STRATEGI PENANGGULANGAN PENGANGGURAN DALAM ISLAM
Makalah Di ajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam
Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri
(STAIN)
Watampone
Disusun Oleh:
Kelompok 8
1.
Wahdania
2.
Resky
Amelia
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
W
A T A M P O N E
|
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah... Segala puji dan
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara alam semesta
ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Strategi Penanggulangan Pengangguran Dalam Islam”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman
termasuk kita semua.
Makalah ini kami susun sebagai bahan
diskusi bagi mahasiswa untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Makro Islam di
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone. Dan diharapkan dengan
disusunnya makalah ini akan menjadi acuan untuk mendukung proses perkuliahan.
Disadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan
pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan masukan yang
sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak
terima kasih kepada Dosen Pembina yang telah memberi arahan untuk membuat
Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima
kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.
Watampone, 22 Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................. 3
C.
Tujuan
Penulisan................................................................... 3
BAB II... PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Pengangguran............................................... 4
B.
Pengangguran dalam
Perspektif Islam................................. 12
C.
Strategi dalam Mengatasi Pengangguran Menurut
Islam..... 15
BAB
III.. PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................... 19
B.
Saran..................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengangguran
merupakan istilah yang tidak asing lagi di setiap negara. Karena, pada dasarnya
pengangguran adalah suatu keadaaan yang tidak terelakkan keberadaannya, baik
itu di negara berkembang maupun di negara maju sekalipun. Tiap negara dapat memberikan definisi yang
berbeda mengenai definisi pengangguran. Pengangguran adalah suatu keadaan di
mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki
pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan.
Tingginya
tingkat pengangguran dalam suatu negara dapat membawa dampak negatif terhadap
perekonomian negara tersebut. Dimana, pengangguran akan menjadi beban
tersendiri, tidak hanya bagi pemerintah, namun juga berdampak terhadap
keluarga, lingkungan, dan lain sebagainya. Selain itu, tingginya tingkat pengangguran
di suatu negara, dapat pula meningkatkan jumlah kriminilatias, menambah
keresahan sosial, serta meningkatkan kemiskinan di dalam suatu negara. Apabila
ditelaah lebih lanjut, dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan suatu produk
dari kegagalan pasar dalam memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan
kebutuhan dari angkatan kerja, atau dengan kata lain jumlah lapangan pekerjaan
jauh lebih sedikit dari jumlah angkatan kerja yang tersedia.[1]
Selain
itu juga, pengangguran dapat disebabkan karena adanya pemutusan hubungan kerja
(PHK), karena perusahaan harus menutup/mengurangi tenaga kerjanya, untuk
meminimalisasi kerugian, ada juga karena keadaan suatu Negara yang kurang
kondusif, seperti situasi politik dalam negeri, yang berakibat pada, menurunnya
tingkat investasi asing, hal ini kemudian dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah. Disamping itu juga, pengangguran
juga disebabkan karena adanya inflasi, dimana sesuai dengan teori Philips, yang
mengatakan adanya hubungan antara tingkat pengangguran dengan inflasi, dimana
hubungan atau korelasinya bersifat negatif.
Hal
yang tidak kalah penting adalah tingkat pendidikan. Faktor pendidikan kemudian
memiliki peranan yang penting terhadap pengangguran. Dimana apabila pendidikan
suatu masyarakat rendah dapat berakibat pada meningkatnya tingkat pengangguran
di negara tersebut. Demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena
kurangnya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, skill dan keahlian.
Pengangguran
menjadi salah satu masalah besar yang dihadapi pemerintah saat ini. Setiap
tahun jumlah pengangguran mengalami tren peningkatan. Meski pemerintah
mengklaim telah berhasil mengurangi jumlah pengangguran sebanyak 70.000 orang
sepanjang tahun 2013, tapi jumlah tersebut masih sangat sedikit dibanding
dengan jumlah pengangguran di Indonesia saat ini yang mencapai 7,17 juta
angkatan kerja. Ketatnya persaingan dalam dunia kerja kadang menyebabkan
seseorang tidak mempedulikan lagi norma-norma agama. Bahkan sebagian orang
terperosok ke dalam dosa syirik seperti mendatangi dukun, ziarah ke makam yang
dianggap keramat dengan keyakinan agar dimudahkan untuk mendapat pekerjaan atau
agar karirnya lancar. Suap menyuap untuk mendapatkan posisi atau pekerjaan
tertentu seolah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat. Selain itu, maraknya
kriminalitas sering dikaitkan sebagai dampak banyaknya pengangguran dan kemiskinan.
