LAPORAN PENDAHULUAN
STRUMA
A. Konsep Medis
1.
Pengertian.
1.1.
Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan
yodium yang ditandai dengan pembesaran kelenjar tyroid. (Djoko Moelianto, Ilmu
Penyakit Dalam, 2003).
1.2.
Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar
tyroid yang secara teknik teraba suatu nodul tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, halaman 757 FKUI, 2001)
2.
Anatomi Kelenjar Tyroid.
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, terdiri
atas 2 lobus yang dihubungkan oleh isthmus dan menutupi cincin trakea 2 dan 3.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia Pre trakea sehingga pada
setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ini
ke arah kranial, aliran darah ke kelenjar tyroid berasal dari arteri tiroidea
superior dan arteri tiroidea inferior.
3.
Etiologi.
Penyebab Struma antara lain :
3.1.
Defisiensi Yodium.
Defisiensi yodium merupakan sebab pokok terjadinya struma. Struma
merupakan cara adaptasi manusia pada keadaan akan kekurangan unsur yodium dalam
makanan dan minuman.
3.2.
Faktor Goitrogen.
Goitrogen adalah zat atau bahan yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid
sehingga akibatnya dapat membesarkan kelenjar tiroid (gondok)
3.3.
Yodium yang berlebihan.
Apabila yodium dikomsumsi dalam jumlah yang berlebihan maka akan terjadi
inhibisi hormonogenesis, akan tetapi bila pemberian ini secara kronik, maka
terjadi escape atau adaptasi terhadap hambatan tersebut.
Bila tidak mampu melaksanakan hambatan tersebut akan mengalami akibatnya
yaitu inhibisi hormogenesis sehingga tarjadi hipotiroidisme dan selanjutnya TSH
meninggi dengan dampak gondok.
4.
Patofisiologi.
Struma terjadi karena kegagalan
sintesa hormon yang berhubungan dengan pengurangan hormon T3 dan T4.
Pengurangan ini mencegah inhibisi umpan balik TSH yang normal. Kadar TSH yang
meningkat akan menyebabkan peningkatan massa tyroid. Pembesaran tyroid dapat
menimbulkan hyperplasia tetapi tidak semuanya menunjukan adanya kadar TSH.
Hipotesis lain menyatakan bahwa struma disebabkan karena stimulus kelenjar
tyroid oleh growth imunoglobin, stroma dapat berupa difus atau noduler dan
nodul disebabkan oleh adenoma, karsinoma, atau proses inflamasi. Pembesaran
tyroid yang tidak berhubungan dengan hypertiroidisme, malignasi atau inflamasi
sering kali terjadi pada wanita yang timbul pada saat pubertas atau selama
kehamilan disebut dengan simpel goiter. Pada tiap orang dapat dijumpai masa
dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah terutama masa pertumbuhan,
menstruasi pubertas, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stres. Pada
masa tersebut akan menimbulkan modularitas kelenjar tyroid serta kelainan
arsitektur yang dapat berlanjut pada berkurangya aliran darah.
5.
Gambaran Klinis.
Gambaran klinis pada penderita struma antara lain :
5.1.
Pemebengkakan secara berlebihan pada leher.
5.2.
Batuk kaena pipa udara (tractea) terdesak kesisi lain.
5.3.
Kesulitan menelan (nyeri saat menelan).
5.4.
Kesulitan dalam bernafas dan suara bising pada waktu
bernafas.
5.5.
Suara parau karena tekanan pada saraf suara (Jhon
Of Knight. 1993, Wanita Ciptaan Ajaib,
halaman 360 percetakan Advent Indonesia, Bandung).
6.
Pemeriksaan Diagnostik.
6.1.
Pemeriksaan sidik tiroid.
Berfungsi untuk melihat teraan ukuran, bentuk lokal dan yang bermasalah. Fungsi bagian-bagian tiroid.
6.2.
Pemeriksaan Ultrasonografi.
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan konsistensinya.
6.3.
Biopsi Aspirasi Jarum halus.
6.4.
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan
berdasarkan pengukuran suhu kulit pada
suatu tempat.
6.5.
Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian
tiroglobulin kadar tg serum normal antara 1,5-30 nymle.
6.6.
X Ray (foto leher).
7.
Penatalaksanaan Medik.
3.1.
Pencegahan.
