|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan
1.
Pengertian
a.
Halusinasi
didefinisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang salah. (Stuart, 2007).
b.
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera
seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2004).
c.
Halusinasi Penglihatan (halusinasi optik) adalah apa yang
dilihat seolah-olah berbentuk : orang, binatang, barang atau benda (Sunaryo,
2004).
d.
Halusinasi Penglihatan (Visual Hallucination) terjadi dimana penderita
melihat adegan yang berubah-ubah bentuk, ”salib yang menyala-nyala”, atau
binatang-binatang (Semiun, 2006).
e.
Halusinasi Penglihatan bisa berbentuk seperti orang, binatang
atau tidak bebentuk seperti sinar, kilat, bisa berwarna atau tidak
berwarna (Azizah, 2011).
f.
|
Halusinasi Penglihatan (visual, optik) adalah jenis gangguan persepsi
yang lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut
akibat gambaran-gambaran yang mengerikan. (Yosep, 2007).
2.
Rentang
Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
- Pikiran logis - Pikiran kadang - Gangguan pikiran atau
- Persepsi
akurat menyimpang
ilusi waham
- Emosi konsisten - Reaksi emosional - Halusinasi
dengan berlebihan atau - Kesulitan untuk mem
Pengalaman kurang proses emosi
-
Perilaku sesuai - Perilaku
aneh tak - Ketidak teraturan
hubungan sosial lazim perilaku
- Menarik diri - Isolasi sosial
Perilaku yang berhubungan dengan masalah-masalah
persepsi berawal dari respon adaptif yaitu : pikiran logis, persepsi akurat, emosi
konsisten dengan pengalaman, perilaku sesuai dengan hubungan sosial.
Apabila terjadi ketidakmampuan untuk memproses
informasi, hubungan interpersonal, serta tidak dapat memecahkan masalah,
sehingga fikiran kadang menyimpang, ilusi, reaksi emosional berlebihan atau
kurang, perilaku aneh tak lazim, dan bahkan menarik diri.
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiology.
Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu
tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena
sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus
yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. klien mangalami ilusi jika
interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat
sesuai stimulus yang diterima. Gejala psikosis dikelompokkan dalam lima
kategori utama fungsi otak yang juga saling berhubungan. (Stuart, 2007) :
a.
Kognitif
Perilaku yang berhubungan
dengan masalah proses informasi yang berkaitan dengan skizofrenia sering disebut sebagai defisit kognitif. Prilaku ini
termasuk masalah pada semua aspek memori, perhatian, bentuk, dan isi bicara,
pengambilan keputusan dan isi pikir.
b.
Persepsi
Mengacu pada identifikasi dan
interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra. Perilaku yang berhubungan dengan masalah-masalah persepsi
sensori yang mencakup dalam halusinasi.
c.
Emosi
Diekspresikan secara
berlebihan (hiperekskresi) atau kurang (hipoekskresi) dengan sikap yang tidak
sesuai. Individu mengalami skizofrenia
biasanya mempunyai masalah yang berhubungan dengan hipoekskresi. Pasien ini
juga sering mengalami emosi yang berkaitan dengan kesulitan yang disebabkan
oleh penyakit mereka seperti frustasi dalam mengatasi rintangan untuk mencapai
tujuan personalnya.
d.
Gerakan
dan perilaku
Respon neurobiologis maladaptif menimbulkan perilaku yang aneh, tidak enak
dipandang, membingungkan, sulit diatsi, dan sulit dipahami orang lain.
e.
Sosialisasi
Sosialisasi adalah kemampuan
untuk menjalani hubungan kerja sama dan saling bergantung dengan orang lain.
Perilaku yang terkait dengan konsekuensi hubungan pada respons neurobiologis yang maladaptif.
3.
Penyebab
a.
Interpretasi
yang tidak adekuat terhadap rangsangan lingkngan
b.
Kehilangan
batas ego
c.
Peristiwa
traumatis emosional
d.
Disfungsi
otak
e.
Adanya
halusinasi atau ilusi (Copel, 2007).
Menurut Stuart (2007), faktor
penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a.
Faktor Predisposisi
1)
Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut
a)
Penelitian pencitraan otak
sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan
skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b)
Beberapa zat kimia di otak
seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada
sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c)
Pembesaran ventrikel dan
penurunan massa kortikal menunjuk-kan terjadinya atropi yang signifikan pada
otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).
