PENCEMARAN SAMPAH DAN
LIMBAH
DISUNGAI CITARUM BANDUNG
Oleh :
NAMA : ANDI RISMA
NIM : 01 16 008
RUANGAN : A
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM
(STIH) BONE
2017/2018
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami
penjatkan ke hadirat Allah S.W.T. atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Pencemaran
Sampah dan Limbah Di Sungai Citarum Bandung” dengan sebaik-baiknya, meskipun
masih jauh dari kata kesempurnaan. Shalawat beserta salam kami curahkan kepada
Rasulullah S.A.W.
Dalam menyelesaian makalah ini kami
berusaha untuk melakukan yang terbaik. Tetapi kami menyadari bahwa dalam
menyelesaikan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan makalah
kami yang akan datang.
Dengan terselesaikannya makalah ini,
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan makalah ini yang telah memberikan dorongan, semangat dan masukan.
Semoga apa yang kami tulis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan
ridha dari Allah S.W.T. Amin.
Watampone, 12 November
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah........................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan............................................................. 2
BAB II.... PEMBAHASAN
A.
Sumber Pencemaran Limbah
Berbahaya Industri di Sungai Citarum .............................................................................................. 3
B.
Karakteristik Bahan
Pencemaran Dihasilkan oleh Industri yang Berada di Sungai Citarum............................................................................... 7
C.
Investigasi Mekanisme dan
Dampak Pencemaran Limbah Industri di Sungai Citarum............................................................................... 9
D.
Evaluasi Kebijakan
Pengendalian Pencemaran Air.. 16
BAB III... PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................ 22
B.
Saran................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia.Indonesia
memiliki sumber air sebanyak hampir 6% sumber air dunia, atau sekitar 21% sumber
air di wilayah Asia Pasifik.
Sungai Citarum adalah salah satu dari sungai
yang paling tercemar di negara ini.Sungai Citarum memiliki peran penting dalam
pembangunan ekonomi, tidak hanya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya
tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan km jauhnya disana.Citarum merupakan
sumber pasokan air minum bagi provinsi padat penduduk Jawa Barat dan Ibukota
Jakarta.Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh sektor industri manufaktur
seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi, produk
makanan dan minuman, dan lainnya.Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa
Barat (BPLHD Jabar) telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih
intens dalam hal konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48%
industri yang diamati, rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku
mutu yang telah ditetapkan (BPLH Provinsi Jawa Barat, 2010).
Kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya dan
beracun industri dibuktikan oleh sejumlah penelitian.Perhatian utama diberikan
pada bahan kimia beracun yang ditemukan di sungai, yaitu logam berat.Logam
berat merupakan elemen yang tidak dapat terurai (persisten) dan dapat
terakumulasi melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan efek jangka panjang
yang merugikan pada makhluk hidup (Terangna, 1991).
Sebuah investigasi mengenai bioakumulasi
mengungkapkan bahwa logam berat seperti kadmium (Cd), tembaga (Cu), nikel (Ni),
dan timbal (Pb) ditemukan dalam kadar yang tinggi pada dua spesies ikan yang
biasa dimakan, Oreochromis nilotica
dan Hampala macrolepidota (Salim,
Parikesit, and Dhahiyat, 1997).
Dalam laporan “Bahan Berasun Lepas Kendali”
ini, kami ingin memberikan gambaran mengenai bahan-bahan kimia berbahaya yang
dibuang oleh industri ke Sungai Citarum. Kami juga menyertakan beberapa
indikator lingkungan sebagai pendukung.Laporan ini merupakan sebuah potret dari
sejumlah titik sampling yang tersebar dari hulu, tengah hingga ke hilir sungai,
pada waktu tertentu. Titik-titik tersebut terdiri dari sebuah mata air murni
sebagai pembanding, sejumlah kanal dan pipa pembuangan industri tak bertuanii
(dikenal dengan nama ‘Pipa Siluman’) dan badan sungai.Sehingga kami tertarik
membahas tenatang studi kasus bahan beracun di Sungai Citarum.
B.
Rumusan
Masalah
1. Darimana sajakah sumber pencemar
limbah berbahaya industri di Sungai Citarum
Bandung?
2. Bagaiman karakteristik sumber
pencemaran Sungai Citarum?
3. Bagaimana mekanisme dan dampak dari
limbah berbahaya industri di Sungai Citarum
Bandung?
4. Upaya
pengendalian apa sajakah yang
dapat dilakukan dalam mengurangi pencemaran yang terjadi di Sungai Citarum?
C.
Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan
tentang sumber pencemar limbah berbahaya industri di Sungai Citarum.
2. Menjelaskan
karakteristik sumber pencemaran Sungai Citarum.
3. Menjelaskan
mekanisme dan dampak dari limbah berbahaya industri di Sungai Citarum.
4. Menjelaskan
upaya pengendalian yang dapat dilakukan dalam mengurangi pencemaran yang
terjadi di Sungai Citarum.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sumber
Pencemar Limbah Berbahaya Industri Di Sungai Citarum Bandung
Sejumlah
penelitian telah dilakukan para peneliti untuk menyelidiki kualitas air Sungai
Citarum. Penelitian tersebut merupakan salah satu bentuk perhatian yang
diberikan pada Sungai Citarum, mengingat peran penting Sungai Citarum dalam
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.Tentunya, masyarakat yang
dimaksud bukan hanya masyarakat yang tinggal di sekitar sungai saja, tetapi
juga masyarakat yang tinggal ribuan kilometer jauhnya dari sungai Citarum,
mencakup masyarakatProvinsi Jawa Barat dan Kota Jakarta.Namun pada masa yang
lalu, penelitian komprehensif untuk mengatasi masalah polusi/pencemaran, dengan
aktivitas industri sebagai penyebab, masih jarang dilakukan.
