Tugas
Individu
KASUS-KASUS GEOPOLITIK
DAN GEOSTRATEGIS NASIONAL
OLEH:
ISMA AYU LESTARI
NIM : BT 13 02 125
KELAS : I D
AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA
W A T A M P O N E
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberi kita taufiq
dan hidayah-Nya sehingga tugas Karya Tulis ini dapat terselesaikan tanpa suatu halangan dan
rintangan yang cukup berarti. Dengan makalah yang berjudul “ Kasus-Kasus Geopolitik
dan Geostrategi Nasional”
Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga
dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju
jalan Islami..
Tak
lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah
ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah SWT.
1.
Dosen Pembimbing Mata Kuliah PKN
2.
Kepada Teman-Teman Yang banyak membantu daik dalam
rEferensi maupun Lainnya
3.
Kepada Orang Tua Yang telah Mensupport penulis selama
hidup maupun selama menempuh pendidikan .
Kami
menyadari walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun Karya
Tulis sederhana ini, tetapi masih banyak kekurangan yang ada didalamnya. Oleh
karena itu, segala tegur sapa sangat kami harapkan demi perbaikan tugas ini.
kami berharap akan ada guna dan manfaatnya Karya Tulis ini bagi semua pembaca.
Amin.
Watampone,
10 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..............................................................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................................................2
C.
Tujuan
Penulisan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Geopolitik....................................................................................................................3
B.
Teori-Teori
Geopolitik....................................................................................................................
C.
Wawasan
Nusantara Sebagai Landasan Geopolitik.......................................................................
D.
Otonomi
Daerah..............................................................................................................................
E.
Studi
Kasus Terkait Geopolitik
Indonesia.......................................................................................
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan.....................................................................................................................................
B.
Saran..............................................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Negara bagaikan suatu organisme. Ia
tidak bisa hidup sendiri. Keberlangsungan hidupnya ikut dipengaruhi oleh
negara-negara lain, terutama Negara-negara tetangga atau negara yang berada
dalam satu kawasan dengannya. Untuk itulah diperlukan satu sistem perpolitikan
yang mengatur hubungan antar negara-negara yang letaknya berdekatan diatas
permukaan bumi ini. Sistem politik tersebut dinamakan Geopolitik yang mutlak
dimiliki dan diterapkan oleh setiap Negara di sekitanya tak terkecuali
Indonesia. Indonesia pun harus memiliki sistem Geopolitik yang cocok diterapkan
dengan kondisi kepulauannya yang unik dan letak geografis negara Indonesia
diatas permukaan planet bumi.
Geopolitik Indonesia tiada lain adalah
wawasan nusantara. Wawasan nusantara tidak mengandung unsur-unsur kekerasan,
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide
nasionalnya yang dilandasi pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi
bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta menjiwai tata
hidup dan tindak kebijaksanaanya dalam mencapai tujuan nasional. Wawasan
nusantara juga sering dimaknai sebagai cara pandang, cara memahami, cara
menghayati, cara bertindak, berfikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia
sebagai hasil interaksi proses psikologis.
Pada awalnya
geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang.
Di Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses
pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka ia menjadi doktrin pembangunan
dan diberi nama Ketahanan Nasional. Mengingat geostrategi Indonesia memberikan
arahan tentang bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan masa
depan yang lebih baik, lebih aman, dan sebagainya, maka ia menjadi amat berbeda
wajahnya dengan yang digagaskan oleh Haushofer, Ratzel, Kjellen dan sebagainya.
Indonesia tentu
patut mewaspadai perkembangan yang terjadi terutama di kawasan Asia Pasifik.
Sebab konsekuensi letak geografis Indonesia di persilangan jalur lalu lintas
internasional, maka setiap pergolakan berapapun kadar intensitas pasti
berpengaruh terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama
minyak beberapa negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari
Timur Tengah dan Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya,
seIndonesiar 70% pelayarannya melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat
wajar bila berbagai negara berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini,
termasuk di perairan nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat
Lombok, Selat Makasar, Selat Ombai Wetar, dan lain-lain. Pasukan Beladiri Jepang secara berkala dan
teratur mengadakan latihan operasi jarak jauh untuk mengamankan area yang
mereka sebut sebagai “life line,” yakni, radius sejauh 1000 mil laut hingga
menjangkau perairan Asia Tenggara. Hal yang sama juga dilakukan Cina,
Australia, India, termasuk mengantisipasi kemungkinan terjadi penutupan
jalur-jalur vital tersebut oleh negara-negara di seIndonesiarnya (termasuk
Indonesia).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian geopolitik itu sendiri dari beberapa teori geopolitik ?
2.
Bagaimana
wawasan nusantara sebagai landasan geopolitik ?
3.
Bagaimana
otonomi daerah itu ?
4.
Bagaimana
studi kasus terkait geopolitik indonesia?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian geopolitik itu sendiri dari
beberapa teori geopolitik.
2.
Mengetahui makna
wawasan nusantara sebagai landasan geopolitik.
3.
Mengetahui
Bagaimana otonomi daerah itu.
4.
Mengetahui Bagaimana studi kasus terkait geopolitik
indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Geopolitik
Geopolitik berasal
dari dua kata, yaitu “geo” dan “politik“. Maka, Membicarakan pengertian
geopolitik, tidak terlepas dari pembahasan mengenai masalah geografi dan
politik. “Geo” artinya Bumi/Planet Bumi. Menurut Preston E. James, geografi
mempersoalkan tata ruang, yaitu sistem dalam hal menempati suatu ruang di
permukaan Bumi. Dengan demikian geografi bersangkut-paut dengan interrelasi
antara manusia dengan lingkungan tempat hidupnya. Sedangkan politik, selalu
berhubungan dengan kekuasaan atau pemerintahan.
Dari beberapa
pengertian di atas, pengertian geopolitik dapat lebih disederhanakan lagi.
Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah
dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada percaturan politik internasional.
Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang
mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Geopolitik
mempunyai 4 unsur pembangun, yaitu keadaan geografis, politik dan strategi,
hubungan timbal balik antara geografi dan politik, serta unsur kebijaksanaan.
Hal ini berkaitan
langsung dengan peranan-peranan geopolitik. Adapun peranan-peranan tersebut
adalah:
1. Berusaha menghubungkan kekuasaan negara
dengan potensi alam yang tersedia;
2. Menghubungkan kebijaksanaan suatu
pemerintahan dengan situasi dan kondisi alam;
3. Menentukan bentuk dan corak politik luar dan
dalam negeri;
4. Menggariskan pokok-pokok haluan negara,
misalnya pembangunan;
5. Berusaha untuk meningkatkan posisi dan
kedudukan suatu negara berdasarkan teori negara sebagai organisme, dan
teori-teori geopolitik lainnya;
6. Membenarkan tindakan-tindakan ekspansi yang
dijalankan oleh suatu negara.
Sebagai Negara kepulauan, dengan
masyarakat yang berbhinneka, Negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan
sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang
strategis dan kaya sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud
kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa
dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara
ini. Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia tercermin
pada momentum sumpah pemuda tahun 1928 dan kemudian dilanjutkan dengan
perjuangan kemerdekaan yang puncaknya terjadi pada saat proklamasi kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945.
