MAKALAH
DIABETES MELLITUS
OLEH :
NAMA : FITRIANI HASAN
NIM : 15 14201 055
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE
|
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta danPemelihara alam semesta
ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Diabetes Mellitus”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita
semua.
Disadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan
pembahasan materi untuk itubesar harapan kami akan saran dan masukan yang
sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah
ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga
apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 23 Februari 2017
Penyusun
Fitriani
Hasan
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Medis .......................................................... 3
1.
Definisi......................................................................... 3
2.
Etiologi......................................................................... 4
3.
Insiden.......................................................................... 5
4.
Patofisiologi.................................................................. 6
5.
Manifestasi Klinis......................................................... 7
6.
Test Diagnostik............................................................. 8
7.
Komplikasi ................................................................... 9
8.
Terapi............................................................................ 9
B.
Konsep Asuhan Keperawatan.............................................. 12
1.
Pengkajian.................................................................... 12
2.
Diagnosa Keperawatan................................................. 14
3.
Intervensi Keperawatan................................................ 14
4.
Implementasi Keperawatan ......................................... 21
5.
Evaluasi Keperawatan.................................................. 21
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 22
B.
Saran..................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah
penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal.
Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin
baik secara absolut maupun relatif. (Kemenkes, 2013).
Data World Health Organization (WHO) telah
mencatat Indonesia dengan populasi 230 juta jiwa, menduduki kedudukan keempat
di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan
Amerika Serikat. Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi diabetes
mencapai 14,7 persen di perkotaan dan 7,2 persen di pedesaan. Dengan asumsi
penduduk berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan
ada 21,8 juta warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes (http://health.liputan6.com.
Diakses 25 April 2015).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi diabetes dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan
wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4 persen. DM
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta
(2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes
yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen. Prevalensi Diabetes Mellitus berdasarkan diagnosis
dokter dan gejala meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur, namun
mulai umur ≥
65 tahun cenderung menurun. (Kemenkes, 2013).
Menurut data
yang diperoleh dari Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012,
prevalensi penyakit tidak menular berbasis Rumah Sakit khususnya Diabetes
Mellitus menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler (43,62%) yang
mana penyakit DM sebanyak 27,64%.
(Dinkes Sulsel, 2012).
Melihat latar
belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun sebuah makalah yang berjudul Diabetes Mellitus.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.
Apa definisi dan penyebab dari
gangren?
2.
Apa definisi dan penyebab dari
diabetes melitus?
3.
Bagaimana patofisiologi
diabetes melitus?
4.
Bagaimana tanda dan gejala
diabetes melitus?
5.
Bagaimana penatalaksanaan
diabetes melitus?
6.
Bagaimanakah
Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya yaitu :
1.
Mengetahui definisi dan
penyebab dari gangren.
2.
Mengetahui definisi dan penyebab
dari diabetes melitus.
3.
Mengetahui patofisiologi
diabetes melitus.
4.
Mengetahui tanda dan gejala
diabetes melitus.
5.
Mengetahui penatalaksanaan
diabetes melitus.
6.
Mengetahui
Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIK
1.
Definisi
a.
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh
hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010).
b.
Diabetes
Mellitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002).
c.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis dan
multifaktorial yang dicirikan dengan dengan hiperglikemia
dengan hiper lipidemia (Baradero, 2009).
d.
Diabetes Mellitus adalah suatu sindrom
defisiensi sekresi insulin atau pengurangan efektifitas kerja insulin atau
keduanya yang menyebabkan hiperglekimia (Marrelli, 2008).
e.
Arti Diabetes Mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah
madu. Kata ini digunakan karena pada pasien Diabetes
Mellitus, meningginya kadar gula darah termanifestasi juga dalam air seni.
Ginjal tidak dapat menahan kadar gula darah yang tinggi (Tobing, 2008).
f.
Penyakit
Kencing Manis (Diabetes Mellitus) adalah
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya
peningkatan kadar gula (glukosa)
darah secara terus-menerus (kronis)
akibat kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, 2005).
g.
Diabetes Mellitus Merupakan penurunan kemampuan tubuh untuk
berespons terhadap insulin atau tidak terdapatnya pembentukan
insulin oleh pankreas
(Baughman, 2000).
h.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa
darah di atas nilai normal (Kemenkes, 2013).