Hasil
studi terdahulu menunjukkan bahwa Sungai Citarum, termasuk di dalamnya tiga
waduk kaskade yang dibendung dari aliran Sungai Citarum, menghadapi masalah
serius terkait pencemaran dan penurunan daya dukung lingkungannya. Sumber pencemar utama
diketahui berasal dari aktivitas industri dan domestik.Telah diketahui bahwa
sector industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar bagi pembangunan di
Jawa Barat.Faktanya, terdapat sekitar 60% industri pengolahan di Jawa Barat
yang keberadaannya juga berimplikasi pada terjadinya gangguan sistem hidrologi.Adapun
fakta yang menunjukkan adanya kontaminasi limbah berbahaya industri telah
dibuktikan oleh sejumlah studi eksperimental. Survei
terdahulu menginformasikan bahwa jenis-jenis industri utama yang berada di
Daerah Aliran Sungai Citarum antara lain industri tekstil, industri penyamakan
kulit, industri makanan, dan industri elektroplating. Hal yang menjadi fokus
perhatian dalam pengelolaan kualitas air sungai citarum adalah masuknya bahan
kimia dari aktivitas industri ke badan air sungai, misalnya logam berat. Hal
ini dikarenakan logam berat merupakan elemen yang sulit terdegradasi dan dapat
terakumulasi dalam makhluk hidup melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan
efek jangka panjang yang merugikan pada organisme hidup (Terangna, 1991).
Sedangkan
dalam konteks bahan kimia beracun, kontaminan utama yang mempengaruhi kualitas
air Sungai Citarum adalah limbah yang berasal dari kegiatan industri (logam dan
senyawa non-logam), pertanian (pupuk sintetis dan pestisida), jasa (minyak dan
logam) dan domestik (deterjen, logam, plastik). Pada daerah hulu sungai yang
didominasi oleh aktivitas pertanian, kandungan DDT dalam badan air terdeteksi
dalam kadar yang tinggi, meskipun larangan menggunakan DDT dalam kegiatan
pertanian sudah diatur oleh hukum. Berbeda dengan pencemaran yang dialami oleh area
yang berada di bawah hulu Sungai Citarum dan area di sekitar Kota Majalaya,
dimana terdapat kurang lebih sekitar 800 pabrik tekstil beroperasi di kedua
wilayah tersebut, dan tingkatan konsentrasi bahan pencemar dari berbagai jenis
polutan nilainya lebih tinggi dari standar normal (ambang batas pencemaran)
(Institute of Ecology, 2004).
Hasil
Investigasi terdahulu di Waduk Saguling pada tahun 1997 mengungkapkan fakta
bahwa konsentrasi logam berat seperti kadmium (Cd), tembaga (Cu), nikel (Ni),
dan timbal (Pb) ditemukan berada dalam konsentrasi yang tinggi dalam dua
spesies ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat, yakni spesies Oreochromis
nilotica dan Hampala macrolepidota. Pada tahun 2004, dalam sebuah penelitian
yang dilakukan oleh PT Indonesia Power dan Lembaga Ekologi Universitas
Padjadjaran (sekarang PPSDAL Unpad) di Waduk Saguling, terungkap fakta bahwa
kualitas air Sungai Citarum sudah tidak memenuhi standar kualitas normal Studi
yang baru-baru ini dilakukan memperkuat studi yang telah dilakukan sebelumnya.
Studi ini menganalisis kontaminasi logam berat dalam sedimen sungai.Berdasarkan
hasil studi diketahui bahwa konsentrasi logam berat seperti Cd, Cr dan Pb di
daerah hilir terdeteksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah hulu
(Sunardi dan Ariyanti, 2009).
Jumlah
konsentrasi logam berat yang mengejutkan ditemukan pada beberapa anak sungai
yang bermuara di Sungai Citarum, diantaranya Sungai Citarik, Sungai Cikijing,
Sungai Cicalengka, Sungai Cimande, dan Sungai Cisunggalah. Kelima sungai
tersebut berada di daerah Rancaekek-Cicalengka, dimana 42 pabrik tekstil
beroperasi.Pabrik-pabrik tekstil tersebut sebenarnya telah memiliki fasilitas
pengolahan air limbah masing-masing dan mereka telah mengolah terlebih dahulu
limbah yang dihasilkan sebelum dibuang ke dalam aliran sungai.Tapi sayangnya,
hasil analisis menunjukkan tingginya konsentrasi logam berat yang ada di badan
air sungai. Adapun unsur logam berat yang terdeteksi antara lainCu, Zn, Pb, Cd,
Co, Ni, dan Cr. Pencemaran limbah industri ini diklaim dapat menurunkan hasil
panen padi di daerah Rancaekek. Berdasarkan hasil estimasi, penurunan produksi
yang terjadi mencapai 1 sampai 1,5 ton per hektar per musim panen. Turunnya
angka produksi padi dapat berpengaruh terhadap pendapatan petani.Dari sudut pandang
ini, pencemaran sungai ternyata berakibat pula pada kesejahteraan sosial dan
ekonomimasyarakat setempat.
Sebagai respon dan upaya perbaikan kondisi
lingkungan akibat pencemaran sungai,Kementerian Lingkungan Hidup menggalakkan
Program Kali Bersih atau 'PROKASIH'melalui promosi Instalasi Air Limbah
Industri dan pengolahan sampah domestik komunal.Indikator keberhasilan yang
digunakan adalah peningkatan kualitas air atau penurunantingkat pencemaran. PROKASIH
mengklaim bahwa program ini telah mengurangi tingkatpencemaran dari pembuangan
limbah industri, tapi sayangnya, kualitas air setelahPROKASIH diluncurkan pada
tahun 1989 belum menunjukkan peningkatan yang signifikan,bahkan cenderung
memburuk. Kondisi kualitas air Sungai Citarum sejak tahun 1989sampai saat ini
belum pernah memenuhi standar kualitas air yang ditetapkan olehpemerintah
lokal/daerah.