2)
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3)
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stres.
b.
Stressor
Pencetus
1)
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan
putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2)
Stres
Lingkungan
Ambang toleransi terhadap
stres yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
3)
Sumber
Koping
Sumber koping mempengaruhi
respon individu dalam menanggapi stresor.
4.
Psikopatologi
dan Patofisiologi
Penelitian
mutakhir yang menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmitter dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotinin,
ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam
bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.
Selain
perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimia di atas, dalam penelitian dengan
menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pada perubahan pada anatomi otak
pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahan ada pada pelebaran lateral
ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum). (Yosep, 2007).
5.
Jenis-jenis
Halusinasi
Menurut :
(Stuart, 2007)
a.
Halusinasi
pendengaran (Auditorius)
Mendengarkan suara atau
kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang
jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh melakukan
sesuatu yang kadang dapat membahayakan.
b.
Halusinasi
Penglihatan (Visual)
Stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambar geometris,
gambaran kartun, panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau
menkutkan seperti melihat monster.
c.
Penghidu
(olfaktorius)
Pemberi bau-bauan seperti
amis, darah, urine, atau feses. Kadang-kadang memberi bau harum. Halusinasi
penghidu biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang
atau dimensia.
d.
Pengecapan
(Gustatorius)
Merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan seperti darah, urine, atau feses.
e.
Peraba (Taktil)
Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang terlihat.
Merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
f.
Senestetik
Merasakan tubuh seperti darah
mengalir, vena dan arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urine.
g.
Kinestetik
Merasakan pergerakan sementara
berdiri tanpa gerak.
h.
Halusinasi
Viseral
Timbul perasaan tertentu
didalam tubuhnya.
6.
Gejala
dan Karakteristik Perilaku Halusinasi
a.
Mengalami
ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
b.
Mencoba
berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas, seperti tersenyum,
tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, respons verbal yang lambat, dan bahkan
diam
dan berkonsentrasi.
c.
Pikiran
dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran, nonpsikotik.
d.
Pengalaman
sensori menakutkan sehingga terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan
tekanan darah.
e.
Merasa
dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut mengakibatkan perhatian klien dengan lingkungan kurang, konsentrasi terhadap
pengalaman
sensori kerja.
f.
Mulai
merasa kehilangan kontrol, kemudian menarik diri dari orang lain, kehilangan
kemampuan dan membedakan halusinasi dengan realita.
g.
Klien
menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi). Perintah halusinasi ditaati, dan sulit berhubungan
dengan orang lain.
h.
Kesepian
dari pengalaman sensori berakhir psikotik, klien tidak mampu lagi mengikuti
perintah.
i.
Pengalaman
sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi,
bisa berlangsung dan beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi
terapeutik. Hal ini akan mengakibatkan klien panik, resiko tinggi mencederai
diri sendiri dan orang lain, agitasi tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
(Nasution, 2004).
7.
Tahap-tahap
Halusinasi
Tahap-tahap
halusinasi menurut (Yosep, 2007) :
a. Tahap Comforting
Timbul
kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya
mengkompensasikan stressornya dengan koping imajinasi sehingga merasa senang
dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
timbul
kecemasan moderat, cemas biasanya semakin meninggi yang menyebabkan terjadinya
halusinasi, klien merasa takut apabila orang lain mengetahui apa yang ia
rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (With Drawl).
c. Tahap Controling
Timbul
kecemasan berat, halusinasi tidak dapat ditolak lagi, klien berusaha menerangi
karena merasa terganggu dan merasa terus-menerus mengikuti, sehingga
menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain, dan apabila perasaan itu
hilang, klien merasa sangat kesepian dan sedih.
d. Tahap Ceonguering
Klien
merasa panik, ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti, perilaku klien
dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
8.
Penatalaksanaan
Medis
Pemberian
obat-obatan dan tindakan yaitu :
a.
Psikofarmakologis
Tabel. 2.1. Jenis obat-obatan
untuk pasien halusinasi
Kelas
Kimia
|
Nama
Generik
(Dagang)
|
Dosis
Harian
|
Fenotiazin
|
Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazin (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stellazine)
Trifluopromazin (Vesprin)
|
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800 mg
2-40 mg
60-150 mg
|
Tioksanten
|
Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane)
|
75-600 mg
8-30 mg
|
Butirofenon
|
Haloperidol (Haldol)
|
1-100 mg
|
Dibenzodiazepin
|
Klozapin (Clorazil)
|
300-900 mg
|
Dibenzokasazepin
|
Loksapin (Loxitane)
|
20-150 mg
|
Dihidroindolon
|
Molindone (Moban)
|
15-225 mg
|
b.
