MAKALAH
OBSTRUKSI
SALURAN KEMIH
OLEH :
KELOMPOK V
1.
DWI
MAYA FITRIANI
2.
NURUL
ZULFA
3.
NIRWANA
4.
YUSRI
5.
SAIFUL
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PUANGRIMAGGALATUNG BONE
|
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem perkemihan merupakan organ
vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil
metabolisme tubuh. Sistem saluran kemih dapat dibagi
menjadi dua bagian besar,yakni sebelah atas yang dimulai dari system kalises
hingga muara ureter dan sebelah tengah – bawah (distal) yaitu buli-buli dan
urethra.
Obstruksi
traktus urinarius adalah masalah yang paling banyak ditemukan oleh dokter
spesialis urologi, dokter umum dan dokter emergency. Obstruksi traktus
urinarius dapat terjadi pada daerah disepanjang traktus urinarius, dari ginjal
sampai meatus urethra. Yang secara sekunder dapat menjadi calculi, tumor,
striktur, dan anatominya menjadi abnormal. Uropaty obstruksi dapat menyebabkan
nyeri, infeksi traktus urinarius, penurunan fungsi ginjal, atau, mungkin sepsis
atau meninggal. Sehingga, setiap kasus yang di curigai dengan obstruksi traktus
urinarius sebaiknya di konsultasikan dengan dokter spesialis urologi untuk
dievaluasi.
Sekitar
2% dari setiap kasus obstruksi dapat menyebabkan gagal ginjal. Hal ini paling
sering terjadi pada laki-laki, karena penyakit prostat dan paling banyak karena
batu saluran kencing. Walaupun jumlah pasien rawat inap di rumah sakit karena
penyakit ginjal dan urologi yang disebabkan obstruksi, sekitar 40% pada
laki-laki dan 60% pada perempuan.
Pada
otopsi yang dilakukan secara berkala pada 59,064 pasien yang berusi 0-80 tahun,
sekitar 3,1% menderita hidronefrosis. Hidronefrosis pada perempuan paling sering
terjadi pada usia 30-70 tahun yang muncul bersamaan dengan keganasan pada
kehamilan dan ginekologi. Hidronefrosis pada laki-laki kebanyakan terjadi pada
usia lebih dari 60 tahun yang muncul akibat obstruksi prostat. Hidronefrosis
ditemukan pada 2-2.5% anak-anak
Obstruksi
traktus urinarius dapat terjadi selama perkembangan fetus,anak-anak maupun pada
saat dewasa. Penyebab obstruksi dapat kongenital atau didapat, juga bisa
disebabkan karena keganasan atau Proses lain. Akibat dari obstruksi dipengaruhi
oleh luas dan derajat dari obstruksi (sebagian atau total), kronisitas (akut
atau kronik), kondisi awal dari ginjal,kemampuan untuk pemulihan,dan ada
tidaknya factor-faktor yang lainnya seperti infeksi.
Oleh sebab itu untuk
mengatasi dan untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan dari obstruksi saluran
kemih perlu dilakukan penatalaksanaan
yang spesifik, yaitu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi,
untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi
renal.
B.
Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara
lain:
1. Bagaimana
konsep penyakit Obstruksi Saluran Kemih?
2. Bagaimana
konsep asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Obstruksi Saluran
Kemih?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan
tentang konsep penyakit Obstruksi Saluran Kemih mulai dari pengertian, tanda
gejala, etiologi, serta patofisiologinya.
2. Menjelaskan
tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan Obstruksi
Saluran Kemih, mulai dari pengkajian hingga evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Medis
1.
Definisi
a.
Obstruksi saluran kemih
adalah suatu keadaan dimana terhambatnya aliran urine baik secara permanen atau
tidak akibat adanya hambatan yang berupa batu (massa), tumor, striktura, maupun
oleh karena pengaruh infeksi. (Yusrina, 2012)
b.
Obstruksi
urinaria dapat terjadi di bagian mana
saja pada sistem saluran kemih, mulai dari kaliks ginjal sampai meatus. Obstruksi yang
terjadi di bagian mana saja pada saluran kemih, mulai dari ginjal sampai uretra
, dapat menimbulkan tekanan yang dapat mengakibatkan kerusakan fungsi dan
antomis parenkim ginjal. Apabila sebagian saluran kemih mengalami obstruksi,
urine akan terkumpul dibagian atas obstruksi dan mengakibatkan dilatasi
dibagian itu. (Baradero, 2009 ; 55-56).
c.
