Tuesday 19 December 2017

MAKALAH HENTI JANTUNG

MAKALAH
ASUHAN  KEPERAWATAN  GAWAT  DARURAT
GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER
HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST)




OLEH :
Kelompok 5

1.         Muh. Yusuf Adam
2.         Suryadi Suterjo
3.         Julaeha
4.         Nurul Zulfa





SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PRIMA BONE


2017


KATA PENGANTAR
           

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan gangguan Sistem Kardiovaskuler “Henti Jantung (Cardiac Arrest) ”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi semuanya.
.
           




Watampone, 13 April  2017


                                                                                                           Penyusun













DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................              i
DAFTAR ISI..............................................................................................             ii
BAB I  PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang............................................................................             1
B.       Rumusan Masalah........................................................................             2
C.       Tujuan Penulisan..........................................................................             2
BAB II PEMBAHASAN
A.      Pengertian....................................................................................             3
B.       Etiologi .......................................................................................             4
C.       Insideni........................................................................................             5
D.      Patofisiologi.................................................................................             5
E.       Tanda Gejala................................................................................             6
F.        Pemerikasaan Penunjang.............................................................             7
G.      Komplikasi ..................................................................................             9
H.      Prognosis.....................................................................................           10
I.         Penatalaksanaan...........................................................................           10
J.         Asuhan Keperawatan  ................................................................           16           
BAB III  PENUTUP
A.      Kesimpulan..................................................................................           24
B.       Saran............................................................................................           24
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah terhentinya aktivitas mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanya respon dari perabaan pada denyut nadi sentral, dan henti nafas. Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh asfiksia sebagai akibat sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian henti jantung pada dewasa yang sebagian besar disebabkan oleh masalah primer pada jantung.
Penyebab henti jantung yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi.
Data yang didapatkan menyebutkan bahwa, lebih kurang 2 – 4 % pasien yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) mengalami henti jantung. Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 % yang menerima  resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya terjadi pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan (1975) mendapatkan hasil bahwa lamanya henti jantung berhubungan dengan insiden kerusakan otak, semakin lama bayi mengalami henti jantung, semakin berat kerusakan otak yang akan dialaminya. Hal tersebut dikarenakan henti jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnya Cerbral Perfusion Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik yang menetap dan infark kecil di suatu bagian otak.
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak. Resusitasi jantung paru segera yang dilakukan dengan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dan kesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini disebabkan karena ketika jantung berhenti, oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan menyebabkan kematian sel otak yang tidak akan dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai beberapa menit .

B.  Rumusan Masalah
1.        Apa definisi Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
2.        Bagaimana epidemiologi dan etiologi Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
3.        Apa saja tanda dan gejala Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
4.        Bagaimana prognosis Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
5.        Bagaimana pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang Henti Jantung (Cardiac Arrest)?
6.        Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Henti Jantung (Cardiac Arrest)?

C.  Tujuan Penulisan
1.        Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian henti jantung
2.        Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi Henti Jantung (Cardiac Arrest);
3.        Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi Henti Jantung (Cardiac Arrest);
4.        Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis Henti Jantung (Cardiac Arrest);
5.        Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan penunjang Henti Jantung (Cardiac Arrest); dan
6.        Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Henti Jantung (Cardiac Arrest).