Islam telah mengajarkan cara yang paling
ideal dalam mengatasi pengangguran. Suatu ketika datang kepada Rasulullah dari
kalangan Anshar untuk meminta-minta (pengemis). Lalu Rasulullah bertanya kepada
pengemis tersebut, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?” Pengemis itu
menjawab, “Saya mempunyai pakaian dan cangkir.” Kemudian Rasulullah mengambil
sebagian pakaian dan cangkir tersebut untuk dijual kepada para sahabat. Salah
seorang sahabat sanggup membeli barang-barang tersebut seharga dua dirham.
Selanjutnya Rasulullah membagi uang yang didapat tersebut untuk sebagian
dibelikan keperluan kebutuhan keluarga pengemis tersebut dan sebagian lagi
dibelikan kapak sebagai sarana untuk berusaha mencari kayu bakar. Akhirnya
dengan usahanya sang pengemis mendapatkan uang sebanyak sepuluh dirham.
Kisah ini mungkin sering kita dengar akan tetapi jarang kita mau mengambil hikmah untuk menganalisa suatu permasalahan hidup. Khusus dalam permasalahan pengangguran hal ini dapat menjadi cara yang ideal untuk diterapkan.
Kisah ini mungkin sering kita dengar akan tetapi jarang kita mau mengambil hikmah untuk menganalisa suatu permasalahan hidup. Khusus dalam permasalahan pengangguran hal ini dapat menjadi cara yang ideal untuk diterapkan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pengangguran?
2.
Bagaimana pandangan Islam dengan masalah
pengangguran tersebut?
3.
Bagaimanakah strategi penanggulangan
pengangguran menurut Islam?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi, jenis serta akibat
pengangguran.
2.
Untuk mengetahui pandangan Islam dengan masalah
pengangguran tersebut.
3.
Untuk mengetahui strategi penanggulangan
pengangguran menurut Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Pengangguran
1.
Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah suatu keadaan di mana
seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi
belum dapat memperolehnya. Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak secara
aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur. Pengangguran dapat
terjadi disebabkan oleh tidakseimbangan pada pasar tenaga kerja. Hal ini
menunjukkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah tenaga kerja
yang diminta.[2]
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang
mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Bagi
kebanyakan orang, kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan
tekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik
yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering
mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan
lapangan kerja. [3]
Selain itu pengangguran diartikan sebagai
suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin
mendapatkan pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan
secara internasional, yang dimaksudkan pengangguran adalah seseorang yang sudah
digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan
pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkannya. Pengangguran menunjukkan sumber daya yang terbuang. Para
pengangguran memiliki potensi untuk memberikan kontribusi pada pendapatan
nasional, tetapi mereka tidak dapat melakukannya. Pencarian pekerjaan yang
cocok dengan keahlian mereka adalah menggembirakan jika pencarian itu berakhir,
dan orang- orang yang menuggu pekerjaan di perusahaan yang membayar upah di
atas keseimbangan merasa senang ketika lowongan terbuka.[4]
Pengangguran atau tuna karya adalah
istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja,
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang
berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Penggauran umumnya disebabkan karena
jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah
lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi
masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya
kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.[5]
Tetapi, memang besar
kecilnya angka pengangguran sangat tergantung dari definisi atau
pengklasifkasian pengangguran. Setidak-tidaknya ada 2 besar utama klasifikasin
pengangguran, yaitu pendekatan angka kerja (labour
force appoarch) dan pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (labour
utilization appoarch).
a.
Pendekatan angkatan kerja (labour force
appoarch)
Pendekatan ini
mendefinisikan pengangguran sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja.
b.
Pendekatan pemanfaatan tenaga kerja (labour
utilization appoarch)
Dalam pendektan ini,
angkatan kerja dibedakan menjadi 3 kelompok
1) Menganggur yaitu mereka
yang sama sekali tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini
sering disebut juga pengangguran terbuka (open unimploment).
Berdasarkan definisi ini tingkatan pengangguran di indonesia umumnya relatf
rendah, yaitu 3%-5% pertahun.
2) Setengah menganggur
yaitu mereka yang bekerja, tetapi belunm dimanfaatkan secara penuh. Artinya jam
kerja mereka dalam seminggu kurang 35 jam. Berdasarkan definisi ini tingkatan
pengangguran di indonesia relative tinggi, karena angkanya sekitar 34%
pertahun.
