|
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada klien Tn. “H” dengan
gangguan sistem persarafan: Trauma
Kapitis di Ruang Bedah BLUD RS Tenriawaru Kelas B Kab. Bone, penulis
menemukan beberapa kesenjangan antara teori dan praktek. Untuk memudahkan
pembahasan, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu :
pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi dan evaluasi.
A.
Pengkajian
|
Data pengkajian yang dapat ditemukan pada
penderita Trauma Kapitis menurut teori
Dongoes (2000 ; 270-272) adalah :
1.
Aktivitas/Istirahat
Gejala
: Merasa lemah, lelah, hilang
keseimbangan.
Tanda
: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese quadreplegia, ataksia, cara berjalan
tak tegap. Masalah dalam keseimbangan cedera (trauma) ortopedi, kehilangan
tonus otot, otot spastik.
2.
Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah
atau normal (hipertensi).
Tanda: Perubahan frekwensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah
laku atau kepribadian (tenang
atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan impulsif.
4. Eliminasi
Gejala
: Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah. Gangguan menelan
6. Neurosensori
Gejala
: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian. Vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, lapang pandang menyempit.
Tanda
: Perubahan kesadaran sampai koma.
1)
Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/tingkah laku dan memori).
2)
Perubahan pupil (respon
terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti.
3)
Kehilangan penginderaan seperti
pengecapan, penciuman dan pendengaran.
4)
Wajah tidak simetri.
5)
Genggaman lemah, tidak
seimbang.
6)
Refleks tendon dalam tidak ada
atau lemah.
7)
Apraksia, hemiparise,
quedreplegia.
8)
Postur (dekortikasi,
deserebrasi), kejang.
9)
Sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan.
10)
Kehilangan sensasi sebagian
tubuh.
7.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala
:Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda :Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
8. Pernapasan
Tanda:
Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas
berbunyi, stridor, tersedak. ronci, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi).
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
1)
Gangguan penglihatan
2)
Kulit: laserasi, abrasi,
perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda
Batle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma).. Adanya aliran
cairan (drainase) dari
telinga/hidung (CSS).
3)
Gangguan kognitif.
4)
Gangguan rentang gerak, tonus
otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis.
5)
Demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.
10. Interaksi Sosial
Tanda
: Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria, anomia.
11. Pemenuhan Pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol/obat lain.
Sedangkan data pengkajian yang penulis temukan pada kasus Tn. “H”, adalah
:
1. Klien mengatakan sakit pada kepala bagian
belakang
2. Klien mengatakan nyeri pada kening/alis
bagian kiri
3. Klien mengatakan sakit pada daerah bekas
pembedahan
4. Klien mengatakan sakit pada saat bergerak
5. Klien dibantu dalam bergerak oleh
keluarga
6. Klien nampak lemah.
7. Ekspresi wajah nampak meringis
8. Skala nyeri 8
9. Kekuatan otot melemah
10. Klien nampak cemas
11. TTV
TD : 110/70
mmHg
N : 75 x/i
S : 37o C
P : 24 x/i
12. Nyeri tekan pada kepala
13. Nampak luka pada kepala bagian belakang
dan kening pasca kecelakaan.
Setelah mencermati data diatas, penulis menemukan kesenjangan antara teori
dan kasus, dimana ada beberapa data yang terdapat pada teori tapi tidak
ditemukan pada kasus yaitu :
1.
Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia). Data ini tidak didapatkan pada
kasus karena pada saat mengkaji sistem kardiovaskuler, jantung klien tidak nampak ikteris.
2.
Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi. Data ini tidak didapat pada kasus karena pada pengkajian sistem perkemihan pada Tn.
“H”, tidak nampak kelainan pada saat berkemih.
3.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus. Hal ini tidak didapatkan dalam kasus
karena klien dapat mengenal waktu dengan orang yang ada disekitarnya.
4.
Kehilangan pendengaran, perubahan dalam penglihatan
seperti ketajaman-nya, diplopia, lapang pandang menyempit. Data ini tidak
didapatkan pada kasus karena pendengaran maupun penglihatan klien masih berfungsi
dengan baik.
5. Perubahan
status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Penulis tidak mendapatkan
data ini dalam kasus disebabkan status mental
masih dalam batas normal.
6. Perubahan pola
napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor,
tersedak. ronci, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi). Penulis tidak
mendapatkan data ini dalam kasus disebabkan pola nafas klien tidak menunjukkan
kelainan.