Terapi kejang listrik (Electro
Compulsiv Theraphy (ECT)
c.
Terapi aktivitas kelompok (TAK)
(Nasution, 2004).
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Faktor Predisposisi
1).
Faktor perkembangan terlambat
a).
Usia bayi, tidak terpenuhi
kebutuhan makanan, minum dan rasa aman
b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan
otonomi
c). Usia sekolah mengalami peristiwa yang
tidak terselesaikan
2). Faktor komunikasi dalam keluarga
a). Komunikasi peran ganda
b). Tidak ada komunikasi
c). Tidak ada kehangatan
d). Komunikasi dengan emosional berlebihan
e). Komunikasi tertutup.
f). Orang tua yang membandingkan anak-anaknya,
orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
3). Faktor sosial budaya
Isolasi sosial budaya yang
usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4). Faktor psikologis
Faktor kecewa, mudah putus
asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri rendah, identitas diri
tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif
5). Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa
: atrifi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan
bentuk sel korteks dan limbic.
6). Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota
keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia
dan kembar monozigot.
b.
Perilaku
Bibir komat kamit, tertawa
sendiri, bicara sendiri, mata menunjuk-nunjuk sesuatu, tiba-tiba menutup mata,
gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan
menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
c.
Fisik
1). ADL
Nutrisi tidak adekuat bila
halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan,
kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam
kegiatan aktivitas isik yang berlebihan, agitasi gerak atau kegiatan ganjil.
2). Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras,
penggunaan obat-obatan dan zat halusinogen dari tingkah laku merusak diri.
3). Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium
berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
4). Riwayat
schizofrenia dalam keluarga.
5). Fungsi sistim tubuh
a). Perubahan berat badan, hipertermi (demam).
b). Neurologikal
perubahan mood,
disorientasi.
c). Ketidak efektifan endokrin oleh
peningkatan temperatur.
d. Status emosi
Efek tidak sesuai, perasaan
bermasalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik,
suka berkelahi. (Nasution,
2004)
2.
Pohon
Masalah
Berdasarkan Masalah keperawatan di atas,maka pohon masah Keliat, (2006),
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar.2.1.Pohon Masalah
|
||||
|
||||
|
||||
|
3.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang di temukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat,
(2006) adalah :
a.
Perubahan
persepsi sensori : halusinasi penglihatan
b.
Isolasi
sosial
c.
Gangguan
konsep diri : harga diri rendah
d.
Defisit
perawatan diri : mandi dan berhias
4.
Perencanaan
Rencana tindakan perilaku terdiri atas tiga aspek yaitu : Tujuan umum,
Tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Berdasarkan diagnosa keperawatan
diatas, maka rencana keperawatan adalah sebagai berikut :
a.
Gangguan
persepsi sensori : halusinasi
1). Tujuan Umum (TUM)
Tujuan umum pada diagnosa
keperawatan ini adalah halusinasi tidak terjadi.
2). Tujuan Khusus (TUK)
Tujuan khusus berdasarkan
diagnosa keperawatan di atas sesuai petunjuk asuhan keperwatan oleh Keliat,
dalam buku proses keperawatan jiwa (2006), terdir atas :
a). TUK 1 :Klien dapat membina hubungan saling
percaya
b). TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
c). TUK 3 : Klien dapat mengontrol
halusinasinya
d). TUK 4 : Klien dapat dukungan keluarga
untuk mengendalikan halusinasinya.
3). Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dirumuskan berdasarkan tujuan khusus
(TUK) yang akan dicapai oleh
klien untuk mengatasi masalah utama. Makan berdasarkan pedoman proses
keperawatan kesehatan jiwa oleh Keliat (2006), dapat dirumuskan intervensi
keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan diatas yaitu :
a). TUK 1 : Klien dapat membina hubungan
saling percaya : Intervensi keperawatan :
(1) Bina hubungan saling percaya
(2) Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupunnon verbal
(3) Perkenalkan diri dengan sopan
(4) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
yang disukai
(5) Jelaskan tujuan pertemuan
(6) Jujur dan menepati janji
(7) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
(8) Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
b). TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi keperawatan :
(1) Adakan kontak sering dan singkat secara
bertahap
(2) Observasi perilaku (verbal dan non verbal)
yang berhubungan dengan halusinasi.