2.
Etiologi
Ada beberapa penyebab Diabetes Mellitus menurut
Smeltzer (2002) yakni sebagai berikut :
a.
Diabetes Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan diperkirakan
turut menimbulkan destruksi sel beta.
1)
Faktor Genetik
Penderita
Diabetes
Mellitus tidak mewarisi
Diabetes Tipe I itu
sendiri,
tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya Diabetes Tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu
yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2)
Faktor Imunologi
Pada Diabetes Tipe I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon
ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
saolah-olah sebagai jaringan asing. autoantibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada
saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda
klinis Diabetes Tipe I.
3)
Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie
B4, gondongan (mumps),
rubella, sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin
yang terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
b.
Diabetes Tipe II
Mekanisme
yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada Diabetes Tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Tipe II. Faktor-faktor ini
adalah:
a.
Usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.
Obesitas
c.
Riwayat keluarga
d.
Kelompok etnik (di Amerika Serikat,
golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk terjadinya Diabetes Tipe II dibandingkan
dengan golongan Afro-Amerika).
3.
Insiden
Penyakit degeneratif
telah menjadi epidemi yang meluas di berbagai negara di seluruh dunia.
Akibatnya hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun. Indonesia
sebagai negara berkembang, merupakan salah satu negara dengan prevalensi
penyakit degeneratif meningkat paling cepat, khususnya penyakit diabetes.
Jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia bertambah
150-200 orang setiap hari. Itu artinya, setiap enam menit, jumlah penderita
diabetes bertambah satu orang. Pada tahun-tahun mendatang jumlah ini akan terus
meningkat dengan prevalensi penderita yaitu orang-orang usia produktif di
perkotaan (http://digilib.itb.ac.id
di akses 22 Februari2017)
4.
Patofisiologi
a.
Diabetes Tipe I
Pada Diabetes Melitus Tipe I terdapat
kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari
luar.keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme
autoimun yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas
diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan autoantibodi terhadap jaringan
pulau (antibodi sel langerhans) dan insulin. Setelah merusak sel beta, antibodi
sel langerhans menghilang. Namun saat sel beta pankreas telah dirusak maka
produksi insulin juga akan mengalami gangguan. Dimana sel beta pankreas tidak
akan dapat memproduksi insulin sehingga akan terjadi defisiensi insulin. Maka
akan terjadi hiperglikemia dimana glukosa akan meningkat di dalam darah sebab
tidak ada yang membawa masuk glukosa ke dalam sel (Silbernalg, 2007).
b.
Tipe
II
Pada DM tipe II (DM yang tidak
tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga
saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini,
disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin
relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar.
Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target
memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM
tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi
genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu
sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan
konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi
insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan
pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal Diabetes Tipe II.
(Silbernalg, 2007).
5.
Manifestasi Klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang
menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan
kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180
mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda
dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
a.
Jumlah
urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
b.
Sering
atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
c.
Lapar
yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
d.
Frekwensi
urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
e.
Kehilangan
berat badan yang tidak jelas sebabnya
f.
Kesemutan/mati
rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
g.
Cepat
lelah dan lemah setiap waktu
h.
Mengalami
rabun penglihatan secara tiba-tiba
i.
Apabila
luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
j.
Mudah
terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi
kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan
diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan
cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang
anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada
penderita Diabetes Mellitus Tipe II, umumnya mereka tidak mengalami berbagai
gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing
manis (Shadine, 2010).
6.
Test Diagnostik
a.
Glukosa darah : Meningkat 200 –
100 mg/dl, atau lebih.
b.
Aseton plasma (keton) : positif
secara mencolok.
c.
Asam
lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d.
Osmolalitas
serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
e.
Elektrolit
1)
Natrium
: Mungkin normal, meningkat atau menurun.
2)
Kalium
: Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjut-nya akan
menurun.
3)
Fosfor : Lebih sering menurun.
f.
Hemoglobin glikosilat :
Kadarnya meningkat 2 – 4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM
yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) karenanya sangat
bermanfaat dalam membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden (mis. ISK baru).
g.
