Tuesday, 19 December 2017

KTI ASKEP HEMOROID BAB II

BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Konsep Dasar Medis

1.         Pengertian
Berdasarkan penelitian ara ahli mengenai hemoroid maka dikemukakan pengertian hemoroid sebagai berikut :
a.         Hemoroid adalah pelebaran vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan patologik. Hanya apabila hemorid ini menyebabkan keluhan atau penyulit, diperlukan tindakan
(Wim De Jong, 2005 Hal. 672)
b.        Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. (Smeltzer, 2002 Hal.1138).
c.         Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus hemoroidalis. Walaupun kondisi ini merupakan suatu kondisi fisiologis. (Muttaqin, 2011 Hal. 689).
2.      Anatomi Fisiologi
a.       Anatomi kolon dan rektum
Kolon merupakan sambungan dari usus halus, dengan panjang ± 1,5 meter, dimulai dari katup ileocaecal. Reflek gastrokolik terjadi ketika makanan masuk ke dalam lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam kolon. Sekum terletak di daerah iliaka dan menempel pada tempat yang disebut pleksura hepatika, seperti terlihat pada gambar 1 berikut ini :
                          Gbr. Hemoroid
Sumber : http://medlinux.blogspot.com/2009/02/hemoroid.html
Selanjutnya kolon berjalan melalui tepi daerah epigastrium dan umbilikal sebagai kolon transversum, kemudian membelok sebagai fleksura lienalis. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut fleksura sigmoid dan dibentuk kolon sigmoideus dan kemudian masuk pelvis besar yang menjadi rektum. Panjang rektum adalah kira-kira 10 cm di bagian bawah dari usus besar, yang dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal yang panjangnya kira-kira 3 cm. Saluran paling bawah berakhir pada anus yang diapit oleh otot internus dan eksternus yang merupakan tempat dimana dapat menyebabkan pelebaran fleksus vena hemoroidalis.
b.      Struktur pembuluh darah
Usus besar menunjukkan empat morfologi lapisan seperti apa yang ditemukan juga pada usus halus yaitu :
1.)    Lapisan serosa
Merupakan lapisan paling luar, yang dibentuk oleh peritonium. Mesenterium merupakan lipatan peritonium yang lebar sehingga memungkinkan usus bergerak lebih leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf mensuplai darah. Fungsi dari peritonium adalah mencegah pergesekan antara organ-organ yang berdekatanb, dengan mensekresi cairan serosa yang berfungsi sebagai pelumas.
2.)    Lapisan otot longitudinal
Meliputi usus besar tidak sempurna, tetapi berkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal sehingga rektum mempunyai selubung otot yang lengkap. Taenia lebih pendek daripada  usus sehingga usus menjadi berkerut seperti
kantong kecil yang disebut : haustra.
3.)    Lapisan otot sirkuler
Diantara kedua lapisan otot tersebut, terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfe, yang mensuplai usus
4.)    Lapisan mukosa
Lapisan paling dalam, tidak mempunyai vili atau rugae dan merupakan suatu perbedaan dengan usus halus. Kriptus liberikula (kelenjar internal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus. Usus besar secara klinik dibagi dalam separu bagian kiri dan kanan menurut suplai darahnya.
c.       Sistem hepatika portal
Vena mesenterika superior memperdarahi separuh bagian kanan  yaitu : sekum, kolon, asendus, dan dua pertiga proximal kolon transversum. Arteri mesenterika superior mensuplai separuh bagian kiri yaitu sepertiga distal kolon mendatar dari kolon desendens, kolon sigmoid serta bagian proksimal dari rektum. Suplai darah pada rektum diselenggarakan oleh vena return dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian distal dari sirkulasi sistemik.