Penyelenggaraan Negara kesatuan
Republik Indonesia sebagai system kehidupan nasional bersumber dari dan
bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan konstitusi Undang-Undang Dasar
1945. dalam pelaksanaannya bangsa Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi
dan interelasi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun
internasional. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu memiliki prinsip-prinsip
dasar sebagai pedoman agar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan
kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Salah
satu pedoman bangsa Indonesia adalah wawasan nasional yang berpijak pada wujud
wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan nusantara. Kepentingan
nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia adalah upaya menjamin persatuan
dan kesatuan wilayah, bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya. Karena
hanya dengan upaya inilah bangsa dan Negara Indonesia dapat tetap eksis dan
dapat melanjutkan perjuangan menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Oleh karena itu, wawasan nusantara
adalah geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa
dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur
ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam
pengertian secara keseluruhan (Suradinata; Sumiarno: 2005).
B.
Teori -Teori
Geopolitik
Geopolitik
berasal dari kata”geo” atau bumi dan politik berarti kekuatan yang didasarkan
pada pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional
untuk mewujudkan tujuan nasional. Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik
antara lain sebagai berikut:
1.
Pandangan
Ajaran Frederich Ratzel
Pada
abad ke-19 Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik
sebagai hasil penelitiannyayang ilmiah dan universal.Pokok-pokok ajaran
Frederich Ratzel adalah:
a.
Dalam
hal-hal tertentu pertumbuhan Negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan
organism yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh,
berkembang, mempertahankan hidup, menyusut dan mati.
b.
Negara
identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti
kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut,makin besar kemungkinan kelompok
politik itu tumbuh.
c.
Suatu
bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum
alam.Hanya bangsa yang unggul saja yang dapat bertahan hidup terus dan
langgeng.
d.
Semakin
tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam.
Apabila wilayah hidup tidak mendukung bangsa tersebut akan mencari pemenuhan
kebutuhan kekayaan alam diluar wilayahnya (ekspansi).
e.
Hal
ini melegitimasikan hukum ekspansi yaitu perkembangan atau dinamika budaya
dalam bentuk gagasan,kegiatan(ekonomi,perdagangan, perindustrian) harus
diimbangi oleh pemekaran wilayah,batas-batas suatu Negara pada hakikatnya
bersifat sementara. Apabila ruang hidup Negara sudah tidak dapat memenuhi
keperluan, ruang itu dapat diperluas dengan mengubah batas-batas Negara baik
secara damai maupun melalui jalan kekerasan atau perang.
f.
Ilmu
bumi politik berdasarkan ajaran Ratzel tersebut justru menimbulkan dua aliran,
dimana yang satu berfokus pada kekuatan di darat, sementara yang lainnya
berfokus pada kekuatan di laut. Ratzel melihat adanya persaingan antara kedua
aliran itu,sehingga ia mengemukakan pemikiran yang baru,yaitu dasar-dasar
suprastruktur geopolitik kekuatan total/ menyeluruh suatu negara harus mampu
mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografinya. Pemikiran Ratzel
menyatakan bahwa ada kaitan antara struktur atau kekuatan politik serta
geografi dan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan Negara yang dianalogikan
dengan organisme.
2.
Pandangan
Ajaran Sir Halford Mackinder
Teori ahli geopolitik ini pada dasarnya
menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan wawasan benua, yaitu konsep kekuatan
di darat. Ajarannya menyatakan barang siapa dapat menguasai “Daerah Jantung”
yaitu Eurasia (Eropa dan Asia) ia akan dapat menguasai “Pulau Dunia” yaitu
Eropa, Asia, dan Afrika. Selanjutnya barang siapa dapat menguasai pulau dunia
akhirnya dapat menguasai dunia.
3.
Pandangan
Ajaran Sir Walter Raleigh dan Alfred Thyer Mahan
Kedua
ahli ini mempunyai gagasan “Wawasan Bahari” yaitu kekuatan di lautan. Ajarannya
mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”.
Menguasai perdagangan berarti menguasai “Kekayaan Dunia” sehingga pada akhirnya
menguasai dunia.
4.
Pandangan
Ajaran W.Mitchel, A.Saversky, Giulio Douhet, dan John Frederik Charles Fuller.
Keempat
ahli geopolitik ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling
menentukan. Mereka melahirkan teori “Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan
di udara. Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya yang dapat diandalkan
untuk menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya
dikandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.
5.
Ajaran
Nicholas J. Spykman
Ajaran
ini menghasilkan teori yang dinamakan teori Daerah Batas (rimland) yaitu teori
wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut dan udara. Dalam
pelaksanaanya, teori ini disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.
C.
Wawasan Nusantara
sebagai Landasan Geopolitik.
Ditinjau dari tataran pemikiran/
konsepsi yang berlaku di Indonesia wawasan nusantara adalah geopolitik Indonesia
yang merupakan pra-syarat bagi terwujudnya cita-cita nasional yang tertuang
dalam UUD 1945 dan Pancasila. Konfigurasi Indonesia adalah unik dengan
ciri-ciri demografi,anthropologi, meteorology dan latar belakang sejarah yang
memberi peluang munculnya desintegrasi bangsa. Tidaklah mengherankan apabila
para pendiri Republik sejak dini telah meletakkan dasar-dasar geopolitik
Indonesia yaitu melalui ikrar sumpah pemuda, dimana amanatnya adalah satu
nusa,yang berarti keutuhan ruang nusantara;satu bangsa yang merupakan landasan
kebangsaan Indonesia; satu bahasa yang merupakan faktor pemersatu seluruh ruang
nusantara bersama isinya.
Kebangsaan Indonesia terdiri dari 3
unsur geopolitik yaitu: Rasa Kebangsaan, Paham Kebangsaan dan Semangat
Kebangsaan. Ketiga-tiganya menyatu secara utuh menjadi jiwa bangsa Indonesia
dan sekaligus pendorong tercapainya cita-cita proklamasi. Rasa kebangsaan
adalah suplimasi dari sumpah pemuda dan menyatukan tekad menjadi bangsa yang
kuat,dihormati dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia ini. Paham
kebangsaan yang merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana
bangsa itu serta bagaimana mewujudkan masa depannya. Ia merupakan intisari dari
visi warga bangsa tentang kemana bangsa ini harus di bawa ke masa depan dalam
suasana lingkungan yang semakin menantang. Secara formal paham kebangsaan dapat dibina melalui
proses pendidikan dan pengajaran dalam bentuk materi ajaran misalnya wawasan
nusantara, ketahanan nasional, doktrin dan strategi pembangunan
nasional,sejarah dan budaya bangsa. Untuk itu para perancang materi pengajaran
harus benar-benar memiliki visi dan pengetahuan tentang kebangsaan serta
kaitannya dengan kepentigan geopolitik. Semangat kebangsaan atau nasionalisme
merupakan produk akhir dari sinergi rasa kebangsaan dengan paham kebangsaan.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa konsepsi tentang rasa kebangsaan tau
wawasan kebangsaan secara keseluruhan sudah usang dan ketinggalan zaman. Dengan
demikian bahwa geopolitik hanya akan efektif apabila dilandasi oleh wawasan
kebangsaan yang mantap, karena tanpa itu ia tidak lebih hanya permainan politik
semata, sebab wawasan kebangsaan akan membuat ikrar satu bangsa terwujud dan
bangsa yang satu dapat mewujudkan satu nusa dengan berbekal landasan satu
bahasa. Oleh karena adanya amanat yang demikian itulah, maka wawasan nusantara
secara ilmiah dirumuskan dalam bentuk konsepsi tentang kesatuan yang meliputi:
1.