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi
1.        Henti jantung (Cardiac Arrest) adalah penghentian tiba-tiba fungsi pemompaan jantung dan hilangnya tekanan darah arteri. Saat terjadinya serangan jantung, penghantaran oksigen dan pengeluaran karbon dioksida terhenti, metabolisme sel jaringan menjadi anaerobik, sehingga asidosis metabolik dan respiratorik terjadi. Pada keadaan tersebut, inisiasi langsung dari resusitasi jantung paru diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan jantung, paru-paru, ginjal, kerusakan otak dan kematian.
2.        Henti jantung terjadi ketika jantung mendadak berhenti berdenyut, mengakibatkan penurunan sirkulasi efektif. Semua kerja jantung dapat terhenti, atau dapat terjadi kedutan otot jantung yang tidak sinkron (fibrilasi ventrikel). (Hackley, Baughman, 2009. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta : EGC)
3.        Henti jantung" adalah istilah yang digunakan untuk kegagalan jantung dalam mencapai curah jantung yang adekuat akibat terjadinya asistole atau disritmia (biasanya fibrilasi ventrikel). (Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC)
4.        Henti jantung adalah penghentian tiba-tiba aktivitas pompa jantung efektif, mengakibatkan penghentian sirkulasi (Muttaqin, 2009).
5.        Henti jantung adalah keadaan klinis di mana curah jantung secara efektif adalah nol. Meskipun biasanya berhubungan dengan fibrilasi ventrikel, asistole atau disosiasi elektromagnetik (DEM), dapat juga disebabkan oleh disritmia yang lain yang kadang-kadang menghasilkan curah jantung yang sama sekali tidak efektif. (Eliastam Breler, 2000. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.
6.        Cardiac  arrest adalah   hilangnya   fungsi   jantung   secara   tiba-tiba   dan mendadak, bisa terjadi pada  seseorang  yang   memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa  diperkirakan,  terjadi  dengan sangat  cepat  begitu  gejala  dan  tanda  tampak (American  Heart  Association,2010).
7.        Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah   penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak  untuk  mempertahankan  sirkulasi  normal  darah  untuk  memberi  kebutuhan  oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.

B.     Etiologi
Penyebab terjadinya henti nafas dan henti jantung tidak sama pada setiap usia. Penyebab terbanyak pada bayi baru lahir adalah karena gagal nafas, sedangkan pada usia bayi yang menjadi penyebabnya bisa berupa:
a.       Sindrom bayi mati mendadak atau SIDS ( Sudden Infant Death Syndrome )
b.      Penyakit pernafasan
c.       Sumbatan pada saluran pernafasan, termasuk aspirasi benda asing
d.      Tenggelam
e.       Sepsis
f.       Penyakit neurologis
Penyebab terbanyak henti nafas dan henti jantung pada anak yang berumur diatas 1 tahun adalah cedera yang meliputi kecelakaan lalu lintas, terbakar, cedera senjata api, dan tenggelam.
        Seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
1.      Ada jejas di jantung akibat dari serangan jantung terdahulu.
  1. Penebalan otot jantung (Cardiomyopathy).
  2. Riwayat penggunaan obat-obatan jantung
  3. Abnormalitas  kelistrikan jantung (sindroma gelombang QT yang memanjang)
  4. Aterosklerosis

C.    Insidensi
Angka kejadian henti jantung dan nafas pada anak-anak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya. Kejadian lebih didominasi oleh anak berusia lebih kecil, yaitu pada anak usia dibawah 1 tahun dan lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 62%. Angka kejadian henti nafas dan jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 7,5 – 11,2%  dari 100.000 orang setiap tahun. Sebuah penelitian di Amerika Utara menunjukkan bahwa, kejadian henti nafas dan henti jantung lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan anak dan dewasa yaitu dengan perbandingan 72,7 : 3,7 : 6,3 dari 100.000 orang setiap tahunnya.
Sementara itu, angka kejadian henti nafas dan henti jantung yang terjadi di rumah sakit berkisar antara 2 – 6% dari pasien yang dirawat di ICU (Intensive Unit Care). Sekitar 71-88% terjadi pada pasien dengan penyakit kronis, yang terbanyak adalah penyakit saluran nafas, jantung, saluran pencernaan, saraf, dan kanker. Penyebabnya hampir sama dengan henti nafas dan henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit di mana yang terbanyak adalah  asfiksia dan syok.