Suplai saraf usus besar, dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian sfingter eksterna yang diatur oleh sistem volunter. Serabut parasimpatik berjalan melalui nervus vagus, ke bagian tengah kolon transversum dan pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal.
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi, kontraksi dan perangsangan sfingter ani, sedangkan perangsangan parasimpatis, menyuplai efek yang berlawanan.
d.      Fisiologi kolon dan rektum
Usus besar mempunyai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit yang sebagian besar dilangsungkan pada kolon bagian kanan, dan fungsi kolon sigmoid sebagai reservoir untuk dehidrasi masa faeces, sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorbsi air, sekitar 600 ml perhari dibandingkan dengan 800 ml air yang diabsorbsi oleh usus besar. Akan tetapi kapasitas absorbsi usus besar sekitar 2000 ml perhari. Bila jumlah ini dilampaui oleh pengiriman cairan yang berlebihan dari ileum akan mengakibatkan diare.
Berat akhir faeces yang dikeluargakan perhari sekitar 200 gr, 75 % diantaranya berupa air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas dan mineral yang tidak diabsorpsi. Sangat sedikit pencernaan berlangsung dalam usus besar. Sekresi usus besar mengandung banyak mukus, menunjukkan sekresi alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus bekerja sebagai pelumas dan pelindung mukosa pada peradangan usus. Didalam usus besar terdapat pembusukan cukup banyak antara lain : peptida, asam amino, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Amino, CO2. H2, H2S, dan Ch4 merupakan gas – gas yang terpenting. Sebagian besar dari gas – gas dikeluarkan dari faeces sedangkan yang lainnya diabsorbsi dan diangkut ke hati untuk dirubah menjadi senyawa yang tidak toksik diekskresi dalam urine. Sekitar 1000 ml gas flatus dalam keadaan biasanya dikeluarkan melalui anus setiap hari.
Penyebab terjadinya hemoroid akibat dari pelebaran vena fleksus hemoroidalis superior, medial dan inferior. Hemoroid dikenal dalam masyarakat adalah ambeien yang merupakan penyakit saluran pencernaan. Hemoroid dapat terjadi pada semua tingkat usia, baik pria maupun wanita.
3.         Insiden
Kedua jenis haemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35 % penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun. walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat meyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. (Barbara, 2000)
4.         Etiologi
Kondisi   hemoroid    biasanya   tidak  berhubungan dengan kondisi
medis    atau   penyakit, namun   ada   beberapa    prisposisi   penting  yang
dapat meningkatkan risiko hemoroid seperti berikut ini :
a.         Peradangan pada usus, seperti pada kondisi colitis ulseratif atau penyakit Chron.
b.         Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal.
c.         Konsumsi makanan rendah serat.
d.        Obesitas.
e.         Hipertensi portal. (Muttaqin, 2011 Hal. 690).
f.          Faktor – faktor yang mungkin berperan antara lain :
1.)    Keturunan/herediter.
Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah dan bukan hemoroidnya.
2.)    Anatomi
Vena di daerah mesenterium tidak mempunyai katup sehingga darah mudah mengalir kembali, menyebabkan tekanan pada vena fleksus hemoroidalis.
3.)    Pekerjaan
Orang yang pekerjaannya banyak berdiri, gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya haemorhoid dan para pekerja yang pekerjaannya mengangkat barang berat. Hal ini jelas pada orang yang sering mengedan.