Kesatuan
Politik
Kesatuan
politik disadari pentingnya dari adanya kebutuhan untuk mewujudkan pulau-pulau
di wilayah nusantara menjadi satu entity yang utuh sebagai tanah air. Ini
berarti bahwa tidak ada lagi laut bebas diantara pulau-pulau tersebut, sehingga
laut diantara pulau-pulau itu berubah dari pemisah menjadi pemersatu tanah air
nusantara.
2.
Kesatuan
Ekonomi
Kegiatan
ekonomi memerlukan ruang gerak dan ini dapat disediakan melalui proses
demokratisasi. Akan tetapi demokrasi tidaklah berarti berbuat sesuai aturannya
sendiri-sendiri akan tetapi perlu taat pada koridor yang telah disepakati
bersama. Setelah kegiatan ekonomi diberikan ruang gerak yang cukup maka perlu
dijaga kesatuaanya diseluruh wilayah negara, antara lain berlakunya satu mata
uang tunggal yaitu rupiah. Pada saat krisis ekonomi memuncak dan nilai tukar
rupiah sangat labil, maka mencairlah kesatuan ekonomi karena untuk sementara
para pelaku ekonomi bertransaksi dengan dollar AS.
3.
Kesatuan
Sosial Budaya.
Bangsa
Indonesia sesungguhnya mewujudkan atas dasar kesepakatan bukan atas dasar
sejarah atau geografi. Dalam BPUPKI terjadi perdebatan antara para tokoh
pendiri Republik ini tentang apa itu bangsa Indonesia dan apa itu wilayah
Negara Indonesia.Kesatuan sosial budaya sesungguhnya merupakan sublimasi dari
rasa paham dan semangat kebangsaan. Tanpa memandang suku, ras, dan agama serta
asal keturunan, perasaan perasaan satu dimungkinkan untuk dibentuk asal
sama-sama mengacu pada wawasan kebangsaan Indonesia sebagaimana isi dan makna
sumpah pemuda.
4.
Kesatuan
Hankam.
Makna
utama dari kesatuan hukum adalah bahwa masalah bidang hankam, khususnya
keamanan dan pembelaan negara adalah tanggung jawab bersama.
Atas
dasar itulah sistem Hankamrata memiliki 3 ciri utama yaitu:
a.
Orientasinya
pada rakyat, karena memang diperuntukkan terciptanya rasa aman dan keamanan
rakyat.
b.
Pelibatannya
secara semesta, yang maknanya adalah bahwa setiap warga dan setiap fasilitas
dapat dilibatkan di dalam upaya Hankam
c.
Digelarnya
di wilayah nusantara secara kewilayahan, yang maknanya tiap unit wilayah harus
di upayakan agar dapat menggalang ketahanan masing-masing.
Secara
geopolitik kesatuan hankam bermakna bahwa di dalam negeri hanya ada TNI dan
Polri sebagai satuan pengamanan bersenjata yang berarti tidak diperbolehkan ada
satuan bersenjata di luat itu. Karena itulah maka pemilikan senjata api
dilarang kecuali mendapat azin dari Polri untuk digunakan bagi kepentingan
khusus. Pegawai pemerintah dengan tugas khusus juga dipersenjatai sebagai
sarana self defense mengingat bidang tugasnya yang membawa konsekuensi keamanan
bagi dirinya.
D.
Studi Kasus terkait
Geopolitik Indonesia.
Pulau kecil yang tenang dan indah
tiba-tiba menjadi hiruk pikuk suara gemuruh kapal-kapal keruk. Kapal tersebut
dengan serakahnya menyedot pasir, benda mati dan seluruh mahkluk hidup yang ada
di dalamnya. Semua diangkut ke kapal tongkang yang sudah menunggu ‘lapar’. Ke
mana kapal itu pergi? Ya, muatan kapal ditarik menuju negara tetangga,
Singapura. Isinya dimuntahkan di negeri itu. Inilah gambaran nyata sebagian
kecil warga negara Indonesia yang sedang melakukan eksploitasi tanah airnya
demi kepentingan pribadi.
Mereka tidak mempedulikan dampak
kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Biota laut beserta isinya
hancur-lebur. Ekosistem laut rusak menjadi bencana yang siap mengintai
masyarakat sekitar yang tak berdosa.
Dampak langsung dari kerusakan ini
paling dirasakan oleh masyarakat pesisir yang kebanyakan sebagai nelayan.
Kegundahan mereka sudah terlihat sejak kedatangan kapal-kapal keruk ke wilayah
tangkapan ikan.
Hasil ikan yang diperoleh menjadi
berkurang. Hal ini disebabkan seluruh isi laut disedot tanpa pandang bulu.
Tidak hanya pasir yang diangkat, tetapi telur-telur, anak ikan, terumbu karang,
serta biota lainnya juga ikut musnah.
Dampak jangka panjang yang ditimbulkan
dari kegiatan penambangan pasir adalah hilangnya pulau-pulau kecil. Hal
tersebut bisa mengubah sistem perairan laut di Indonesia. Salah satu pulau
kecil dari ribuan pulau yang hampir tenggelam adalah Pulau Nipah. Pulau tak
berpenghuni di Provinisi Kepulauan Riau itu sangat penting perannya. Karena
pulau tersebut merupakan tanda dari batas kontinen negara Indonesia dengan
Singapura.
Bayangkan jika pulau itu benar-benar
tenggelam atau hilang, yang diuntungkan adalah Singapura. Mereka dapat
mengklaim bahwa luas wilayah negaranya bertambah. Direktur Pusat Kajian
Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Muhamad Karim mengatakan,
penambangan pasir laut di sekitar perairan Kepulauan Riau telah berlangsung
sejak 1970-an. Penambangan tersebut sebagian besar untuk memenuhi permintaan
negara tetangga, Singapura.
“Bagi Singapura, penambangan pasir
dibutuhkan untuk memperluas wilayah daratan mereka. Sementara bagi bangsa
Indonesia, khususnya masyarakat Kepulauan Riau, penambangan pasir tidak
mendatangkan kesejahteraan. Yang ada justru kerusakan ekosistem pesisir, dan
tenggelamnya sejumlah pulau kecil,” ungkapnya.
Aktivitas penambangan
pasir laut memiliki banyak dampak negatif. Kerusakan yang muncul salah satunya
adalah perubahan morfologi dasar laut menjadi tidak beraturan. Perubahan itu
secara langsung mengganggu kehidupan biota laut dan lingkungan di dalamnya,
seperti ekosistem dan abrasi. “Sehingga, diperlukan peng¬aturan khusus agar
lokasi pe¬nambangan tidak dilakukan pada satu titik,” terangnya.