(3) Menerima halusinasi sebagai hal yang nyata
bagi pasien dan tidak nyata bagi perawat
(4) Identifikasi dengan klien tentang waktu
munculnya halusinasi, dan frekwensi munculnya halusinasi
(5) Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya ketika halusinasi muncul
c). TUK 3 : Klien dapat mengontrol
halusinasinya
Intervensi keperawatan :
(1) Identifikasi bersama klien tindakan yang
biasa dilakukan bila halusinasi muncul
(2) Beri penguatan dan pujian terhadap
tindakan klien yang pisitif
(3) Bersama klien merencanakan kegiatan untuk
mencegah terjadinya halusinasi
(4) Diskusikan cara mencegah timbulnya
halusinasi dan mengontrol halusinasi, misalnya menghardik atau mengusir,
bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
(5) Dorong klien untuk memilih cara yang
digunakannya dalam menghadapi halusinasi
(6) Dorong klien untuk melakukan tindakan
sesuai dengan cara yang telah di pilih dalam menghadapi halusinasi
(7) Diskusikan dengan klien tentang jenis,
dosis dan waktu minum obat serta manfaat obat tersebut.
d). TUK 4 : Klien mendapat dukungan keluarga
untuk mengendalikan halusinasinya.
Intervensi keperawatan :
(1) Bina hubungan saling percaya dengan
keluarga
(2) Diskusikan dengan keluarga tentang gejala
halusinasi yang dialami klien, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga
untuk memutuskan halusinasi dirumah dan berikan informasi tentang waktu tindak
lanjut
(3) Diskusikan dengan keluarga tentang jenis,
dosis, waktu pemberian, manfaat dan efek samping obat
(4) Diskusikan akibat dari berhenti minum obat
tanpa berkonsultasi terlebih dahulu.
b.
Isolasi Sosial
1). Tujuan Umum (TUM)
Tujuan umum
pada diagnosa keperawatan ini adalah klien dapat berinteraksi dengan orang
lain.
2). Tujuan Khusus (TUK)
Berdasarkan diagnosa keperawatan diatas sesuai
petunjuk asuhan
keperawatan
oleh Keliat, dalam buku proses keperawatan jiwa (2006), terdiri atas :
a.) TUK 1 : Bina hubungan saling percaya
b.) TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab
menarik diri
c.) TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan
berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain
d.) TUK 4 : Klien dapat melaksanakan interaksi
sosial secara bertahap
e.) TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaan
setelah berinteraksi dengan orang lain
f.) TUK 6 : Memberdayakan sistem pendukung
atau keluarga
3). Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan
dirumuskan berdasarkan dengan tujuan khusus (TUK) yang akan dicapai oleh klien
untuk mengatasi masalah utama, maka berdasarkan pedoman proses keperawatan jiwa
oleh Budi Anna Keliat (2006), dapat dirumuskan intervensi keperawatan sesuai
dengan diagnosa keperawatan diatas yaitu;
a.) TUK 1 : Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
(1) Sapa klien dengan nama, baik verbal maupun
non verbal
(2) Perkenalkan diri dengan sopan
(3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
yang disukai
(4) Jelaskan tujuan pertemuan
(5) Jujur dan menepati janji
(6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
(7) Berikan perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
b.) TUK II : Menyebutkan penyebab menarik diri
(1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku
menarik diri dan tandanya:
-
“ Di
rumah, tinggal dengan siapa”
-
“
Siapa yang paling dekat dengan anda”
-
“ Apa
membuat anda dekat dengannya”
-
“
Dengan siap anda tidak dekat”
-
“ Apa
yang membuat anda tidak dekat”
(2) Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaan yang menyebabkan klien tidak mau bergaul
(3) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkap-kan perasaannya.
c.) TUK III : Menyebutkan keuntungan
berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain.
(1) Kaji pengetahuan klien tentang keuntungan
memiliki teman.
(2) Beri kesempatan kepada klien untuk
berinteraksi dengan orang lain
(3) Diskusikan bersama klien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
(4) Beri penguatan positif terhadap kemampuan
mengung-kapkan perasaan tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
(5) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian
bila tidak berinteraksi dengan orang lain.