3) Bekerja penuh yaitu
orang-orang yang bekerja penuh atau jam kerjanya mencapai 35 jam pertahunnya.[6]
2.
Jenis pengangguran
Dalam studi ekonomi
makro yang lebih lanjut, pembahasan masalah pengangguran akan dilakukan lebi
spesifik dan cermat. Misalnya, akann dibahas apakah pengangguran yang terjadi
merupakan pengangguran sukarela (voluntary unemployment) atau
pengangguran dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran
sukarelaadalah pengangguran yang bersifat sementara, karena seseoran ingin
mencari pekerjaan yang lebih baik atau lebih cocok. Pengangguran dukalara
adalah pengangguran yang terpaksa diterima oleh seseorang, walaupun sebenarnya
dia masih ingin bekerja. Pengangguran sukalara dan dukalara erat kaitannya
dengan jenis-jenis pengangguran berikut ini.
a. Pengangguran Friksional
Pengangguran friksional
merupakan perputaran formal tenaga kerja. Seorang pemuda yang memasuki angkatan
kerja mencari pekerjaan. Orang meninggalkan pekerjaannya karena berbagai
alasan. Beberapa orang keluarkarena tidak puas dengan kondisi kerjanya: ada
juga yang keluar karena dipecat. Apapun alasannya, mereka harus mencari
pekerjaan, yang memerlukan waktu. Orang yang menganggur selama mencari
pekerjaan dikatakan menganggur secara friksional. Pengangguran friksional akan
tetap ada meskipun struktur pekerjaan menurut keterampilan, industry, jenis
pekerjaan dan lokasinya tidak berubah.
b. Pengangguran Stuktural
Dikatakan pengangguran
stuktural karena sifatnya yang mendasar. Pencari kerja tidak mampu memenuhi
persyaratkan yang di butuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia. Hal ini
terjadi dalam per ekonomian yang berkembang pesat. Makin tinggi dan rumitnya proses
produksi dan atau tekhnologi produksi yang di gunakan, menuntut persyaratan
tenaga kerja yang juga makin tinggi. Misalnya, tenaga kerja yang di butuhkan
untuk industry kimia menuntut persyaratan yang relative berat, yaitu pendidikan
minimal arjana muda (program D3), mampu menggunakan computer yang minimal
bahasa inggris.Dengan makin besarnya peranan makanisme pasar yang makin
mengglobal, maka toleransi terhadap kekurangan persyaratan tidak ada lagi.
Sepuluh atau dua puuh tahun yang lalu, seseorangyang tidak memenuhi persyaratan
yang yang di butuhkan masih dapat toleransi, selama kekurangannya hanya sedikit
. sebab penawaran tenaga kerja yang berkualitas baik relative sedikit di
bandinhkan kebutuhan, tetapi sekarang yang terjadi adalah kelebihan tenaga
kerja berkualitas. Jika tetap terjadi kekurangan . dapat di atasi dengan
mendatangkan tenaga kerja asing. Dilihat dari sifatnya pengangguran stuktural
lebih sulit di atasi di bandingkan pengangguran friksional. Selain membutuhkan
pendanaan yang besar, jug waktu yang lama. Bahkan untuk indonesia pengangguran
stuktural merupakan masalah besar di masa mendatang, jika tidak ada perbaikan
kualitas SDM.
c. Pengangguran Siklis (Cyclical
Unemployment)
Pengangguran siklis (cyclical
unemployment) atau pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang di
akibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian. Pada
waktu kegiatan ekonomi mengalami kemunduran , perusahaan-perusahaan harus
mengurangi kegiatan memproduksi. Dalam pelaksanaan bearati jam kerja di
kurangi, sebagaian mesin produksi tidak di gunakan, dan sebagian tenaga kerja
di berhentikan. Dengan demikian, kemunduran ekonomi akan menaikan jumlah dan
tingkat pengangguran tenaga kerja akan terus bertambah sebagai akibat
pertambahan penduduk. Apabila kemuduran ekonomi terus berlangsung sehingga
tidak dapat menyerap tambahan tenaga kerja, maka pengangguran konjuktur akan
menjadi bertambah serius. Ini berarti di perlukan kebijakan ekonomi guna
meningkatkan kegiatan ekonomi, dan harus diusahakan mnambah penyediaan
kesempatan tenaga kerja untuk tenaga kerja yang baru memasuki pasar tenaga
kerja (sebagai akibat bertambahnya penduduk). Pengangguran konjuktur hanya
dapat dikurangi atau di atasi masalahnya apabila pertumbuhan ekonomi yang
terjadi setelah kemunduran ekonomi cukup besar juga dapat menyediakan
kesempatan kerja baru yang lebih besar dari pertambahan tenaga kerja yang
terjadi.