Dengan pemberian kapsul minyak beryodium terutama bagi
penduduk didaerah endemik sedang dan berat.
Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalam
hal pola makanan dan memasyarakatkan pemakaian garam beryodium.
3.2.
Tindakan Operasi.
Pada struma Nodosa NonToksik yang besar dapat dilakukan
tindakan operasi (strumectomy). Bila pengobatan tidak berhasil terjadi gangguan
misalnya : penekanan pada organ sekitarnya kosmetik, indikasi keganasan yang
pasti akan dicurigai.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Suatu
bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiatnya, dimana pelayanan keperawatan
mengacu pada pelayanan bio, psiko, sosial, spiritual yang komprehensif
ditujukan kepada klien, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang
sehat. Langkah proses keperawatan itu sendiri meliputi :
1. Pengkajian.
Pengumpulan data yang berhubungan
dengan pasien secara sistematis (Marilynn E Doenges). Pengumpulan data dan
sumber data dapat dilakukan melalui observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik
yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian data klien
meliputi :
1.1.
Aktifitas \ Istirahat
: Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi kelelahan berat, atrofi
otot.
1.2.
Eliminasi :
Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.
1.3.
Integritas ego :
Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.
1.4.
Makanan \ cairan
: Kehilangan berat badan yang
mendadak, nafsu makan yang meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan,
mual muntah pembesaran tyroid.
1.5.
Rasa nyeri \ Kenyamanan
: Nyeri orbital, fotofobia.
1.6.
Pernafasan :
Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.
1.7.
Keamanan : Tidak
toleransi terhadap panas keringat yang berlebihan, suhu meningkat diatas 370
C, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus.
Eksoftalmus
: retraksi, iritasi pada
kongjungtiva dan berair.
1.8.
Seksualitas : penurunan
libido, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
2. Penyimpangan KDM pada pre operasi
Defisiensi yodium
Kelainan metabolik kongenital yang mengandung hormon tyroid
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia/obat-obatan
¯
Pengurangan tyroditiroksin dan tetratiroksikosis
Mencegah inhibisi umpan balik TSH yang normal
¯
Peningkatan massa thyroid
|
¯
Hyperplasia kelenjar thyroid (Struma)
¯
|
Perubahan status kesehatan klien
¯
Klien selalu bertanya tentang
penyakitnya dan perosedur
pembedahan
¯
Informasi yang
diberikan
Tidak akurat
¯
Kurang pengetahuan
¯
Stressor meningkat
¯
Anxietas
Penyimpangan KDM pada post operasi
Struma
¯
|
|
Strumectomi
(Tindakan pembedahan)
¯
Terputusnya
kontinuitas
Jaringan
¯
Pelepasan
neurotransmitter
mediator
kimia (bradikinin,
serotonin, prostaglandin dan
histamin)
¯
Merangsang
ujung-ujung
saraf
tepi
¯
Dihantarkan
ke hipothalamius
dan
korteks cerebri
¯
Nyeri
Manipulasi
pada tindakan strumectomi subtotal
¯
Resiko
peningkatan pengeluaran hormon tiroid
¯
Resiko
krisis tiroid
¯
Resiko
terjadinya mixedema
¯
Kemunduran
proses metabolik
¯
3. Diagnosa kepeawatan pada pre operasi
yang lazim terjadi pada struma pre operasi :
3.1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
hyperplasia kelenjar tyroid.
3.2.
Gangguan body image berhubungan dengan involusi
kelenjar tyroid.
3.3.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan
pada esofagus, kesulitan menelan.
3.4.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
fisik.
4. Perencanaan tindakan keperawatan/ Implementasi
4.1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
hyperplasia kelenjar tyroid.
Tujuan : mengatasi nyeri klien.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji tingkat nyeri klien
2.
Anjurkan klien untuk makanan lunak.
3.
Menganjurkan klien supaya makan sedikit-sedikit tapi
sering.
4.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgetik.
|
1. Mengetahui tingkat nyeri klien
dan sebagai dasar untuk menentu-kan rencana tindakan selanjutnya.
2. Mengurangi resiko nyeri
saat menelan.
3. Dengan makan sedikit-sedikit
tidak akan memperberat rasa sakit saat menelan.
4. Analgetik dapat menekan pusat
nyeri sehingga impuls nyeri tidak diteruskan ke otak
|
4.2.