D.      Patofisiologi
Henti jantung timbul akibat terhentinya semua sinyal kendali listrik di jantung, yaitu tidak ada lagi irama yang spontan. Henti jantung timbul selama pasien mengalami hipoksia berat akibat respirasi yang tidak adequat. Hipoksia akan menyebabkan serabut-serabut otot dan serabut-serabut saraf tidak mampu untuk mempertahankan konsentrasi elektrolit yang normal di sekitar membran, sehingga dapat mempengaruhi eksatibilitas membran dan menyebabkan hilangnya irama normal.
Apapun penyebabnya, saat henti jantung anak telah mengalami insufisiensi pernafasan akan menyebabkan hipoksia dan asidosis respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis respiratorik menyebabkan kerusakan dan kematian sel, terutama pada organ yang lebih sensitif seperti otak, hati, dan ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan otot jantung yang cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung.
Penyebab henti jantung yang lain adalah akibat dari kegagalan sirkulasi (syok) karena kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan distribusi cairan dalam sistem sirkulasi. Kehilangan cairan tubuh atau darah bisa akibat dari gastroenteritis, luka bakar, atau trauma, sementara pada gangguan distribusi cairan mungkin disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis. Organ-organ kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai akibat dari perkembangan syok menjadi henti jantung melalui kegagalan sirkulasi dan pernafasan yang menyebabkan hipoksia dan asidosis. Sebenarnya kedua hal ini dapat terjadi bersamaan.
Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti termasuk oksigenasi ke otak. Hal tersebut, akan menyebabkan terjadi kerusakan otak yang tidak bisa diperbaiki meskipun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai menit. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8 sampai 10 menit. Oleh karena itu, tindakan resusitasi harus segera mungkin dilakukan. 

E.     Tanda dan Gejala
1.      Tidak sadar(pada beberapa kasus terjadi kolaps tiba-tiba)
2.      Pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah secara intermiten)
3.      Sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga
4.      Pucat secara umum dan sianosis
5.      Jika pernapasan buatan tidak segera di mulai,miokardium(otot jantung)akan kekurangan oksigen yang di ikuti dengan henti napas.
6.      Hipoksia
7.      Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)

F.   Test Diagnostik
1.        Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.
2.        Tes darah
a.    Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
b.    Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
c.    Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.

d.   Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac arrest.
3.        Imaging tes
a.    Pemeriksaan Foto Thorax
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
b.    Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
c.    Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung  telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
4.         Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia,Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan dengan electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu atau menghentikan aritmia. Hal ini memungkinkan untuk mengamati lokasi aritmia.
5.         Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa baik jantung mampu memompa darah.Ini dapat menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikel  setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.Ini dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung.
6.         Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner terjadi penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter diposisikan,mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.

G. Komplikasi
Komplikasi Cardiac Arrest adalah:
1.         Hipoksia jaringan ferifer
2.         Hipoksia Cerebral
3.         Kematian

H.    Prognosis
Kematian  otak  dan  kematian  permanen  dapat  terjadi  hanya  dalam  jangka waktu  8  sampai  10  menit dari seseorang tersebut mengalami henti.    Kondisi  tersebut  dapat  dicegah  dengan pemberian  resusitasi  jantung  paru  dan  defibrilasi  segera  (sebelum  melebihi  batas maksimal  waktu  untuk  terjadinya  kerusakan  otak),  untuk  secepat  mungkin mengembalikan fungsi jantung normal.  Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan  antara  5  sampai  7  menit  dari  korban  mengalami  henti  jantung,  akan memberikan kesempatan korban untuk    hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah  penelitian  menunjukkan  bahwa  dengan  penyediaan  defibrillator  yang mudah  diakses  di  tempat-tempat  umum  seperti  pelabuhan  udara,  dalam  arti meningkatkan  kemampuan  untuk  bisa  memberikan  pertolongan  (defibrilasi) sesegera  mungkin,  akan  meningkatkan  kesempatan  hidup  rata-rata  bagi  korban cardiac arrest sebesar 64%.