d. Pengangguran Musiman
Pengangguran ini
berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama
terjadi di sector pertanian misalnya diluar musim tanam dan panen, petani
umumnya menganggur, sampai menunggu musim tanam dan panen berikutnya.[7]
3.
Akibat
Pengangguran
Beberapa akibat buruk dari pengangguran
dibedakan kepada dua aspek dimana dua aspek tersebut yaitu :[8]
a.
Akibat buruk ke atas kegiatan perekonomian
Tingkat pengangguran yang relatif tinggi tidak memungkinkan masyarakat
mencapai pertumbuhan ekonomi yang teguh. Hal ini dapat dengan jelas dilihat
dari memperlihatkan berbagai akibat buruk yang bersifat ekonomi yang
ditimbulkan oleh masalah pengangguran. Akibat-akibat buruk tersebut dapat
dibedakan sebagai berikut :
1)
Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak memaksimumkan tingkat
kemakmuran yang mungkin dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa
menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih
rendah daripada pendapatan pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya).
Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
2)
Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang.
Pengangguran diakibatkan oleh tingkat kegiatan ekonomi yang rendah, dan dalam
kegiatan ekonomi yang rendah pendapatan pajak pemerintah semakin sedikit. Jika
penerimaan pajak rendah, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan
berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
3)
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran
menimbulkan dua akibat buruk kepada kegiatan sektor swasta. Yang pertama,
pengangguran tenaga buruh diikuti pula oleh kelebihan kapasitas mesin-mesin
perusahaan. Kedua, pengangguran yang diakibatkan keuntungan kelesuan berkurang.
Kegiatan Keuntungan perusahaan yang rendah menyebabkan mengurangi keinginan
untuk melakukan investasi.
b.
Akibat buruk ke atas individu dan masyarakat
Pengangguran akan mempengaruhi kehidupan
individu dan kestabilan sosial dalam masyarakat. Beberapa keburukan sosial yang
diakibatkan oleh pengangguran adalah :
1)
Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencarian dan pendapatan.
2)
Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan. Keterampilan
dalam mengerjakan suatu pekerjaan hanya dapat dipertahankan apabila
keterampilan tersebut digunakan dalam praktek.
3)
Pengangguran dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik.
Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan rasa
tidak puas masyarakat kepada pemerintah.
4.
Peran Pemerintah Dalam
Mengatasi Pengangguran
Secara umum cara
mengatasi pengangguran adalah dengan meningkatkan investasi, meningkatkan
kualitas SDM, transfer teknologi dan penemuan teknologi baru, pembenahan
perangkat hukum dalam bidang ketenagakerjaan, dan lainlain. Secara teknis
kebijakan upaya-upaya ke arah itu dapat ditempuh dengan berbagai kebijakan
misalnya :
a. Menyelenggarakan bursa
pasar kerja
Bursa tenaga kerja adalah penyampaian informasi
oleh perusahaan-perusahaan atau pihak-pihak yang membutuhkan tenaga kerja
kepada masyarakat luas. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar terjadi komunikasi
yang baik antara perusahaan dan pencari kerja. Selama ini banyak informasi
pasar kerja yang tidak mampu tersosialisasikan sampai ke masyarakat, sehingga
mengakibatkan informasi lowongan kerja hanya bisa diakses oleh golongan tertentu.
b. Menggalakkan kegiatan
ekonomi informal
Kebijakan yang memihak kepada pengembangan
sektor informal, dengan cara mengembangkan industri rumah tangga sehingga mampu
menyerap tenaga kerja. Dewasa ini telah ada lembaga pemerintah yang khusus
menangani masalah kegiatan ekonomi informal yakni Departemen Koperasi dan UKM.
Selain itu dalam pengembangan sektor informal diperlukan keterpihakan dari
Pemda setempat.
c. Meningkatkan
keterampilan tenaga kerja
Pengembangan sumber daya manusia dengan
peningkatan keterampilan melalui pelatihan bersertifikasi internasional.