Obstruksi
traktus urinarus terjadi pada traktus urinarius, termasuk pelvis renalis,
ureter, buli-buli dan urethra. Kondisi ini terjadi bila bagian dari traktus
urinarus mengalami obstruksi, sehingga aliran urin dari ginjal terhambat.
(Purnomo, Basuki B. 2008)
d. Hidronefrosis
adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang
mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta
atrofi hebal pada parenkim ginjal (Price, 1995: 818).
e. Obstruksi traktus
urinarius merupakan terhambatnya aliran urin dari ginjal yang bisa disebabkan
oleh berbagai macam etiologi. Obstruksi ini dapat terjadi pada seluruh bagian
traktus urinarius, termasuk pelvis renalis, ureter, buli-buli dan urethra. (Brunicardi DC, 2014 :
1661)
f. Obstruksi
Saluran Kemih Bawah (OSKB) adalah ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengeluarkan sebagian atau seluruh isinya sehingga melampaui kapasitas maksimal
kandung kemih. (Effendi J., 2007 :1-2)
g.
Obstruksi
di saluran kemih
atas dapat berkembang sangat cepat karena pelvis ginjal lebih kecil
dibandingkan kandung kemih. Peningkatan tekanan padajaringan ginjal dapat menyebabkan iskemia pada
korteks dan medula ginjal serta dilatasi tubula ginjal. (Baradero, 2009 ; 57).
2.
Etiologi
Obstruksi dari
aliran urin dapat terjadi di mana saja dari ginjal sampai meatus urethra.
Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih
sempit daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal
dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu
antara lain adalah : pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter (UPJ),
tempat arteri menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter
masuk ke buli-buli (UVJ). Pada perempuan, tempat penyempitannya ada pada ureter
distal yang menyilang secara posterior dari pembuluh darah pelvis dan broad
ligament pada pelvis posterior.
Penyebab obstruksi traktus urinarius sendiri dapat dibagi menjadi
obstruksi mekanik dan obstruksi fungsional. Obstruksi mekanik terbagi lagi
menjadi obstruksi mekanik kongenital, akuisita intrinsik dan akuisita
ekstrinsik.
Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik kongenital antara lain
ureterocele (dilatasi kistik yang timbul pada bagian ureter intravesikal), posterior urethral valve (terbentuknya
membran abnormal pada bagian posterior dari urethra laki-laki), megaureter
(pelebaran ureter dengan diameter > 7 mm), serta penyempitan kongenital dari
UPJ dan UVJ. Pemantauan periode perinatal dengan USG penting dilakukan untuk
mengidentifikasi kelainan anatomis yang menyebabkan terjadinya obstruksi.
Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik intrinsik yang didapat
antara lain batu saluran kemih, proses infeksi dan inflamasi, trauma, sloughed papillae (papilla ginjal yang
nekrosis dan terpisah dari jaringan sekitar yang disebabkan karena iskemia),
tumor (terutama pada ureter, vesica urinaria, dan urethra).
Batu saluran kemih
pada umumnya mengandung kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, sistin, silikat dan senyawa
lainnya. Data mengenai kandungan / komposisi zat yang terdapat pada batu sangat
penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
Keadaan yang
termasuk obstruksi mekanik ekstrinsik yang didapat antara lain pada perempuan
dapat terjadi bila ureter ditekan dari luar oleh tumor pelvis (myoma uteri,
karsinoma uteri). Obstruksi traktus urinarius pada perempuan yang lebih tua
paling sering terjadi akibat prolapnya struktur pelvis, seperti uterus dan
buli-buli. Kehamilan dapat menyebabkan obstruksi traktus urinarius pada
perempuan yang lebih muda akibat obstruksi ureter oleh uterus yang gravid. Pada
laki-laki, pembesaran prostat (BPH) dapat menyebabkan obstruksi traktus
urinarius dengan cara mengobstruksi uretra. Selain itu juga dapat diakibatkan
oleh striktur urethra, tumor (misalnya pada kolon atau rectum), fibrosis
retroperitoneal (terjadi fibrosis luas yang menyebabkan obstruksi terutama pada
ureter).
