|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar Medis
1.
Pengertian
a.
Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005 ; 152 dan Suriadi, 2006 ;
254)
b.
Thypus Abdomalis adalah penyakit infeksi
akut pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella
typhosa. (Nugroho, 2011 ; 187)
c.
Demam Typhoid atau Typhoid Fever atau
Typhus Abdomalis adalah penyakit yang disebabkan oleh Salmonella Typhii. (Tapan, 2004 ; 131).
d.
Tifus Abdomalis (Demam Typhoid) adalah penyakit infeksi
bakteri hebat yang diawali diselaput lendir usus dan jika tidak diobati, secara
progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh. (Tambayong, 2000;143)
e.
Demam Typhoid atau tifus abdomalis
merupakan penyakit infeksi perut yang masih banyak ditemukan pada anak dan
orang dewasa. Penyakit ini mulai sering ditemukan pada anak setelah usia dua
tahun. (Suririnah, 2010 ; 307).
f.
Demam Typhoid / tifus abdomalis
merupakan penyakit infeksi akut yang
|
biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala
demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. (Febry, 2010 ; 109).
2.
Anatomi Fisiologi
Gambar 2.1 struktur dari system
pencernaan
Sumber : https://konsepbiologi.wordpress.com
System gastrointestinal (disebut juga system pencernaan atau system
digestif) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Rongga
mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar merupakan
komponen saluran gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas gigi, lidah,
serta beberapa kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati, dan pancreas
yang menyuplai sekresi ke saluran pencernaan.
Rongga mulut atau nama lainnya rongga bukal atau oral mempunyai beberapa fungsi diantaranya dapat
menganalisis material makanan sebelum menelan, proses mekanis dari (gigi,
lidah, dan permukaan palatum), lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti pada
beberapa material karbohidrat dan lamak.rongga mulut ini dibatasi oleh
mukosa mulut yang
memiliki Stratified Squamus
Epithelium.
Gambar 2.2. Rongga mulut
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Palatum diakses 21 Juni
2014
Bagian atap dari rongga mulut adalah palatum, sedangkan bagian
dasar adalah lidah. Bagian posterior rongga mulut terdapat uvula yang
bergantung pada palatum.
Lambung terletak di bagian kiri atas
abdomen tepat di
bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung-J, dan
bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Secara anatomis lambung
terbagi atas fundus, badan, dan antrum pilorikun atau pylorus. Sebelah kanan
atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung
terdapat kurvatura mayaor.
Gambar.2.3. Anatomi Lambung (Muttaqin, 2011 ; 9)
Kapasitas normal lambung adalah sebesar 1-2 L, volume lambung akan
meningkat pada saat makan, dan menurun pada saat cairan lambung (kimus) masuk
kedalam usus halus. Pada saat lambung
mengalami relaksasi (kosong), mukosa masuk ke dalam lipatan yang disebut
rugae. Rugae merupakan tempat sementaradari pembesaran lambung. Pada saat
lambung diisi, maka rugae menyempit dan pada saat lambung penuh, maka rugae
menghilang.
Gambar 2.4. Anatomi Usus Halus ( Muttaqin, 2011 ;15)
Usus halus berjalan dari pylorus lambung ke sekum dan dapat di bagi
menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus
diperkirakan 3,65-6,7 meter, duodenum mempunyai panjang sekitar 25 cm, jejunum
mempunyai panjang 2,5 m dimana proses digesti kimia dan absorpsi nutrisi
terjadi di dalam jejunum, sedangkan ileum mempunyai panjang sekitar 3,5 meter.
Bagian ujung ileum memiliki katup ileosecal yang mengontrol aliran material
dari ileum ke usus besar. Fungsi Usus
halus meliputi transportasi dan pencernaan makanan serta absorpsi cairan.
setiap hari beberapa liter cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri atas
karbohidrat, lemak dan protein akan melewati
usus halus, lalu setelah dicerna akan masuk kedalam aliran darah. proses
ini sangat efesien karena hamper semua makanan terserap, kecuali bila terlindung
oleh selulosa yang tidak dapat dicerna. (
Muttaqin, 2011 ; 12)
Gambar
2.5 Struktur Anatomi Dari Kolon Dan Rektum ( Muttaqin, 2011;15).
Kolon yang mempunyai panjang sekitar 90-150 cm, berjalan dari ileum ke rectum. Bagian pertama kolon
adalah sekum, dimana merupakan bagian yang paling lebar. Kolon berjalan sekum
ke atas menjadi kolon kanan (Kolon Asendens) melintasi abdomen atas
sebagai Kolon Transverses, dan turun sebagai kolon kiri (
Kolon Desendens ) ke sigmoid, yaitu bagian kolon yang paling sempit.