5.      Patofisiologi

Pada daerah rektum terdapat vena hemoroidalis superior, medialis dan inferior. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka yang merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, medialis dan inferior. Tekanan yang cukup tinggi pada kavum abdominalis secara kronis misalnya konstipasi atau diare, tumor rektum, sering mengedan, kongesti pelvis pada kehamilan. Fibroma uteri dan penyakit hati kronis disertai hipertensi portal, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik. Konstipasi dapat memperburuk keadaan, dimana faeces yang keras dapat menggores vena hemoroidalis yang  membengkak, sehingga apabila keadaan ini terus menerus bisa menimbulkan perlukaan dan perdarahan secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar yang menyebabkan prolapsus.

6.      Manifestasi Klinik

Tanda utamanya biasanya adalah perdarahan, darah yang keluar berwarna merah segar, tidak bercampur dengan feses, dan jumlahnya bervariasi, bila hemoroid bertambah besar maka dapat terjadi prolaps pada awalnya biasanya dapat tereduksi spontan pada tahap lanjut, pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan kotoran di pakaian dalam menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen.kulit di daerah perianal akan mengalami iritasi.nyeri kan terjadi bila timbul thrombosis luas dengan edema dan peradangan. (Mansjoer, 2000 Hal 322).
Fleksus hemoroidalis melebar ini terletak dibawah mukosa rektum, tepat diatas lapisan muskularis muskulus dari sfingterani eksternus tanpa adanya trombus atau infeksi. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.
Penilaian dengan anaskop diperlukan untuk melihat hemoroid interna tidak menonjol keluar. Dalam pemeriksaan anoskop akan tampak benjolan – benjolan di bawah mukosa yang seringkali penuh dilingkaran rektum dan anus.
Secara klinis hemoroid interna diklasifikasikan atas 4 derajat untuk memudahkan terapi :
1.)    Derajat satu.
Tidak menonjol melalui anus dan hanya dapat ditemukan dengan protoskopi, lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoridalis superior dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan.
2.)    Derajat dua.
Dapat mengalami prolapsus melalui anus saat defekasi haemoroid ini dapat mengecil secara spontan atau dapat direduksi (dikembalikan ke dalam) secara manual.
3.)    Derajat tiga.
Mengalami prolapsus secara permanen (keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk kembali) dengan sendirinya tapi harus didorong. Dalam hal ini mungkin saja varises keluar dan harus didorong kembali tanpa perdarahan.
4.)    Derajat IV
Akan timbul keadaan akut, dimana varises yang keluar pada saat defekasi tidak dapat didorong masuk kembali hal ini akan menimbulkan rasa sakit. Biasanya ini terdapat trombus yang diikuti infeksi dan kadang-kadang timbul peningkatan rektum.

7.      Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa cara pemeriksaan yang dapat membantu menentukan diagnosis pasti antara lain dengan inspeksi, pemeliharaan digitalis, melihat langsung dengan :
a.       Anaskopi atau protoskopi.
Anastetik topikal dan tekanan pada sisi kontralateral akan nampak benjolan – benjolan dibawah mukosa yang seringkali penuh melingkari seluruh lingkaran rektum atau anus.
b.      Rektal toucher (colok dubur)
Colok dubur dapat dilakukan dengan menekan sisi diseberang fisura setelah pemberian anastetik topikal. Bila tidak ada trombus atau infeksi tidak teraba apa – apa karena berupa gelembung pada sub mukosa yang hilang bila ditekan.
c.       Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan tingkat tinggi karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.

8.      Penatalaksanaan

Kebanyakan pasien dengan hemoroid (Tingkat I dan II) dapat diobati dengan tindakan local dan anjuran diet. Hilangkan factor penyeabab, misalnya obstipasi, dengan diet rendah sisa, banyak makan makan makanan berserat seperti buah dan sayur, banyak minum, dan mengurangi daging. Pasien dilarang makan makanan yng merangsang. (Mansjoer, 2000 Hal 324).
Therapi hemoroid interna yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan. Hemoroid adalah normal dan oleh karenanya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan fleksus hemoroidalis tetapi untuk menghilangkan keluhan.
a.       pasien hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makan makanan sebaiknya makanan yang berserat tinggi.
b.      Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek anastetik dan astrigen.
c.       Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena edema umumnya dimasukkan kembali secara perlahan – lahan disusul istirahat baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan.
d.      Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.
e.       Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang misalnya 5 % fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke sub mukosa di dalam jaringan areolar yang longgar dibawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut.
f.       Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau mengalami prolapsus dapat ditangani dengan ligasi gelang karet menurut Barron dengan bantuan anoskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik dan dihisap dalam tabung khusus.
g.      Bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah sekali atau bedah krio. Ini dapat dipaksi secara luas oleh karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya.
h.      Hemoroidektomi
Therapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan yang menahun dan pada penderita hemoroid derjat III dan IV. Therapi bedah juga dapat dilakukan pada penderita dengan perdarahan berulang. Penderita grade IV yang mengalami trombosit dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.
i.        Tindakan bedah lain
Dilatasi anus yang dilakukan dalam anastesi dimaksudkan untuk memutuskan jeringan ikat yang diduga menyebabkan obstruksi jalan keluar anus atau spasme yang merupakan faktor penting dalam pembentukan hemoroid. Metode dilatasi lord ini kadang disertai dengan penyulit inkontinensia sehingga tidak dianjurkan.