Gas darah arteri : biasanya
menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis etabolik) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik.
h.
Trombosit darah : Ht mungkin
meningkat (dehidrasi); leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respons
terhadap stres atau infeksi.
i.
Ureum/kreatinin : Mungkin
meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan fungsi ginjal).
j.
Amilase darah :
Mungkin meningkat yang
mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k.
Insulin darah : Mungkin
menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe
II) uang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/ eksogen).
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody (autoantibody).
l.
Pemeriksaan fungsi tiroid :
peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
m.
Urine
: Gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n.
Kultur
dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pada luka (Doengoes, 2000).
7.
Komplikasi
Komplikasi penyakit
diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu komplikasi bersifat akut dan kronis (menahun). Kompliasi akut merupakan kompliasi yang harus ditindak cepat atau memerlukan
pertolongan dengan segera. Kompliasi kronis merupakan kompliasi yang timbul
setelah penderita mengidap diabetes mellitus selama 5-10tahun atau lebih.
Komplikasi akut
meliputi Diabetic Ketoacidosis (DKA),
koma non-ketosis hiperosmolar (koma
hiperglikemia), hiperglikemia. Sementara komlipkasi kronis meliputi komplikasi
mikrovaskuler (komplikasi dimana pembuluh-pembuluh rambut kaku atau menyempit
sehingga organ yang seharusnya mendapatkan suplai darah dari pembuluh-pembuluh
tersebut menjadi kekurangan suplai) dan
dan komplikasi makrovaskuler (komplikasi yang mengenai pembuluh darah
arteri yang lebih besar sehingga terjadi aterosklerosis) (Tobing, 2008).
8.
Terapi
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi
vaskuler serta neuropatik.
a.
Diet
Diet dan
pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes.
Penatalaksaan nutrisi pada penderita Diabetes Mellitus diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut:
1)
Memberikan
semua unsur makanan esensial (misalnya,
vitamin, mineral)
2)
Mencapai
dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3)
Memenuhi
kebutuhan energi
4)
Mencegah
fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa
darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5)
Menurunkan
kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
b.
Latihan
(olah raga)
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetik karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan otot juga diperbaiki dengan berolahraga.
c.
Pemantauan
Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan
kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes
jangka panjang. Pemantauan kadar glukosa darah merupakan prosedur yang berguna
bagi semua penderita diabetes. Pemantauan ini merupakan dasar untuk
melaksanakan terapi insulin yang intensif dan untuk menangani kehamilan yang
dipersulit oleh penyakit diabetes. Pemeriksaan ini juga sangat dianjurkan bagi
pasien-pasien dengan:
1)
Penyakit
diabetes yang tidak stabil
2)
Kecenderungan
untuk mengalami ketosis berat atau hipoglikemia
3)
Hipoglikemia
tanpa gejala peringatan
4)
Ambang
glukosa renal yang abnormal
Bagi
penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah
sangat membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet,
dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien
untuk melanjutkan terapinya. Bagi penderita Diabetes Mellitus tipe II,
pemantauan mandiri glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang juga dapat
menyebabkan hiperglikemia (misalnya,
keadaan sakit) atau hipoglikemia
(misalnya,
peningkatan aktifias berlebihan)
d.
Terapi
Insulin
Pada Diabetes Mellitus tipe II insulin
mungkin diperlukan seabgai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar
glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien Diabetes Mellitus tipe II yang
biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang
membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, kehamilan,
pembedahan, atau beberapa kejadian stress lainnya. Preparat insulin dapat
dikelompokkan kedalam tiga kategori
utama, yaitu:
1)
Insulin
regular (R) / Short acting Insulin
2)
NPH
Insulin / Intermediate acting Insulin, Lente Insulin (L)
3)
Ultralente
Insulin (UL) / Long acting Insulin
e.
