Mata Kuliah :
Kep. Gawat Darurat II
Dosen Pembimbing :
Ikdafilla, S. Kep., Ns.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
“OSTEOMILITIS”
OLEH :
KELOMPOK III
1.
DWI MAYU FITRIANI
2.
NELLY AGUSTINA
3.
ABDURRAHMAN
4.
FITRIANI HASAN
5.
RIZAL FANDI
6.
AMAR
7.
IRMAWATI
8.
IRMAYANTI
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE
|
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan taufiq dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Penulisan
makalah ini merupakan salah satu kegiatan dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat II sebagai tugas yang
harus diselesaikan. Makalah juga menjadi
salah satu aspek penilaian dalam nilai akhir yang digunakan sebagai nilai
tambah. Kami membuat makalah ini berdasarkan sistematika yang diberikan Dosen
Pembimbing Ikdafilla, S.Kep., Ns. dengan menggunakan Buku Panduan dan dari berbagai
literatur sebagai sumber referensi utama.
Penulisan
makalah ini juga sebagai pelatihan bagi kami sebagai bekal yang nanti akan
berguna bagi kami. Oleh karena itu
makalah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan belajar
di lingkungan pendidikan kami.
Kritik dan saran yang membangun selalu diterima demi
sempurnanya makalah ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
disampaikan kepada semua pihak dan instansi yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Watampone, 23 Februari 2017
Kelompok III
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar
Medis .......................................................... 3
1.
Definisi......................................................................... 3
2.
Etiologi......................................................................... 3
3.
Insiden.......................................................................... 5
4.
Patofisiologi.................................................................. 5
5.
Manifestasi Klinis......................................................... 6
6.
Test Diagnostik............................................................. 7
7.
Terapi............................................................................ 7
8.
Komplikasi ................................................................... 8
9.
Prognosis ..................................................................... 8
B.
Konsep Asuhan Keperawatan.............................................. 8
1.
Pengkajian.................................................................... 8
2.
Diagnosa Keperawatan................................................. 9
3.
Intervensi Keperawatan................................................ 10
4.
Implementasi Keperawatan ......................................... 16
5.
Evaluasi Keperawatan.................................................. 16
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 18
B.
Saran..................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah salah satu
penyakit yang masih sering terjadi di dunia. Salah satupenyakit infeksi yang
mengenai tulang adalah osteomielitis. Osteomielitis umumnya disebabkanoleh
bakteri, namun jamur dan virus juga bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis
dapat mengenai tulang-tulang panjang, vertebra ,tulang pelvic, tulang tengkorak
dan mandibula.Banyak mitos yang berkembang tentang penyakit ini, seperti
diyakini bahwa infeksi akanberlanjut menyebar pada tulang dan akhirnya seluruh
tubuh, padahal hal yang sebenarnya adalahosteomielitis tidak menyebar ke bagian
lain tubuh karena jaringan lain tersebut punya alirandarah yang baik dan
terproteksi oleh sistem imun tubuh. Kecuali apabila terdapat sendi buatan
dibagian tubuh yang lain. Dalam keadaan ini, benda asing tersebut menjadi
pathogen.
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat
terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau
yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi
(osteomielitis eksogen). Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati
karena dapat terbentuk abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan
yang sangat kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic
terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri
hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II;
tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering
dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang
panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. (Yuliani, 2010).
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi
neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada
pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%.
Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus
per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat
mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah
terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang
mendasari. (Randall, 2011).
Secara umum, terapi infeksi tulang
bukanlah kasus yang emergensi. Tubuh memiliki mekanimepertahanan yang
mempertahankan agar infeksi tetap terlokalisasi di daerah yang terinfeksi.Osteomielitis
dapat terjadi pada semua usia tetapi sering terjadi pada anak-anak danorang
tua, juga pada orang dewasa muda dengan kondisi kesehatan yang serius. Diagnosa
osteomielitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis penyakit dan juga gambaran
radiologik.Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka
yang nutrisinyaburuk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus.
Selain itu, pasien yang
menderitaartitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat
terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum
operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsisrentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukanevakuasi
hematoma pasca operasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas,
rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteomielitis.
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan osteomielitis.