Berdasarkan survei tentang kualitas Tenaga Kerja menunjukkan bahwa ranking
Human Development Index Indonesia di Asia pada tahun 2000 berada di peringkat
110. Sementara negara lain seperti Vietnam ada diperingkat 109, Filipina (77),
Thailand (69), Malaysia (59), Brunei Darussalam (32), Singapura (25), Jepang
(9). Data ini menunjukkan rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga
peningkatan keterampilan mereka menjadi sangat perlu dilakukan.
d. Meningkatkan mutu
pendidikan
Mendorong majunya
pendidikan, dengan pendidikan yang memadai memungkinkan seseorang untuk
memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik. Dewasa ini sesuai dengan perintah
undang-undang, pemerintah diamanatkan untuk mengalokasikan dana APBN sebesar
20% untuk bidang pendidikan nasional.
e. Mendirikan pusat-pusat
latihan kerja
Pusat-pusat latihan
kerja perlu didirikan untuk melaksanakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi
formasi yang ada.
f. Meningkatkan pertumbuhan
ekonomi
Pemerintah perlu terus
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga akan memberikan peluang bagi
penciptaan kesempatan kerja.
g. Mendorong investasi
Pemerintah perlu terus
mendorong masuknya investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk
menciptakan kesempatan kerja di Indonesia.
h. Meningkatkan
transmigrasi
Transmigrasi merupakan
langkah pemerintah meratakan jumlah penduduk dari pulau yang
berpenduduk padat ke pulau yang masih jarang
penduduknya serta
mengoptimalkan sumber kekayaan alam yang ada.
i.
Melakukan deregulasi dan debirokrasi
Deregulasi dan
debirokrasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi
baru. Deregulasi artinya adalah perubahan peraturan aturan main terhadap
bidang-bidang tertentu. Deregulasi biasanya ke arah penyederhanaan peraturan.
Debirokrasi artinya perubahan struktur aparat pemerintah yang menangani
bidang-bidang tertentu. Debirokrasi biasanya ke arah penyederhanaan jumlah
pegawai/lembaga pemerintah yang menangani suatu urusan tertentu.
j.
Memperluas lapangan kerja
Perluasan kesempatan
kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru terutama yang bersifat
padat karya. Dengan adanya era perdagangan bebas secara regional dan
internasional sebenarnya terbuka lapangan kerja yang semakin luas tidak saja di
dalam negeri juga ke luar negeri. Ini tergantung pada kesiapan tenaga kerja
untuk bersaing secara bebas di pasar tenaga kerja internasional.[9]
B.
Pengangguran
dalam Perspektif Islam
Definisi pengangguran sebagaimana yang ada
dalam ekonomi konvensional yang membatasi penganggur hanya pada pencari kerja
yang tidak mendapatkan pekerjaan, adalah definisi yang sangat sempit bila
dilihat dari kaca mata ajaran islam tentang kerja. Dalam perspektif islam kerja
(‘amal) menyangkut segala aktifitas kegiatan manusia baik yang bersifat
badaniyah maupun rohaniyah yang dimaksudkan untuk mewujudkan atau menamba suatu
manfaat yang dibolehkan secara syar’i. Ketika seseorang tidak mau mempergunakan
potensinya maka itulah pengangguran yang amat membaayakan diri dan masyarakat.
Secara moralislam orang yang demikian adala menganggur yang memikul dosa.
Sedangkan yang terus memfungsikan potensinya baik modal,tenaga maupun
pikirannya tidak termasuk kategori mengnggur yang menyalahi agama islam. Ketika
seseorang tidak bekerja namun ia masih terus berfikir keras bagaimana bisa
memproduktifitaskan dirinya sehingga bisa mengasilkan kerja yang produktif maka
ia secara moral islam memenuhi kewajiban kerja dalam islam dan tidak menanggung
dosa pengangguran.[10]
Dalam
literatur ekonomi umum, tidak di temukan aturan yang mewajibkan seseorang harus
berpartisipasi aktif dalam pasar tenaga kerja. Karena bekerja atau tidak adalak
hak seorang individu. Kebanyakan faktor yang menjadikan individu memutuskan
bekerja atau menganggur adalah upah atau gaji. Sedangkan dalam islam, selain
faktor materi ada pula nilai-nilai moral yang harus diperhatikan oleh seseorang
dalam mengambil keputusan. Upah atau gaji pasti dibutuhkan oleh setiap orang
untuk memenuhi kehidupan diri dan keluarganya meskipun allah telah menjamin
memberikan rizki kepada semua makhluk yang telah di ciptakan.