Menyadari bahwa PROKASIH belum memberikan
hasil yang memuaskan, tahun 2007Pemerintah Indonesia merancang sebuah program
pemulihan terpadu yang disusun didalam suatu roadmap.Perencanaan roadmap ini
dikoordinir oleh Bappenas bersamadengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
sektor swasta, dan organisasi masyarakatsipil. Roadmap ini bernama ICWRMIP atau
Integrated Citarum Water ResourcesManagement Investment Program (Program
Investasi Manajemen Sumber Daya AirCitarum Terpadu)18. Program terpadu ini
masih terus berjalan sampai hari ini, meskipunhasilnya menunjukkan kondisi yang
memprihatinkan, kondisi badan air Citarum semakinburuk dari waktu ke waktu.
Kasus pencemaran di Sungai Citarum hanyalah
salah satu contoh kasus pencemaran yangdialami oleh sungai-sungai lainnya di
Indonesia.Terdapat sebanyak lebih dari 5.590 sungaiyang mengalir di
Indonesia.Sungai-sungai yang berlokasi di Jawa dan beberapa bagianSumatera
umumnya menghadapi masalah pencemaran yang serius dimana sumberpencemar berasal
dari industri serta limbah domestik.Sungai Ciliwung adalah contohsungai yang
sangat tercemar, hal ini dikarenakan hampir semua industri melakukanpembuangan
limbah secara langsung ke badan sungai.Contoh lainnya, Sungai BatangArau dapat
dilihat sebagai contoh sungai lainnya yang memiliki kualitas air yang
semakinmemburuk akibat pencemaran industri dan domestik20.Masalah seperti ini
terjadi sebagaiakibat perilaku pelaku industri dan penduduk, yang pada umumnya
menjadikan sungaisebagai tempat untuk membuang limbah tanpa melakukan
pengolahan yang tepat.Selainitu, industrialisasi dan urbanisasi yang pesat di
daerah aliran sungai telah menyebabkanpencemaran semakin intens mengotori badan
air.Studi-studi yang disebutkan di atasmenunjukkan bahwa air limbah industri
menjadi penyebab utama pencemaran sungai.Penelitian untuk mengidentifikasi
sumber-sumber pencemaran serta untuk menemukansolusi yang tepat untuk
meningkatkan kualitas air sungai-sungai yang berada di Indonesiaperlu dilakukan,
disamping berupaya meningkatkan
peran berbagai pemangkukepentingan yang tidak dapat
dipandang sebelah mata dan tidak dapat diabaikan.
B. Karakteristik Bahan Pencemar
Dihasilkan Oleh Industri Yang Berada Di Sungai Citarum Bandung
Hampir
65% industri manufaktur
Indonesia terkonsentrasi di Jawa
Barat provinsi dimana Sungai Citarum terbentang. Faktor-faktor yang menjadi
pendukung haltersebut diantaranya adalah ketersediaan infrastruktur, tanah,
sumber daya air dan juga lokasinya yang dekat dengan Ibukota Jakarta.Beragam
industri hadir disana, diantaranya elektronik, farmasi, kulit, pengolahan
makanan, dan terutama tekstil dimana Jawa Barat juga menjadi pusat industri
manufaktur tekstil modern dan industri garmen. Daerah aliran sungai Citarum,
yang mendukung terciptanya 20% total produksi industri Indonesia,merupakan
sumber dari 60% produksi tekstil nasional (Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, 2011).
Sungai Citarum adalah sungai yang mengalir
melewati 11 (sebelas) Kabupaten dan Kota diProvinsi Jawa Barat. Kesebelas
Kabupaten dan Kota tersebut antara lain KabupatenBandung, Kabupaten Sumedang,
Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat,Kabupaten Subang, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Karawang, KotaBekasi, dan Kabupaten
Bekasi. Luasnya Daerah
Aliran Sungai (DAS)
Citarum mencerminkan pentingnya peran dan keberadaan sungai tersebut
khususnya bagi komunitas lokal, dan pembangunan di Provinsi Jawa Barat dan
tingkat nasional. Pada sisi lain, luasnya daerah aliran sungai Citarum juga
menunjukkan adanya beberapa potensi permasalahan yang mungkin terjadi pada
ekosistem tersebut. Status kualitas Sungai Citarum saat ini berada pada tingkat
yang mengkhawatirkan, karena badan air sungai kini mengandung berbagai jenis
kontaminan yang berasal dari berbagai sumber. Kebanyakan sektor industri,
pemukiman, dan daerah komersial yang ada di DAS Citarum membuang limbahnya ke
sungai tanpa melakukan pengolahan yang memadai.
Limbah cair industri memberikan kontribusi
yang besar terhadap kondisi Sungai Citarum.Beragam industri dengan jumlah yang
banyak beroperasi di sepanjang aliran sungai Citarum. Tahun 2007, berdasarkan
kajian yang dilakukan oleh BPLHD Provinsi Jawa Barat, terdapat 359 perusahaan
yang terbagi kedalam 11 sektor industri yang berbeda berlokasi di empat wilayah
administrasi sepanjang aliran Sungai Citarum hulu. Diantara sektor- sektor
industri tersebut, industri tekstil adalah salah satu sektor yang perlu
diperhatikan karena jumlahnya yang paling dominan.Sektor industri lainnya
seperti elektroplating, farmasi, logam, makanan/minuman juga perlu
diperhatikan.
Setiap sektor industri berkontribusi pada
jenis limbah yang berbeda bergantung pada proses produksi yang diadopsi oleh
industri tersebut. Limbah padat dan/atau cair bias dihasilkan.Secara umum
limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah organik atau anorganik, berbahaya
atau tidak berbahaya, beracun dan tidak beracun, logam berat, dan sebagainya.
Sebagai contoh, beberapa proses pada industri tekstil menghasilkan baik limbah
organik atau limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dalam bentuk limbah cair.
Limbah organik yang dihasilkan dari industri tekstil mampu merubah nilai pH,
atau meningkatkan kadar BOD dan COD dalam badan air. Kebanyakan industri
tekstil juga menghasilkan limbah logam berat yang termasuk dalam kategori
berbahaya. Banyak macam elemen logam berat yang dihasilkan dari proses produksi
tekstil, diantaranya Arsen, Cadmium, Krom, Timbal, Tembaga, dan seng.