Gambar 1: Pembesaran Prostat pada BPH.
Keadaan yang termasuk obstruksi fungsional adalah buli-buli
neurogenik, yaitu keadaan dimana buli-buli tidak berfungsi dengan normal karena
kelainan neurologis dan dapat disebabkan oleh lesi pada otak, medulla spinalis,
segmen sakralis, dan sistem saraf perifer. Obstruksi buli-buli umumnya
disebabkan oleh lesi pada segmen sakralis dan sistem saraf perifer. Pasien
dapat merasakan buli-bulinya terisi penuh tetapi terjadi arefleksia yang
menyebabkan m.detrusor tidak berkontraksi sehingga tidak terjadi proses miksi.
Buli-buli akan mengalami overdistensi dan urin akan keluar secara paksa (overflow incontinence).
Riwayat pasien sangat membantu dalam mencari penyebab dari obstruksi,
yaitu riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu (diabetes, kalkuli,
tumor, radiasi, fibrosis retroperitoneal, penyakit neurologi), riwayat konsumsi
obat-obatan (antara lain, antikolinergik, narkotik), dan riwayat operasi
sebelumnya (operasi pelvis, radiasi). (Towsend MC. 2012.p.2052-9)
Gambar 2: Letak Batu Saluran Kemih.
Gambar 3: Striktur Urethra dengan
Pemeriksaan Retrograde Urethrogram.
3.
Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urine menyebabkan urine
mengalir balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal. Tetapi
jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan,
maka hanya satu ginjal yang rusak. Obstruksi parsial atau intermitten dapat
disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke
ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan
ureter atau berkas jaringan parut akibat obses atau inflamasi dekat ureter dan
menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk sudut
abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah yang menyebabkan
ureter kaku.
Pada pria lansia, penyebab tersering adalah
obstruksi uretra pada pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat.
Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urine di piala
ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini, atrofi
ginjal terjadi ketika salah satu ginjal mengalami kerusakan bertahap maka
ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi komensatori)
akhirnya fungsi renal terganggu (Smeltzer, 2001:1442).
4.
Manifestasi Klinis
Obstruksi
traktus urinarius dapat menyebabkan bermacam-macam gejala, mulai dari
asimptomatis sampai kolik renal. Hal ini dipengaruhi oleh:
a. Berapa lama
obstruksi terjadi (akut atau kronis)
b. Letak obstruksi
c. Penyebab obstruksi
(intrinsik atau ekstrinsik)
d. Obstruksi total atau
parsial
Bila obstruksi terjadi di traktus urinarius bagian atas (ginjal,
ureter), manifestasinya berupa nyeri pinggang yang bisa menjalar ke punggung
atau testis dan labia ipsilateral. Mual dan muntah juga sering terjadi,
terutama pada obstruksi akut. Jika terjadi infeksi, pasien dapat mengeluh
demam, menggigil, dysuria dan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri
ketok costovertebra angle (CVA) bila terjadi pielonefritis. Hematuria juga
dapat terjadi. Jika obstruksi terjadi bilateral dan parah, dapat terjadi gagal
ginjal yang berakibat pada uremia. Uremia memiliki gejala yaitu rasa lemas,
edema perifer, dan penurunan kesadaran.
Bila obstruksi terjadi traktus urinarius bagian bawah (buli-buli,
urethra), manifestasinya berupa gangguan miksi, seperti urgensi, frekuensi,
nokturia, inkontinensia, hesitansi, aliran yang berkurang, urin yang menetes
(post void dribbling) dan perasaan kurang tuntas seusai berkemih. Nyeri
suprapubik atau buli-buli yang teraba merupakan tanda retensi urin. (Sjamsuhidajat
R, 2004 : 431 –
432)
5.
Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan
laboratorium dan radiologis. Bila ditemukan leukositosis pada pemeriksaan darah
menunjukkan adanya infeksi. Anemia dapat terjadi pada proses akut (kehilangan
darah bila terjadi hematuria) dan kronik (insufisiensi renal kronik,
malignansi).