Sedangkan hasil data pengkajian yang didapat pada kasus, semuanya didapat
pula dalam pengkajian teori.
B.
Diagnosa Keperawatan
Menurut teori (Doenges, 2000), diagnosa
keperawatan pada kasus Trauma Kapitis
antara lain :
1.
Perubahan perfusi jaringan
cerebral berhubungan dengan hipotensi / hemorage, hematoma, edema cerebral.
2.
Resiko tinggi terhadap pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler; kerusakan
persepsi atau kognitif; obstruksi trakeobronkial.
3.
Perubahan persepsi sensoris
berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadaran (defisit neurologis).
4.
Perubahan proses pikir
berhubungan dengan perubahan
fisiologis; konflik
psikologis.
5.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan.
6.
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan.
7.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran; kelemahan otot
untuk mengunyah dan menelan; status hipermetabolik.
8.
Perubahan proses keluarga
berhubungan dengan transisi dan krisis situasional.
9.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan.
Sedangkan pada pelaksanaan kasus nyata
Tn. ”H” ditemukan tiga diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
keterbatasan mobilitas fisik
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan
dengan adanya luka pasca kecelakaan.
Diagnosa keperawatan yang ada pada
teori tapi tidak ditemukan pada kasus yaitu:
1.
Perubahan perfusi jaringan
cerebral berhubungan dengan hipotensi / hemorage, hematoma, edema cerebral.
Diagnosa ini tidak diangkat karena fungsi serebrum klien masih normal ditandai
dengan klien masih bisa menunjuk hidung
sendiri.
2.
Resiko tinggi terhadap pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler; kerusakan
persepsi atau kognitif; obstruksi trakeobronkial. Adapun penulis tidak mengangkat diagnosa ini
disebabkan pola nafas klien tidak menunjukkan kelainan.
3.
Perubahan persepsi sensoris
berhubungan dengan menurunnya tingkat kesadaran (defisit neurologis). Diagnosa
ini tidak diangkat berhubung karena klien mampu membedakan panas/dingin dan masih bisa mengenal waktu dengan orang yang ada disekitarnya.
4.
Perubahan proses pikir
berhubungan dengan perubahan fisiologis; konflik psikologis. Diagnosa ini tidak
diangkat karena tidak ada gejala-gejala yang mendukung, dimana klien dapat
memperhatikan ucapan yang disampaikan dan tingkat kesadaran klien komposmentis dengan nilai 15 sedang
5.
Perubahan proses keluarga
berhubungan dengan transisi dan krisis situasional; ketidakpastian tentang
hasil/harapan. Diagnosa ini tidak ditegakkan karena klien masih mampu
mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat dan keluarga klien selalu
mendoakan supaya klien lekas sembuh.
6.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak
mengenal informasi; keterbatasan kognitif.
Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena klien maupun keluarga
memahami tentang kondisi, aturan pengobatan dan potensial terjadinya komplikasi.
Adapun diagnosa
keperawatan yang terdapat dalam kasus
tetapi tidak terdapat dalam teori adalah : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan, penulis mengangkat diagnosa ini karena ekspresi wajah klien nampak
meringis dan klien mengatakan sakit pada kepala bagian belakang serta
kening/alis bagian kiri.
Dengan demikian tidak semua diagnosa
yang ada dalam teori dapat ditemukan pada klien yang dirawat dengan kasus Trauma Kapitis. Sebaliknya ada diagnosa
yang ditemukan pada kasus namun tidak ada dalam teori. Hal ini disebabkan atau
dipengaruhi oleh berat atau ringannya suatu penyakit dan komplikasi yang
dialaminya.
C.
Perencanaan / Intervensi
Untuk mengatasi masalah keperawatan
yang terjadi pada klien, maka dibuat
perencanaan tindakan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan. Adapun rencana
yang ditetapkan pada diagnosa keperawatan dalam kasus tidak semua sama dengan
rencana keperawatan pada teori, hal ini disebabkan pada kasus penulis
menentukan rencana keperawatan yang kemungkinan bisa dilakukan oleh klien. Berikut
penulis memaparkan hasil analisa kesenjangan antara intervensi teori dan
intervensi pada kasus dengan diagnosa yang sama :
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
keterbatasan mobilitas fisik
a. Intervensi pada teori
1)
Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan
yang terjadi.
2)
Letakkan pasien pada posisi
tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
3)
Berikan/bantu untuk melakukan
latihan rentang gerak.