“Dan
tidak ada satu hewan melatapun di bumi melainkan allah-lah yang memberi
rizkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semua tertulis dakam kitab yang nyata (laukhil mahfuzd)” QS. Huud ayat 6
Walaupun
dalam ayat tersebut Allah telah menjaminnya, tetepi hal itu bukan berarti tanpa
ada persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat yang paling penting adalah usaha
kita dalam mencari rizki yang di janjikan oleh allah, karena allah telah
membuat sistem yaitu siapa yang bekerja maka dialah yang mendapat rizki dan
siapa yang berpangku tangan akan kehilangan rizki.[11]
Bermalas-malasan
atau menganggur selain mendatanggan efek negative bagi pelaku secara langsung,
juga akan mendatangkan dampak tidak langsung terhadap perekonomian. Karena
pengangguran akan mengakibatkan ketidak optimalnya tingkat pertumbuhan ekonomi
akibat sebagian potensi faktor produksi yang tidak termanfaatkan. Kelompok
pengangguran akan menggantungkan hidupnya pada orang-orang yang produktif yang
menjadikan angka ketergantungan meningkat yang akibatnya merosotnya pendapatan
perkapita.
Islam
mendorong pemeluknya untuk berproduksi dan menekuni aktivitas ekonomi dalam
segala bentuk seperi pertanian, penggembalaan, berburu, industri, berdagang
dll. Islam tidak semata-mata memerintahkan untuk bekerja, tetapi bekerja harus
dengan baik (ihsan) penuh ketekunan dan prefesional. Ihsan dalam bekerja
merupakan kewajiban yang wajib di lakukan oleh setiap muslim.
“Sesungguhnya
allah mencintai jika seorang melakukan pekerjaaan yang di lakukan secara itqam
(prefesional)” HR. Baihaqi
Menurut
Qaradhawi (2005:6-8) pengangguran dapat di bagi menjadi dua, yaitu pengangguran
jabariyah (karena terpaksa) dan pengangguran khiyariyah (karena pilihan). Kedua
jenis pengangguran ini mempunyai posisi dan hukumnya masing-masing dalam
syari’ah.
1.
Pengangguran Jabariyah
(karena terpaksa)
Adalah pengangguran dimana seorang tidak mempunyai
hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa menerimanya. Pengangguran
seperti ini umumnya terjadi karena seseorang yang tidak mempunyai keterampilan
sedikitpun, yang sebenarnya bisa digali dan di pelajari sejak kecil. Atau dia
mempunyai keterampilan tetapi itu semua tidak berguna kerena berubahnya
lingkungan dan zaman. Atau dia sudah mempunyai keterampilan akan tetapi dia
tidak dapat memanfaatkan karena kurangnya alat atau modal yang di butuhkan.
Contoh ada seseorang yang ahli dalam bertani, tetapi dia tidak mempunyai alat
untuk membajak ataupun sepetak lahan untuk dia garap.
2.
Pengangguran Khiyariyah
(karena pilihan).
Adalah
seseorang yang mempunyai potensi dan kemampuan untuk bekerja tetapi memilih
untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan sehingga menjadi beban bagi orang
lain. Dia tidak mengusahakan suatu pekerjaan sehingga menjadi “sampah masyarakat”. Islam sangat memerangi
orang-orang seperti ini, walaupun dari mereka ada yang mengatakan bahwa mereka
meninggalkan pekerjaan dunia untuk menkonsentrasikan diri untuk beribadah
kepada Allah.
Adanya pengangguran di kelompokkan
menjadi dua ini berkaitan erat dengan solusi yang di tawarkan islam dalam
mengatasi pengangguran. Untuk pengangguran jabariyah perlu bantuan pemerintah
untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dengan bantuan yang mereka
butuhkan. Bantuan itu, bukan sekedar uang atau bahan makanan yang cepat habis,
melainkan alat-alat yang mereka butuhkan untuk dapat bekerja. Sebaliknya dengan
pengangguran khiyariyah, mereka tidak seharusnya mendapat bantuan materi
melainkan motivasi agar mereka bisa memfungsikan potensi yang mereka miliki.[12]
C. Strategi dalam Mengatasi Pengangguran Menurut
Islam
Dalam sistem Islam
Negara (Khilafah), kepala negara (Khalifah) berkewajiban memberikan pekerjaan
kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi Politik Ekonomi Islam.