Proses-proses dalam industri tekstil yang menghasilkan limbah cair antara lain
pengkajian dan penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan, merserisasi,
pewarnan, pencetakan, dan proses penyempurnaan.
C.
Investigasi
Mekanisme Dan Dampak Pencemaran Limbah Industri Di Sungai Citarum Bandung
1. Perubahan Keasamaan Air (pH)
Seperti kasus-kasus di tempat lain, pencemaran industri yang
didominasi oleh industry tekstil menyebabkan gangguan terhadap keasaman air,
pH. Efluen limbah cair dari indutri tekstil biasanya meningkatkan pH badan air
penerima. Di sebagian besar sampling point di Sungai Citarum, pH
meningkat melebihi nilai yang ditentukan oleh baku mutu dan kondisi ideal untuk
kehidupan air. Keasaman di bawah 6 dan di atas 9 akanmempengaruhi reaksi-reaksi
kimia normal, dan mengancam organisme air terutama dari kelompok fauna. Di
beberapa sampling points pH menjadi lebih alkalis yang ini merupakan karakteristik
umum dari pencemaran limbah cair tekstil. Posisi sampling menunjukkan bahwa
badan air yang mengalami peningkatan sifat alkalis menerima input dari buangan industri
tekstil. Sungai Cikijing, misalnya, merupakan badan air penerima limbah dari kawasan
industri tekstil di Rancaekek. Segmen-segmen sungai lainnya mempunyai
indikasiyang sama dengan Sungai Cikijing yang mengalami pencemaran limbah
industri tekstil.
Lokasi-lokasi tersebut antara lain segmen Marga Asih, Sungai
Cangkorah, dan Karawang.Yang mengherankan, effluent yang kemungkinan besar berasal
dari IPAL Cisirung memiliki pH yang alkalis (9,37) pada saat dibuang ke sungai.
Di tempat lain, muara Sungai Cihaur, keasaman airnya ekstrim rendah, 3,06,
menunjukkan adanya buangan kimia-kimia asam ke dalam badan air. Di sekitar
Sungai Cihaur banyak pabrik obat yang mungkin saja membuang limbah cairnya
langsung ke sungai tanpa pengolahan yang memadai. Keasaman ekstrim rendah juga
sangat mengancam kehidupan organisme hingga sangat mungkin menghilangkan
spesies-spesies sensitif perairan
2. Kontaminan Organik
Sangat penting dipahami bahwa aktivitas industri tekstil juga
merupakan penyumbangbahan organik yang sangat besar.Meskipun di badan air
bergabung dengan buangan dari kegiatan domestik, buangan limbah cair industri
tekstil yang mengandung bahan organic yang tinggi turut memperburuk kualitas
air sungai.
Dampak dari kontaminasi bahan organik sangat buruk, sebab
bahan-bahan organic mengkonsumi oksigen sampai pada level yang mungkin
membahayakan kehidupan organisme perairan. Organisme
konsumen seperti ikan-ikan, makroinvertebrata, dan zooplankton mungkin tidak
dapat bertahan pada kondisi oksigen terlarut yang rendah.Dengan kata lain,
kontaminasi bahan organik mengancam biodiversitas air. Ini adalah suatu
kenyataan yang sedang kita hadapi; Sungai Citarum telah kehilangan banyak
biodiversitasnya sejak ia dicemari oleh berbagai limbah industri. Di masa lalu,
masyarakat lokal bergantung pada Sungai Citarum sebagai sumber makanan dan air
bersih, sementara saat ini, mereka menanggung akibat pencemaran.Konsentrasi
oksigen yang rendah dalamair dapat meningkatkan sifat racun beberapa senyawa
kimia terhadap organisme.Demikian pula, pada saat air rendah oksigen (anaerob),
reaksi-reaksi kimia dapat menghasilkan gas-gas berbahaya seperti hidrogen
sulfida (H2S), ammonia (NH3), dan metana (CH4).Di citarum, H2S terdeteksi di
beberapa titik pengambilan sampel air khususnya pada lokasi-lokasi dimana
senyawa organik ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Penggunaan surfaktan
menghasilkan bahaya lain sebab sebagian jenis surfaktan toksik, dan dapat
menurunkan tegangan permukaan air dimana kehidupan beberapa spesies pleustonik
(interface antara air dan udara) bergantung pada tegangan permukaan.
3. Pencemaran Logam Berat
Kontaminasi logam berat dari industri tekstil bersumber terutama
dari proses “dyeing” dan “printing”, sedangkan proses-proses lainnya juga
sangat mungkin. Dyeing adalah proses pemberian warna pada produk-produk tekstil
menggunakan senyawa-senyawa kimia,dyes. Beberapa senyawa pewarna yang digunakan
dalam proses ini antara lain vat dyessulfur dyes, reactive dyes, disperse
dyes, acid dyes, metal complex dyes, and basic dye.Beberapa zat
warna mengandung tembaga atau logamlain yang diintegrasikan dalam molekul
pewarna. Proses “finishing” juga membuang senyawa organo-metalik misalnya dari
water-repellent, anti-jamur, anti-bau, dan pemadam api. Senyawa-senyawa ini
sangat mungkin mengandung timah, antimoni, dan zink.
Pada
konsentrasi yang tinggilogam berat dapat membunuh organisme yang tidak toleran
dalam waktu yang singkat;sementara pada level yang rendah, logam berat dapat
mengganggu proses fisiologi atau metabolisme, atau merusak organ-organ hewan.