Menyangkut problem penambangan ilegal
atau pencurian pasir, , bagi negara kegiatan penambangan pasir ilegal akan
membawa kerugian yang cukup besar. Negara akan kehilangan pendapatan dari
devisa, pajak, dan cukai. Hukum tidak pernah mampu menjangkau kegiatan
ilegal/pencurian pasir. “Beberapa kasus seperti penangkapan kapal pengeruk
Queen of Nederland dan Geopotek berbendera Belanda tidak pernah sampai ke
proses hukum,”
Volume eksploitasi
yang tidak terkendali juga menyebabkan suplai pasir di pasar menjadi besar.
Posisi Singapura sebagai satu-satunya pembeli telah membentuk pasar pasir Riau
menjadi pasar monopsoni. Suplai pasir yang besar membuat harga pasir jatuh. Di
sisi lain, Singapura mampu menekan harga pasir.
Persoalan penambangan
ilegal muncul karena tumpang tindihnya perizinan. Sebagian perusahaan
penambangan menggunakan izin pemerintah daerah, seperti Gubernur atau Bupati.
Ada pula yang menggunakan izin Kementerian Pertambangan dan Energi.
“Tumpang tindih perizinan telah
menimbulkan kesemrawutan pengambilan pasir di banyak perairan. Hal ini membuat
kegiatan penambangan tidak terdata dengan baik. Sehingga jumlah pasir yang
dieksploitasi dan diekspor sulit diketahui. Akibatnya kerusakan ekosistem
akibat eksploitasi berlebihan tidak dapat diantisipasi,” paparnya.
Kegiatan penambangan pasir laut, kata
Karim, yang paling urgent membawa masalah besar bagi masyarakat, khususnya
nelayan di kepulauan Riau. Pengerukan pasir secara besar-besaran berpengaruh
langsung atas ketersediaan sumber daya ikan, sehingga aktivitas ekonomi di
sektor perikanan semakin terancam.
“Penyedotan pasir telah menghancurkan
ekosistem pantai, terutama hilangnya pitoplankton dan zooplakton sebagai
makanan ikan dan juvenil ikan. Hal ini akan berpengaruh buruk bagi industri
perikanan yang selanjutnya akan memukul pendapatan masyarakat pesisir, khusunya
nelayan, terutama nelayan tradisional,” kata Karim.
Secara geopolitik, , penambangan pasir
untuk wilayah negara lain memunculkan kasus baru dikemudian hari. Yaitu,
persoalan batas laut antara Indonesia
dengan Singapura. Penambahan luas wilayah darat secara otomatis akan menambah
klaim wilayah mereka. “Penambahan wilayah tersebut terarah ke selatan atau
wilayah Indonesia. Maka wilayah laut Indonesia secara otomatis akan berkurang.
Dengan kata lain negara Singapura melakukan ekspansi teritotial secara tidak
langsung terhadap wilayah laut Indonesia. Perluasan wilayah Singapura tampak
dari luas wilayah 633 kilometer persegi pada 1991, pada 2001 menjadi 760
km2 atau bertambah 20 persen.
“Mengingat persoalan itu, untuk
meminimalkan problem yang timbul diperlukan pelarangan tegas terhadap
penambangan pasir laut. Terlebih, dari berbagai riset yang pernah dikerjakan.
Di negera lain tidak ada yang mendukung penambangan pasir berskala besar,”
katanya.
Besarnya dampak
negatif penambangan pasir laut, disebabkan tidak ada perencanaan yang baik dan
terkendali. Keadaan ini semakin memperlihatkan kecenderungan destruktif
menyusul pem¬berla¬kuan otonomi daerah yang tidak dibarengi penyiapan
kelem¬bagaan dan pengaturan kewenangan yang jelas.
“Jika sebelum berlakunya UU Nomor 22
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hanya terdapat kurang dari 10 perusahaan
yang memperoleh izin menambang pasir laut di sekitar perairan Riau. Namun
sekarang berkembang hingga mencapai 200 perusahaan. Sebagian besar izin
pertam¬ba¬ngan baru tersebut diberikan oleh pemerintah daerah, baik provinsi
maupun kabupaten,” terangnya.
Laju perkembangan perizinan tersebut,
bukan saja semakin menekan keseimbangan ekosistem laut, tetapi juga telah
menyebabkan jatuhnya harga pasir lantaran melonjaknya volume produksi dengan
pembeli satu-satunya, Singapura. Kasus serupa juga tidak tertutup kemungkinan
terjadi di tempat lain di seluruh perairan Indonesia.
Hal yang sama juga disoroti Direktur
Eksekutif Walhi Berry Nahdian Furqon. Menurut Berry, dampak jangka pendek dari
pengerukan pasir laut adalah perubahan bentang alam. Hilangnya sejumlah pulau
kecil menyebabkan ekosistem laut yang sudah tertata rapi menjadi rusak.
“Dalam proses penambangan tingkat
kekeruhan air sangat tinggi. Ini tidak bisa ditoleransi. Terumbu karang
tercemar, kematian biota laut di dalamnya pun tak bisa dihindari. Hanya
beberapa jenis biota yang bisa bertahan,” ujarnya.
Berry mengatakan, yang paling
ditakutkan adalah kehancuran permanen. “Tidak mudah mengembalikan eksistem laut
seperti semula. Butuh waktu lama untuk mengembalikan semua kerusakan,” terang
pria yang dikaruniai dua anak tersebut.
Berry melanjutkan, pengerukan pasir
laut juga menyebabkan abrasi pantai. Wilayah Indonesia terus berkurang menyusul
masuknya air laut ke daratan.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
mengimbau para penegak hukum dan pemberi perizinanan memberantas, serta
menindak tegas pelaku penambangan pasir. “Jangan mudah memberi perizinan.
Sebaiknya kaji dulu dampak lingkungan yang akan terjadi ke depan,” tegasnya.
E.
Pengertian Geostrategis
Suatu strategi memanfaatkan kondisi geografi Negara dalam
menentukan kebijakan, tujuan, sarana utk mencapai tuj-nas (pemanfaatan kondisi
lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik). Geostrategi Indonesia diartikan
pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana yang
diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945. Ini diperlukan utk mewujudkan dan
mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakst majemuk dan heterogen
berdasarkan Pembukaan dan UUD 1945.
Atau Geostrategi adalah suatu strategi dalam memanfaatkan
kondisi lingkung didalam upaya mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan
nasional. Dan geostrategi Indonesia adalah merupakan strategi dalam
memanfaatkan konstelasi geografi negara Indonesia untuk menentukan kebijakan,
tujuan, dan sarana-sarana dalam mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia.
Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud Ketahanan
Nasional. Geostrategi Indonesia tiada lain adalah ketahan nasional Ketahanan
Nasional mrpk kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi
dan mengatasi segala ATHG baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang
langsungg maupun tidak langsug membahayakan integritas, identitas, kelangsungan
hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional. Tannas
diperlukan bukan hanya konsepsi politik saja melainkan sebagai kebutuhan dalam
menunjang keberhasilan tugas pokok pemerintah, seperti Law and order, Welfare
and prosperity, Defence and security, Juridical justice and social justice,
freedom of the people.
