MAKALAH
SIROSIS HATI
OLEH :
NAMA : SURIADI SUTERJO
NIM : 15 14201 060
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE
|
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan berkahnya yang
diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “SIROSIS HEPATIS”. Terimakasih kami sampaikan
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik
yang terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Disadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan
materi untuk itubesar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya
mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak
terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat
Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima
kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 23 Februari 2017
Penyusun
Suriadi Suterjo
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................... 2
BAB II.... PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Medis .......................................................... 3
1.
Definisi......................................................................... 3
2.
Etiologi......................................................................... 4
3.
Patofisiologi.................................................................. 6
4.
Manifestasi Klinis......................................................... 7
5.
Test Diagnostik............................................................. 8
6.
Terapi............................................................................ 9
7.
Komplikasi ................................................................... 10
8.
Prognosis...................................................................... 10
B.
Konsep Asuhan Keperawatan.............................................. 10
1.
Pengkajian.................................................................... 10
2.
Diagnosa Keperawatan................................................. 12
3.
Intervensi Keperawatan................................................ 12
4.
Implementasi Keperawatan ......................................... 17
5.
Evaluasi Keperawatan.................................................. 17
BAB III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 19
B.
Saran..................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat
yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika
pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila
diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang datang
berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan
lebih kurang 30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk
penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih
banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita
1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat
alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti
kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses
infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan
sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang
terjadi. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum.
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis
hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup
perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang
positif dan pemahaman dengan penyakit
dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan penyakit
sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang
komprehensif.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara lain:
1.
Bagaimana konsep penyakit Sirosis Hati ?
2.
Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat
dilakukan pada pasien Sirosis Hati ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.
Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati mulai dari pengertian, tanda gejala, etiologi,
serta patofisiologinya.
2.
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat
diberikan pada klien dengan Sirosis Hati , mulai dari pengkajian hingga
evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Medis
1.
Definisi
a.
Sirosis
Hati hati adalah proses akhir dari perjalanan
penyakit hepatitis kronis. Penyakit ini dapat
menimbulkan berbagai penyakit dan
gangguan metabolis, seperti
ikterus, edema, koagulopati, hipertensi
portal, spleno- megali, varises gastroesofagus, ensefalopati hepatis, dan asites. (Udaya Gendo, 2006)
b. Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar
yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi
hepar. (Baradero, 2008)
c.
Sirosis hepatis adalah degenerasi difus dan progresif dengan kerusakan
jaringan hati hepatosit dan dengan regenerasi dan pembentukan jaringan fibrosa
parut yang luas padat.(Marjorie Beyers, 2014)
d.
Sirosis hepatis adalah
penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati,
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel
hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Arif Mansjoer, dkk
2009).
e.
Sirosis hepatis adalah
penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat
dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulator
normal (Sylvia Anderson Price, 2005).
f.
Sirosis Hepatis adalah
penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul (dr. Pengarapen
Tarigan, 2016).
g.
Sirosis Hepatis adalah
penyakit kronis hati yang dikarakteristikkan oleh gangguan struktur dan
perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler dan selanjutnya aliran darah ke
hati (Marilynn E, Doenges, 2001).
h.
Sirosis Hepatis
(Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono
H, 2012).
i.
Sirosis Hepatis
(Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002).
j.
Sirosis Hepatis
(Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan,
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. (Iin Inayah, 2004).
k.
Sirosis
hati adalah sekelompok
penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel hati dan sel tersebut
digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati
normal. (Soemoharjo, 2008)
2.
Etiologi
Penyebab
yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.Adapun factor predisposisinya:
a.
Alkohol
Perkembangan
sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi
alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada
perlemakan hati sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi
pembentukan lipoprotein.
b.
Faktor
keturunan dan malnutrisi
WATERLOO
(1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein
hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk
terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan
alfa 1-antitripsin.
c.
Hepatitis virus
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala
sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi
sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan parut dan nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita
ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi
kronis.
d.