Pada waktu yang lama, logam berat dapatterakumulasi pada jaringan organisme
melalui rantai-rantai makanan dalam ekosistem air, yang dikenal dengan
bioakumulasi.Pemangsa puncak dalam rantai makanan biasanya mengakumulasi
konsentrasi kontaminan yang paling tinggi.Jika hewan-hewan demikian (misalnya
ikan, siput, remis) dikonsumsi oleh manusia, logam berat mengancam kesehatan
manusia.Dunia telah mengalami pengalaman tak terlupakan dengan adanya tragedy
lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran logam berat, yaitu kasus Minamata
dan Itaiitai di Jepang. Konsumsi ikan yang terkontaminasi logam secara terus
menerus akanmenyebabkan dampak yang sangat fatal bagi kesehatan manusia. Logam
berat merupakan kimia mematikan bagi manusia, khususnya pada saat manusia
terpapar dalam jangka waktu yang panjang.Beberapa studi menunjukkan bahwa
beberapa logam berat bersifat karsinogenik, sebagai penyebab kanker jaringan.
4.
Logam Berat pada
Sedimen
Hingga saat ini, Indonesia tidak memiliki baku mutu yang dapat
diacu untuk logam beratdalam sedimen sungai. Sementara itu, kehadiran logam
berat dalam sedimen sungai sangat krusial. Kandungannya dalam sedimen akan
mempengaruhi organisme yang tinggal di dasar air, benthos. Penelitian ini
menemukan beberapa elemen logam terkonsentrasi pada sedimen di beberapa lokasi
pengambilan sampel. Konsentrasi yang lebih tinggi dari unsur Cr, Cu dan Pb
menunjukkan input yang lebih tinggi dari area industri, khususnya industry
tekstil. Bila dibandingkan dengan kriteria logam dalam sedimen yang diusulkan
USEPA Region V (Tabel C.5), kontaminasi tersebut berada pada level “tercemar ringan” hingga
“tercemar berat” (Tabel C.4). Telah diketahui bahwa industri tekstil menggunakan berbagai
macam logam berat dalam prosesnya, terutama dalam proses “dyeing” dan
“printing”. Akibatnya, mereka membuang sejumlah logam berat ke lingkungan.
Sunardi and Ariyanti2009) telah menunjukkan bahwa sedimen yang terkontaminasi
logam akanbersifat toksik terhadap organisme benthos.
5. Senyawa
Organik Berbahaya dan Beracun
Dari
10 titik sampling, tujuh (7) sampel menjalani pengujian kandungan bahan
organic berbahaya dan beracun secara kualitatif.Kebanyakan dari sampel tersebut
berupa limbah terkonsentrasi yang berasal dari pipa/saluran pembuangan limbah
dengan tujuan untuk mendapatkan hasil deteksi yang lebih baik.
6. Kelompok Senyawa Phthalate esters
Phthalate esters sering dikenal dengan “plasticiser” yakni
suatu senyawa yang banyakdigunakan dalam industri plastik.Senyawa ini digunakan
untuk membuat plastik menjadi lebih fleksibel atau resisten.Terkadang,
Phthalate esters digunakan sebagai pelarut.Senyawa ini juga digunakan sebagai
bahan baku dalam industri perekat (adhesives), kemasan makanan,
lubricants, deterjen, sampo, dan sebagainya. Kegiatan industri di sekitar
Padalarang, Batujajar, Jatiluhur, Majalaya dan Cisirung menggunakan phthalate
sebagai bahan baku untuk industri mereka. Hal ini terlihat dari hasil pengujian
yang menunjukkan bahwa kelompok phthalate esters terdeteksi di sungai Citarum
di lokasi sampling wilayah tersebut.diisobutyl phthalate (DIBP), Dibutyl
phthalate (DBP), Bis(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), diethyl phthalate (DEP) Isobutyl o-phthalate,
dan diisooctylphthalate adalah jenis-jenis phthalate esters yang
terdeteksi pada lokasi sampling. Jalan masuknya phthalate esters kedalam
tubuh dapat melalui proses pencernaan (tertelan) atau inhalasi (terhirup).
Studi in vivo yang dilakukan oleh Davis et al29. and
Lopez-Carillo et al.30 Menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara
keberadaan DEP dan DBP dengan endocrinedisruption. Senyawa tersebut
dapat menstimulasi perkembangan kanker payudara.Hasil penelitian juga menemukan
bahwa dari 223 kasus kanker payudara pada wanita yang tinggal di Meksiko Utara,
National Toxicology Programvi berkesimpulan bahwa DEHP pada konsentrasi tinggi
dapat memberikan pengaruh merugikan terhadap sistem reproduksi manusia atau
perkembangan manusia 31.DiBP, juga diklasifikasi sebagai ‘racun terhadap
reproduksi. Sedangkan terkait Senyawa DEP, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa senyawa tersebut merupakan racun bagi biota air33, terlihat dari nilai LC
50 10 hari pada bentos air tawar H. Azteca, C.tentans, dan L.variegatus
masing-masing adalah 4,21, 31,0 dan 102 mg/L 34. Hasil studi lainnya juga
menunjukkan, pada konsentrasi di atas 75 ppm DEP menyebabkan kematian pada 100
% ikan air tawar Cirrhina mrigala dalam waktu 24 jam 35.
Di Eropa, senyawa phthalate, DEHP dan DBP diklasifikasi sebagai
‘racun bagi reproduksi’ dan penggunaannya dibatasi. Di bawah undang-undang
REACH, kedua jenis tersebut dilarang pada tahun 201536.
7. Alkyl Phenol
Kelompok phenol tersubstitusi oleh alkil banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku atausebagai zat antara dalam sintesis antioksidan,
demulsifier, surfaktan, biosida, aroma, resin, perekat dsb. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa kelompok senyawa alkylphenol yang ditemukan dalam air sungai
Citarum adalah 2,6-bis (dimethyl ethyl-4 methyl)phenol atau yang dikenal dengan
BHT. Senyawa ini banyak dimanfaatkan sebagai antioksidan dalamberbagai
industri.Senyawa BHT dalam air sungai Citarum di temukan di wilayah Padalarang,
Batujajar, Jatiluhur, Karawang, Majalaya, dan Cisirung.Senyawa lainnya yang ditemukan
adalah senyawa 4-chloro-3methyl-phenol (p-chlorocresol) di Majalaya.
Dalam GHSvii, p-chlorocresol juga termasuk pada kategori sangat
beracun bagi kehidupan air (H400).