1. Suatu strategi
memanfaatkan kondisi geografi Negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, sarana
untuk mencapai tujnas (pemanfaatan kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan
politik).
2. Geostrategi
Indonesia diartikan pula sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita proklamasi
sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945.
3. Ini diperlukan
untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakst majemuk
dan heterogen berdasarkan Pembukaan dan UUD 1945.
4. Geostrategi
Indonesia dirumuskan dalam wujud Ketahanan Nasional. Geostrategi Indonesia
tiada lain adalah ketahanan nasional.
5. Ketahanan
Negara merupakan kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di dalam menghadapi
dan mengatasi segala AGHT baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang
langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan
hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional.
6. Ketahanan nasional
diperlukan bukan hanya konsepsi politik
saja melainkan sebagai kebutuhan dalam menunjang keberhasilan tugas pokok
pemerintah, seperti Law and order, Welfare and prosperity, Defence and
security, Juridical justice and social justice, freedom of the people.
7. Menggunakan
kerangka pikir Pancasila yang komprehensif-integral, dalam IPTEK dikenal dengan
pemikiran kesisteman. Sedangkan sub sistemnya berupa aspek kekuatan alamiah dan
aspek kekuatan sosial.
8. Dalam
pengaturan dan penyelenggaraan negara (kehidupan nasional) masalah keamanan dan
kesejahteraan ibarat sebagai sebuah koin. Satu sisi merupakan gambaran
kesejahteraan, sisi yang lain adalah gambaran keamanan.
9. Ketahanan
Nasional merupakan integrasi dari ketahanan masing-masing aspek kehidupan
sosial.
F.
Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Disintegrasi Bangsa
Secara
harfiah disintegrasi bangsa bermakna hilangnya kaitan integratif antar
unsur-unsur kekuatan bangsa, sehingga hubungan menjadi longgar dan pada
gilirannya azas kekeluargaan ditinggalkan. Selama periode antara
menjelang Pemilu 1999 hingga selesainya SU MPR merupakan periode di dalam mana
para elite politik mendemonstrasikan secara vulgar cara-cara menyulut
dis-integrasi bangsa. Terlalu salahkah kalau pengikutnya masing-masing
menyanyikan irama serupa?
Bila
dilihat dari segi geopolitik dan geostrategi maka anasir dis-integrasi dapat
dibedakan antara anasir luar dan dalam negeri.
1.
Anasir Luar
Sejak
sirnanya Uni Soviet, Barat muncul sebagai pemenang ideologi dan sekaligus
merasa sebagai pemenang “budaya”. Dalam suasana ephoria semacam itu
muncullah keyakinan dalam masyarakat Barat bahwa nilai-nilai yang mereka anut
adalah superior dan harus dipaksakan ke seluruh jagat raya dengan rumusan bahwa
sistem nilai yang mereka anut memiliki kebenaran dan karenanya juga validitas
universal. Sebagai contoh salah satu tujuan strategi Amerika Serikat di
kawasan Asia Pacific adalah mendorong dan mendukung proses demokratisasi (tentu
saja demokratisasi sesuai dengan yang berlaku di sana). Ini adalah bagian
dari dokumen Pentagon yang logikanya hanya berwarna militer. Sudah barang
tentu tujuan itu dapat dijabarkan menjadi tindakan nyata dalam bentuk terbuka
maupun tertutup (subversi) dengan menghalalkan segala cara, dan yang paling
murah dan kecil resiko fisiknya adalah melalui uang.
Tindakan
terbuka antara lain memberikan bantuan peningkatan kualitas SDM Indonesia,
khususnya generasi muda, melalui penyediaan informasi secara luas dan terbuka,
bantuan pendidikan di luar negeri, pertukaran siswa, tenaga professional, dan
sebagainya. Upaya terbuka ini dengan sangat mudah ditumpangi dengan
muatan kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat, supremasi budaya Barat,
dan sebagainya. Bahkan pertukaran misi kebudayaanpun dapat dijadikan
wahana yang baik untuk maksud tersebut; apalagi film atau sinetron.
Sedangkan tindakan tertutup, antara lain, bisa berupa pengadudombaan antar
kekuatan dalam masyarakat, mempengaruhi pemilihan pejabat penting (apalagi
jabatan Presiden), perumusan kebijaksanaan dan sebagainya.
Usaha
merekapun mendapat dukungan berbagai peluang dalam melancarkan tindakan
subversi, antara lain, adanya bibit pertentangan yang multi dimensional
di dalam negeri, adanya kebiasaan korupsi dan money politics, dan sebagainya,
serta ditambah lagi dengan adanya kenyataan bahwa aparat intelegen serta TNI
sedang terus dihujat sehingga tumpul sekali.
Pertanyaan
lanjutannya adalah : “Apakah Indonesia akan selalu menjadi sasaran intervensi
dan subversi asing?” Jawabnya “ya”, karena beberapa hal:
a. Secara geopolitik
Indonesia “menduduki” Sea Lines of Communication (SLOC) atau alur pelayaran
vital diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindie, sehingga Indonesia harus
dibuat pro-Barat dan sekurang-kurangnya akomodatif terhadap kepentingan
barat. Terlebih lagi diantara 7 (tujuh) selat strategis dunia, 4 (empat)
berada dalam wilayah kedaulatan Indonesia. Sudah barang tentu, menurut
pandangan geopolitik Alfred Thayer Mahan Indonesia memiliki bargaining power
yang kuat berupa choke-paints dalam pengendalian lalu lintas laut yang melewati
SLOC.
b. Dalam suasana
kecemasan pihak Barat terhadap perkembangan Islam yang dashyat, mereka melihat
Indonesia merupakan negara yang moderat. Karena itu ada kepentingan
menjaga Indonesia, agar tetap moderat dan bersahabat. Untuk itu harus
dilakukan berbagai bentuk subversi.
c. Potensi Indonesia
sebagai penjuru Asean (atau memiliki Power Position di Asia Tenggara), dengan
luas wilayah ½ (setengah) dari seluruh wilayah Asia Tenggara. “Memegang”
Indonesia berarti “memegang” Asean dan ini merupakan aset politik yang luar
biasa dalam rangka membendung pengaruh Cina yang oleh pihak Barat dipersepsikan
sebagai ancaman masa depan. Karena
itulah kita sekalian tidak boleh naif, dengan mengganggap bahwa dalam pemilihan
Presiden tidak akan intervensi luar. Indonesia terlalu “berharga” untuk
dibiarkan jatuh ke dalam lingkaran sphere of influence yang tidak/kurang
bersahabat dengan Barat.
Strategi
Dalam menghadapi Ancaman dari luar
Dalam
menghadapi anasir-anasir luar perlu disusun satu geostrategi dengan memperhatikan
adanya kenyataan bahwa dunia telah saling terkait satu sama lain dengan derajat
transparansi yang semakin tinggi. Geostrategi itu juga dilandasi dengan
kesadaran bahwa Ketahanan Nasional saja tidaklah cukup untuk menjamin rasa aman
rakyat maupun kelangsungan pembangunan nasional, apabila tidak didukung oleh
Ketahanan Regional. Atas dasar itu maka geostrategi Indonesia secara
stereoskopis berbentuk sebagai satu Kerucut Ketahanan Kerucut Ketahanan pada
dasarnya merupakan satu arsitektur kerjasama, yang pada bidang dasarnya adalah
visualisasi kerjasama spatial sedangkan pada bidang vertikalnya adalah
visualisasi dari kerjasama struktural yang terproyeksikan secara kawasan.