(6) Diskusikan bersama klien tentang kerugian
bila tidak berinteraksi dengan orang lain.
(7) Beri penguatan positif terhadap kemampuan
mengungkap-kan perasaan tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
d.) TUK IV : Melaksanakan interaksi sosial
secara bertahap
(1) Kaji kemampuan klien membina hubungan
dengan orang lain.
(2) Bermain peran tentang cara berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain.
(3) Dorong dan bantu klien untuk berinteraksi
dengan orang lain melalui tahap: klien-perawat, klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-perawat lain-klien lain,
klien-keluarga
atau kelompok/masyarakat.
(4) Beri penguatan positif terhadap
keberhasilan yang telah dicapai.
(5) Bantu klien untuk mengevaluasi keuntungan
menjalin hubungan sosial.
(6) Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu, yaitu berinteraksi dengan orang
lain.
(7) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan
ruangan.
e.) TUK V: Mengungkapkan perasaan setelah
berinteraksi dengan orang lain.
(1) Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya bila berinteraksi dengan orang lain.
(2) Diskusikan dengan klien tentang perasaan
keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
(3) Beri penguatan positif atas kemampuan
klien mengungkap-kan perasaan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
f.) TUK VI :
Mendapat dukungan dari keluarga
(1) Bina hubungan saling percaya dengan
keluarga
- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
(2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang
:
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang akan terjadi jika perilaku
menarik diri tidak ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik
diri
(3) Dorong anggota keluarga untuk memberi
dukungan kepada klien dalam berkomunikasi dengan orang lain.
(4) Anjurkan anggota keluarga untuk secara
rutin bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu.
(5) Beri penguatan positif atas hal-hal yang
telah dicapai oleh keluarga.
c.
Gangguan
konsep diri : harga diri rendah
1)
Tujuan
Umum (TUM)
Tujuan umum pada diagnosa
keperawatan ini adalah dapat mengaktualisasi dirinya.
2)
Tujuan
Khusus (TUK)
Tujuan khusus berdasarkan
diagnosa keperawatan diatas sesuai petunjuk asuhan keperawatan oleh Suliswati S,
dkk 2005 terdiri atas:
a.) TUK 1 :
Bina hubungan saling percaya
b.) TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
c.) TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang
digunakan.
d.) TUK 4: Klien dapat merencanakan kegiatan
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
e.) TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya.
f.) TUK 6 : Memberdayakan sistem pendukung
atau keluarga
4). Intervensi keperawatan
a.) TUK 1 : Bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
(1) Sapa klien dengan nama, baik verbal maupun
non verbal
(2) Perkenalkan diri dengan sopan
(3) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
yang disukai
(4) Jelaskan tujuan pertemuan
(5) Jujur dan menepati janji
(6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
(7) Berikan perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
b.) TUK II : Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
(2) Setiap bertemu klien dihindari memberi
penilaian negatif.
(3) Utamakan memberi pujian yang realistik.
c.) TUK III :
Menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain.
(1) Diskusikan dengan klien yang masih dapat
digunakan selama sakit.
(2) Diskusikan kemampuan yang dapat digunakan
penggunaannya.
d.) TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan
sesuai kemampuan yang dimiliki.
(1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang
dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan.
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
(2) Bantu klien melakukannya jika perlu
berikan contoh
(3) Beri pujian atas keberhasilan klien.
(4) Diskusikan jadwal harian atas kegiatan
yang telah dilatih.
e.) TUK V: Mengungkapkan perasaan setelah
berinteraksi dengan orang lain.
(1) Beri kesempatan kepada klien mencoba yang
telah direncanakan.
(2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
(3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan rumah.
f.) TUK VI : Mendapat dukungan dari keluarga
(1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
(2) Bantu keluarga memberikan dukungan selama
klien dirawat .
(3) Bantu klien menyiapkan dukungan di rumah.
d.
Defisit
Perawatan diri
1). Tujuan Umum (TUM)
Pasien mampu
menjaga dan memelihara kesehatan dengan melakukan perawatan diri.