Dalam hal derifatif alkylphenol, perhatian saat ini difokuskan
pada kampanye pembatasandan eliminasi Nonylphenol (NP) dan Nonylphenol
ethoxylates (NPE).Meskipun keberadaan NP tidak ditemukan pada laporan ini, Greenpeace38,
menemukan bahan kimia berbahaya termasuk NP dalam sampel buangan limbah cair di
Cina.Hal tersebut juga ditemukan pada banyak pakaian yang didistribusikan
secara internasional.Sebagai salah satu pemasok besar bagi industri garmen internasional,
sudah seharusnya Indonesia berhati-hati dalam penggunaan material ini.
Nonylphenol adalah sebuah senyawa kimia persisten yang dapat mengganggu hormon
(hormone-disrupting) yang terbangun dalam rantai makanan, dan berbahaya
meski pada kadar yang sangat rendah.
8. Senyawa Lainnya
Senyawa 2-Ethylhexyl kloroformate ditemukan di sungai Citarum di
lokasi sampling diMargaasih dan Majalaya.Kedua lokasi tersebut merupakan
daerah industri yang banyak memanfaatkan pelarut terklorinasi.Senyawa tersebut
banyak digunakan sebagai zat antara (intermediat) dalam industri pestisida,
herbisida, parfum, farmasi, makanan, polimer dan zat warna.Jika kontak secara
langsung menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pencernaan dan
pernapasan.Menghirup kloroformat dapat menyebabkan batuk, sesak napas, sakit
tenggorokan, pingsan, kejang-kejang, dan kematian.edema paru, jika tertelan dapat
menyebabkan sensasi terbakar pada saluran pencernaan, mual, muntah, dan nyeri
perut. Etil kloroformat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan mampu menginduksi
edema paru tertunda (delayed pulmonary edema). Senyawa ini dapat terhidrolisis
dalam air dan menghasilkan senyawa hidroksi, hidrogen klorida, karbon dioksida,
dan karbonat.Namun, etil kloroformat hasil biodegradasi bersifat lebih toksik bagi
biota perairan.Sebagai tambahan, senyawa pelarut yang terhalogenasi juga dikategorikan
sebagai bahan berbahaya beracun (B3) sebagaimana tercantum dalamLampiran 1
Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999.
Pada laporan ini, perlu diperhatikan bahwa senyawa organik beracun
diuji hanya diuji secara kualitatif. Namun, laporan ini memperingatkan kita
adanya keberadaan material berbahaya di dalam air Sungai Citarum. Produsen mungkin
tergoda untuk mengabaikan substansi yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan,
namun “prinsip kehati-hatian” (mengacu pada Bagian E) mewajibkan kita untuk
menghindari penggunaan material berbahaya, bahkan ketika dampaknya masih diperdebatkan
secara ilmiah, serta segera mencari subtitusinya dengan alternatif-alternatif
yang lebih aman
D.
Evaluasi
Kebijakan Pengendalian Pencemaran Air
1. Pendekatan
Reaktif
a. Pendekatan
Kebijakan Atur dan Awasi
Secara umum, model kebijakan
pengendalian pencemaran air di Indonesia dan di daerah studi khususnyPa, masih
mengandalkan model pendekatan atur dan awasi (command andcontrol) di
mana pemerintah menerapkan baku mutu dan persyaratan yang harus dipatuhioleh pelaku
usaha serta melakukan pengawasan dan penegakan hukum. Dalam model pendekatan
ini, sumber pencemar (atau berpotensi mencemarkan) dicegahuntuk melakukan
pelanggaran terhadap persyaratan perlindungan fungsi lingkunganhidup melalui
ancaman tuntutan.Model ini mengandung aturan hukum yang mencakupperintah dan
larangan untuk melakukan sesuatu yang tercermin pada mekanismeperizinan maupun
aturan-aturan umum (general rules).
Di
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, pemerintah mendefinisikan
tingkatmaksimum polutan dalam badan air berdasarkan kelasnya (I, II, III, IV)
dimana kelas air mencerminkan peringkat kualitas air yang dinilai masih layak
untuk dimanfaatkan bagiperuntukkan tertentu. Sementara Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai baku mutu air limbah
(Kep-51/Menlh/10/1995) mengatur baku mutu air limbah bagi 21 jenis industri dan
16 kegiatan industri lain dengan peraturan menteri tersendiri.
Kedua
peraturan di atas membuat standard dalam bentuk batas konsentrasi bagi daftar
polutan-polutan (baku mutu). Pendekatan kebijakan atur dan awasi (ADA) yang
efektif setidaknya mensyaratkan 3 hal yaitu: (1) adanya kemampuan untuk
mendeteksi pelanggaran, (2) Adanya kemampuan untuk melakukan tanggapan yang
cepat dan pasti (Swift & Sure Responses), serta (3)Adanya sanksi
yang memadai.Kelemahan umum dari pendekatan kebijakan atur dan awasi yang
diterapkan selama ini adalah kurangnya kemampuan untuk mendeteksi adanya
pelanggaran serta kemampuan untuk memberikan tanggapan yang cepat dan pasti
atas pelanggaran yang ditemukan.Pendeteksian pelanggaran dapat dilakukan
melalui pengawasan yang dilakukan pemerintah (baik pengawasan rutin maupun
pengawasan mendadak), pelaporan mandiri oleh usaha/kegiatan (self reporting)
dan pengawasan serta pelaporan masyarakat termasuk media masa.
Dalam
kasus pembuangan air limbah secara illegal yang ditengarai dilakukan oleh
industry tertentu di Jawa Barat, pemerintah daerah setempat berhadapan dengan
kesulitan untukmembuktikannya.viii Padahal, pembuangan air limbah melalui
saluran illegal (saluran siluman) dengan cara membuang air limbah di
lokasi yang tidak ditentukan dalam izin, merupakan tindak pidana yang dapat
diklasifikasikan sebagai kejahatan dumping berdasarkan Undang-undang No. 32
Tahun 2009.
b. Penegakan
Hukum (dalam konteks kebijakan Atur dan Awasi)
Kemampuan
untuk memberikan respon yang cepat dan pasti dalam pendekatan kebijakancommand
and control sangat tergantung pada mekanisme penegakan hukum yang
dilakukan.Penegakan hukum dalam kasus pencemaran air dapat dilakukan melalui
mekanisme penegakan hukum administrasi, penegakan hukum perdata dan penegakan
hukum pidana.