Urinalisis dapat berguna untuk
menunjukkan adanya infeksi atau hematuria. Ditemukannya leukosit pada urin
menunjukkan proses inflamasi atau infeksi. Ditemukannya nitrit atau leukosit
esterase pada urin menunjukkan adanya infeksi. Setiap urin yang mengandung
leukosit atau nitrit sebaiknya dikirim untuk analisis kultur dan sensitivitas
antibiotik. Bakteri penghasil nitrit misalnya E. coli, Kleebsiella, Enterobacter, Pseudomonas. Leukosit esterase
dihasilkan ketika leukosit mengalami lisis. Adanya leukosit esterase menandakan
terjadinya pyuria. Ditemukannya eritrosit pada urin dapat menunjukkan adanya
infeksi, batu maupun tumor. Suatu sampel dikatakan positif hematuria
mikroskopik bila eritrosit > 2 sel/lapang pandang. Bisa diperiksa juga pH
urin pada kasus batu saluran kemih untuk membedakan jenis batu. Batu kalsium
oksalat, kalsium fosfat, struvit dan staghorn akan menmberikan hasil pH yang
lebih alkali
sedangkan pada batu asam urat dan sistin akan memberikan
pH yang lebih asam.
Untuk pemeriksaan tambahan atau jika
akan dilakukan pemeriksaan radiologis dengan kontras, dapat dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Pemeriksaan radiologis yang dapat
dilakukan antara lain intravenous pyelography (IVP), USG, dan CT scan.
IVP dilakukan dengan cara memasukkan
kontras ke dalam vena. Tujuan IVP adalah untuk mendeteksi adanya obstruksi pada
pasien dengan fungsi ginjal yang normal, tidak alergi dengan kontras dan tidak
sedang hamil. IVP dapat menilai anatomi dan fungsi dari organ traktus urinarius
yang mengalami obstruksi.
Pada obtruksi
urinarius yang akut maka pada IVP akan terlihat:
(a). Obstruksi
nefrogram
(b). Terlambatnya
pengisian kontras pada system urinarius
(c). Dilatasi dari
system urinarius, mungkin juga terjadi ginjal membesar
(d). Dapat juga
terjadi ruptur fornix akibat extravasasi traktus urinarius
Pada kasus obstruksi ureter yang kronis maka biasanya terlihat
dilatasi ureter, berliku-liku, dan contras mengumpul pada daerah ureter yang
mengalami obstruksi. Pada ginjal dapat terlihat parenkimnya menipis (baik
segmental maupun komplet), kaliks nampak seperti bulan sabit, dan nafrogramnya
nampak menggembung.
USG merupakan alat pemeriksaan yang
baik untuk pemeriksaan awal. Pemeriksaan USG terutama sangat berguna pada
pasien yang alergi terhadap kontras IVP, hamil atau kreatinin meningkat karena
USG tidak menggunakan kontras, radiasi, dan tidak bergantung pada fungsi
ginjal. USG sensitif untuk melihat massa parenkim ginjal, hidronefrosis,
distensi buli-buli, dan batu ginjal.
CT Scan berguna
untuk memberikan informasi tentang detail anatomis mengenai traktus urinarius
dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan
proses intraabdominal lain sebagai penyebab gejala yang ada (misal:
appendisitis, kolesistitis, diverticulitis). (Blandy J, 2009 : 77-89)
Gambar 4: CT Scan
Non Kontras pada Urolithiasis.
6.
Komplikasi
Menurut Kimberly (2011) obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan
komplikasi sebagai berikut:
a.