2). Tujuan Khusus (TUK)
Tujuan khusus berdasarkan
diagnosa keperawatan diatas sesuai petunjuk keperawatan oleh Copel, (2007),
terdiri atas:
a). TUK 1 : Klien dapat mengenal tentang
pentingnya kesehatan khususnya dalam kebersihan diri mandi dan berhias.
b). TUK 2 : Klien dapat melakukan kebersihan
diri mandi dan
berhias dengan bantuan perawat.
c). TUK 3 : Klien dapat melakukan perawatan
diri mandi dan berhias secara mandiri.
d). TUK 4 : Klien dapat mempertahankan
kebersihan diri mandi dan berhias secara mandiri.
e). TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga
dalam meningkatkan kesehatan kebersihan diri mandi dan berhias.
3). Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan
dirumuskan berdasarkan dengan tujuan khusus (TUK) yang akan dicapai oleh klien
untuk mengatasi masalah utama, maka dapat dirumuskan intervensi keperawatan
sesuai dengan diagnosa keperawatan diatas yaitu;
a.) TUK 1 : Klien dapat mengenal tentang
pentingnya kesehatan khususnya dalam kebersihan diri mandi dan berhias.
(1) Diskusikan bersama klien tentang
pentingnya kesehatan dengan cara menjelaskan tentang arti kebersihan diri dan
cara-cara mandi, makan, berpakaian yang sesuai, dan berhias.
(2) Dorong klien untuk menyebutkan tiga dari
lima tanda kebersihan
b.) TUK 2
: Klien dapat melakukan kebersihan diri mandi dan berhias dengan bantuan
perawat.
Intervensi keperawatan
(1) Motivasi klien untuk mandi
- Ingatkan caranya, evaluasi hasilnya dan beri umpan
balik
- Bimbing klien dengan bantuan minimal
- Jika hasilnya kurang kaji hambatan yang
ada
(2) Bimbing klien untuk mandi. Beri kesempatan
untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
- Ingatkan dan anjurkan untuk mandi dua kali
sehari dengan menggunakan sabun
- Anjurkan klien untuk meningkatkan cara
mandi yang benar.
(3) Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap
hari
- Anjurkan klien untuk mempertahankan dan
meningkat-kan penampilan diri setiap hari
- Dorong klien untuk mencuci pakaiannya
sendiri
- Demonstrasikan cara mencuci pakaian yang
benar dengan sabun dan dibilas.
(4) Kaji keinginan klien untuk memotong kuku
dan merapikan rambut
- Beri kesempatan kepada klien untuk
melakukannya sendiri
- Ingatkan potong kuku dan keramas
(5) Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk
pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan
kamar mandi.
- Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan
fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampo, pakaian ganti,
handuk, dan sandal.
c.) TUK 3 : Klien dapat melakukan kebersihan
perawatan diri secara mandiri.
(1) Monitor klien dalam melaksanakan
kebersihan diri secara teratur ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok
gigi, ganti baju, dan pakai sandal.
d.) TUK 4 : Klien dapat mempertahankan
kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi keperawatan
(1) Beri informasi positif jika klien berhasil
melakukan kebersihan diri.
e.) TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga
dalam meningkatkan kebersihan diri.
(1) Jelaskan pada keluarga tentang penyebab
kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri
(2) Diskusikan bersama keluarga tentang
tindakan yang telah dilakukan dirumah sakit dalam
menjaga kebersihan dan
kemajuan yang telah dialami
dirumah sakit
(3) Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi
stimulus terhadap kemajuan yang telah dialami di rumah sakit.
5.
Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan oleh klien saat ini (here and
now). Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat
kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran
serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasikan semua tindakan yang telah
dilaksanakan beserta respons klien. (Keliat, 2006).
6.
Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikir atau acuan:
S =
Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan
O = Respon objektif klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A
= Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap muncul masalah baru atau ada data yang terkontradiksi dengan masalah yang ada.
P
= Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan
hasil analisa pada respon
klien yang terdiri dari
tindak lanjut klien (PR), dan tindak lanjut oleh perawat. (Keliat, 2006).
a.
Hasil
yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah :
1)
Klien
mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
2)
Melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai dengan jadwal yang dibuat klien
3)
Meminta
bantuan atau partisipasi keluarga
4)
Mampu
berhubungan dengan orang lain.
5)
Menggunakan
obat dengan benar
b.
Hasil
yang diharapkan pada keluarga klien adalah :
1)
Keluarga
mampu mengidentifikasi gejala halusinasi
2)
Mampu
merawat klien di rumah tentang cara mengatasi cara halusinasi dan mendukung kegiatan
klien.
No comments:
Post a Comment