Gangguan body image berhubungan dengan involusi
kelenjar tyroid.
Tujuan : Klien
mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau menerima keadaannya
serta mengembangkan mekanisme pemecahan masalah dan beradaptasi dengan baik.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Diskusi dengan klien bagaimana proses penyakitnya
pengaruhnya.
2.
Kaji kesulitan yang dialami klien
3.
Berikan suport pada klien dalam melakukan pengobatan
dan beri pengertian.
|
1.
Sebagai informasi tambahan untuk memulai proses
metode pemecahan masalah.
2.
Perasaan klien terhadap kondisi fisiknya merupakan
hal yang nyata dimana perawat harus bisa meyakinkan klien bahwa dengan
kemajuan teknologi masalah klien bisa diatasi.
3.
Klien tidak menganggap peruba-han yang dialaminya
sebagai suatu masalah yang cukup berat.
|
4.3.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan
pada esofagus, kesulitan menelan.
Tujuan : Pasien
mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda malnutrisi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Monitor intake tiap hari
2.
Anjuran klien untuk makan makanan yang tinggi kalori
dan kaya akan gizi.
3.
Kontrol faktor lingkungan seperti bau yang tidak
sedap dan hindari makanan yang pedas dan berminyak.
|
1. Nutrisi merupakan
kebutuhan yang harus tetap terpenuhi
setiap hari untuk mencegah terjadinya malnut-risi.
2. Suplemen makanan tersebut akan
mempertahankan jumlah kalori dan protein dalam tubuh tetap dalam keadaan
stabil.
3. Lingkungan yang buruk akan
memperburuk keadaan mual dan menyebabkan muntah, efektifitas diet merupakan
hal yang individual untuk dapat mengatasi adanya mual.
|
4.4.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
fisik.
Tujuan : Klien
dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya dan dapat
mendemonstrasikan teknik perawatan diri.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Bantuan klien dalam melaku-kan perawatan diri.
2.
Anjuran keluarga klien untk berpartisipasi dalam
perawa-tan diri klien.
3.
Anjuran klien untuk melaku-kan perawatan diri secara
bertahap.
4.
Bantu klien untuk melaku-kan perawatan diri secara
bertahap.
5.
HE kepada klien dan keluarganya tentang penting-nya
kebersihan.
|
1. Membantu dalam mempertahankan
personal hygiene klien.
2. Klien tidak merasa terbebani
dalam melakukan perawatan diri.
3. Mempersiapkan diri klien untuk
tidak tergantung pada orang lain karena adnya kelemahan fisik.
4. Mempermudah klien dalam
melakukan perawatan diri.
5. Klien dan keluarganya bisa
termotifasi untuk tetap menjaga personal hygiene klien.
|
4.5.
Anxietas berhubungan dengan interpretasi yang salah dan
prosedur pembedahan
Tujuan : Klien
dapapt mengungkapkan bahwa kecemasannya sudah berkurang atau sudah tidak cemas
lagi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji tingkat kecemasan klien.
2.
Berikan dorongan kepada klien untuk mengekspresikan
perasaannya.
3.
Berikan penjelasan singkat tentang penyakitnya dan
prosedur pembedahannya.
4.
Beri support positif kepada klien.
5.
Anjurkan kepada klien untuk selalu melakukan
pendekatan spritual.
|
1.
Sebagai dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.
2.
Dukungan perawat akan membawa klien untuk mengenal
sedini mungkin perasaannya dan membagi kepada orang lain untuk mengurangi
gangguan perasaannya.
3.
Penyelesaian singkat dan benar akan menghilangkan
persepsi yang salah tentang penyakitnya.
4.
Suport positif dapat membantu klien untuk melakukan
koping untuk mengatasi masalah.
5.
Pendekatan spritual membantu klien untuk tetap tabah
dalam menghadapi penyakitnya.
|
5.
Diagnosa keperawatan post operasi (Doenges, Marilyn E,
Rencana Asuhan Keperawatan, 2001).
5.1.
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme
laringeal.
5.2.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera
pita suara/kerusakan laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
5.3.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan
proses pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
5.4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan
tindakan bedah terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
6.
Perencanaan Keperawatan / Intervensi
6.1. Resiko
tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Tujuan : Mempertahankan
jalan napas paten dengan mencegah aspirasi.
INTERVENSI |
RASIONAL
|
1.
Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja
perna-fasan
2.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi
3.
Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis.
Perhatikan kualitas suara
4.
Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada
leher, menyokog kepala dengan bantal
5.
Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan
atau batuk efektif sesuai indikasi
6.
Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea
sesuai indikasi, catat warna dan karakteristik sputum
7.
Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara
teratur, terutama pada bagian posterior
8.
Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral
9.
Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien
10. Pembedahan
tulang
|
1.
Pernafasan secara normal ka-dang-kadang cepat, tetapi
ber-kembangnya distres pada perna-fasan merupakan indikasi kom-presi trakea
karena edema atau perdarahan
2.
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme
lari-ngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat
3.
Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang
membutuhkan evaluasi dan intervensi segera
4.
Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka
karena pembedahan
5.
Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi.
Namun batuk tidak dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi
hal itu perlu untuk membersihkan jalan nafas
6.
Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien
untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan nafas sendiri
7.
Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior
mungkin akan tampak kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang
tergantung
8.
Merupakan indikasi edema/per-darahan yang membeku
pada jaringan sekitar daerah operasi
9.
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang
mengancam kehidupan yang memerlukan tindakan yang darurat
10. Mungkin
sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pem-buluh darah yang mengalami
perdarahan yang terus menerus
|
6.2. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan laring, edema
jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan : Mampu
menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji fungsi bicara secara periodik
2.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri
pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak
3.
Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai,
seperti papan tulis, kertas tulis/papan gambar
4.
Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien
secara teratur
5.
Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara
dan jawablah bel panggilan dengan segera
6.
Pertahankan lingkungan yang tenang
|
1.
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan
atau kerusakan karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam
beberapa hari kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara
atau penekanan pada trakea
2.
Menurunkan kebutuhan beres-pon, mengurangi bicara
3.
Memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan
4.
Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk
berkomunikasi.
5.
Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk
menciptakan kebutuhan yang diketahui/me-merlukan bantuan
6.
Meningkatkan kemampuan men-dengarkan komunikasi
perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat
didengarkan
|
6.3. Resiko
tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan, rangsangan
pada sistem saraf pusat.
Tujuan : Menunjukkan
tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan
suhu tubuh, takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu
bernafas (pembengkakan paru)
2.
Evaluasi refleksi secara periodik. Observasi adanya
peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia
3.
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan,
tmpat tidur pada posisi yang rendah
4.
Memantau kadar kalsium dalam serum
5.
(Kolaborasi) Berikan pengobatan sesuai indikasi
(kalsium/glukonat, laktat)
|
1.
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat
mengakibat-kan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid
2.
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat
ter-jadi 1 – 7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi hypopara-tiroid yang
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada
pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid selama pembedahan
3.
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi
kejang
4.
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum
membutuhkan terapi pengganti
5.
Memperbaiki kekurangan kal-sium yang biasanya sementara
tetapi mungkin juga menjadi permanen
|
6.4. Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
Tujuan : Melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan relaksasi dan
mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non
verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya
2.
Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong
kepala/ leher dengan bantal pasir/bantal kecil
3.
Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan
sokong selama perubahan posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya
untuk menyokong leher selama pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi
leher
4.
Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam
jangkauan yang mudah
5.
Berikan minuman yang sejuk/ makanan yang lunak
ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan
6.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi,
seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif
7.
(Kolaborasi) Beri obat analgetik dan/atau analgetik
spres tenggorok sesuai kebutuhannya
8.
Berikan es jika ada indikasi
|
1.
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan
pilihan in-tervensi, menentukan efektivitas terapi
2.
Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi
integritas garis jahitan
3.
Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan
tegangan otot
4.
Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi
5.
Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak
ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan
6.
Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan
membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif
7.
Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres
tenggorok sesuai kebutuhannya
8.
Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap
nyeri
|
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Moelianto R, 2003,
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman
Untuk Rencana dan Pendokumentasian Perawatan, Edisi ketiga, EGC, Jakarta .
Dorland, 2006,
Kamus Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo, 2006,
Keperawatan
Kritis, volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Long, Barbara C, 2006,
Perawatan Medikal Bedah, Buku 1 dan 3, Yayasan IAPK Padjajaran,
Bandung
Pearce, Evelyn C, 2003,
Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta .
Price A, Sylvia, 2005,
Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
buku 1, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta.
No comments:
Post a Comment