Batu ginjal. Adanya obstuksi dalam
hidronefrosis menyababkan pengeluaran urin terganggu atau bahkan menjadi
statis. dengan adanya kondisi tersebut, maka fungsi ginjal untuk
mengekskresikan zat yang dapat membentuk kristal secara berlebihan terganggu,
hal itu menyababkan zat tersebut mengendap dan mengkristal, dan lama-kelamaan
dapat mengakibatkan batu ginjal
b. Sepsis.
dengan adanya hidronefrosis maka potensi untuk terjadinya infeksi sangat dapat
terjadi akibat kuman dapat masuk ke saluran urinari, kemudian kuman teresbut
dapat masuk ke pembuluh darah yang dapat mengakibatkan septikemia
c. Hipertensi
renovaskuler. Pada keadaan hidronefrosis yang parah yang mengakibatkan perfusi
renal yang buruk maka akan terjadi sekresi sejumlah besar renin yang berfungsi
dalam pelepasan angiostensin. Angiostensin akan merangsang pengeluaran hormon
adolsteron yang membuat tubula menyerap banyak natrium dan air sehingga
meningkatkan volume dan tekanan darah. Akibat hidronefrosis maka akan terjadi
perubahan respon terhadap resitensi vaskular dan fungsi renal yang
mengakibatkan ginjal mengalami hipertensi renovaskular.
d. Nefropati
obstruktif. Adanya hidronefrosis menyebabkan perubahan stuktur anatomi disertai
penurunan fungsi ginjal
e. Pielonefritis.
Hidronefrosis bisa menyebabkan infeksi ginjal (pionefritis). Aliran balik urin yang membawa kuman dari saluran
urinari yang
dapat mengkaibatkan infeksi pada ginjal
f. Ileus
paralitik. Hidronefrosis yang parah dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
elektroli. Adanya ketidakseimabangan tersebut dapat menimbulkan penurusan
fungsi kerja peristaltik usus sehingga usus dapat mengalami ilius paralitik.
7.
Terapi
Pengobatan dan indikasi untuk menghilangkan obstruksi
traktus urinarius tergantung dari penyebab dan tingkat obstruksinya. Penanganan dari
obstruksi tergantung dari penyebab obstruksi. Beberapa penanganan tersebut
adalah :
(Sjamsuhidajat
R, 2004 : 431 –
432)
a.
Penaganan
obstruksi karena batu
1)
ESWL
(Extracorporeal shockwave lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang
diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah
batu ginjal, batu ureter proksimal, atau buli-buli tanpa melalui tindakan
invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan
batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan
hematuria.
Gambar 5: Prosedur
ESWL.
2)
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan
invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah
batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui urethra
atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukanm secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang
suara atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
3)
PNL
(Percutaneous Nephro Litholapaxy) : yaitu mengeluarkan batu yang berda di dalam
saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui
insisi pada kulit.Batu kemudian dikeluarkan atau dip[ecah terlebih dahulu
menjadi fragmen-fragmen kecil.Litotripsi : yaitu memecah batu buli-buli atau
batu urethra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam
buli-buli. Pemecah batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
4)
Ureteroskopi
atau uretero-renoskopi
Yaitu
memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem
pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam
ureter maupun sistem pelvikalikes dapat dipecah melalui tuntuan ureteroskopi / ureterorenoskopi
ini.
5)
Ekstraksi
dormia
Yaitu
mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang dormia
6)
Bedah
laparaskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil
batu saluran kemih saat ini sedang berkambang. Cara ini banyak dipakai untuk
mengambil batu ureter.
7)
Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai
fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparaskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan
terbuka itu antara lain adalah : pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal
karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran
kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
b.
Penanganan
obstruksi karena striktura
Tindakan khusus yang dilakukan
terhadap striktura urethra adalah :
1)
Businasi
(dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang
kasar tambah akan merusak urethra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
akhirnya menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat
menimbulkan salah jalan (false route).
2)
Uretrolitotomi
interna : yaitu memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau Otis atau dengan
pisau Sache. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total, sedangkan pada
striktura yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakansecara visual dengan
memakai pisau sachse.
3)
Uretrotomi
eksterna adalah tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,
kemudian dilakukan anstomosis di antara jaringan uretra yang masih sehat.
8.
Prognosis
Prognosis dari obstruksi traktus
urinarius bergantung pada penyebab, lokasi, derajat dan durasi obstruksi, dan
ada atau tidaknya infeksi. Prognosis akan lebih baik bila fungsi ginjal tidak
mengalami penurunan, tidak terjadi infeksi, dan obstruksi teratasi. (Blandy J, 2009 : 77-89)
9.