Obat-obatan
hepatotoksik
Beberapa
obat-obatan (pain killer) dan zat
kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan
kronik. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan
terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi
kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat
obat TB yang juga mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan
pemberian alternative pengganti obat yang tidak menimbulkan efek yang progesive
bagi kerusakan hati (Hadi,2005).
e.
Kelainan-kelainan
genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat
pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan
jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis)
atau tembaga (penyakit Wilson).
f.
Kolestasis, Atresia bilier
Saluran
empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu
mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya
saluran empedu yang disebut Biliary atresia.
3.
Patofisiologi
Hati pada
awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat pembesaran hati yang cepat
sehingga menyebabkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsule glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati akan mengecil setelah jaringan
parut menyebabkan pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka permukaan
hati akan teraba benjol-benjol (Smeltzer, 2002).
Sirosis
Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan
sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel-sel hati tersebut secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut. Akhirnya jumlah jaringan parut melebihi jumlah jaringan hati
yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan
jaringan hati hasil regeneasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkonstruksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol
sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya
memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang
sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer,
2002).
Varises
esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi, berkelok-kelok dan
biasanya dijumpai pada sub mukosa bagian bawah, namun varises ini dapat
terjadi pada bagian lebih tinggi atau meluas sampai ke lambung. Keadaaan
semacam ini hampir selalu disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi
obstruksi pada saluran vena porta, pada hati yang mengalami serosis.
Peningkatan obstrukisi pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus
intestinal dan limpa akan mencari jalan keluar melalui
kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium kanan). Akibat yang
ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah pembuluh darah
pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung bagian atas.
Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat rapuh,
berkelok-kelok dan mudah mengalami perdarahan. Penyebab varises lainya yang
lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi dalam vena linealis atau vena
kava superior dan trombosis vena hepatika.
Varises
esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan kematian dan menyebabkan
syok haemorargik yang menyebabkan penurunan perfusi serebral, hepatik serta
ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen akibat perdarahan
kedalam traktus gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia serum yang
meningkatkan resiko encefalopati. Kemungkinan terjadinya perdarahan pada
varises esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis dan melena, khususnya
pada klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras.
Vena yang
mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala kecuali jika ada
peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau struktur yang
menyangga menjadi tipis, sehingga kemungkinan akan timbul haemorargik masif.
Faktor-faktor yang menimbulkan perdarahan bisa jadi dari mengangkat barang
berat, mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk atau
muntah, esofagitis, atau iritasi pembuluh darah akibat makan makanan yang tidak
dikunyah dengan baik atau minum cairan yang merangsang. Salisilat dan setiap
obat yang dapat menimbulkan erosi mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat
pula menyebabkan perdarahan.(Smeltzer, 2002).
4.
Manifestasi Klinis
a.
Pembesaran
Hati ( hepatomegali
).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar
dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat
dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
b.
Obstruksi Portal dan Asites.
c.
Varises
Gastroinstestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d.
Edema.
e.
Defisiensi
Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan
penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering
dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi
vitamin K.
5.
Test Diagnostik
a. Pemeriksaan
Laboratorium
1)
Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom
nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
2)
Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan
merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan
billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3)
Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang
berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati
yang kurang dan menghadapi stress.
4)
Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena
bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah
turun akan menunjukkan prognosis jelek.
5)
Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan
pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6)
Pemeriksaan marker serologi seperti virus,
HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan
pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah
terjadi transformasi ke arah keganasan.
b. Pemeriksaan
penunjang lainnya:
1)
Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya
varises esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2)
Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai
komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.
3)
Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai
dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
6.
Terapi
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada
derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien
yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam
jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
a. Diet rendah protein
diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200 kalori), bila ada asites
diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-2000 mg). Bila
proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2000-3000) dan tinggi
protein (80-125g/hari).
b. Bila ada
tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati I )untuk kemudian diberikan sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan klien
atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah viseral dapat
mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang
cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi
infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
d. Memperbaiki
keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam aminoesensial berantai cabang
dan glukosa.
e.
Pemberian robboransia Vitamin B kompleks. (Setya, 2011)
7.