Kerucut Ketahanan harus dibina secara bersama-sama agar manfaatnya dapat
terwujud yaitu berupa “penyangga” atau “selubung” bagi Ketahanan Nasional kita.
Arsitektur demikian ini adalah representasi dari kesadaran ruang yang harus
terus dihidupkan agar dapat menjadi acuan visi politik luar negeri (termasuk
politik perekonomian) dan politik pertahanan.
Ketahanan
tingkat regional, dimana para unsur pelakunya merupakan negara-negara berdaulat
hanya bisa terwujud apabila terdapat saling percaya, saling menghormati yang
diwujudkan dalam bentuk kerjasama se-erat-eratnya atas dasar manfaat bersama.
Kebersamaan yang multi-dimensional ini meliputi bidang politik, ekonomi,
kebudayaan dan keamanan. Mengingat luasnya ruang yang ada maka arsitektur
kerjasama diwujudkan secara tiga dimensional sebagai berikut :
a. Secara spasial, ruang
kepentingan dibagi menjadi Kawasan Strategis Utama,
Kawasan Strategis pertama,
Kawasan Strategis kedua dan ketiga. Masing-masing kawasan strategis memiliki
dampak yang berbeda terhadap Ketahanan Nasional kita.
b. Adalah Asean / Asia
Tenggara (Kawasan A) yang kita anggap memiliki dampak
paling
langsung seandainya terjadi apa-apa di dalam kawasan tersebut oleh
karenanya
kepentingan kita amat vital untuk menciptakan kebersamaan dalam kawasan ini.
Karena itu seyogyanyalah kawasan Asean atau proses Asean pada
umumnya dijadikan “corner stone“ dari
politik Luar Negeri Indonesia. Demikianlah
seterusnya
dengan kawasan-kawasan
berikutnya yaitu B dan C yang memiliki tingkat
kesegeraan dari
dampak yang timbul di masing-masing kawasan terhadap Indonesia.
c. Secara fungsional /
vertikal, ruang kepentingan dibagi menjadi ruang kerjasama yang
saling mendukung dengan ruang
kerjasama sub-regional (misalnya Asean) dan pada
gilirannya juga harus saling mendukung dengan ruang kerjasama regional
(misalnya APEC, ARF dsb-nya). Kita mengetahui
bahwa tiap anggota Asean menjalin kerjasama bilateral
dengan banyak negara ataupun secara multilateral. Akan tetapi mengingat tiap
anggota Asean mematuhi traktat Asean dan TAC, maka diharap atau
bahkan dapat diasumsikan bahwa berbagai
kerjasama yang dilakukan tidak merugikan Asean ;
dan bahkan memperkokoh posisi Asean. Demikian juga pada
gilirannya tiap anggota
Asean juga menjadi anggota ARF maupun APEC, maka diharapkan kedua
forum dalam cakupan ruang yang berbeda luasnya itu dapat saling
menunjang dan menambah kredibilitas Asean.
2.
Anasir Dalam
Modernisasi
disegala bidang ternyata telah memperlebar irisan pemilahan (social cleavage)
ditengah-tengah masyarakat; sesuatu yang selalu menjadi kekhawatiran dan obsesi
para pendiri Republik. Mulai dari pemilihan bahasa nasional, yang bukan
berasal dari bahasa daerah suku yang mayoritas dapat merupakan unsur integratif
karena tidak lagi suku bangsa ini. Kita harus selalu ingat dan waspada
bahwa bangsa kita menegara adalah berkat kesepakatan, karena itu tidaklah tepat
apabila demi kemajuan demokrasi (agar mendapatkan pujian dari luar negara)
semua kesepakatan diabaikan.
Kerawanan
yang melekat pada diri bangsa setiap saat dapat mengemuka menjadi unsur
dis-integratif yang mematikan, mereka antara lain adalah:
a.
Ketimpangan
pertumbuhan antara Indonesia bagian barat dengan pertumbuhan bagian timur; dan
juga antara Jawa dengan luar Jawa. Sesungguhnya hal ini bukan merupakan
kesengajaan pemerintah (sejak zaman kolonial) akan tetapi dapat dipersepsikan
secara keliru bahwa ada unsur kesengajaan dari pihak Pusat untuk menelantarkan
daerah-daerah yang kurang maju. Lebih buruk lagi, ketimpangan yang
terjadi diinterprestasikan sebagai ketidakadilan pemerintah Pusat.
Bukankah hal ini pernah memicu berbagai jenis pemberontakan bersenjata
dimasa lalu? Apa yang terjadi sekarang ini di Aceh, Maluku dan Irian Jaya
adalah merupakan pengulangan dari yang pernah terjadi, atau dapat juga dikatakan
bahwa Pusat tidak pernah belajar dari kesalahan masa lalunya. Padahal
kalau dilihat secara jernih, faktor curah hujan yang lebih banyak, tanah yang
lebih subur, tersedianya tenaga terampil yang cukup mendorong Indonesia bagian
barat lebih mudah berkembang. Sedangkan untuk masalah pemasaran, jumlah
penduduk yang besar merupakan sesuatu hal yang mendorong kegiatan perekonomian
yang lebih cepat dari di timur; belum lagi sistem sirkulasi yang baik untuk
distribusi dalam negeri maupun untuk eksport. Akan tetapi memang harus
diakui bahwa kenyataan-kenyataan semacam ini akan selalu terbenam dibawah
timbunan kemarahan terhadap pemerintah pusat apalagi kalau dicampuri oleh
kehadiran para provokator seperti di Ambon dan tempat-tempat lainnya.
Rasa tentang adanya ketidakadilan (belum tentu seluruhnya benar) ditangan para
petualang poitik dapat memicu konflik SARA yang memang merupakan social
clearage bangsa kita.
b.
Mencairnya
perekat kesatuan dan persatuan bangsa dibawah tekanan globalisasi dan
modernisasi yang lebih mengedepankan hal-hal yang bersifat kasat mata.
c.
Kemajuan
yang antara lain ditandai oleh GNP, Income per capita, produktivitas dalam
ton/jam atau ton/luas tanah, dan sebagainya, tidaklah mudah untuk memompakan
hal-hal yang sifatnya mental ideologis. Terlebih lagi dengan tingkah laku
para remaja yang sangat menggandrungi budaya global, maka masa depan wawasan
kebangsaan sebagai perekat sosial kelihatannya tidak terlalu menggembirakan;
apalagi kalau dikaitkan dengan adanya kenyataan bahwa lembaga pendidikan
hanya menyuguhkan pengajaran saja. Keadaan semacam ini membuka peluang
yang amat luas bagi kemerosotan kedaulatan bangsa didalam menghadapi tantangan
mendatang yang antara lain berbentuk individualisme yang sangat diametral
dengan azas kekeluargaan. Tidaklah terlalu mengherankan bahwa rasa
dilibas oleh logika dalam kaitannya dengan Pancasil, antara dengan mengatakan
bahwa ideologi bukanlah merupakan salah satu syarat bagi berdirinya satu negara
karena itu buat apa dipertahankan, apalagi dikeramatkan. Itulah kira0kira
argumentasi dari generasi mendatang yang hidup dalam dunia tanpa batas.
d.