Mekanisme
penegakan hukum administrasi dengan pemberian sanksi administrasi berupateguran
tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin atau pencabutan izinix sangat terkait
dengan kewenangan perizinan.Dalam hal izin pembuangan air limbah kewenangan tersebut
berada pada Bupati/Walikota.Sehingga dengan demikian penegakan hokum administrasi
dalam kasus pencemaran air sangat tergantung pada kebijakan Bupati/Walikota
setempat.Meskipun demikian, berdasarkan UUPPLH, Menteri dapat menerapkan
mekanisme penegakan hukum lapis kedua (second line enforcement) berupa sanksi
administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah
menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
administrative terhadap pelanggaran yang serius.
Penegakan
hukum perdata melalui upaya gugatan perdata biasa, class action, legal
standingorganisasi lingkungan maupun gugatan pemerintah serta mekanisme
penyelesaian sengketa alternatif melalui upaya negosiasi, mediasi dan arbitrase
dalam kasus pencemaran air lebih menekankan pada kemampuan masyarakat korban
dan organisasi lingkungan hidup untuk menempuh mekanisme-mekanisme
tersebut.
Sementara
itu, penegakkan hukum pidana yang efektif mensyaratkan adanya kerjasama yang
baik antara pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH), penyidik pegawai negeri sipil
lingkungan hidup (PPNS LH) yang berada di instansi lingkungan hidup, penyidik kepolisian
dan penuntut umum dari kejaksaan. Dari sisi efek penjeraan (detterent
effect)penegakan hukum pidana mungkin memiliki kelebihan di banding
penegakan hokum perdata atau penegakan hukum administrasi (kecuali pencabutan
izin usaha). Namun demikian, dari sisi kecepatan prosesnya, penegakan hukum
pidana sangat tergantung pada berjalannya proses peradilan pidana mulai dari
penyidikan sampai penjatuhan putusan hakim. Kasus pencemaran air PT. Roselia
Texindo yang ditangani Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2001 baru
mendapatkan putusan akhir berupa Putusan Kasasi Mahkamah Agung yang bersifat
berkekuatan hukum tetap (inkracht) pada tahun 2011.
2. Pendekatan
Preventif
Greenpeace berpendapatxii bahwa prinsip “Kontrol Polusi”,
dimana terdapat batas jumlah unsur pencemar yang diperbolehkan keberadaannya
(baku mutu), telah gagal memproteksi lingkungan dan manusia, mengingat jumlah
toksik persistent yang terus terakumulasi di alam. Prinsip lain yang diyakini
mampu mengantarkan kita pada masa depan bebas toksik adalah Prinsip
kehati-hatian (Precautionary Principle). Perlu pergeseran paragdima dari
hanya mengandalkan pengaturan pada pembuangan akhir (end-of-pipe) menjadi
pencegahan, eliminasi dan subtitusi materi toksik di awal sumbernya dengan kata
lain Produksi Bersih (lihat Bab 5).
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebenarnya telah memberikan dasar hukum bagi
pengembangan instrument kebijakan lain yang bersifat mencegah terjadinya
pencemaran. Namun harus disepakatiterlebih dahulu prinsip yang mendasari
pengembangan instrumen-instrumen tersebut.Kita membutuhkan komitmen kebijakan
tingkat tinggi tentang pencegahan/substitusi yang berdasarkan prinsip
kehati-hatian.Komitmen tersebut kemudian dijabarkan dalam mekanisme evaluasi
daftar bahan berbahaya dan beracun yang dinamis dan memperhatikan sifat-sifat
intrinsik tidak hanya toksisitasnya saja tapi sifat persisten dan bioakumulasi.
Barulah setelah itu program-program seperti seperti audit lingkungan hidup dan
lainnya dapat menjadi instrumen pencegahan pencemaran bahan kimia beracun
terhadap lingkungan.
Hingga saat ini belum ada peraturan khusus yang
mempromosikan implementasi prinsip pencegahan pencemaran secara komprehensif
dalam pengelolaan limbah B3 maupun pengendalian pencemaran air. Peraturan
Pemerintah no 18 tahun 1999 sebenarnya sudah memperhatikan prinsip hirarki
pengelolaan limbah yang bertujuan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-masing
unit produksi sesedikit mungkin dengan mendorong upaya reduksi pada sumber
dengan cara pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan
serta penggunaan teknologi bersih.
3. Keterbukaan
Informasi
Jaminan
hukum mengenai hak setiap orang untuk mendapatkan akses informasi,
aksespartisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dansehat dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 65 ayat (2) UU
32/2009.xiii Hal ini sejalandengan prinsip partisipatif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dimana, “setiap anggota masyarakat didorong
untuk berperan aktif dalam proses pengambilankeputusan dan pelaksanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secaralangsung maupun tidak
langsung.”
Demikian
juga PP 81/2001 telah menegaskan bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama
untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolan kualitas
airserta pengendalian pencemaran air.” Informasi mengenai pengelolaan
kualitas air danpengendalian pencemaran air yang dimaksud dapat berupa data,
keterangan, atauinformasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan kualitas air
dan atau pengendalian pencemaran
air yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahuimasyarakat,
seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan danevaluasi
hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan
perubahankualitas air, dan rencana tata ruang.