Komplikasi
a. Komplikasi
menurut Smeltzer (2002) ada dua yaitu:
1)
Perdarahan dan hemorargia
2)
Ensefalopati hepatic
b. Komplikasi
menurut Mansjoer (2009) ada dua yaitu:
1)
Hematemisis melena
2)
Koma hepatikum
c. Komplikasi
menurut Engram (2009) ada empat yaitu:
1)
Encefalo hepatik yang disebabkan oleh peningkatan
kadar amonia darah.
2)
Asites ruang disebabkan oleh ekstravasase cairan
serosa ke dalam rongga peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan
hipertensi portal, peningkatan reabsorpsi ginjal terhadap natrium dan penurunan
albumin serum.
3)
Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi
atau infeksi.
4)
Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi
gonadotropi.
8.
Prognosis
Penderita
serosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan angka sebesr 10 %
per tahun. Penderita serosis hepatis dekompensata mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun,
hanya sekitar 20 %, ascites adalah tanda awal adanya dekompensata. Penderita
serosis hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai angka ketahanan
hidup 1 tahun sekitar 30-45 %, dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka
ketahanan hidup 1 tahun sekitar 40 %.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas Klien
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Penyakit ini dapat berjalan tanpa
keluhan dan dapat juga dengan atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula
timbul kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin menghebat, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, badan menguning (ikterus), demam ringan, sembab
tungkai dan pembesaran perut (asites).
c.
Riwayat Penyakit Masa lalu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama
atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan
penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka
waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani
serta rohani pasien.
d.
Pemerikasaan fisik
1)
B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing,
Penggunaan otot bantu pernafasan, Ekspansi paru terbatas disebabkan karena
asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas berbau aseton.
2)
B2 (Blood)
Distensi
vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia intra vaskuler
3)
B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental, bingung, , koma. (penurunan
kesadaran) salah
satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk
pada otak. Flapping tremor,
4)
B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5)
B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas. Penurunan/tak adanya bising usus.
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna. Mual/muntah,
penurunan berat badan atau peningkatan karena cairan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati
membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis
kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada
nyeri tekan pada perabaan hati, fetor
hepatitis, Shifting dullness (+), fluid wave (+), hematemesis, melena
6)
B6 (Bone)
Letargi,
penurunan massa otot/tonus (atropi
otot). Kulit kering, turgor buruk, ikterik, pruritus,. edema umum pada
jaringan., perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan
adanya eritema palmaris
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
b.
Gangguan kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
c.
Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan
dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites)
d.
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan: gangguan sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
3.
Intervensi
Keperawatan
DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual, muntah
a.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
b.
Kriteria Hasil:
1)
Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan pemeriksaan nutrisi) mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
2)
Nafsu makan meningkat.
c.
Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Ukur masukan diet harian
dengan jumlah kalori.
2.
Timbang sesuai indikasi.
Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep.
3.
Bantu dan dorong pasien
untuk makan, jelaskan alasan tipe diet. Bantu pasien makan bila pasien mudah
lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan
makanan yang disukai
4.
Berikan tambahan garam bila
diizinkan; hindari yang mengandung amonium.
5.
Berikan makanan halus, hindari
makanan kasar sesuai indikasi.
6.
Berikan perawatan mulut
sering dan sebelum makan.
7.
Tingkatkan periode tidur
tanpa gangguan, khususnya sebelum makan.
8.
Awasi pemeriksaan
laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia.
9.
Pertahankan status puasa
bila diindikasikan.
10. Kolaborasi ahli diit untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan
karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang; batasi
natrium dan cairan bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi
11. Berikan obat sesuai indikasi, misal: tambahan vitamin, tiamin, besi, asam
fosfat,
12. Sink,
13. Enzim pencernaan, contoh: pankreatin
14. Antiemetik.
|
1.
Memberikan informasi tentang
kebutuhan pemasukan/defisiensi.
2.
Lipatan kulit trisep berguna
dalam mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak subcutan.
3.
Diet yang tepat penting
untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga terlibat dan
makanan yang disukai sebanyak mungkin.
4.
Meningkatkan rasa makanan
dan membantu meningkatkan selera makan; amonia potensial resiko ensefalopati.