9.      Komplikasi

Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para anal, dan inkarserasi. Untuk hemoroid eksterna, pengbatannya selalu operatif. Tergantung keadaan, dapat dilakukan eksisi atau insisi thrombus serta penhgeluaran thrombus. Komplikasi jangka panjang adalah struktur ani eksisi yang berlebihan. (Mansjoer, 2000 Hal 324).

 

B.       Konsep Dasar Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Dimana proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan: pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.  (Nursalam, 2001 ; 1)

Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah. (Doengoes, 2000)

Menurut Smeltzer 2001; Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh.  Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1.         Pengkajian
a.         Riwayat kesehatan:
1)        Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?
2)        Adakah nyeri abdomen?
3)        Apakah terdapat perdarahan dari rektum?
4)        Berapa banyak, seberapa sering, apa warnanya?
5)        Adakah mucus atau pus?
6)        Bagaimana pola eliminasi klien?
7)        Apakah sering menggunakan laksatif?
b.        Riwayat diet:
1)        Bagaimana pola makan klien?
2)        Apakah klien mengkonsumsi makanan yang mengandung serat?
c.         Riwayat pekerjaan:
Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri dalam waktu lama?
d.        Aktivitas dan latihan:
Seberapa jumlah latihan dan tingkat aktivitas?
e.         Pengkajian obyektif:
Menginspeksi feses apakah terdapat darah atau mucus dan area
perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus. (Smeltzer
dan Bare. 2001: Hal 1139).
2.         Diagnosa Keperawatan
a.         Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
b.        Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu.
c.         Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas pada area rectal / anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
d.        Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut nyeri pada pascaoperatif.
e.         Risiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik.
3.         Intervensi
a.         Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
Kriteria hasil : Menghilangkan konstipasi.
Intervensi :
1)        Masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari dianjurkan untuk memberikan hidrasi adekuat.
2)        Makanan tinggi serat dianjurkan untuk meningkatkan bulk dalam feses dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan.
3)        Laksatif bulk seperti Metamucil dan pelunak feses diberikan sesuai resep.
4)        Pasien dianjurkan untuk miring guna merangsang usus dan merangsang keinginan defekasi sebisa mungkin.
5)        Menganjurkan pasien untuk relaksasi sebelum defekasi akan membantu merilekskan otot-otot perineal abdomen yang kemungkinan berkonstriksi atau mengalami spasme.
6)        Berikan analgesik sebelum pergerakan usus benar-benar terjadi.
b.        Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu.
Kriteria hasil : Menurunkan ansietas.
1)        Pasien yang menghadapi pembedahan rektal dapat merasa kacau dan peka akibat ketidaknyamanan, nyeri, dan malu.
2)        Kebutuhan psikososial khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu diidentifikasi.
3)        Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkannya.
4)        Privasi pasien dipertahankan pada saat memberikan perawatan.
5)        Balutan kotor dibuang dari ruangan dengan segera untuk mencegah bau tidak enak.
6)        Pengharum ruangan dapat diberikan bila balutan berbau menyengat.
c.         Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas pada area rektal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
Kriteria hasil :Menghilangkan nyeri.
Selama 24 jam pertama setelah pembedahan rektal, dapat terjadi spasme yang menimbulkan nyeri pada sfingter dan otot perineal.  
Intervensi :