Sementara
itu, dari sisi pelaku usaha/kegiatan, mereka “berkewajiban
memberikaninformasi yang benar mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air.”xviiInformasi yang benar
tersebut dimaksudkan untukmenilai ketaatan penanggung jawab usaha dan atau
kegiatan terhadap ketentuanperaturan perundang-undangan.Keterbukaan informasi
juga menyangkut implementasi dari kewajiban pemerintah (Pusat,Propinsi, dan
kabupaten/Kota) untuk memberikan informasi kepada masyarakat
mengenaipengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.xix Pemberian
informasi dapatdilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan
pengumuman yang meliputiantara lain:
a. Status
mutu air;
b. Bahaya
terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem;
c. Sumber
pencemaran dan atau penyebab lainnya;
d. Dampaknya
terhadap kehidupan masyarakat; dan atau
e. Langkah-langkah
yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan kualitas air dan
atau pengendalian pencemaran air.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Data
penyampelan di lokasi-lokasi pembuangan limbah industri menemukan berbagai
jenis logam berat dan senyawa kimia organik yang bersifat toksik dilepaskan begitu
saja ke badan sungai, yang berasal dari limbahindustri utama yang berada di
Daerah Aliran Sungai Citarum antara lain industri tekstil, industri penyamakan
kulit, industri makanan, dan industri elektroplating Investigasi ini memperkuat
argumen bahwa kita telah kehilangan kendali atas bahan kimia beracun di
lingkungan.
2. Karakteristik
bahan pencemaran Sungai Citarum yaitu :
a. Jenis
logam yang umum digunakan sebagai pelapis diantaranya logam tembaga, krom,
nikel, seng, cadmium, timbal, timah, emas, perak, dan platina.
b. Pelarut
benzene, trikloroetilin, metil klorida, toluene dan karbon tertraklorida, atau
larutan alkali yang mengandung natrium karbonat, kostik, sianida, boraks,
sabun, dan sebagainya
c. Limbah
organik yang dihasilkan dari industri tekstil mampu merubah nilai pH, atau
meningkatkan kadar BOD dan COD dalam badan air. Kebanyakan industri tekstil
juga menghasilkan limbah logam berat yang termasuk dalam kategori
berbahaya. diantaranya Arsen, Cadmium,
Krom, Timbal, Tembaga, dan seng.
3. Dampak dari bahan pencemar yaitu ;
a. Perubahan
tingkat keasaman air
b. Kontaminan
organic meningkatkan BOD, COD
c. Pencemaran
logam berat konsentrasi yang tinggi logam berat dapat membunuh organisme yang
tidak toleran dalam waktu yang singkat; sementara pada level yang rendah, logam
berat dapat mengganggu proses fisiologi atau metabolisme, atau merusak
organ-organ hewan.
d. Senyawa
pethalat ester merubahstruktur dan fungsihati
4. Upaya
yang dapat dilakukan ;
a. Pendekatan
kebijakan ‘atur dan awasi’ lewat baku mutu dan penerapan sistem ‘end-of-pipe’/IPAL
merupakan penanganan yang bersifat reaktif, dimana limbah terlanjur tercipta.
Keberadaannya penting, namun tidak dapat melindungi masyarakat dari materi yang
bersifat persisten (sulit terurai), akumulatif dan toksik.
b. Pendekatan
preventif harus dimulai sejak awal perancangan produk dan proses, bukan diakhir
pipa pembuangan. Penerapan ‘Produksi Bersih’ memastikan bahan toksik tidak lagi
digunakan pada seluruh siklus hidup produk/proses, lewat subtitusi dengan
materi yang aman.
B.
Saran
1. Untuk menjaga kualitas sungai
maka kita selaku makhluk yang sangat rentan melakukan pencemaran terhadap air
maka kita harus sadar akan lingkungan, artinya bahwa kita lah yang menjaga
lingkungan ini agar tetap baik. Mari bersama kita jaga lingkungan ini agar
tetap dapat kita nikmati dan demi anak cucu kita di hari kemudian.
2. Pemerintah harus lebih tegas
dalam membuat keputusan dalam penanggulangan sungai di Indonesia terutama di
sungai Citarum. Karena peran pemerintah sangat berperan dalam menyelesaikan
masalah pencemaran yang telah terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
BPLH
Provinsi Jawa Barat. 2010. Original Title : Status Lingkungan Hidup Daerah.
Translated : Regional Environmental Status. Sections : Industrial Activitas
With Water Contamination Possibility.
Greenpeace
International. 2011. Dirty Laundry : Unraveling The Corporate Connections to
Toxic Water Pollution in China.
Greenpeace
Research Laoratory. 2011. Laguna Lake, The Philippines : Industrial
Contammination Hotspots.
Institute
of Ecology. 2004. Annual Reposrt of Saguling Dam.
Salim,
Parikesit, dan Dhahiyat. 1997. Fish Divers in The Citarum River : a Preliminary
Wastes Textile Industry on The Sustainability of Rice Field. Proceeding of
National Seminar on Multi Function and Conversion of Agricultural Land Used.
Balai Penelitian Tanah Bogor.
Sunardi
dan Ariyanti. 2009. Toksisitas Sedimen Sungai Citarum Terhadap Larva
Hydrophsyche sp. Jurnal Biotika, Vol 7 No. 2, hal 1008-117
Terangna.
1991. Water Polution. The Course of The Environmental Impact Assessment.
Institute of Ecology. Padjajaran University.
LAMPIRAN
Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan No. 455 K/Pid.Sus/2011
Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 16 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat
Riset
ISSN0125-9849 Diferensiasi Sumber
Pencemar Sungai Menggunakan Pendekatan Metode Indeks Pencemaran (IP) (Studi
Kasus: Hulu DAS Citarum)
Kompas pencemaran air limbah oleh POKJA AMPL (Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan)
Studi
Kasus Sungai CitarumBahan Beracun
Lepas Kendali,Sebuah Potret Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya dan
Beracundi Badan Sungai Serta Beberapa Titik Pembuangan Industri Tak Bertuan.
PENCEMARAN LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
DISUNGAI CITARUM
BANDUNG
Gambar 2.1 :
Tampak atas sungai Citarum
Gambar 2.2 :
Pencemaran sungai Citarum
Gambar 2.3 : Aksi masyarakat tentang sungai Citarum
No comments:
Post a Comment