5.
Perdarahan dari varises
esofagus dapat terjadi pada siriosis berat.
6.
Pasien cenderung mengalami
luka atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
7.
Penyimpanan energi
menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler.
8.
Peningkatan kadar amonia
perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
9.
untuk menurunkan kebutuhan
pada hati dan produksi amonia/urea GI.
10. Untuk menurunkan edema dan untuk meningkatkan regenerasi sel hati.
11. Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya.
Juga hati tidak dapat menyimpan vit. A, B Komplek, D, dan K. Juga dapat
terjadi kekurangan besi dan asam fosfat yang menimbulkan anemia.
12. Meningkatkan rasa kecap/bau yang dapat merangsang napsu makan.
13. Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan steatore/diare.
14. Digunakan dengan hati-hati untuk menurunkan mual/muntah dan meningkatkan
masukan oral.
|
DP 2 : Gangguan kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
a.
Tujuan:
pemulihan balance cairan dan elektrolit adekuat
b.
Kriteria
Hasil: tidak terjadi kelebihan cairan, Tanda-tanda vital stabil, Asupan dan
haluaran seimbang, Edema bekurang, Tonus
otot membaik, CRT <2 detik
c.
Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Ukur masukan dan haluaran,
catat keseimbangan positif. Timbang berat badan tiap hari dan catat
peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari
2.
Auskultasi paru, catat
penurunan /tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan.
3.
Ukur lingkar abdomen per
hari
4.
Awasi albumin serum dan
elektrolit (kalium & natrium).
5.
Batasi natrium dan cairan
sesuai indikasi.
6.
Kolaboraasi pemberian
albumin bebas garam/plasma ekspander sesuai indikasi.
7.
Kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi: misal diuretik (spironolakton/aldscton; furosemid/ lasix.
|
1.
Menunjukkan status volume sirkulasi,
terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi.
Peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
2.
Peningkatan kongesti
pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan
komplikasi, contoh: edema paru.
3.
Menunjukkan akumulasi cairan
(asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam area
peritoneal.
4.
Penurunan albumin serum
mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema.
Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar aldosteron
dan penggunaan diuretik dapat menyebabkan berbagai perpindahan/ketidak
seimbangan elektrolit.
5.
untuk meminimalkan retensi
cairan dalam area ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk
memperbaiki/mencegah hiponatremi.
6.
untuk meningkatkan tekanan
osmotik koloid dalam kompartemen vaskuler, sehingga meningkatkan volume
sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
7.
Digunakan untuk mengontrol
edema dan asites. Mengambat efek aldosteron, meningkatkan eksresi air sambil
menghemat kalium, bila terapi konservatif dengan tirah baring dan pembatasan
natrium tidak mengatasi.
|
DP3 : Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan
cairan intra abdomen (asites).
a.
Tujuan:
perbaikan status pernafasan
b.
Kriteria
Hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif, Pasien akan bebas dispnea dan
sianosis, dengan nilai BGA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
c.
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Awasi frekuensi, kedalaman,
dan upaya pernapasan
2.
Auskultasi bunyi napas,
catat krekels, mengi, ronkhi.
3.
Selidiki perubahan tingkat
kesadaran.
4.
Pertahankan kepala tempat
tidur tinggi. Posisi miring.
5.
Ubah posisi dengan sering,
dorong napas dalam, latihan dan batuk.
6.
Awasi seri BGA, nadi
oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada.
7.
Berikan tambahan oksigen
sesuai indikasi.
8.
Siapkan untuk/bantu untuk
prosedur, contoh: parasintesis.
|
1.
Pernapasan dangkal
cepat/dispnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan atau akumulasi
cairan dalam abdomen.
2.
Menunjukkan terjadinya komplikasi,
3.
Perubahan mental dapat
menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan, yang sering disertai koma
hepatik.
4.
Memudahkan pernapasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
5.
Membantu ekspansi paru dan
memobilisasi sekret.
6.
Menyatakan perubahan status
pernapasan, terjadinya komplikasi paru.
7.
untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan
/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
8.