I.     Terapi
Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit,sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan prognosis;30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi akan terlihat dilatasi pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa:
1.        sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung oksigen dngan melakukan :
a.    Masase jantung.
Anak ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras,kemudian dengan telapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga jantung yang terdapat di antara sternum dan  tulang belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria pumonalis da aorta. Masase jantungyang baik terlihat hasilnya dari terabanya kembali nadi arteri-atreri besar sedangkan pulihnya sirkulasi ke otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.
b.    Pernapasan buatan.
Mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi di perbaiki dengan pernapan mulut ke melut/inflating bags atau secara endotrakheal. Ventilasi yang baik  dapat di ketahui bila kemudian tampak ekspansi dinding thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan kemudian juga warna kulit akan menjadi normal kembali.
2.        Memperbaiki irama jantung
a.    defibrilasi,yaitu bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel 
b.    obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan epinefrin  3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada bayi di sela iga IV kiri dan pada anak dibagian yang lebih bawah) untuk meninggikan tonus jantung,sedangkan asidosis metabolik  diatasi dngn pemberian sodium bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh,makapemberian lignokain 1%  dan kalium klorida dapat menekan  miokard yang mudah terangsang.Bila nadi menjadi lambat dan abnormal,maka perlu di berikan isoproterenol.
3.        Perawatan dan pengobatan komplikasi
a.    Perawatan:Pengawasan tekanan darah,nadi,jantung ;menghindari terjadinya  aspirasi   (dipasang  pipa lambung);mengetahui adanya anuri yang dini (di pasang kateter kandung kemih).
b.    Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di sebabkan nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi  dengan pemberian ion exchange resins, dialisis peritoneal  serta  pemberian cairan yang di batasi.kerusakan otak di atasi dngan pemberian obat hiportemik dan obat untuk mengurangi edema otak serta pemberian oksigen yang adekuat.
Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru menurut AHA :
1.        Periksa Kesadaran
Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban, lihat apakah korban bergerak atau memberikan respon.Jika tidak bergerak berikan stimulasi dengan menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia akan menjawab dan bergerak. Setelah tindakan identifikasi kesadaran, lakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan adanya cedera dan pengobatan yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban tidak sadar, maka segera panggil bantuan.
2.        Posisi Korban
Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang datar dankeras dengan posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja yang keras. Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminial mungkin gerakan pada leher dan kepala (posisi stabil miring).
3.        Evaluasi jalan nafas
Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke belakang. Oleh karena itu penolong harus segera membebaskan jalan nafas dengan beberapa teknik berikut:
a.    Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan nafas dengan teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan sumbatan.
Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk menengadahkan kepala, dan secara simultan jari-jari tangan lainnya diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas terbuka.
                                                                                             









Gambar : Teknik head tilt and chin lift pada bayi dan anak


b.    Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw-thrust Maneuver untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari di bawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal
 







Gambar  Teknik Jaw Thrust
4.        Mengeluarkan benda asing
Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (back slaps) di interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat dilakukan  teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner intermamae (seperti melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia< 1 tahun).
 









Gambar : Teknik Back Blow pada bayi dan anak
Pada anak > 1 tahun yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver yaitu korban di depan penolong kemudian lakukan hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan 2 kepalan tangan  di antara prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat dapat dikeluarkan,
 




               





     Gambar : Teknik Chest Thrust                       Gambar : Teknik Abdominal Thrust

5.        Periksa nafas
Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau tidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara:
a.       Lihat gerakan dinding dada dan perut ( look )
b.      Dengarkan suara nafas pada hidung dan mulut korban ( listen )
c.       Rasakan hembusan udara pada pipi ( feel )
Korban yang mengalami gasping (megap-megap/nafas yang agonal atau nafas yang tidak efektif) , maka korban tersebut dinyatakan tidak bernafas.
6.        Berikan bantuan nafas
Lakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2 kali nafas efektif. Hal itu dapat dilihat dengan adanya pengembangan dinding dada. Bila dada tidak mengembang reposisikan kepala korban agar jalan nafas dalam keadaan terbuka. Teknik bantuan nafas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau tanpa alat, yaitu pada bayi dilakukan teknikmouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada anak menggunakan teknik mouth-to-mouth.
7.        Periksa Nadi
Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri brakialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun femoralis. Pemeriksaan nadi ini dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik. Jika nadi > 60 kali/menit namun tidak ada nafas spontan atau nafas tidak efektif, maka lakukan pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit, sekali nafas buatan 3-5 detik hingga korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif akan tampak dada korban akan mengembang.