1)        Kontrol terhadap nyeri adalah pertimbangan utama.
2)        Pasien didorong untuk memilih posisi nyaman.
3)        Bantalan flotasi dibawah bokong pada saat duduk akan membantu menurunkan nyeri, demikian juga dengan pemberian es dan salep analgesik.
4)        Kompres hangat dapat meningkatkan sirkulasi dan meringankan jaringan teriritasi.
5)        Rendam duduk, tiga atau empat kali sehari, akan menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan spasme sfingter.
6)        24 jam setelah pembedahan, agens anestetik topikal dapat membantu dalam menghilangkan iritasi lokal dan rasa sakit. Obat-obatan dapat mencakup supositoria yang mengandung anestetik. Astringen, antiseptik, tranquilizer, dan antiemetik. Pasien akan lebih patuh dan bebas dari rasa takut bila nyeri dapat diatasi.
7)        Balutan basah yang jenuh oleh air dingin dan witch hazel dapat membantu menghilangkan edema. Apabila kompres basah digunakan secara kontinu, petroleum harus diberikan disekitar area anal untuk mencegah maserasi kulit.
8)        Pasien diinstruksikan untuk melakukan posisi telungkup dengan
interval tertentu, karena posisi ini meningkatkan drainase dependen cairan edema.
d.        Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut nyeri pada pascaoperatif.
Kriteria hasil : Meningkatkan eliminasi urinarius.
Berkemih dapat menjadi masalah pada periode pascaoperatif, akibat spasme refleks sfingter pada jalan keluar kandung kemih dan sejumlah tertentu otot pelindung dari rasa takut dan nyeri.
1)        Semua metode untuk mendorong berkemih spontan (meningkatkan masukan cairan, mendengar aliran air, meneteskan air di atas meatus urinarius) harus dicoba sebelum memasukkan kateter.
2)        Setelah pembedahan rektal, haluaran urin harus dipantau dengan cermat.
e.         Risiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik.
Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi
Intervensi :
1)        Sisi operasi harus diperiksa dengan sering terhadap munculnya perdarahan rektal.
2)        Kaji indikator sitemik perdarahan berlebihan (takikardia, hipotensi, gelisah, haus).
3)        Setelah hemoroidektomi, dapat terjadi hemoragi dari vena yang dipotong, bukti perdarahan harus tampak pada balutan
4.         Implementasi
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk mengetahui perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan (Doenges et al, 2000).
Menurut Smeltzer; 2001, Tujuan utama tindakan keperawatan dengan hemoroid mencakup : mendapatkan pola eliminasi yang adekuat, penurunan ansietas, penghilangan nyeri, peningkatan eliminasi urinarius, patuh dengan program terapeutik,
5.         Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
a.         Mendapatkan pola eliminasi normal.
1)        Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur.
2)        Berespons terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk duduk di toilet dan mencoba untuk defekasi.
3)        Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan.
4)        Menambahkan makanan tinggi serat pada diet.
5)        Meningkatkan masukan cairan sampai 2 liter/24 jam.
6)        Melaporkan pasase feses lunak dan berbentuk.
7)        Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen.
b.        Ansietas berkurang.
c.         Nyeri teratasi atau berkurang.
1)        Mengubah posisi tubuh dan aktivitas untuk meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan.
2)        Menerapkan kompres hangat/dingin pada area rektal/anal.
3)        Melakukan rendam duduk empat kali sehari.
d.        Mentaati program terapeutik.
1)        Mempertahankan area perianal kering.
2)        Makan makanan pembentuk bulk.
3)        Mengalami feses lunak dan berbentuk secara teratur.
e.         Bebas dari masalah perdarahan.
1)        Insisi bersih.
2)        Menunjukkan tanda vital normal.
3)        Menunjukkan tidak ada tanda hemoragi.


No comments:

Post a Comment