Tuesday, 19 December 2017

MAKALAH ASKEP SIROSIS HEPATIS

MAKALAH
SIROSIS HATI



OLEH :

NAMA : SURIADI SUTERJO
NIM : 15 14201 060






SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE


 
2017


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan berkahnya yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “SIROSIS HEPATIS”. Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itubesar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.



Watampone, 23 Februari 2017

    Penyusun
Suriadi Suterjo








DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................               i
DAFTAR ISI ...............................................................................................               ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang.....................................................................               1
B.       Rumusan Masalah.................................................................               2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................               2
BAB II.... PEMBAHASAN
A.       Konsep Dasar Medis  ..........................................................               3
1.         Definisi.........................................................................               3
2.         Etiologi.........................................................................               4
3.         Patofisiologi..................................................................               6
4.         Manifestasi Klinis.........................................................               7
5.         Test Diagnostik.............................................................               8
6.         Terapi............................................................................               9
7.         Komplikasi ...................................................................               10
8.         Prognosis......................................................................               10
B.       Konsep Asuhan Keperawatan..............................................               10
1.         Pengkajian....................................................................               10
2.         Diagnosa Keperawatan.................................................               12
3.         Intervensi Keperawatan................................................               12
4.         Implementasi Keperawatan .........................................               17
5.         Evaluasi Keperawatan..................................................               17
BAB III.. PENUTUP
A.       Kesimpulan...........................................................................               19
B.       Saran.....................................................................................               19
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum. 
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang komprehensif.

B.  Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara lain:
1.         Bagaimana konsep penyakit Sirosis Hati ?
2.         Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Sirosis Hati ?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.        Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati  mulai dari pengertian, tanda gejala, etiologi, serta patofisiologinya.
2.        Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan Sirosis Hati , mulai dari pengkajian hingga evaluasi.







BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Dasar Medis
1.        Definisi
a.    Sirosis Hati hati adalah proses akhir dari perjalanan penyakit hepatitis kronis. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan metabolis, seperti ikterus, edema, koagulopati, hipertensi portal, spleno- megali, varises gastroesofagus, ensefalopati hepatis, dan asites. (Udaya Gendo, 2006)
b.    Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. (Baradero, 2008)
c.    Sirosis hepatis adalah degenerasi difus dan progresif dengan kerusakan jaringan hati hepatosit dan dengan regenerasi dan pembentukan jaringan fibrosa parut yang luas padat.(Marjorie Beyers, 2014)
d.   Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Arif Mansjoer, dkk 2009).
e.    Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis  yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal (Sylvia Anderson Price, 2005).
f.     Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul  (dr. Pengarapen Tarigan, 2016).
g.    Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler dan selanjutnya aliran darah ke hati (Marilynn E, Doenges, 2001).
h.    Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2012).
i.      Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002).
j.      Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
k.    Sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati normal. (Soemoharjo, 2008)
2.        Etiologi
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.Adapun  factor predisposisinya:
a.    Alkohol
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada perlemakan hati sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi pembentukan lipoprotein.
b.    Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
c.    Hepatitis virus
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan parut dan nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.
d.   Obat-obatan hepatotoksik
Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang juga mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan pemberian alternative pengganti obat yang tidak menimbulkan efek yang progesive bagi kerusakan hati (Hadi,2005).
e.    Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson).
f.     Kolestasis, Atresia bilier
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia.