4)
Instruksikan/bantu pasien
dengan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.
5)
Berikan perawatan kulit dengan
cermat, masase dengan pelembab, dang anti linen/pakaian yang basah dan
pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.
6)
Pantau pengeluaran urine, catat
warna dan bau dari urine.
7)
Berikan cairan dalam batas-batas
yang dapat ditoleransi kemampuan
klien untuk melakukan aktivitas.
b. Intervensi pada kasus
1)
Evaluasi respon pasien terhadap
aktifitas
2)
Berikan lingkungan yang tenang
3)
Support klien untuk selalu
melakukan gerakan yang sederhana
4)
Bantu aktifitas perawatan diri
yang diperlukan
Setelah
penulis mencermati antara intervensi teori dengan intervensi kasus maka
didapatkan beberapa kesenjangan, dimana pada teori ditemukan beberapa
intervensi yang tidak didapatkan pada kasus yaitu : Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi, intervensi ini
tidak diaplikasikan pada kasus karena klien mampu berinteraksi dengan baik,
kepada orang lain, perawat, dokter dan orang-orang terdekat. Pantau pengeluaran
urine, catat warna dan bau dari urine, hal ini tidak dimasukkan dalam intervensi
kasus karena pada saat pengkajian penulis tidak menemukan kelainan pada saat klien
berkemih dan tidak terjadi distensi kandung kemih.
Sedangkan
intervensi yang dilaksanakan pada kasus namun tidak terdapat pada teori yakni :
Berikan lingkungan yang tenang, intervensi ini penulis lakukan dengan alasan
untuk menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, serta meningkatkan istirahat
klien.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan
dengan adanya luka pasca kecelakaan.
a. Intervensi pada teori
1)
Berikan perawatan aseptic dan
antiseptic, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
2)
Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan). Catat adanya inflamasi.
3)
Pantau suhu tubuh secara
teratur.
4)
Berikan perawatan perineal.
5)
Observasi warna/kejernihan
urine.
6)
Batasi pengunjung yang dapat
menularkan infeksi.
7) Kolaborasi, berikan antibiotic sesuai indikasi.
b. Intervensi pada kasus
1)
Kaji tanda-tanda infeksi
2)
Pertahankan teknik perawatan
3)
Ganti perban setiap hari
4)
Kolaborasi pemberian antibiotic
ciprolatacin
Beberapa
intervensi yang ditemukan pada teori namun didalam kasus nyata tidak ditemukan
antara lain : Pantau suhu tubuh secara teratur, intrvensi ini penulis tidak
masukkan dalam kasus disebabkan pada saat pengkajian suhu tubuh klien masih
dalam batas normal. Observasi warna/kejernihan urine, penulis tidak mengambil
intervensi ini karena pada saat pengkajian sistem perkemihan klien baik-baik
saja. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi, intervensi ini tidak
dimasukkan dalam kasus nyata karena saat pengkajian klien hanya ditemani oleh
istri.
Adapun
intervensi dalam kasus yang tidak ditemukan pada teori yakni : Ganti perban
setiap hari, penulis mengambil intervensi ini dengan alasan agar mempercepat proses penyembuhan klien dan
mencegah terjadinya infeksi.
D.
Implementasi
Dalam pelaksanaan
implementasi pada Tn. ”H” disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Dimana tindakan yang diberikan kepada klien mengacu pada kebutuhan klien saat
ini. Dari ketiga diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan
dalam kasus telah dilaksanakan. Kesenjangan pada tahap pelaksanaan rencana asuhan keperawatan
ini tidak begitu jauh berbeda karena disesuaikan dengan kondisi klien. Serta partisipasi
klien dan keluarga dalam pemberian tindakan asuhan keperawatan tersebut.
E.
Evaluasi
Untuk mengevaluasi semua masalah
tersebut, penulis secara langsung mengamati perubahan yang terjadi pada klien
sesuai dengan kriteria evaluasi yang ditetapkan. Dari ketiga diagnosa
keperawatan yang penulis angkat dalam tinjauan kasus semuanya belum teratasi. Ini
disebabkan oleh waktu yang
sangat terbatas yakni hanya tiga hari, sedangkan
kondisi Tn. “H” masih membutuhkan perawatan yang intensif melihat jenis
penyakit yang dialami (Trauma Kapitis)
adalah jenis penyakit yang proses penyembuhannya memerlukan waktu yang agak
lama dan memerlukan tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman.
No comments:
Post a Comment