Pencegahan
Pencegahan Obstruksi Saluran Kemih terdiri
dari pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama, pencegahan sekunder
atau pencegahan tingkat kedua, dan pencegahan tersier atau pencegahan tingkat
ketiga. Tindakan pencegahan tersebut antara lain :
a. Pencegahan Primer (Timmreck,
T.C., 2004).
Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk
mencegah agar tidak terjadinya penyakit Obstruksi Saluran Kemih dengan cara
mengendalikan faktor penyebab dari penyakit Obstruksi Saluran Kemih. Sasarannya
ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum pernah menderita penyakit Obstruksi
Saluran Kemih. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan
kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya adalah untuk menghindari
terjadinya penyakit Obstruksi Saluran Kemih, dianjurkan untuk minum air putih
minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih dapat meningkatkan aliran kemih
dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih. Serta olahraga yang
cukup terutama bagi individu yang pekerjaannya lebih banyak duduk atau statis.
b.
Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk
menghentikan perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya
komplikasi. Sasarannya ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit Obstruksi
Saluran Kemih. Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak
dini. Diagnosis Batu Saluran Kemih dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
fisik, laboraturium, dan radiologis.
Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada
daerah organ yang bersangkutan : (Bahdarsyam., 2001)
1)
Keluhan lain selain nyeri kolik
adalah takikardia, keringatan, mual, dan demam (tidak selalu).
2)
Pada keadaan akut, paling
sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul (flank tenderness), hal
ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter
menuju kandung kemih.
Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah
terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan
bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH
urine harus diuji karena batu sistin dan asam urat dapat terbentuk jika nilai
pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk
pada pH urine lebih dari 7,2. (Sloane E., 2003).
Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan
beberapa tindakan radiologis yaitu: (Tjokronegoro A dan Utama H., 2003)
1)
Sinar X abdomen
Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih.
Dimana dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan
klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan
jenis batu struvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan
batu di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.
2)
Intravenous Pyelogram (IVP)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika
IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi
retrograd.
3)
Ultrasonografi (USG)
USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya
obstruksi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan
pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini
adalah kesulitan untuk menunjukan
batu ureter, dan tidak dapat membedakan klasifikasi batu.
4)
Computed Tomographic (CT) scan
Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang
ukuran dan lokasi batu.
c.
Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk
mencegah agar tidak terjadi komplikasi sehingga tidak berkembang ke tahap
lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Sasarannya ditujukan kepada orang
yang sudah menderita penyakit Obstruksi Saluran Kemih agar penyakitnya tidak
bertambah berat. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti
konseling kesehatan agar orang tersebut lebih memahami tentang cara menjaga
fungsi saluran kemih terutama ginjal yang telah rusak akibat dari Obstruksi
Saluran Kemih sehingga fungsi organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak
terjadi kekambuhan penyakit Obstruksi Saluran Kemih , dan dapat memberikan
kualitas hidup sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya. (Timmreck, T.C.,
2004).
B.
Konsep Dasar Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Demografi
1) Ditemukan pada laki-laki di atas
usia 60 tahun
2) Perempuan lebih banyak terjadi
daripada laki-laki
3) Pekerjaan yang meningkatkan statis
urine (sopir, sekretaris, dll)
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat
gout, riwayat pembedahan
2) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout,
diabetes
c. Data fokus
1) Makanan atau cairan
Gejala
•
Mual/muntah, nyeri tekanan abdomen
•
Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan
cukup
Tanda
•
Distensi abdominal, penurunan/tidak ada usus
•
Muntah
2) Aktivitas dan istirahat
Gejala
•
Pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi
•
Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan kondisi sebelumnya
3) Eliminasi terutama BAK
•
Gejala : Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh
•
Tanda : Oliguri, hematuri, pluria, perubahan pola berkemih
4) Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal),
kulit hangat dan kemurahan, pucat
5) Nyeri/kenyamanan
•
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada
lokasi obstruksi, contoh : pada panggul diregio sudut kortovertebral dan
menyebar ke punggung, abdomen dan turun kelipatan paha
•
Tanda : melindungi perilaku distriksi, nyeri tekan pada area
ginjal yang dipalpasi
6) Keamanan
Gejala : menggigil, demam
7) Persepsi diri
Gejala : kurang pengetahuan, gangguan body image
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
•
Darah : hematologi; GD I/II, BGA
•
Urine : kultur urine, urine 24 jam
2) Radiodiagnostik
•
USG/CR abdomen
•
BNO IVP
•
Renogram / RPG
•
Poto thorax
3) ECG
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan adanya tekanan di ginjal yang meningkat
b. Gangguan perubahan eliminasi urine
berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat mual, muntah
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
3.