Pendidikan
/ Penyuluhan
Pendidikan
dan pelatihan mengenai pengetahuan bagi pasien diabetes bertujuan untuk
menunjang perilaku meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan
psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Sasaran penyuluhan adalah
pasien diabetes beserta keluarganya, orang-orang yang beraktivitas bersama-sama
dengan pasien sehari-hari baik di lingkungan rumah maupun lingkungan lain. Pada
pasien Diabetes Mellitus tipe II yang beru terdeteksi, pendidikan dasar tentang
diabetes harus mencakup informasi tentang ketrampilan preventif, antara lain:
1)
Perawatan
kaki
2)
Perawatan
mata
3)
Higiene
umum (misalnya, perawatan kulit, kebersihan mulut)
4)
Penanganan
faktor resiko (mengendalikan tekanan darah dan kadar lemak darah, menormalkan
kadar glukosa darah) (Smeltzer, 2002).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Menurut
Doenges, (2000) pengkajian keperawatan pada Diabetes Mellitus dapat diuraikan
sebagai berikut :
1)
Aktivitas/Istrahat
1)
Gejala:
lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
tidur/istrahat.
2)
Tanda:
takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau dengan aktivitas, letargi/disorientasi,
koma dan penurunan kekuatan otot.
2)
Sirkulasi
1)
Gejala:
Adanya riwayat hipertensi, IMA dan kesemutan pada extremitas, Ulkus pada kaki dengan penyembuhan yang lama.
2)
Tanda:
Takikardia, perubahan
tekanan darah postural, hipertensi,
nadi menurun, disritmia,
krekels, GJK, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3)
Integritas
Ego
1)
Gejala:
Stress, tergantung pada orang lain,
2)
Tanda:
Ansietas, peka rangsang.
4)
Eliminasi
1)
Gejala:
Perubahan pola berkemih (polyuria), Rasa nyeri atau terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), ISK, nyeri tekan abdomen, diare
2)
Tanda:
Urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berubah menjadi oliguria/anuria
jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen
keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5)
Makanan
dan Cairan
1)
Gejala:
Hilang nafsu makan, mual/muntah , penurunan berat badan, sering kehausan.
2) Tanda: Kulit kering, turgor jelek,
distensi abdomen, muntah, napas berbau aseton.
6)
Neurosensori
1)
Gejala:
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, gangguan penglihatan.
2)
Tanda:
Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori.
7)
Nyeri
dan Kenyamanan
1)
Gejala:
Nyeri abdomen
2)
Tanda:
Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8)
Pernapasan
1)
Gejala:
Merasa kekurangan oksigen.
2)
Tanda:
Lapar udara/ sesak.
9)
Keamanan
1)
Gejala:
Ulkus kulit, kulit kering dan gatal.
2)
Tanda:
Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum,
rentang gerak.
10) Seksualitas
1)
Gejala:
Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.
2.
Diagnosa Keperawatan
Menurut
Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada Diabetes Mellitus meliputi :
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan
diuresis osmotik, kehilangan gastrik yang
berlebihan (muntah, diare)
b.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin
c.
Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulasi.
d.
Risiko
tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen: ketidak seimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan
diuresis osmotik, kehilangan gastrik yang
berlebihan (muntah, diare).
Hasil yang diharapkan: Mendemonstrasikan
hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi klien akan:
Mendemonstrasikan hidrasi
adekuat dibuktikan:
1)
Tanda-tanda
vital stabil.
2)
Nadi
perifer dapat diraba.
3)
Turgor
kulit baik.
4)
Pengisian
kapiler baik.
5)
Haluaran
urine normal secara individu
6)
Kadar
elektrolit dalam batas normal.
Tabel 2.1 Intervensi untuk Diagnosa
Keperawatan Pertama
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1) Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat
sehubungan lamanya/ intensitas seperti
muntah, penge-luaran urine yang sangat berlebi-han.
2) Pantau tanda-tanda vital, catat
adanya TD Artostatik
3) Pola nafas seperti adanya per-napasan
Kusmaul atau napas yang berbau keton.
4) Frekwensi dan kualitas perna-pasan,
penggunaan otot bantu napas dan adanya periode apnea dan munculnya sianosis.
5) Suhu, warna kulit atau kelem-babannya.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit dan membran mukosa.
7) Pantau masukan dan pengeluaran, catat
berat jenis urine.
8)
Ukur
berat badan setiap hari.
9) Pertahankan untuk memberikan cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleran-si jantung jika
pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.