2.
Untuk
mengetahui penyebab osteomielitis.
3.
Untuk
mengetahui patofisiologi dari osteomielitis
4.
Untuk
mengetahui jenis-jenis dari osteomielitis
5.
Untuk
mengetahui manifestasi klinis osteomielitis.
6.
Untuk mengetahui
pemeriksaan penunjang bagi klien dengan osteomielitis.
7.
Untuk
mengetahui penatalaksanaan klien yang mengalami osteomielitis.
8.
Untuk
mengetahui asuhan keperawatan klien yang mengalami osteomielitis.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIS
1.
Defenisi
a. Osteomielitis adalah infeksi bone marrow pada tulang-tulang panjang
yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus dan kadang-kadang Haemophylus
influenza. (Risnanto, 2014)
b. Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi
pada tulang. (Suratun, 2008)
c. Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas
(Smeltzer, Suzanne C, 2002).
d. Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum
tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik
(Mansjoer, 2000).
e. Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat
terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau
yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi
(osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).
f. Osteomyelitis adalah infeksi Bone
marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus
dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
g. Osteomyelitis adalah suatu infeksi
yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson,
1997)
h. Osteomielitis
adalah infeksi tulang yang dapat timbul dari
inokulasi langsung oleh organisme penyebab, misalnya pada fraktur terbuka, atau
berasal dari penyebaran hematogen. (Davey, Patrick.2005)
2.
Etiologi
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
a.
Bakteri
Menurut Joyce & Hawks
(2005), penyebab osteomyelitis adalah
Staphylococcus aureus(70%-80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia
coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
b.
Virus
c.
Jamur
d.
Mikroorganisme
lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomyelitis
juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2000)
yaitu:
a.
Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen
(melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang
terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu
infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya
terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang dewasa
biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen biasanya
terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
b.
Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka,
cedera traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda
yang tercemar yang menembus tulang.
c.
Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi
jaringan lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang
setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah
yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau
ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus
dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut
dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang
berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis
akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada
jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan
intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut
biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis
adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes
mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat
lama di rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi, mengalami
infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.
3.
Insiden
Osteomyelitis ini cenderung
terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa saja beresiko
untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki
dengan perbandingan 2 : 1.
4.
Patofisiologi
Staphylococcus
aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik
lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan
Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium
2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan
lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2
tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial
terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi,
dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada
tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan
penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas
medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau
sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian
akan membentuk abses tulang.
Pada
perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah
mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh,
seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang
baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak
terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
5.
Manifestasi
Klinis
a.
Infeksi dibawa
oleh darah
1) Biasanya awitannya mendadak.
2) Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis.
Menggigil, demam tinggi, denyut
nadi cepat dan malaise umum).
b.
Infeksi
menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat
nyeri tekan.
c.
Infeksi
terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung
Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
d.
Osteomyelitis
kronik
Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus.
6.
Test
Diagnostik
a.
Pemeriksaan
darah
Sel darah
putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
b.
Pemeriksaan
titer antibodi–anti staphylococcus
Pemeriksaan
kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas.
c.
Pemeriksaan
feses
Pemeriksaan
feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
Salmonella.
d.
Pemeriksaan Biopsi
tulang
e.
Pemeriksaan
ultra sound
Pemeriksaan
ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
f.
Pemeriksaan
radiologis
Pemeriksaan
photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah
dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
7.
Terapi
a.
Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri. Sesuai
kepekaan penderita dan reaksi alergi penderita
1)
penicillin cair 500.000 milion unit IV setiap 4 jam.
2)
Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
3)
Cephazolin 2 gr IV setiap 6 jam
4)
Gentamicin 5 mg/kg BB IV selama 1 bulan.
b.
Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
c.
Drainase bedah apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan
antibiotik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan
nekrotik, mengeluarkan nanah, dan menstabilkan tulang serta ruang kososng yang
ditinggalkan dengan cara mengisinya menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
d.
Istirahat di tempat tidur untuk menghemt energi dan mengurangi hambatan
aliran pembuluh balik.
e.
Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B, dan C
8.
Komplikasi
a.