Dari sigmoid, anatomi usus besar dilanjutkan ke rectum. (Muttaqin, 2011 ; 14).
3.
Etiologi
Penyebab penyakit
ini adalah salmonella typhosa yang mempunyai ciri- ciri sebagai berikut :
a.
Basil
gram negatif yang begerak dengan bulu getar dan tidak berspora.
b.
Mempunyai
sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu, antigen O (somatiik yang terdiri zat
kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),
dan antigen VI dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. (Nursalam, 2005
; 152-153).
4.
Insiden
Penyakit
ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadic, terpencar-pencar
disuatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari kasus pada orang-orang serumah.
Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insiden tertinggi
pada daerah endemic terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan
S.typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering, karier. Di
daerah endemic, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S. typhi, sedangkan
makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di
daerah nonendemik. (Mansjoer, 2000; 422).
5.
Patofisiologi
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman
akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk usus
halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus
kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel
retikuloendotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi
dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan
kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua kalinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa, usus
dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks peyer.
Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi nekrosis
dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke empat
terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat
menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain hepar,
kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus halus (Suriadi, 2006 ; 254).
6.
Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi (2006 ; 255-256), Manifestasi klinis tifus abdomalis
adalah sebagai berikut :
a.
Nyeri kepala, lemah
dan lesu
b.
Demam tidak terlalu
tinggi berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh
berpluktuasi biasanya suhu meningkat pada malam hari dan turun pada pagi hari.
Minggu kedua suhu tubuh terus meningkat. Minggu ketiga suhu mulai turun dan
dapat kembali normal
c.
Gangguan pada
saluran cerna ; holitosis, bibir kering dan pecah, lidah kotor (coated tongue), meteorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali,
splenomegali disertai dengan nyeri perabaan
d.
Penurunan kesadaran
; apatis atau somnolen
e.
Bintik kemerahan
pada kulit
(roseola) akibat emboli
bakteri
pada
kapiler kulit
f.
Epistaksis
7.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2011;492), pengkajian diagnostik yang diperlukan adalah
pemeriksaan laboratorium dan radiografi meliputi hal-hal berikut ini:
a.
Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan
makanan yang terbatas malabsobsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan
penghancuran seldarah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah
leukosit antara 3000-4000 mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini
diakibatkan oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu
pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat
rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.
b.
Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga
didapatkan peningkatan
leukosit dalam urine.
c.
Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan
bahaya peredaran darah usus dan perforasi.
d.
Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella pada biakan darah
tinja, urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.
e.
Pemeriksaan serologis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Respons antibodi yang dihasilakan tubuh akibat infeksi
kuman Salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer antibodi yang progresif
(lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1/2 minggu kemudian menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi salmonella typhi .
f.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan
atau komplikasi akibat Demam Typhoid..
8.
Komplikasi
Kompliksi yang sering adalah pada usus halus, namun hal tersebut jarang
terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak, maka dapat berakibat
fatal. Golongan pada usus halus ini dapat berupa:
a.
Perdarahan usus, apabila
sedikit, maka perdarahan tersebut hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang
bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya
timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.
b.
Perforasi yang tidak
disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen
abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c.
Peritonitis, biasanya menyertai
perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen
akut, yaitu neyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegak (defense musculain)
dan nyeri tekan.
d.
Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis,
ensefelopati, dan lain-lain, komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi
sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Nursalam, 2005; 153)
9.
Penatalaksanaan
a.
Isolasi, desinfeksi pakaian dan
ekskreta
b.
Istirahat selama demam hingga
dua minggu
c.
Diit tinggi kalori,tinggi
protein,tidak mengandung banyak serat
d.
Pemberian antibiotik
kloramfenikol dengan dosis tinggi (Suriadi, 2006 ; 256).