3.        Patofisiologi
Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh    lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat pembesaran hati yang cepat sehingga menyebabkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsule glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati akan mengecil setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka permukaan hati akan teraba benjol-benjol (Smeltzer, 2002).
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel  hati tersebut secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut. Akhirnya jumlah jaringan parut melebihi jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regeneasi  dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstruksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer, 2002).
Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi, berkelok-kelok dan biasanya  dijumpai pada sub mukosa bagian bawah, namun varises ini dapat terjadi pada bagian lebih tinggi atau meluas sampai ke lambung. Keadaaan semacam ini hampir selalu disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi obstruksi pada saluran vena porta, pada hati yang mengalami serosis. Peningkatan obstrukisi pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus intestinal dan     limpa akan mencari jalan keluar melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah  pembuluh darah pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung bagian atas. Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat rapuh, berkelok-kelok dan mudah mengalami perdarahan. Penyebab varises lainya yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi dalam vena linealis atau vena kava superior dan trombosis vena hepatika.
Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan kematian dan menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan penurunan perfusi serebral, hepatik serta ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen akibat perdarahan kedalam traktus gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia serum yang meningkatkan resiko encefalopati. Kemungkinan terjadinya perdarahan pada varises esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis dan melena, khususnya pada klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras.
Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala kecuali jika ada  peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau struktur yang menyangga menjadi tipis, sehingga kemungkinan akan timbul haemorargik masif. Faktor-faktor yang menimbulkan perdarahan bisa jadi dari mengangkat barang berat,    mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk atau muntah, esofagitis, atau iritasi pembuluh darah akibat makan makanan yang tidak dikunyah dengan baik atau minum cairan yang merangsang. Salisilat dan setiap obat yang dapat menimbulkan erosi mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat pula menyebabkan perdarahan.(Smeltzer, 2002).
4.        Manifestasi Klinis
a.    Pembesaran Hati ( hepatomegali ).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
b.    Obstruksi Portal dan Asites.
c.    Varises Gastroinstestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d.   Edema.
e.    Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
5.        Test Diagnostik
a.    Pemeriksaan Laboratorium
1)        Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
2)        Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3)        Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4)        Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.
5)        Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6)        Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.
b.    Pemeriksaan penunjang lainnya:
1)        Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2)        Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.
3)        Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
6.        Terapi
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
a.    Diet rendah protein diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200 kalori), bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2000-3000) dan tinggi protein (80-125g/hari).
b.   Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I )untuk kemudian diberikan sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan klien atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c.    Mengatasi infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
d.   Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam aminoesensial berantai cabang dan glukosa.
e.    Pemberian robboransia Vitamin B kompleks. (Setya, 2011)
7.        Komplikasi
a.    Komplikasi menurut Smeltzer (2002) ada dua yaitu:
1)        Perdarahan dan hemorargia
2)        Ensefalopati hepatic
b.    Komplikasi menurut Mansjoer (2009) ada dua yaitu:
1)        Hematemisis melena
2)        Koma hepatikum
c.    Komplikasi menurut Engram (2009) ada empat yaitu:
1)        Encefalo hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar amonia darah.
2)        Asites ruang disebabkan oleh ekstravasase cairan serosa ke dalam rongga   peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan hipertensi portal, peningkatan reabsorpsi ginjal terhadap natrium dan penurunan albumin serum.
3)        Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.
4)        Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi gonadotropi.
8.        Prognosis
Penderita serosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan angka sebesr 10 % per tahun. Penderita serosis hepatis dekompensata  mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun, hanya sekitar 20 %, ascites adalah tanda awal adanya dekompensata. Penderita serosis hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 30-45 %, dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 40 %.

B.   Konsep  Asuhan Keperawatan
1.        Pengkajian
a.    Identitas Klien
b.    Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama :  Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga dengan atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin menghebat, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, badan menguning (ikterus), demam ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut (asites).
c.    Riwayat Penyakit Masa lalu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
d.   Pemerikasaan fisik
1)        B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan,  Ekspansi paru terbatas disebabkan karena asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas berbau aseton.
2)        B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia intra vaskuler
3)        B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental,  bingung, , koma. (penurunan kesadaran) salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak. Flapping tremor,
4)        B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5)        B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas. Penurunan/tak adanya bising usus. Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna. Mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan karena cairan.  
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati, fetor hepatitis, Shifting dullness (+), fluid wave (+), hematemesis, melena
6)        B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus  (atropi otot). Kulit kering, turgor buruk, ikterik, pruritus,. edema umum pada jaringan., perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris
2.        Diagnosa Keperawatan
a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
b.    Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
c.    Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites)
d.   Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
3.        Intervensi Keperawatan
DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual, muntah
a.    Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
b.    Kriteria Hasil:
1)        Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan pemeriksaan nutrisi) mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.  
2)        Nafsu makan meningkat.
c.    Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI
RASIONAL
1.        Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.

2.        Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep.

3.        Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet. Bantu pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai

4.        Berikan tambahan garam bila diizinkan; hindari yang mengandung amonium.

5.        Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.

6.        Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.


7.        Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan.

8.        Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia.


9.        Pertahankan status puasa bila diindikasikan.


10.    Kolaborasi ahli diit untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang; batasi natrium dan cairan bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi
11.    Berikan obat sesuai indikasi, misal: tambahan vitamin, tiamin, besi, asam fosfat,



12.    Sink,



13.    Enzim pencernaan, contoh: pankreatin

14.    Antiemetik.
1.          Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi.

2.          Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak subcutan.

3.          Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.



4.          Meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan; amonia potensial resiko ensefalopati.
5.          Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada siriosis berat.

6.          Pasien cenderung mengalami luka atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
7.          Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler.
8.          Peningkatan kadar amonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.

9.          untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan produksi amonia/urea GI.

10.      Untuk menurunkan edema dan untuk meningkatkan regenerasi sel hati.




11.      Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati tidak dapat menyimpan vit. A, B Komplek, D, dan K. Juga dapat terjadi kekurangan besi dan asam fosfat yang menimbulkan anemia.
12.      Meningkatkan rasa kecap/bau yang dapat merangsang napsu makan.
13.      Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan steatore/diare.
14.      Digunakan dengan hati-hati untuk menurunkan mual/muntah dan meningkatkan masukan oral.