Primordialisme
sebagai strategi politik dengan tujuan untuk menekan lawan atau pemaksaan
kehendak. Ini adalah pemanfaatan secara licik kerawan bangsa yang amat
mengkhawatirkan oleh kelompok politik yang tidak yakin bahwa tujuan politiknya
dapat tercapai, apapun penyebabnya.
G.
Ketahanan Nasional
Sebagai Perwujudan Geostrategi Indonesia
Geostrategi adalah suatu strategi dalam memanfaatkan
kondisi geografi negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana sebagai
upaya untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional. (pemanfaatan
kondisi lingkungan dalam mewujudkan tujuan politik). Selain itu, Geostrategi juga untuk mewujudkan,
mempertahankan integrasi bangsa dalam masyarakat majemuk dan heterogin.
Geostrategi Indonesia diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan dan UUD 1945. Ini
diperlukan untuk mewujudkan dan mempertahankan integrasi bangsa dalam
masyarakat majemuk dan heterogen berdasarkan Pembangunan dan UUD 1945.
Geostrategi Indonesia memberi arahan tentang bagaimana merancang strategi
pembangunan dalam rangka mewujudkan masa depan yang lebih baik, aman, dan
sejahtera. Oleh karena itu, geostrategi Indonesia bukanlah merupakan geopolitik
untuk kepentingan politik dan perang, melainkan untuk kepenting kesejahteraan
dan keamanan. Geostrategi Indonesia dirumuskan dalam wujud Ketahanan Nasional
dan geostrategi Indonesia tiada lain adalah ketahanan nasional.
Sumber daya alam dan jumlah serta kemampuan penduduk
telah menempatkan Indonesia Tahun 1978 geostrategi Indonesia ditegaskan
wujudnya dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi, metode, dan
doktrin dalam pemmbangunan nasional. Ketahanan Nasional adalah merupakan
kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi
segala ancaman, gangguan, tantangan baik yang dating dari dalam maupun dari
luar yang langsung maupun tidak langsung, membahayakan integritas, identitas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangn nasional.
H.
CONTOH KASUS GEOSTRATEGi
Proses
marjinalisasi terbalik antara penduduk kota Poso dan penduduk pedalaman
Kabupaten Poso, yang memperlebar jurang sosial antara penduduk asli dan pendatang.
Maksud saya, di pedalaman Poso tiga suku penduduk asli yang mayoritas beragama
Kristen – yakni Lore, Pamona, dan Mori – mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi,
politik, dan budaya, sehingga dibandingkan dengan para pendatang, mereka ini
merasa tidak lagi menjadi tuan di tanahnya sendiri. Tapi sebaliknya, di kota
Poso –di lokasi di mana kerusuhan meletus dan perusakan paling parah terjadi –
adalah para turunan
pendatang dari Gorontalolah yang paling mengalami marjinalisasi dibandingkan
dengan penduduk asli yang bermukim di kota Poso, sebelum kerusuhan 1998-2000.
1. Marjinalisasi
penduduk asli beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso:
Mari
saya jelaskan dulu proses marjinalisasi yang dialami oleh ketiga suku penduduk
asli yang beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso. Pertama-tama, marjinalisasi
ekonomi mereka alami, sebagian juga karena strategi penginjilan oleh para misionaris
Belanda, yang kemudian diteruskan oleh GKST, yang tidak menumbuhkan kelas
menengah yang mampu berwiraswasta dan bersaing dengan para pendatang.
Strategi
pendidikan Zending dan kemudian GKST lebih mengfasilitasi transformasi profesi
dari petani ke pegawai (ambtenaar), baik pegawai pemerintah maupun pegawai gereja.
Ini sangat berbeda dengan strategi penginjilan di Tana Toraja dan Minahasa,
dimana sudah muncul banyak pengusaha tangguh berkaliber nasional. Agama
baru yang disebarkan oleh para misionaris itu, seperti di banyak tempat di
Nusantara, juga mengakibatkan desakralisasi alam dan pelunturan hak ulayat. Ini pada
mulanya lebih berlaku di tanah-tanah yang ditanami tanaman perdagangan, seperti
cengkeh, sementara di daerah yang ditanami padi berbagai upacara yang berakar
di agama suku, misalnya padungku, pesta syukur sesudah panen, masih berlaku. Tapi
lama kelamaan, hak ulayat sudah mulai meluntur juga di daerah pertanian padi.
Transformasi
sosial-ekonomi yang mula-mula berjalan perlahan kemudian dipacu
akibat pembangunan Jalan Raya Trans-Sulawesi, yang memicu arus migrasi besar-besaran
dari Sulawesi Selatan ke Sulawesi Tengah. Arus migran Bugis, Makassar, Mandar,
Luwu, dan Toraja semakin memacu peralihan penguasaan tanah dari penduduk
asli ke pendatang.
Permintaan
tanah oleh pendatang kemudian bersinerji dengan penjualan tanah oleh
penduduk asli untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka, dan selesai dari pendidikan
tertier, tanah dijual lagi untuk membiayai sogokan untuk menjadi pegawai negeri,
yang di daerah Palopo dan Palu sudah naik dari Rp 15 juta s/d Rp 25 juta, untuk pos-pos
yang tidak terlalu basah di bidang pendidikan. Bayangkan berapa lagi yang harus
dibayar untuk menjadi pegawai dinas-dinas yang lebih basah, seperti PU, Dinas Pendapatan
Daerah, Bank Pembangunan Daerah, dan lain-lain.
Sementara
marjinalisasi ekonomi penduduk asli beragama Kristen berjalan, muncul
juga marjinalisasi di bidang politik. Kemunculan tokoh-tokoh penduduk asli Kristen
di bidang politik banyak terhambat oleh rivalitas di antara ketiga kelompok etno-linguistik
itu (Pamona, Mori, dan Lore), dan tidak kalah hebatnya, di antara anak-anak suku
Pamona sendiri.
Sementara
itu, muncullah generasi muda beragama Islam yang juga sudah berpendidikan
tertier, baik yang berasal dari masyarakat turunan Gorontalo dan Jawa di kota
Poso, maupun dari suku-suku asli yang dominan Muslim, seperti Tojo dan Bungku.
Mereka juga mulai menuntut lebih banyak posisi di bidang pemerintahan, dan untuk
mencapai tujuan mereka, mulai lebih banyak berkiprah di berbagai partai, ormas, dan
organisasi lain yang dapat memberikan paspor ke pusat kekuasaan, seperti ICMI, Golkar,
dan untuk sementara waktu, Partai Daulat Rakyat (PDR), yang dibentuk oleh para
pendukung Menteri Koperasi & UKM, Adi Sasono. Kompetisi yang semakin tajam ini
tampaknya kurang diantisipasi oleh generasi muda terpelajar yang beragama Kristen.