Dini :
1)
Kekakuan yang
permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2)
Abses yang
masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya sembuh
3)
Atritis septik
b.
Lanjut :
1)
Osteomielitis
kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi tubuh yang
terkena
2)
Fraktur
patologis
3)
Kontraktur sendi
4)
Gangguan
pertumbuhan
9.
Prognosis
Prognosisnya bermacam-macam tetapi secara nyata
diperbaiki dengan diagnosis dini dan terapi yang agresif. (King R., 2004) Pada osteomyelitis kronis
kemungkinan kekambuhan infeksi masih besar. Ini biasanya disebabkan oleh tidak
komplitnya pengeluaran semua daerah parut jaringan lunak yang terinfeksi atau
tulang nekrotik yang tidak terpisah. (Samiaji E., 2003)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Riwayat
keperawatan
1)
Identifikasi
awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri,
pembengkakan dan demam.
2)
Kaji faktor
resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan
riwayat bedah ortopedi sebelumnya. Hal-hal yang
dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi
khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah
sumber potensial terjadinya infeksi.
b.
Pemeriksaan
fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan
terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan
panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380,
takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.
c.
Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya
tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah
sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya
hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
d.
Pemeriksaan
diagnostic
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan
laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara
dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula
dengan biopsi tulang atau MRI.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
b.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan
c.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
d.
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit dan
pengobatan.
e.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
f.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
g.
Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang.
3.
Intervensi Keperawatan
DP.1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
a.
Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
b.
Kriteria Evaluasi : Tidak terjadi nyeri,Napsu makan menjadi normal,ekspresi wajah rileks dan
suhu tubuh normal
c.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Mengkaji karakteris-
tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri
(0-10)
Mempertahankan im-
mobilisasi (back slab)
Berikan sokongan
(support) pada ektremitas yang luka
Amati perubahan suhu setiap 4 jam
Kompres air hangat
Kolaborasi :
Pemberian obat-obatan analgesik
|
1.
Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me-
nentukan jenis tindak annya
2.
Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring-
an yang luka.
3.
Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me-
ngurangi nyeri
4.
Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang
terjadi
5.
Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
6.
Mengurangi rasa nyeri
|
DP. 2. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban
berat badan.
a.
Tujuan / Hasil Pasien :
Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan
b.
Kriteria Hasil :
1)
Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2)
Mempertahankan posisi fungsional
3)
Meningkatkan / fungsi yang sakit
4)
Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
c.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Mandiri :
Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam
latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak
Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
Ubah posisi secara periodik
Kolabortasi :
Fisioterapi / aoakulasi terapi
|
1.
Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2.
Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang
dialami klien
3.
Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang
dialami klien
4.
Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat
membahayakan
5.
Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang
dapat terjadi
6.
Mengurangi gangguan mobilitas fisik
7.
Mengurangi gangguan mobilitas fisik
|
||
DP. 3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
a.
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan bebas dari
hipertermia
b.
Kriteria Evaluasi :
Pasien tidak mengalami dehidrasi
lebih lanjut, suhu tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal
c.
Intervensi dan Rasionalisasi
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Pantau Suhu tubuh setiap 2 jam, Warna kulit , TD, nadi dan pernapasan, Hidrasi (turgor dan kelembapan kulit.
Lepaskan pakaian yang berlebihan
Lakukan kompres dingin atau kantong
es untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh.
Motivasi asupan cairan
Kolaborasi :
Beriakn obat antipiretik sesuai
dengan anjuran
|
1.
Memberikan dasar untuk deteksi hati
2.
Pakaian yang tidak berlebihan dapat mengurahi
peningkatan suhu tubuh dan dapat memberikan rasa nyaman pada pasien.
3.
Menurunkan panas melalui proses konduksi serta
evaporasi, dan meningkatkan kenyaman pasien.
4.
Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta
febris dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
5.
Antipiretik membantu mengontrol peningkatan suhu tubuh
|
DP, 4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit dan pengobatan.
a.
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan hilangnya ansietas
dan memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan
b.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau
berkurang
c.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Mandiri :
Jelaskan tujuan pengobatan pada pasien
Kaji patologi masalah individu.
Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi
medik cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, istirahat.