DP 2 :  Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
a.    Tujuan: pemulihan balance cairan dan elektrolit adekuat
b.    Kriteria Hasil: tidak terjadi kelebihan cairan, Tanda-tanda vital stabil, Asupan dan haluaran  seimbang, Edema bekurang, Tonus otot membaik, CRT <2 detik
c.    Intervensi dan Rasional :

INTERVENSI
RASIONAL
1.        Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif. Timbang berat badan tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari


2.        Auskultasi paru, catat penurunan /tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan.


3.        Ukur lingkar abdomen per hari




4.        Awasi albumin serum dan elektrolit (kalium & natrium).








5.        Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.



6.        Kolaboraasi pemberian albumin bebas garam/plasma ekspander sesuai indikasi.



7.        Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: misal diuretik (spironolakton/aldscton; furosemid/ lasix.


1.         Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
2.         Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi, contoh: edema paru.
3.         Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam area peritoneal.

4.         Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan diuretik dapat menyebabkan berbagai perpindahan/ketidak seimbangan elektrolit.
5.         untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/mencegah hiponatremi.
6.         untuk meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam kompartemen vaskuler, sehingga meningkatkan volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
7.         Digunakan untuk mengontrol edema dan asites. Mengambat efek aldosteron, meningkatkan eksresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi.
DP3 :  Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites).
a.    Tujuan: perbaikan status pernafasan
b.    Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif, Pasien akan bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai BGA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
c.    Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.        Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan



2.        Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronkhi.

3.        Selidiki perubahan tingkat kesadaran.


4.        Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.


5.        Ubah posisi dengan sering, dorong napas dalam, latihan dan batuk.
6.        Awasi seri BGA, nadi oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada.

7.        Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.



8.        Siapkan untuk/bantu untuk prosedur, contoh: parasintesis.
1.         Pernapasan dangkal cepat/dispnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2.         Menunjukkan terjadinya komplikasi,

3.         Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan, yang sering disertai koma hepatik.
4.         Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
5.         Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.

6.         Menyatakan perubahan status pernapasan, terjadinya komplikasi paru.
7.         untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan /oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
8.         Kadang-kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila keadaan pernapasan tidak mebaik dengan tindakan

DP 4 : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
a.    Kriteria Hasil : mempertahankan integritas kulit, Pasien akan mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan kulit.
b.    Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.        Lihat permukaan kulit/titik tekan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak.
2.        Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi/tempat tidur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif.
3.        Tinggikan ekstrimitas bawah.


4.        Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.

5.        Gunting kuku jari hingga pendek; berikan sarung tangan bila diindikasikan.
6.        Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi
7.        Gunakan kasur bertekanan tertentu, kasur karton telur, kasur air, kulit domba, sesuai indikasi.
1.         Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat


2.         menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.

3.         Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstrimitas.
4.         Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
5.         Mencegah pasien dari cedera tambahan pada kulit khususnya bila tidur.
6.         Mencegah ekskoriasi kulit dari garam empedu.
7.         Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan sirkulasi dan menurunkan resiko iskemia/kerusakan jaringan.

4.        Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien. (Haryanto, 2007 ; 81).
5.        Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu proses menilai diagnosis keperawatan keluarga yang teratasi, teratasi sebagian, atau timbul masalah baru. Melalui Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai pencapaian tujuan yang diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh keluarga. Bila tercapai sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih lanjut, memodifikasi rencana atau mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.     O adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat dengan menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan. A merupakan analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan pada rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan kontrak pelaksaan dan evaluasi sumatif  yang bertujuan menilai secara keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan apakah rencana diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi, atau dihentikan. (Sudiharto, 2007 ; 49).














BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan prognosisnya.

B.  Saran
1.        Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2.        Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya
3.        Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan  asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya


DAFTAR PUSTAKA

Aru Sudoyo.2016.“Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Pustaka.” Jakarta : Penerbitan IPD FKUI.

Baradero, 2008. Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Barbara Engram. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta:EGC

Doenges, Marilynn E, Mary. (2001).  Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: (EGC).   

Gendo, Udayana. (2006). Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran Cina. Yogyakarta : Kanisius.

Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Mansjoer,Arif,dkk.2009. “KapitaSelektaKedokteran.jilid1 edisi III.” Jakarta : FKUI

Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.         

Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi Sirosis Hepatis.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah 2.(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku    Kedokteran (EGC). 
Soeparman. (2014). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
                       
Soemoharjo, 2008. Hepatitis Virus B. ed2. Jakarta : EGC
Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC

Sujono H., 2012, Hepatologi. Penerbit Bandar Maju, Bandung.




 
Tarigan Pengarapen. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : FKUI. 

No comments:

Post a Comment