Intervensi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan adanya tekanan ginjal yang meningkat
Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang
Kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan
spasme terkontrol, tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat
Intervensi:
1) Catat lokasi, lamanya, intensitas
dan penyebaran, pertahankan TTV
Rasional : bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan
gerakan kalkulus
2) Bantu dan dorong penggunaan nafas,
berfokus bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik
Rasional : memberikan kesempatan untuk pemberian perhatian
dan membantu relaksasi otot
3) Dorong dengan ambulasi sesuai
indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari
Rasional : hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah
statis urine dan mencegah pembentukan batu
4) Perhatikan keluhan penambahan /
menetapnya nyeri abdomen
Rasional : obstruksi dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine ke dalam arca perianal
5) Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : biasanya diberikan sebelum episode akut untuk
meningkatkan relaksasi otot / mental
b. Gangguan perubahan eliminasi urine
berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
Tujuan : dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa ½ – 1 ml
/ kgbb / jam
Kriteria hasil : tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi
1) Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri darah dan
membantu lewatnya batu
2) Tentukan pola berkemih normal dan
perhatikan variasi
Rasional : biasanya frekuensi meningkat bila kalkulus
mendekati pertemuan uretrovesikal
3) Observasi perubahan status mental,
perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional : akumulasi sisa berkemih dan ketidakseimbangan
elektrolit dapat menjadi toksik di ssp
4) Catat Px laboratorium, ureum,
creatinin
Rasional : peningkatan ureum, creatinin mengindikasikan
disfungsi ginjal
5) Amati keluhan Vu penuh, palpasi
untuk distensi suprabubik, pertahankan penurunan keluaran urine
Rasional : retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distansi
jaringan dan resiko infeksi, gagal ginjal
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual, muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, tidak mengalami
tanda malnutrisi lebih lanjut
Intervensi
1) Kaji dan catat pemasukan diet
Rasional : Membantu mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan diet
2) Berikan makan sedikit tapi sering
Rasional : Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan
status uremik
3) Timbang BB setiap hari
Rasional : Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan
perpindahan keseimbangan cairan
4) Awasi Px lab, contoh BUN, albumin
serum, natrium, kalium
Rasional : indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan aktivitas
terapi
5) Berikan / Kolaborasi obat
antidiuretik
Rasional : Menghilangkan mual, muntah, meningkatkan
pemasukan oral
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
Intervensi :
1) Tingkatkan cuci tangan yang baik
pada pasien dan perawat
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang
2) Bantu nafas dalam, batuk dan
pengubahan posisi
Rasional : mencegah atelektosis dan kemobilisasi secret
untuk menurunkan resiko infeksi
3) Kaji integritas kulit
Rasional : ekskorisasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi
sekunder
4) Awasi tanda vital
Rasional : demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan
adalah tanda peningkatan laju metabolik dan proses inflamasi
5) Awasi Px lab, contoh SDP dengan
diferensial
Rasional : SDP meningkat mengindikasi infeksi
4.
Implementasi
Pada tahap dilakukan pelaksanaan dan
perawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien
secara optimal. Pelaksanaannya adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan:
a. Secara
mandiri (independen) adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat
untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena
adanya stresor (penyakit) misalnya:
1) Membantu
pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari
2) Memberikan
dorongan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar.
b. Secara
ketergantungan/kolaborasi (interdependen), adalah tindakan keperawatan atas
dasar kerjasama tim perawatan atau tim kesehatan lainnya misalnya dalam hal
pemberian obat sesuai instruksi dokter, pemberian infus: tanggung jawab perawat
kapan infus itu terpasang.
5.
Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan salah satu
alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan keperawatan terhadap pasien.
Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat
dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan
evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat
mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Obstruksi traktus
urinarius merupakan terhambatnya aliran urin dari ginjal yang bisa disebabkan
oleh berbagai macam etiologi. Obstruksi ini dapat terjadi pada seluruh bagian
traktus urinarius, termasuk pelvis renalis, ureter, buli-buli dan urethra.
Secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih
sempit daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal
dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu
antara lain adalah : pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter (UPJ),
tempat arteri menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter
masuk ke buli-buli (UVJ).
Obstruksi traktus
urinarius dapat menyebabkan bermacam-macam gejala, mulai dari asimptomatis
sampai kolik renal. Hal ini dipengaruhi oleh berapa lama obstruksi terjadi
(akut atau kronis), letak obstruksi, penyebab obstruksi (intrinsik atau
ekstrinsik), dan obstruksi total atau parsial.
Penanganan dari
obstruksi tergantung dari penyebab obstruksi. Prognosis dari obstruksi traktus
urinarius tergantung pada penyebab, lokasi, derajat dan durasi obstruksi, dan
ada atau tidaknya infeksi.
B.
Saran
Agar bisa melakukan asuhan
keperawatan profesional pada kasus Obstruksi saluran kemih, sudah sepantasnya rekan-rekan mahasiswa
terlebih dahulu memahami pengertian, tanda dan gejala hingga penatalaksanaan
pada kasus Obstruksi saluran kemih. Selain itu agar mampu memberikan aplikasi
di pelayanan keperawatan mahasiswa harus memahami penatalaksanaan dari
masing-masing kasus Obstruksi saluran kemih. Pemahaman tentang sebuah kasus
akan sangat membantu mahasiswa dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero M. 2008. Seri
Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Blandy J,
Kaisary A. Lecture notes: urology. 6th ed. West Sussex:
Blackwell.2009.p.77-89, 174-98.
Brunicardi DC,
Andersen DK. Schwartz’s principle of surgery. 10th ed. New
York: McGraw-Hill.2014.p.1176,
1661-2,1665.
Effendi
Jefri, 2007. Lower Urinary Track Infections. BAG/SMF Ilmu Bedah FK Unsyiah/ RSU ZA : Banda Aceh
Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita
Selekta Penyakit : Dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.
Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar – Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.
Sjamsuhidajat
R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit EGC.2004.h.431-3.
Sloane E., 2003. Anatomi
dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G
Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8.
Jakarta: EGC.
Tjokronegoro A dan Utama H., 2003. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit FK UI, Jakarta
Towsend MC. Sabiston textbook of surgery. 19th
ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier.2012.p.2052-9.
Timmreck, T.C., 2004. Epidemiologi:
Suatu Pengantar. Edisi 2. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Obstruksi Saluran Kemih“ yang merupakan
salah satu persyaratan akademik dalam pelaksanaan pendidikan di Stikes Prima
Bone sudah terselesaikan.
Dalam penyusunan tugas ini kami berusaha
semaksimal mungkin namun kemampuan kami sangat terbatas, sehingga penyusunan
tugas ini jauh dari sempurna, dan kami menyadari akan segala kekurangan dalam
penyusunan tugas ini.
Kami mengharap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas makalah ini dan kesempatan
penulis selanjutnya.
Kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.Semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.Semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Watampone, 18
Maret 2016
Kelompok 5
|
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................. 2
C.
Tujuan
Penulisan................................................................... 2
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Medis .......................................................... 3
1.
Pengertian..................................................................... 3
2.
Etiologi......................................................................... 4
3.
Patofisiologi.................................................................. 6
4.
Manifestasi Klinis......................................................... 7
5.
Pemeriksaan
Diagnostik............................................... 8
6.
Komplikasi ................................................................... 10
7.
Terapi............................................................................ 11
8.
Prognosis ..................................................................... 13
9.
Pencegahan...................................................................
B.
Konsep Dasar Keperawatan................................................. 11
1.
Pengkajian.................................................................... 11
2.
Diagnosa
Keperawatan................................................. 12
3.
Intervensi Keperawatan................................................ 13
4.
Implementasi................................................................ 15
5.
Evaluasi........................................................................ 15
BAB
III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 20
B.
Saran..................................................................................... 20
DAFTAR
PUSTAKA
|
No comments:
Post a Comment