Rasulullah SAW:
Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat;
ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan
Muslim).
Lebih detail, Rasulullah SAW. secara praktis senantiasa berupaya
memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua
dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), "Makanlah dengan satu dirham, dan
sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!"
Mekanisme yang dilakukan oleh Khalifah dalam mengatasi
pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan dengan
dua mekanisme, yaitu: mekanisme individu dan sosial ekonomi[13].
1.
Mekanisme Individu
Dalam mekanisme ini
Khalifah secara langsung memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui
sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang
bekerja di hadapan Allah Swt. serta memberikan keterampilan dan modal bagi mereka
yang membutuhkan. Islam pada dasarnya mewajibkan individu untuk bekerja dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Banyak nash al-Quran maupun
as-Sunnah yang memberikan dorongan kepada individu untuk bekerja. Misalnya,
firman Allah SWT.:
Berjalanlah
kalian di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. (QS al-Mulk [67]: 15).
Imam Ibnu Katsir (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, IV/478) menyatakan:
"Maksudnya, bepergianlah kalian semua ke daerah di bumi manapun yang
kalian kehendaki, dan bertebaranlah di berbagai bagiannya untuk melakukan beraneka
ragam pekerjaan dan perdagangan."
Dalam hadis, Rasulullah
saw. berdabda:
Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak
mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya. (HR Muslim).
Bahkan Rasulullah pernah mencium tangan Saad bin Muadz ra. tatkala
beliau melihat bekas kerja pada tangannya, seraya bersabda (yang artinya), “Ini
adalah dua tangan yang dicintai Allah Taala.”
Jelas, Islam mewajibkan kepada individu untuk bekerja. Ketika
individu tidak bekerja, baik karena malas, cacat, atau tidak memiliki keahlian
dan modal untuk bekerja maka Khalifah berkewajiban untuk memaksa individu
bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya
pendidikan. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban
orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa
mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, "Kalian adalah
orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan
hujan emas dan perak." Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan
memberi mereka setakar biji-bijian.
2.
Mekanisme Sosial Ekonomi
Mekanisme ini dilakukan
oleh Khalifah melalui sistem dan kebijakan, baik kebijakan di bidang ekonomi
maupun bidang sosial yang terkait dengan masalah pengangguran. Dalam bidang
ekonomi kebijakan yang dilakukan Khalifah adalah meningkatkan dan mendatangkan
investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor real baik di bidang pertanian
dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan.
Di sektor pertanian, di
samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area
yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang
tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh
pemerintah. Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah
ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, seperti yang telah dilakukan
oleh Rasulullah saw. ketika berada di Madinah. Itulah yang dalam syariat Islam
disebut i‘thâ’, yaitu pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta
Baitul Mal dalam rangka memenuhi hajat hidup atau memanfaatkan kepemilikannya.
Dalam sektor industri
Khalifah akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin)
sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Selama ini
negara-negara Barat selalu berusaha menghalangi tumbuhnya industri alat-alat di
negeri-negeri kaum Muslim agar negeri-negeri Muslim hanya menjadi pasar bagi
produk mereka. Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, Khalifah
sebagai wakil umat akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan
menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Selama ini ketiga sektor ini banyak
diabaikan atau diserahkan kepada swasta sehingga belum optimal dalam menyerap
tenaga kerja.
Sebaliknya, negara tidak
mentoleransi sedikitpun berkembangnya sektor non-real. Sebab, di samping
diharamkan, sektor non-real dalam Islam juga menyebabkan beredarnya uang hanya
di antara orang kaya saja serta tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja,
bahkan sebaliknya, sangat menyebabkan perekonomian labil. Menurut penelitian
J.M, Keynes, perkembangan modal dan investasi tertahan oleh adanya suku bunga;
jika saja suku bunga ini dihilangkan maka pertumbuhan modal akan semakin cepat.
Hasil penelitian di Amerika membuktikan bahwa masyarakat berhasil menabung
lebih banyak pada saat bunga rendah bahkan mendekati nol.