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Menurut
Nursalam dkk (2005, hal: 154), pengkajian pada anak dengan demam tifoid
meliputi :
a. Identitas
Sering ditemukan pada
anak berumur diatas satu tahun.
b. Keluhan
utama
Berupa perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu
makan kurang (terutama selama masa inkubasi).
c. Suhu
tubuh
Pada kasus yang khas,
demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.dalam minggu kedua, pasien
terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Kesadaran
Umumnya kesadaran
pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen,
jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan
terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin
terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula
bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
e. Pemeriksaan
fisik:
1)
Mulut
Terdapat napas
yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), sementara ujung dan tepinya
berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
2)
Abdomen
dapat ditemukan
keadan perut kembung (meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare
atau normal.
3)
Hati dan limpa membesar
disertai dengan nyeri pada perabaan.
f. Pemeriksaan
laboratorium
1)
Pada pemeriksaan darah
tepi terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada
permukaan sakit.
2)
Darah untuk kultur
(biakan empedu) dan widal.
3)
Biakan empedu basil
salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama
sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan faeces.
4)
Pemeriksaan widal.
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer
zat anti
terhadap antigen O titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan
yang progresif.
2.
Diagnosa
keperawatan
Menurut
Nursalam (2005), Diagnosa keperawatan
yang mungkin akan didapat pada penyakit
demam tifoid adalah sebagai berikut :
e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang
penyakitnya.
3.
Perencanaan
Asuhan Keperawatan
Menurut
Nursalam (2005), perencanaan yang akan
dilaksanakan pada klien dengan demam thypoid adalah sebagai berikut :
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan porsi yang diberikan
1) Berikan makanan yang mengandung cukup
cairan, rendah serat, tinggi protein, dan tidak menimbulkan gas.
2)
Jika
kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang
dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak lunak
sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang atau matang yang direbus. Susu
diberikan 2 x
1
gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu extra.
3)
Jika
kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan berikan kalori
sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan
ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika
kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak.
4)
Pasang
infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah (memburuk),
seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per
sonde, disamping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan
setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi masih perinfus. Secara
bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
5) Observasi intake output.
b. Gangguan
suhu tubuh.
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit kembali
membaik.
1) Kolaborasi
dengan team medis untuk pemberian obat secara mencukupi
2) Anjurkan
klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya menurun.
3) Atur
ruangan agar cukup ventilasi.
4) Berikan
kompres dingin.
5) Anjurkan
pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai anak).
6) Berikan
pakaian yang tipis
7) Observasi
suhu tubuh.
c. Gangguan
rasa aman dan nyaman.
Tujuan : Mempertahankan
kondisi pasien dalam keadan amam dan nyaman
Kriteria hasil : Pasien
merasa aman dan nyaman
1) Lakukan
perawatan mulut 2x1 hari
2) Jika
pasien dipasangkan sonde, perawatan mulut tetap dilakukan dan sesekali
diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak kering.
3) Sebelum
pasien mulai berjalan pasien harus mulai menggoyang goyangkan kakinya sambil
tetap duduk dipinggir tempat tidur.
d. Resiko
terjadi komplikasi.
Tujuan : komplikasi
tidak terjadi.
Kriteria hasil :
mempertahankan intake yang adekuat.
1) Pemberian
terapi sesuai program dokter.
2) Istirahat
yang teratur.
3) Lakukan
Pengawasan komplikasi.
e. Kurangnya
pengetahuan orang tua tentang penyakitnya.
Tujuan : pengetahuan
klien dan orang tua klien bertambah dengan adanya informasi.
Kriteria hasil : klien
akan menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, mengidentifikasi situasi
stres dan tindakan khusus untuk menerimanya dan berpartisipasi dalam program
pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup tertentu.
1) Berikan
penyuluhan kepada orang tua tentang hah-hal sebagai berikut :
Pasien tidak boleh
tidur dengan anak-anak lain, pasien harus istirahat mutlak, pemberian obat dan
pengukuran suhu dilakukan seperti dirumah sakit, feses dan urin harus dibuang
kedalam lubang WC dan di siram air sebanyak-banyaknya.
4.
Implementasi
Menurut Carpenito (2009), komponen implementasi
dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan yang diperlukan untuk
mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada
a. Melakukan
aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b. Melakukan
pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status
masalah yang telah ada
c. Memberi
pendidikan kesehatan untuk membantu
klien mendapatkan
pengetahuan yang baru
tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d. Membantu
klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri .
e. Berkonsultasi
dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan
yang tepat.
f. Memberi
tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan
masalah kesehatan.
g. Membantu
klien melakukan aktivitasnya sendiri
h. Membantu
klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang
tersedia.
5.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
No comments:
Post a Comment