Kadang-kadang dilakukan
untuk membuang cairan asites bila keadaan pernapasan tidak mebaik dengan
tindakan
|
DP 4 : Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status
metabolic. adanya edema, asites.
a.
Kriteria
Hasil : mempertahankan integritas kulit, Pasien akan mengidentifikasi faktor
resiko dan menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan kulit.
b.
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Lihat permukaan kulit/titik
tekan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus
menerus. Gunakan losion minyak.
2.
Ubah posisi pada jadwal
teratur, saat di kursi/tempat tidur, bantu dengan latihan rentang gerak
aktif/pasif.
3.
Tinggikan ekstrimitas bawah.
4.
Pertahankan sprei kering dan
bebas lipatan.
5.
Gunting kuku jari hingga
pendek; berikan sarung tangan bila diindikasikan.
6.
Berikan perawatan perineal
setelah berkemih dan defekasi
7.
Gunakan kasur bertekanan
tertentu, kasur karton telur, kasur air, kulit domba, sesuai indikasi.
|
1.
Asites dapat meregangkan
kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat
2.
menurunkan tekanan pada
jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.
3.
Meningkatkan aliran balik
vena dan menurunkan edema pada ekstrimitas.
4.
Kelembaban meningkatkan
pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.
5.
Mencegah pasien dari cedera
tambahan pada kulit khususnya bila tidur.
6.
Mencegah ekskoriasi kulit
dari garam empedu.
7.
Menurunkan tekanan kulit,
meningkatkan sirkulasi dan menurunkan resiko iskemia/kerusakan jaringan.
|
4.
Implementasi
Keperawatan
Implementasi
keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan, dimana perawat
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain
implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan untuk
mengatasi masalah klien. (Haryanto, 2007 ; 81).
5.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi adalah
suatu proses menilai diagnosis keperawatan keluarga yang teratasi, teratasi
sebagian, atau timbul masalah baru. Melalui Melalui
kegiatan evaluasi, kita dapat menilai pencapaian tujuan yang diharapkan dan
tujuan yang telah dicapai oleh keluarga. Bila tercapai sebagian atau timbul
masalah keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih lanjut,
memodifikasi rencana atau mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan
kemampuan keluarga.
Evaluasi disusun
dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan pengertian S adalah ungkapan
perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan. O
adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat dengan
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan. A
merupakan analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif
keluarga yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan
mengacu pada tujuan pada rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan
selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Pada tahap ini ada
dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat yaitu evaluasi formatif yang
bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan kontrak pelaksaan dan evaluasi
sumatif yang bertujuan menilai secara
keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan apakah rencana diteruskan
sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi, atau dihentikan.
(Sudiharto,
2007 ; 49).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit kardiovaskuler
dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki
jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49
tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi,
dan regenerasi sel – sel hati sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak).
Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui secara jelas, namun terdapat
factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan riwayat penyakit hepatitis,
alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk
menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun
pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan
prognosisnya.
B. Saran
1.
Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita
semua dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2.
Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan
keperawatan pada pasien dengan sirosis
hepatis dan komplikasinya
3.
Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan sirosis hepatis dan
komplikasinya
DAFTAR
PUSTAKA
Aru Sudoyo.2016.“Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I edisi IV.Pustaka.” Jakarta : Penerbitan IPD FKUI.
Baradero, 2008.
Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Barbara Engram. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
.Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E, Mary. (2001). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: (EGC).
Gendo, Udayana. (2006). Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran
Cina. Yogyakarta : Kanisius.
Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth, EGC, Jakarta
Mansjoer,Arif,dkk.2009. “KapitaSelektaKedokteran.jilid1
edisi III.” Jakarta : FKUI
Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis
Hepatis, FK UNSUMSEL
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi
Sirosis Hepatis.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah 2.(Ed
8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
(EGC).
Soeparman. (2014). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta
Soemoharjo,
2008. Hepatitis Virus B. ed2. Jakarta : EGC
Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC
Sujono H., 2012, Hepatologi. Penerbit Bandar Maju,
Bandung.
|
Tarigan Pengarapen. 2016. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : FKUI.
No comments:
Post a Comment