10) Tingkatkan lingkungan yang dapat
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti pasien dengan selimut tipis.
11) Kaji adanya perubahan mental/ sensori.
12) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti
mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung.
13) Observasi adanya perasaan kelelahan yang
meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan adanya
distensi pada vaskuler.
|
1) membantu dalam
memperbaiki ke-kurangan volume total. Tanda dan gejala mungkin sudah lama ada
pada beberapa waktu sebelumnya ( bebe-rapa jam sampai beberapa hari ) adanya
proses infeksi meng-akibatkan demam dan keadaan Hipermetabolik yang
meningkat-kan kehilangan air tidak kasat mata.
2) Hipovolemia
dapat dimanivestasi-kan oleh hipotensi dan
Takikardia. Perkiraan berat ringannya Hipo-volemia dapat dibuat ketika
tekan-an darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mm Hg dari posisi
ber-baring ke posisi duduk atau ber-diri. Catatan
: Neuropati jantung dapat memutuskan refleks-refleks yang secara normal
meningkatkan denyut jantung.
3) Paru-paru
mengeluarkan asam kar-bonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi
alkalo-sis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernapasan yang berbau
aseton berhubungan peme-cahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila
ketosis harus terkoreksi.
4) Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan
menyebabkan pola dan frek-uensi pernapasan mendekati normal. Tetapi peningkatan
kerja pernapasan; pernapasan dangkal, pernapasan cepat; dan munculnya
sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan pernapasan atau mungkin
pasien itu kehi-langan kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada asidosis.
5) Meskipun demam, menggigil dan diaforesis
merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang
keme-rahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
6) Merupakan
indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7) Memberikan
perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari
terapi yang diberikan.
8) Memberikan
hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjut-nya dalam memberikan cairan pengganti.
9) Mempertahankan
hidrasi/volume sirkulasi.
10) Menghindari
pemanasan yang ber-lebihan terhadap pasien lebih lanjut akan dapat
menimbulkan kehilangan cairan.
11) Perubahan
mental dapat berhubu-ngan dengan glukosa yang tinggi atau rendah (Hiperglikemia atau hipoglikemia) elektrolit
yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral dan berkembang-nya
hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan kesadaran dapat menjadi
predisposisi (pencetus) aspirasi pada pasien.
12) Kekurangan
cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering kali akan
menimbul-kan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan
atau eletrolit.
13) Pemberian
cairan untuk perbaikan yang cepat mugkin sangat ber-potensi menimbulkan
kelebihan beban cairan dan GJK.
|
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin
Hasil yang diharapkan: Jumlah
kalori/Nutrisi normal
Tabel 2.2 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Kedua
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1)
Timbang berat badan setiap hari se-suai indikasi.
2) Tentukan program diet
dan pola ma-kan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
oleh pasien.
3)
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,
muntahan makanan yang tidak dicerna dan pertahankan keadaan puasa sesuai
dengan indikasi.
4) Berikan makanan cair
yang meng-andung zat makanan (Nutrien) dan eletrolit dan segera jika pasien
sudah dapat mentoleransinya melalui pem-berian cairan lewat oral. Selanjutnya
terus upayakan pemberian makanan yang lebih padat sesuai dengan yang dapat
ditoleransinya.
5) Identifikasi makanan
yang disukai /dikehendaki termasuk kebutuhan sesuai dengan etnik.
6) Libatkan keluarga
pasien pada perencanaan makanan sesuai indi-kasi.
7) Observasi tanda-tanda
hipoglikemia . seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab (dingin),
denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing, dan
sempoyo-ngan.
|
1) Mengkaji pemasukan
makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya).
2)
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan ter-apeutik.
3)
Hiperglikemia dan gangguan kese-imbangan
cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Pemberian makanan melalui oral le-bih baik
jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
5) Jika makanan yang disukai pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah
pulang.
6) Meningkatkan rasa
keterlibatanya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi pasien.
7) Karena metabolisme karbohidrat mu-lai
terjadi (gula darah akan berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin
maka hipoglikemia dapat terjadi). Jika pasien dalam keadaan koma,
hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran. Ini secara potensial dapat mengancam kehidupan yang harus dikaji
dan ditangani secara cepat melalui tindakan yang direncanakan.
|
c.
Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulasi.
Hasil yang diharapkan: Resiko
infeksi berkurang.
Kriteria evaluasi klien akan:
1)
Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Tabel 2.3 Intervensi untuk Diagnosa Keperawtan Ketiga
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1) Observasi tanda-tanda
infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya fus pada luka, sputum
purulen, urine warna keruh, atau berkabut.
2)
Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua
orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
3)
Pertahankan teknik aseptik pada pro-sedur invasif (seperti pemasangan infus,
pemasangan kateter dan sebagainya), pemberian perawatan, dan pemeliharaan.
4) Lakukan perawatan
perineal dengan baik. Ajarkan pasien wanita untuk membersihkan daerah
perinealnya dari depan ke belakang setelah eliminasi.
5) Berikan perawatan
kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang tertekan,
jaga kulit tetap kering dan tetap kencang.
6) Auskultasi bunyi
napas.
7) Posisikan pasien pada
posisi semi-fowler.
8) Lakukan perubahan
posisi dan an-jurkan pasien untuk batuk efektif /napas dalam jika pasien
sadar dan kooperatif. Lakukan penghisapan lendir pada jalan napas dengan
menggunakan tehnik steril sesuai ke-perluannya.
9) Berikan tissu dan
tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk penampungan sputum atau
sekret yang lainnya.
10) Bantu pasien untuk melakukan higi-ene oral.
11) Anjurkan untuk makan
dan minum yang adekuat. (kira-kira 3000 ml/hari jika tidak ada
kontraindikasi).
|
1) Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya telah men-cetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
noso-komial.
2) Mencegah timbulnya infeksi.
3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
akan menjadi media terbaik untuk pertumbuhan kuman.
4) Mengurangi resiko terjadinya infeksi
saluran kemih. Pasien koma mungkin memiliki resiko yang khusus jika terjadi
retensi urine pada saat awal dirawat. Catatan: pasien DM wanita lansia
merupakan kelompok utama yang paling be-resiko terjadi infeksi saluran kemih.
5) Sirkulasi perifer yang terganggu bisa menempatkan
pasien pada peningkatan resiko terjadinya ke-rusakan pada kulit/iritasi kulit
dan infeksi.
6) Ronchi mengidentifikasikan adanya
akumulasi sekret yang mungkin berhubungan dengan pneumonia/ bronchitis. Edema
paru (bunyi kre-kels) mungkin sebagai akibat dari pemberian cairan yang
terlalu cepat/berlebihan atau GJK.
7) Memberikan kemudahan bagi paru untuk
mengembang; menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
8) Membantu dalam memventilasi-kan semua
daerah paru dan me-mobilisasi sekret. Mencegah agar sekret tidak statis
sehingga terjadi peningkatan resiko infeksi.
9) Mengurangi penyebab infeksi
10) Menurunkan resiko terjadinya pe-nyakit mulut
dan gusi.
11) Menurunkan kemungkinan terjadi-nya
infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk mencegah urine yang statis dan
membantu dalam mem-pertahankan pH/keasaman urine, yang menurunkan
pertumbu-han bakteri dan pengeluaran organisme dari sistem organ tersebut.
|
d.
Risiko
tinggi terhadp perubahan sensori-persepsi berhubungan dengan pe-rubahan kimia
endogen, ketidak seimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.
Hasil yang diharapkan:
Mempertahankan tingkat mental biasanya.
Tabel 2.4
Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Keempat
Intervensi
|
Rasional
|
1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
2) Panggil pasien dengan
nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya, misalnya terhadap
tempat, orang dan waktu. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara
perlahan dan jelas.
3) Jadwalkan intervensi
keperawatan agar tidak mengganggu waktu istrahat pasien.
4) Pelihara aktivitas
rutin pasie sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari
sesuai kemampuangnya.
5) Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran pasien terganggu.
Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan berikan jalan napas buatan
yang lunak jika pasien kemungkinan kejang.
6) Evaluasi lapang pandang pengli-hatan sesuai
dengan indikasi.
7) Selidiki adanya
keluhan parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada paha atau kaki. Lihat
adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tampat tertekan. Kehilangan denyut
nadi perifer.