 








Gambar : Lokasi perabaan nadi pada bayi

8.        Kompresi Jantung luar
Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat maka lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik yaitu pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two finger chest compression technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan  dengan menggunakan kedua tangan pada posisi satu jari di bawah garis imajiner intermamae (two thumb-encircling hands) jika didapatkan dua penolong.
J.    Asuhan Keperawatan
1.        Pengkajian
a.    Identitas klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa, agama,pendidikan,alamat, lingkungan tempat tinggal.
b.    Keluhan utama
c.    Riwayat Penyakit
1)        Riwayat penyakit sekarang
a)        Alasan masuk rumah sakit
b)        Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit
c)        Mekanisme atau biomekanik
d)       Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar
2)        Riwayat penyakit dahulu
a.         Perawatan yang pernah dialami
b.        Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK
3)        Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami penyakit jantung.
d.   Pengkajian Primer 
1)        Airway/Jalan Napas
Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.
a) Look     : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa sumbatan jalan napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding dada,ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.
b) Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada   bunyi    napas    tambahan seperti snoring,gurgling,atau stidor.
c) Feel    : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma pada leher,teraba nadi  karotis atau tidak.
Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :
a)      Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.
b)      periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.
c)      Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.
d)     Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.
e)      identifikasi dan keluarkan benda asing (darah,muntahan,sekret,ataupun  benda asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada trauma kepala).
f)       Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan kepatenan jalan napas.
g)      Pertahankan dan lindungi tulang servikal.
2). Breathing/Pernapasan
Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look listen,feel
a)      Look    : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan  tidak ada dan tidakterlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran  menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal,periksa penggunaan otot bantu dll.
b)      Listen      : mendengar hembusan napas
c)      Feel      : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :
a)      Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.
b)      Berikan therapy O2 (oksigen).
c)      Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask (BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.
d)     Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.
e)         Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema pulmonal,dll.


3). Circulation/Sirkulasi
1.      Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada (bayi),kualitas dan karakternya
2.      periksa perubahan warna kulit seperti sianosis
Tindakan yang harus di lakukan perawat :
a)    Lakukan tindakan CPR/defibrilasi sesuai dengan indikasi.
Langkah-langkah di lakukannya RJP pada bayi dan anak
1)      perhatikan bayi untuk menentukan apakah bayi masih bernapas
2)      perhatikan apakah dada bayi bergerak
3)      tempatkan telinga di dekat hidung dan mulut bayi dan dengarkan aliran udara
4)      jentikan kaki bayi apabila ada perubahan warna kulit atau bila bayi tidak bernapas jangan menguncang-guncangkan bayi.
5)      Mulailah RPJ jika bayi tetap tidak bernapas setelah kakinya tidak di jentikan.
6)      Tempatkan bayi di atas permukaan yang keras
7)      Posisikan kepala dengan tepat dan bebaskan jalan napas dengan menepatkan tangan anda pada dahi dan ari-jari tangan anda dari tangan yang lain di bawah tulang rahang.berhati-hatilah mendorong jaringan lunak di bawah dagu angkat dan sedikit tengadahkan kepala kearah belakang dan hidung mengarah keatas.
8)      Tarik garis yang menghubungkan antara kedua puting susu bayi 
9)      Dengan telunjuk dan jari tengah anda,tekan lurus ke bawah pada tulang dada 1,25 cm sampai 2,5 cm.ulangi hal ini sebanyak 30 kali dan 2 kali napas buatan.
3.      Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a.              Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak sadar   terhadap kejadian yang menimpa.
b.              Respon verbal (V) :klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
c.              Respon nyeri (P) :klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d.             Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
“cara pengkajian”
a)        Anamnese (tanya) : nama dan kejadian
b)        Cubit daerah pundak/tepuk wajah
c)        Dengan GCS  (E1 M1 V1 ),pupil,kemampuan motorik
2.        Diagnosa Keperawatan
a.    Penurunan curah jantung berhubungan dengankemampuan pompa jantung menurun
b.    Gangguan perfusi serebral berhubungan denganperubahan preload, afterload, dan kontraktilitas
c.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengansuplai Oksigen  tidak adekuat
d.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
3.        Perencanaan  (Kriteria Hasil, intervensi, rasional)
Diagnosa
Perencanaan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.    Penurunan curah jantung b/d perubahan preload, afterload, dan kontraktilitas.
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam klien dapat:
Menunjukan curah jantung yang memuaskan di buktikan dengan keefektifan pimpa jantung,status sirkulasi,perfusi jaringan (organ abdomen),dan perfusi jaringan (perifer)
Dengan Indikator:
1. Tekanan darah sistilik,diastolik dalam batas normal
2. Denyut jantung dalam batas normal
3. Tekanan vena sentral dan tekanan dala paru dbn
4. Hipotensi ortostatis tidak ada
5. Gas darah dbn
6. Bunyi napas tambahan tidak ada
7. Distensi vena leher tidak ada
8. Edema perifer tidak ada
1.  Lakukan pijat
jantung


