi edema/per-darahan yang membeku pada jaringan sekitar daerah operasi
9.      Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat
10.  Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pem-buluh darah yang mengalami perdarahan yang terus menerus


6.2.  Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan     :  Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji fungsi bicara secara periodik







2.      Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak
3.      Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar

4.      Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur
5.      Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel panggilan dengan segera
6.      Pertahankan lingkungan yang tenang
1.      Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada trakea
2.      Menurunkan kebutuhan beres-pon, mengurangi bicara


3.      Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan



4.      Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunikasi.
5.      Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang diketahui/me-merlukan bantuan
6.      Meningkatkan kemampuan men-dengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan

6.3.  Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan     :  Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan paru)
2.      Evaluasi refleksi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia





3.      Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi yang rendah
4.      Memantau kadar kalsium dalam serum

5.      (Kolaborasi) Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat)
1.      Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibat-kan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid
2.      Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat ter-jadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypopara-tiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan
3.      Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang

4.      Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti
5.      Memperbaiki kekurangan kal-sium yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen

6.4.  Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
Tujuan     :  Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya
2.      Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/ leher dengan bantal pasir/bantal kecil
3.      Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher

4.      Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah
5.      Berikan minuman yang sejuk/ makanan yang lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan
6.      Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif
7.      (Kolaborasi) Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya
8.      Berikan es jika ada indikasi
1.      Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan in-tervensi, menentukan efektivitas terapi
2.      Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan

3.      Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot





4.      Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi

5.      Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan
6.      Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif
7.      Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai kebutuhannya
8.      Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri














DAFTAR PUSTAKA


Djoko Moelianto R, 2003, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Doenges, Marilynn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Rencana dan Pendokumentasian Perawatan, Edisi ketiga, EGC, Jakarta.

Dorland, 2006, Kamus Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Hudak & Gallo, 2006, Keperawatan Kritis, volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Long, Barbara C, 2006, Perawatan Medikal Bedah, Buku 1 dan 3, Yayasan IAPK Padjajaran, Bandung

Pearce, Evelyn C, 2003, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Price A, Sylvia, 2005, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, buku 1, EGC, Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.




No comments:

Post a Comment