8) Berikan tempat tidur
yang lembut. Pelihara kehangatan kaki/tangan, hindari terpajan terhadap air
panas atau dingin atau penggunaan bantalan/pemanas.
9) Bantu pasien dalam
ambulasi atau perubahan posisi.
|
1) Sebagai dasar untuk membandingkan
temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
2) Menurunkan kebingungan
dan mem-bantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.
3) Meningkatkan tidur,
menurunkan rasa letih, dan dapat memperbaiki daya pikir.
4)
Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada ling-kungannya.
5)
Pasien mengalami disorientasi me-rupakan awal kemungkinan timbul-nya cedera.
Terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi. Munculnya kejang
perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik, aspirasi dan sebagainya.
6)
Edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak, atau paralisis otot ekstra-okuler
sementara mengganggu pe-nglihatan yang memerlukan terapi korektif atau
perawatan penyo-kong.
7) Neuropati perifer dapat mengakibat-kan
rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distor-si yang
mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gang-guan keseimbangan.
8)
Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusa-kan kulit karena
panas. Catatan: munculnya dingin yang tiba-tiba pada tangan atau kaki dapat
men-cerminkan adanya hipoglikemia , yang perlu melakukan pe-meriksaan
terhadap kadar gula darah.
9)
Meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa ketidakse-imbangan
dipengaruhi.
|
4.
Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi atau perencanaan dan prioritas masalah.
5.
Evaluasi Keperawatan
Mengacu pada kriteria tujuan yaitu sebagai berikut:
a.
Dx 1:
Mendemonstrasikan hidrasi
adekuat
b.
Dx 2:
1)
Menunjukkan
energi seperti biasanya
2)
Mendemonstrasikan
berat badan stabil atau penambahan kearah rentang biasanya.
3)
Nilai
laboratorium normal
b.
Dx 3:
Mendemonstrasikan perubahan
gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
c.
Dx 4:
Mengenali dan mengkompensasi
adanya kerusakan sensori.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah yang saya buat, dapat
ditarik kesimpulan bahwa penyakit
Diabetes Militus (DM) ini sangat brrbahaya dan menakutkan. Banyak sekali
faktor yang menyebabkan seseorang menderita penyakit Diabetes Militus. Seperti
conohnya, Obesitas(berat badan berlebih),faktor genetis, pola hidup yang tidak
sehat (jarang berolah raga), kurang tidur, dan masih banyak yang lainnya.
B.
Saran
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah
sebagai berikut.
1.
Selalu berhati-hatilah dalam
menjaga pola hidup. Sering berolah raga
dan istirahat yang cukup.
2.
Jaga pola makan anda. Jangan
terlalu sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu manis. Karena itu
dapat menyebabkan kadar gula melonjak tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, 2009. Klien Gangguan Endokrin.
Jakarta: EGC.
Baughman, 2000. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakrta : EGC.
Christmastuti Nur, 2008. Sarana Deteksi
Penyakit Diabetes Dengan Sampel Saliva (Studi Kasus Di Bandung Indah Plaza)
http://digilib.itb.ac.id (Online) Diakses 22 Februari 2017.
Dinkes Sulsel, 2012. Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2012.
Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Kemenkes, 2013. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pembangunan
Kesehatan : Jakarta.
Liputan6, 2011. Diabetes Melitus,
Indonesia Duduki Peringkat ke-4 Dunia. http://health.liputan6.com (Online) Diakses 22 Februari 2017.
Marrelli, 2008. Buku Saku Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta : EGC
Rekam Medik BLUD RS Tenriawaru Kabupaten Bone
Shadine, 2010. Mengenal
Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan Serangan Jantung. Jakarta : Keenbooks.
Silbernalg, 2007. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC
Tapan, 2005. Penyakit
Degeneratif. Jakarta : Elex
Media Komputindo.
Tobing, 2008. Care Yourself, Diabetes Mellitus.
Jakarta: Penebar Plus.
Terimakasih! infonya sangat membantu. Ternyata vitamin D bisa mengatasi Diabetes dan sudah terbukti dari penelitian yg dilakukan oleh salah satu dosen UNAIR Atasi penyakit Diabetes
ReplyDelete