2.     Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat  sesuai indikasi  (kolaborasi)





3.     Palpasi nadi perifer









4.     Pantau Tekanan Darah




5.     Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis







1.    untuk mengaktifkan kerja pompa jantung
2.    Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas.
3.    Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, dorsalis pedis dan postibial. Nadi mungkin hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi.
4.    Pada pasien Cardiac Arrest tekanan darah menjadi rendah atau mungkin tidak ada.
5.    Pucat menunjukkkan menurunnya perfusi sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung.
2.    Gangguan perfusi serebral b/d penurunan suplai  O2  ke otak
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam klien dapat:Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 ­kembali lancar
Dengan Indikator:
1. Pasien akan memperlihatkan tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Warna dan suhu kulit normal
3. CRT  < 2 detik.

1.    Berikan vasodilator misalnya nitrogliserin, nifedipin sesuai indikasi
2.    Posisikan kaki lebih tinggi dari jantung




3.    Pantau adanya pucat, sianosis dan kulit dingin atau lembab








4.    Pantau pengisian kapiler (CRT)
1. Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokardia.

2. Mempercepat pengosongan vena superficial, mencegah distensi berlebihan dan meningkatkan aliran balik vena
3. Sirkulasi yang terhenti menyebabkan transport O2 ke seluruh tubuh juga terhenti sehingga akral sebagai bagian yang paling jauh dengan jantung menjadi pucat dan dingin.
4. Suplai darah kembali normal jika CRT < 2 detik dan menandakan suplai O2 kembali normal
3.   Gangguan pertukaran gas b/d suplai O2  tidak adekuat
Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam klien dapat:
Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
Dengan Indikator:
1. Nilai GDA normal
2. Tidak ada distress pernafasan
1.  Berikan O2  sesuai indikasi



2.  Pantau GDA Pasien



3.  Pantau pernapasan klien
1.   Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar dan dapat memperbaiki hipoksemia jaringan
2.   Nilai GDA yang normal menandakan pertukaran gas semakin membaik
3.   Untuk evaluasi distress pernapasan
4.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Setelah dilakukan perawatan 4x24 jam klien dapat:Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Dengan Indikator:
1.    Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
2.      Tanda-tanda vital dalam batas normal
1. Evaluasi respon terhadap aktivitas




2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjungselama fase akut.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dan perlunyakeseimbangan aktivitas dan istirahat.

4. Bantu aktivitas perawatan, aktivitas diri yangdiperlukan.



5. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat /tidur.
1.    Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien danmemudahkan memilih intervensi secara tepat
2.    Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan

3.    Tirah baring diperlukan selama fase akut untukmenurunkan kebutuhan metabolic.
4.    Meminimalkan kelelahan dan menbantu keseimbangansuplai dan kebutuhan oksigen.
5.    Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi,tidur dikursi / menunduk kedepan meja / bantal

4.Implementasi
Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.

5.Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan :
a.       Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 ­kembali lancar
b.      Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
c.       Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak terpenuhi
























BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaran oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibat hipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyak henti jantung pada bayi dan anak.
Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama, karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.
Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.

B.  Saran
Informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti henti jantung sebaiknya dapat diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwaresusitasi dapat memberikan pertolongan awal. Dampak yang di timbulkan semakin berat jika waktu datangnya pertolongan semakin lama.








DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association.Pediatric Basic Life Support : 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation 2010

Behram ,Kliegman, Jensen,. 2000. Buku Teks Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke 18, Volume ke 1, Jakarta: EGC,

Blogg Boulton, 2014. Anestesiologi. Jakarta : EGC

Eliastam Breler, 2000. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC.

Guyton AC, Hall JE2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta: EGC, 2008. h. 163.

Hakim, DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat(Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAI

Hackley, Baughman, 2009. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta : EGC

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Tress, Erika E et al. Cardiac Arrest in Children. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock 2010; 3(III), 267-77

Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta. 2003AHA Guidelines For CPR and ECC.


Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

No comments:

Post a Comment