Mereka
sudah jatuh, ditimpa tangga. Setelah mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi
dan politik itu, penduduk asli yang mayoritas beragama Kristen mulai mengalami
marjinalisasi di bidang budaya, terutama di tahun-tahun menjelang pecahnya
konflik Poso. Ada beberapa faktor yang mendorong marjinalisasi itu, seperti sejumlah
larangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yakni larangan bagi orang Islam berjabat
salam antara orang-orang yang berbeda jenis kelamin dan bukan suami isteri; larangan
bagi orang Islam untuk mengucapkan selamat Natal kepada kerabat dan kenalan
mereka yang beragama Kristen; dan larangan menyelenggarakan acara-acara Natalan
bersama di kantor-kantor pemerintah. Faktor-faktor lain adalah
semakin dominannya peranan ICMI dalam rekrutmen dan promosi pegawai
negeri, dominasi Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang puritan dan kurang
simpatik terhadap budaya-budaya setempat; serta dominasi para pendatang
dari Sulawesi Selatan sampai ke tingkat imam mesjid dan melalui para dai utusan
Pesantren Hidayatullah, Kaltim, sampai ke desa-desa, khususnya di Kecamatan Tojo
dan Poso Pesisir.
Marjinalisasi
kultural terhadap penduduk asli yang beragama Kristen semakin memuncak
setelah para mujahidin dari berbagai lasykar menguasai roda pemerintahan di
kota Poso. Lasykar-lasykar penganut aliran Wahabi dari Arab Saudi memaksa semua perempuan
mengenakan jilbab di luar rumah. Mereka juga melarang modero, tari pergaulan
Poso, di tempat-tempat publik, melarang peredaran minuman beralkohol, termasuk
saguer (nira pohon aren), sampai-sampai melarang penggunaan logat Poso yang
dipengaruhi logat Manado di tempat-tempat umum.
2. Marjinalisasi dan
radikalisasi migran Muslim di kota Poso:
Sebelum
menggambarkan proses marjinalisasi dan sekaligus radikalisasi masyarakat
migran Muslim di kota Poso, kita perlu lebih dulu mengenal keragaman etnik
penduduk kota Poso, serta pelapisan sosial yang ada sebelum kerusuhan 1998.
Keragaman
etnik penduduk kota Poso, merupakan suatu keadaan yang sejak awal ditolerir
oleh Raja Talasa Tua (Nduwa Talasa ), penguasa adat terakhir kota Poso. Kata sang raja dalam
maklumatnya yang dibacakan di kantor raja Poso di kota Poso, tanggal 11
Mei 1947, jam 10 pagi:
Laut/Teluk
Tomini tidak ada pagarnya
Laut/Teluk
Tomini tidak ada pagarnya
Hai
kamu orang Arab
Hai
kamu orang Tionghoa
Hai
kamu orang Jawa
Hai
kamu orang Manado
Hai
kamu orang Gorontalo
Hai
kamu orang Parigi
Hai
kamu orang Kaili
Hai
kamu orang Tojo
Hai
kamu orang Ampana
Hai
kamu orang Bungku
Hai
kamu orang Bugis – orang Wotu
Hai
kamu orang Makassar
Jika
kamu tidak menaati perintahku kamu boleh pulang baik-baik ke kampong halamanmu
karena Tana Poso tidak boleh dikotori dengan darah (Damanik 2003: 41).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Geopolitik
secara umum dapat diartikan sebagai penentuan kebijaksanaan (politik yang
berdasar kepada konstelasi (letak dan posisi) geografi yang ditempati oleh
suatu bangsa.
2.
Wawasan
nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang, cara memahami, cara menghayati,
cara bersikap, bertindak, berfikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia
tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalisnya yang dilandasi
Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka,
berdaulat dan bermartabat serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaanya
dalam mencapai tujuan nasional.
3.
Geostrategi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan
strategi diartikan sebagai usaha dengan menggunakan segala kemampuan atau
sumber daya baik SDM maupun SDA untuk melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan. Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, geostrategi
diartikan sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujdkan cita-cita dan
tujuan melalui proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana
membuat strategi pembangunan dan keputusan yang terukur dan terimajinasi guna
mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman dan bermartabat.
B.
Saran
1.
Konsep
geopolitik ini hendaknya terus diterapkan dan dikembangkan agar dapat mencapai
tujuan-tujuan Wawasan Nusantara yang telah ditetapkan, yaitu mewujudkan
kesejahteraan, ketenteraman dan keamanan bagi Bangsa Indonesia, dengan demikian
ikut serta juga dalam membina kebahagiaan dan perdamaian bagi seluruh umat
manusia di dunia.
2.
Dalam penyusunan makalah ini kami yakin ada
kesalahan dalam pembuatannya, maka dari itu kami mengharapkan partisipasi dari
teman-teman semua untuk memberikan kritik dan saran atas makalah yang telah
kami buat, dan kami akan sangat merasa senang apabila teman mahasiswa sekalian bisa
mengkritik atau memberi saran guna memperbaiki ketidak sempurnaan kami dalam
membuat malalah ini.
3.
Mengerti
dan faham akan negara kita sendiri,baik sejarah maupun norma serta
undang-undang dan peraturan yang ada
4.
Melakukan
hal-hal positif yang membuat bangsa kita lebih hebat. Misalnya dengan prestasi
diluar negeri sehingga bangsa lain melihat kita sebagai bangsa yang sangat
dibutuhkan oleh bangsa lain.terutama dalam Iptek.
5.
Bersatu
padu dalam menjaga persatuan tanpa membedakan ras,suku dan agama
DAFTAR PUSTAKA
1. Harun,Djaenuddin,dkk.
2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional
2. Rifdan,dkk. 2006.
Pendidikan Kewarganegaraan. Makassar: Ikatan dosen pendidikan Kewarganegaraan.
3. Soemiarno,S. 2006.
Geopolitik Indonesia. Jayapura: disampaikan pada pelatihan nasional Dosen MPK
PKN di Perguruan Tinggi, Jayapura.
4. Prof. DR. H. Kaelan, M.S. dan Drs. H. Ahmad Zubaidi, M. Si.
2007. Pendidikan Kewarganegaraan utuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Penerbit
Paradigma Yogyakarta.
5.
Harsawaskita, A. 2007. “Great Power Politics di Asia
Tengah: Suatu Pandangan Geopolitik”, dalam Transformasi dalam Studi Hubungan
Internasional. Bandung: Graha Ilmu.
6.
Hidayat, I.Mardiyono. 1983. Geopolitik, Teori dan
Strategi Politik dalam Hubungannya dengan Manusia, Ruang dan Sumber Daya Alam.
Surabaya: Usaha Nasional.
7.
Makarim,N.A.2004.Geopolitik.Tersedia:http://www.kompas.com/kompas
cetak /0412/ 28/utama [28 Maret 2007].
8.
Poerwowidagdo,S.J.1999. Geoekonomi, Abstraksi
ekonominya di kepulauan RI. Tersedia: — [28 Maret 2007].
9.
Sumarsono,S,et.al.2001. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
No comments:
Post a Comment