Dalam iklim Investasi
dan usaha, Khalifah akan menciptakn iklim yang merangsang untuk membuka usaha
melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi
industri dari persaingan yang tidak sehat. Adapun dalam kebijakan sosial yang
berhubungan dengan pengangguran, Khalifah tidak mewajibkan wanita untuk
bekerja, apalagi dalam Islam, fungsi utama wanita adalah sebagai ibu dan
manajer rumah tangga (ummu wa rabbah al-bayt). Kondisi ini akan menghilangkan
persaingan antara tenaga kerja wanita dan laki-laki. Dengan kebijakan ini
wanita kembali pada pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara
lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki kecuali sektor
pekerjaan yang memang harus diisi oleh wanita.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengangguran di Indonesia kondisinya saat ini sangat
memprihatinkan, banyak sekali terdapat pengangguran di mana-mana. Penyebab
pengangguran di Indonesia ialah terdapat pada masalah sumber daya manusia itu
sendiri dan tentunya keterbatasan lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi masalah
pengangguran ini pemerintah telah membuat suatu program untuk menampung para
pengangguran. Selain mengharapkan bantuan dari pemerintah sebaiknya kita secara
pribadi juga harus berusaha memperbaiki kualitas sumber daya kita agar tidak
menjadi seorang pengangguran dan menjadi beban pemerintah.
Dampak pengangguran akan sangat berpengaruh bagi
tatanan kehidupan sosial, contohnya kejahatan sosial
pencurian/penodongan/perampokan, pelacuran, jula beli anak, anak jalanan dan
lain-lain. pengangguran telah menjadi kuman penyakit sosial yang relatif cepat
menyebar, berbahaya dan beresiko tinggi menghasilkan korban sosial yang pada
gilirannya menurunkan kualitas sumber daya manusia, martabat dan harga diri
manusia.
Menurut
kami sebaiknya pemerintah dapat mengatasi pengangguran yang terjadi di
Indonesia yaitu dengan membuka lapangan kerja atau menyediakan lapangan kerja. Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global
diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain
itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman
globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah
standar global.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman al-Maliki, 2001 Politik Ekonomi Islam,
Penerbit al-Izzah, Bangil.
Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Makro Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
M. Taufik N.T. Mengatasi Pengangguran. (online) https://mtaufiknt.wordpress.com diakses 21 Mei 2017.
N. Gregory Mankiw, 2003. Makro Ekonomi. Terjemahan: Fitria
Liza, Imam Nurmawan, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Naf'an, 2014. Tinjauan Ekonomi Syariah, Yogyakarta:Graha Ilmu.
Nanga, Muana.
2005. Makroeknomi : Teori,
Masalah, dan Kebijakan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Qardhawi, Yusuf. 2005. Spektrum Zakat dalam Membangun
Ekonomi Kerakyatan. Jakarta : Zikrul Hakim.
Rahardja, Pratama.
2008. Pengantar Ilmu ekonomi
(mikroekonomi dan makro ekonomi). Jakarta: Mandala Manurung
Sadono Sukirno, 2000. Makro Ekonomi Modern,
Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[1] Nanga, Muana. Makroeknomi :
Teori, Masalah, dan Kebijakan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) hlm.
249
[2] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi
Modern, Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2000), h,8.
[3] N. Gregory Mankiw, Makro Ekonomi.
Terjemahan: Fitria Liza, Imam Nurmawan, (Jakarta: Penerbit Erlangga. 2003),h,150.
[4] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi
Modern, Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2000, h472
[5] Naf'an, Tinjauan Ekonomi Syariah,
(Yogyakarta:Graha Ilmu,2014), hal. 131
[6] Rahardja Pratama. Pengantar Ilmu ekonomi (mikroekonomi
dan makro ekonomi). (Jakarta: Mandala Manurung, 2008). hlm. 375-378
[8] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi
Modern, Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlmn, 514
[9] Nanga, Muana. Makroeknomi : Teori, Masalah, dan Kebijakan.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) hlm. 254-255
[10] Naf'an, Tinjauan Ekonomi Syariah,
(Yogyakarta:Graha Ilmu,2014), hal. 136
[11] Qardhawi, Yusuf. (2005). Spektrum
Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan. Jakarta : Zikrul Hakim, 2005)h,6
[12] Ibid, h,8
[13] M.
Taufik N.T. Mengatasi
Pengangguran. (online) https://mtaufiknt.wordpress.com diakses 21 Mei 2017.
[14] Abdurrahman al-Maliki, 2001 Politik Ekonomi Islam,
Penerbit al-Izzah, Bangil.
No comments:
Post a Comment