Kolaborasi :
Gunakan obat sedatif sesuai dengan anjuran
|
1.
Mengorientasi program pengobatan. Membantu menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol
2.
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
Memberika pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik
3.
Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi
medik untuk mencegah / menurunkan potensial komplikasi.
4.
Mempertahanan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan
dan dapat mencegah kekambuhan. rapeutik.
5.
Banyak pasien yang membutuhkan obat penenang untuk
mengontrol ansietasnya
|
DP. 5. Gangguan pola tidur
berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
a.
Tujuan / Hasil Pasien :
Pola tidur kembali normal
b.
Kriteria Evaluasi :
Jumlah jam tidur tidak terganggu,
insomnia berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan kesejahteraan
fisik dan psikologi
c.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Mandiri :
Tentukan kebiasaan tidur yang biasanya dan perubahan
yang terjadi
Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik
pribadi, misalnya ; bantal dan guling
Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru
Cocokkan dengan teman sekamar yang mempunyai pola tidur serupa dan
kebutuhan malam hari
Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti
beraktifitas beberapa jam sebelum tidur
Instruksikan tindakan relaksasi
Kurangi kebisingan dan lampu
Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi, rendhkan tempat tidur bila
mungkin
Kolaborasi :
Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi
|
1.
Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang
tepat
2.
Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/
psikologis
3.
Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan
lama, stres dan ansietas dapat berkurang
4.
Menurunkan kemungkinan bahwa teman sekamar yang “burung
hantu” dapat menunda pasien untuk terlelap atau menyebabkan terbangun
5.
Aktivitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan
energi dan siap untuk tidur malam hari
6.
Membantu menginduksi tidur
7.
Memberikan situasi kondusif untuk tidur
8.
Pagar tempat tidur memberikan keamanan dan dapat
digunakan untuk membantu merubah posisi
9.
Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau
istirahat selama periode transisi dari rumah ke lingkungan baru
|
DP. 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam
bergerak
a.
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif)
:
Pasien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas.
b.
Kriteria Evaluasi :
Menurunnya keluhan terhadap
kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
c.
Intervensi dan Rasionalisasi :
No
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Mandiri :
Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
Anjurkan program hemat energi
Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara
bertahap
Kaji respon abdomen setelah beraktivitas
Berikan kompres air hangat
Beri waktu istirahat yang cukup
|
1.
Merokok, suhu ekstrim dan stre menyebabkan
vasokonstruksi pembuluh garah dan peningkatan beban jantung
2.
Mencegah penggunaan energi berlebihsn
3.
Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap
mempertahankan latihan fiisk yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot
bantu pernapasan
4.
Respon abdomen melipuit nadi, tekanan darah, dan
pernapasan yang meningkat
5.
Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri
6.
Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan
|
DP 7. Resiko terhadap perluasan infeksi
berhubungan dengan pembentukan abses tulang
a.
Tujuan / Hasil Pasien :
Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
b.
Kriteria Hasil:
Mencapai waktu penyembuhan
c.
Intervensi dan rasionalisasi:
No.
|
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
1.
|
Mandiri:
Pertahankan system
kateter steril; berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air,
berikan salep antibiotic disekitar sisi kateter.
|
1.
Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
|
2.
|
Ambulasi dengan
kantung drainase dependen.
|
2.
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan
bakteri kedalam kandung kemih.
|
3
.
|
Awasi tanda vital,
perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah, peka,
disorientasi.
|
3.
Pasien yang mengalami sistoskopi/ TUR prostate beresiko
untuk syok bedah/ septic sehubungan dengan manipulasi/ instrumentasi
|
4.
|
Observasi drainase
dari luka, sekitar kateter suprapubik.
|
4.
Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi,
yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
|
5.
|
Ganti balutan dengan
sering (insisi supra/ retropublik dan perineal), pembersihan dan pengeringan
kulit sepanjang waktu
|
5.
Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan
media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
|
6.
|
Gunakan pelindung kulit tipe ostomi
|
6.
Memberikan perlindungan untuk kulit sekitar, mencegah
ekskoriasi dan menurunkan resiko infeksi.
|
7.
|
Kolaborasi:
Berikan antibiotic sesuai indikasi
|
7.
Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan
resiko infeksi pada prostatektomi.
|
4.
Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan
menjalankan ketentuan dari rumah sakit.
Sebelum pelaksanaan, terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada,
karena kemungkinan ada perubahan data dan bila terjadi hal demikian kemungkinan
rencana harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.
5.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a.
Mengalami Peredaan Nyeri
1)
Melaporkan berkurangnya nyeri
2)
Tidak mengalami nyeri tekan di
tempat terjadinya infeksi
3)
Tidak
mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
b.
Peningkatan
mobilitas fisik
1)
Berpartisipasi
dalam aktivitas perawatan diri
2)
Mempertahankan
fungsi penuh ektremitas yang sehat
3)
Memperlihatkan
penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
c.
Tidak adanya
infeksi
1)
Memakai
antibiotika sesuai resep
2)
Suhu badan
normal
3)
Tidak ada
pembengkakan
4)
Tidak ada pus
5)
Angka leukosit
dan laju endap darah kembali normal
6)
Biakan darah
negative
d.
Mamatuhi
rencana terapeutik
1)
Memakai
antibiotika sesuai resep
2)
Melindungi
tulang yang lemah
3)
Memperlihatkan
perawatan luka yang benar
4)
Melaporkan
bila ada masalah segera
5)
Makan diet
seimbang dengan tinggi protein, vitamin C dan D
6)
Mematuhi
perjanjian untuk tindak lanjut
7)
Melaporkan
peningkatan kekuatan
8)
Tidak
melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau
gejala lain di tempat tersebut (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteomielitis merupakan infeksi
tulang ataupun sum-sum tulang, biasanya disebabkanoleh bakteri piogenik atau
mikobakteri. Osteomielitis bisa mengenai semua usia tetapi umumnyamengenai
anak-anak dan orang tua. Oteomielitis umumnya disebabkan oleh bakteri,
diantaranyadari species staphylococcus dan stertococcus. Selain bakteri, jamur
dan virus juga dapatmenginfeksi langsung melalui fraktur terbuka. Tibia bagian
distal, femur bagian distal, humerus ,radius dan ulna bagian proksimal dan
distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan tulangyang paling beresiko
untuk terkena osteomielitis karena merupakan tulang yang banyak
vaskularisasinya.
Berdasarkan lama infeksi,
osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu : osteomielitis akut, subakut dan
kronis. Gambaran klinis terlihat daerah diatas tulang bisa mengalami luka
danmembengkak, dan pergerakan akan menimbulkan nyeri. Osteomielitis menahun
seringmenyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak diatas tulang yang
berulang dan pengeluarannanah yang menetap atau hilang timbul dari kulit.
Pengeluaran nanah terjadi jika nanah daritulang yang terinfeksi menembus
permukaan kulit dan suatu saluran (saluran sinus) terbentuk dari tulang
menuju kulit.Oteomielitis didiagnosis banding dengan osteosarkoma dan Ewing sarkoma
sebabmemiliki gambaran radiologik yang mirip.
Gambaran
radiologik osteomielitis baru terlihatsetelah 10-14 hari setelah infeksi, yang
akan memperlihatkan reaksi periosteal, sklerosis,sekwestrum dan
involikrum.Osteomielitis dapat diobati dengan terapi antibiotik selama 2-4
minggu atau dengandebridement. Prognosis osteomielitis bergantung pada lama perjalanan penyakitnya,
untuk yangakut prognosisnya umumnya baik, tetapi yang kronis umumnya buruk.
B. Saran
Makalah sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok mengharapkan kritikan
dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit
osteomilitis ini sangat berbahaya dan kita sebagai host harus bisa menerapkan
pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth
J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Davey, Patrick.2005.At A
Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Harrison.
1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Helmi, Zairin
Noor. 2012. Gangguan Muskuloskeletal.
Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif.
2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Reeves, Charlene
J. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Salemba
Medika. UMY.
Pamela L.
2001. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC.
Risnanto, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Muskuloskeletal.
Deepublish : Yogyakarta
Samiaji E., 2003, Osteomyelitis, Bagian Ilmu Bedah
BRSD Wonosobo, Fakultas Kedokteran
Smeltzer,
Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta:
EGC.
|
Suratun, 2008. Klien
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment