PENCEMARAN AIR LAUT
AKIBAT TUMPAHAN MINYAK SERTA DAMPAK DAN PENANGGULANGANNYA
Oleh :
NAMA :
NALINI
STB : 01 16 009
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM
(STIH) BONE
2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami penjatkan ke hadirat
Allah S.W.T. atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pencemaran Air Laut Akibat Tumpahan
Minyak Serta Dampak Dan Penanggulangannya” dengan
sebaik-baiknya, meskipun masih jauh dari kata kesempurnaan. Shalawat beserta
salam kami curahkan kepada Rasulullah S.A.W.
Dalam
menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang terbaik. Tetapi
kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
dan penyempurnaan makalah kami yang akan datang.
Dengan
terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah memberikan
dorongan, semangat dan masukan.
Semoga
apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada
umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin.
Watampone, 28 November 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI
.............................................................................................. ii
BAB I..... PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah........................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan............................................................. 2
BAB II.... PEMBAHASAN
A. Karakteristik Minyak di
Perairan..................................... 3
B. Sumber Pencemaran Minyak Di
Laut........................... 13
C. Dampak Tumpahan Minyak di Laut............................... 14
D. Pencegahan Dan Penanggulangan
Pencemaran Minyak di Laut 16
BAB III... PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 24
B. Saran................................................................................... 24
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pencemaran
perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak
dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber
kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum 1993). Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku
mutu dan/atau fungsinya.
Bahan-bahan
pencemar yang dibuang ke laut diklasifikasikan atas senyawa konservatif
(senyawa yang sukar terurai) dan senyawa non konservatif (senyawa yang mudah
terurai di perairan). Polutan yang masuk ke perairan laut seringkali mengandung
senyawa konservatif dan non-konservatif, salah satu diantaranya adalah polutan
minyak. Minyak merupakan polutan yang memiliki potensi besar mencemari air
laut. Pencemaran minyak merupakan penyebab utama pencemaran laut yang dapat
membahayakan ekosistem laut karena laut dan biota perairan sangat rentan
terhadap minyak (Mukhtasor 2007).
Akibat
jangka pendek dari pencemaran minyak adalah terjadinya kerusakan pada membran
sel biota laut oleh molekul-molekul hidrokarbon minyak yang mengakibatkan
keluarnya cairan sel dan meresapnya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis
udang dan ikan akan berbau minyak, sehingga menyebabkan turun mutunya. Secara
langsung minyak dapat menyebabkankematian ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon monoksida, dan
keracunan langsung oleh bahan toksik. Dampak jangka panjang dari pencemaran
minyak dialami oleh biota laut yang masih muda. Minyak dapat teradsobsi dan
termakan oleh biota laut, sebagian akan terakumulasi dalam senyawa lemak dan
protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma
lain melalui rantai makanan (Sumadhiharga 1995).
Secara fisik, pencemaran minyak akan terlihat jelas pada lingkungan laut
seperti pantai menjadi kotor akibat permukaan air laut tertutup oleh lapisan
minyak atau karena gumpalan ter dipermukaan air laut. Secara kimia, minyak bumi
mengandung senyawa aromatik hidrokarbon yang bersifat toksik dan dapat
mematikan organisme laut. Secara biologi, adanya pencemaran minyak dapat
mengganggu kehidupan organisme termasuk ikan, oleh karena itu perlu suatu usaha
yang intensif untuk meminimalkan pencemaran minyak di laut. Pengaruh spesifik
dampak dari pencemaran minyak terhadap lingkungan perairan laut dan pantai
tergantung pada jumlah minyak yang mencemari, lokasi kejadian, dan waktu
kejadian (Syakti 2004)
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana karakteristik minyak
di perairan?
2. Apa sajakah penyebab pencemaran
minyak di laut?
3. Bagaimana dampak tumpahan
minyak di laut?
4. Apa yang perlu dilakukan dalam pencegahan
dan penanggulangan pencemaran minyak di laut?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui karakteristik
minyak di perairan.
2. Untuk mengetahui sumber pencemaran
minyak di laut.
3. Untuk mengetahui dampak
tumpahan minyak di laut.
4. Untuk mengetahui pencegahan dan
penanggulangan pencemaran minyak di laut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik
Minyak di Perairan
Minyak adalah
istilah umum yang digunakan untuk menyatakan produk petroleum yang komposisi
utamanya terdiri dari hidrokarbon. Minyak bumi merupakan campuran yang sangat
kompleks dari hidrokarbon-hidrokarbon organik (sel-sel dan jaringan hewan dan
tumbuhan) yang tertimbun selama jutaan
tahun yang lalu di dalam tanah baik di daerah daratan maupun di daerah
lepas pantai (Mukhtasor 2007).
Minyak mentah
(crude oil) yang baru keluar dari sumur eksplorasi mengandung bermacam-macam
zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun padatan. Lebih dari
separoh (50-98%) dari zat-zat tersebut adalah merupakan hidrokarbon. Senyawa
utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah alifatik, alisiklik dan
aromatik (Supriharyono 2000).
Komponen
hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan komponen
hidrokarbon lainnya yaitu berkisar 2–4 %. Komponen hidrokarbon aromatik yang
paling sederhana adalah benzen. Secara umum senyawa aromatik bersifat mudah
menguap (folatil) dan lebih beracun dari senyawa lainnya (Darmono 2001). Penyebaran
minyak yang masuk ke perairan tergantung pada jumlah, karakteristik dan tipe
minyak, kondisi cuaca, gelombang, arus dan jika minyak tertinggal di laut atau
terbawa ke darat. Polutan yang berasal dari minyak bumi (petroleum hydrocarbon)
telah memperoleh perhatian yang sangat besar secara internasional, politik dan
keilmuan apabila mencemari perairan. Hal ini disebabkan karena pengaruh minyak
terhadap ekosistem perairan mampu menurunkan kualitas air laut (Mukhtasor
2007).
1. Karakteristik Fisika Minyak
Karakteristik
fisik minyak yang mempengaruhi prilaku minyak di laut yang penting adalah
densitas, viskositas, titik ubah (pour point) dan kelarutan air.
a. Densitas
Densitas
diekspresikan sebagai specific gravity dan American Petroleum Institute (API) gravity.
Specific gravity adalah rasio berat massa minyak dan berat massa air pada
temperature tertentu. API gravity dinyatakan dalam angka 10° pada air murni
10°C. Minyak mentah mempunyai specific gravity pada kisaran 0,79-1,00. Densitas
minyak memegang peranan penting untuk memprediksi prilaku minyak di perairan
(BP Migas 2002).
b. Viskositas
Viskositas
adalah sifat yang menunjukkan ketahanan dalam perubahan bentuk dan pergerakan.
Viskositas rendah berarti mudah mengalir. Faktor viskositas adalah komposisi
minyak dan temperature. Viskositas ini penting untuk memprediksi penyebaran
minyak di air.
c.
Titik
ubah
Titik
ubah adalah tingkatan suhu yang mengubah minyak menjadi memadat atau berhenti
mengalir. Titik ubah minyak mentah berkisar –57°C hingga 32°C. Tititk ubah ini
juga penting untuk prediksi prilaku minyak di perairan.
d. Kelarutan
Kelarutan
minyak dalam air adalah rendah sekitar 30 mg/L dan tergantung kepada komposisi
kimia dan suhu. Besaran kelarutan itu dicapai oleh minyak aromatis dengan berat
molekul kecil seperti benzena, toluena, ethylbenzena, dan xylena (BTEX). Sifat
kelarutan ini penting untuk prediksi prilaku minyak di air, proses
bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak (NAS 1985).
2. Komposisi Minyak
Minyak adalah suatu campuran yang sangat
kompleks yang terutama terdiri dari senyawa-senyawa hidrokarbon,yaitu
senyawa-senyawa organik yang setiap molekulnya hanya mempunyai unsur karbon dan
hidrogen saja. Komposisi kimia minyak mentah berbeda dengan minyak hasil
olahan.
a. Minyak mentah
Minyak bumi ditemukan bersama-sama dengan gas alam.
Minyak bumi yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga minyak mentah
(crude oil). Minyak mentah dapat dibedakan atas:
1)
Minyak mentah ringan (light crude oil), mengandung kadar logam
dan belerang rendah, berwarna
terang dan bersifat encer (viskositas rendah).
2)
Minyak mentah berat (heavy crude oil), mengandung kadar logam
dan belerang tinggi, memiliki
viskositas tinggi sehingga harus dipanaskan agar meleleh.
Minyak mentah
merupakan campuran yang kompleks dengan komponen utama alkana dan sebagian
kecil alkena, alkuna, siklo-alkana, aromatik, dan senyawa anorganik. Minyak
mentah mengandung sekitar 50–98 % senyawa hidrokarbon dan sisanya merupakan senyawa
non-hidrokarbon (sulfur,nitrogen, oxigen, dan beberapa logam berat seperti V,
Ni dan Cu). Air dan garam hampir selalu terdapat dalam minyak bumi dalam
keadaan terdispersi. Bahan-bahan bukan hidrokarbon ini biasanya dianggap
sebagai kotoran karena pada umumnya akan memberikan gangguan dalam proses
pengolahan minyak dalam kilang dan mempengaruhi kualitas minyak yang
dihasilkan.
Berdasarkan
kelarutannya dalam pelarut organik, minyak dapat diklasifikasikan atas
hidrokarbon jenuh, Hidrokarbon aromatis, dan resin (Ryabinin 1998).
1)
Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons)
Hidrokarbon
jenuh adalah kelompok minyak yang dicirikan dengan adanya rantai atom karbon
(bercabang atau tidak bercabang atau membentuk siklik) berikatan dengan atom
hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh. Hidrokarbon jenuh meliputi senyawa
alkana dengan struktur CnH2n+2 (aliphatis) dan CnH2n (alicyclis), dimana n >
40. Hidrokarbon jenuh merupakan kandungan terbanyak dalam minyak mentah,
termasuk dalam kelompok ini adalah golongan alkana (paraffin), yang mewakili
10-40 % komposisi minyak mentah.
2)
Hidrokarbon aromatis
Hidrokarbon
aromatis meliputi monocyclis aromatis benzene, toluene, etil toluene dan xilena
(BTEX) dan polisik aromatis hidrokarbons (PAHs) yang meliputi naphthalene,
anthracene, dan phenanthrene (BP MIGAS 2002). Senyawa aromatik ini merupakan
komponen minyak mentah yang paling beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun,
berjangka lama) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan
aromatik bermassa rendah (low-weight aromatics), dapat larut dalam air sehingga
meningkatkan bioavaibilitas yang dapat menyebabkan terpaparnya organisma
didalam matrik tanah ataupun pada badan air. Jumlah relatif hidrokarbon
aromatis didalam mnyak mentah bervariasi dari 10-30 % (Syakti 2004).
3)
Resin dan aspal
Komponen
penyusun minyak tersebut juga terdiri atas aspal (asphalt) dan resin dengan
komposisi 5-20 % yang merupakan komponen berat dengan struktur kimia yang
kompleks berupa senyawa siklik aromatik dengan lebih dari lima cincin aromatik
dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga senyawa-senyawa
tersebut memiliki polaritas yang tinggi.
Resin
merupakan senyawa polar yang mengandung senyawa nitrogen, sulfur, oksigen
(pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa NSO. Aspal
adalah senyawa dengan berat molekul besar dan pada umumnya mengandung logam
berat nikel, vanadium, dan besi. Aspal sukar larut dalam air dan mempunyai
sifat fisik padat (BP Migas 2002).
b. Minyak hasil olahan (minyak)
Minyak hasil olahan seperti gasolin, kerosen
dan minyak jett adalah produk olahan minyak mentah melalui proses catalitic
cracking dan fractional distilation. Distilation adalah pemisahan fraksi-fraksi
minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Mula-mula minyak mentah
dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ±370°C.
Hasil olahan berupa minyak mempunyai sifat fisik kimia yang berbeda dengan
minyak mentah.
Senyawa baru dapat muncul dalam minyak olahan
yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak mentah. Minyak hasil olahan
mempunyai kandungan senyawa hidrokarbon tak jenuh seperti olefins (alkena dan
cycloalkena) dari proses catalytic cracking. Kandungan olefins dapat mencapai
30% dalam gasoline dan sekitar 1% dalam jet fuel (NAS 1985).
Secara umum toksisitas minyak mentah
meningkat dengan memanjangnya rantai hidrokarbon. Selanjutnya hidrokarbon
aromatik lebih toksik apabila dibandingkan dengan sikloalkana dan alkana.
Selain hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung senyawa lain seperti nitrogen
dengan kisaran 0,0-0,9%, belerang 0,0-1%, dan oksigen 0,0-2% (Neff 1976).
Semua minyak mentah dan produk minyak kilang
lainnya beracun terhadap organisme laut. Efek lethal semakin menurun dengan
meningkatnya lama waktu. Pada tahap jentik dan larva efek lethalnya terhadap
minyak terjadi pada konsentrasi 0,1-1,0 mg/l dan organisme dewasa terjadi pada
kisaran 1,0-10 mg/l (Bishop & Paul 1983).
Fraksi minyak bumi yang tidak larut dapat
menyebabkan kerusakan karena dapat menempel pada organisme dan menyebabkan
organisme tersebut matilemas. Selain itu, minyak juga dapat menyebabkan terkontaminasinya
organisme perairan yang biasanya dikonsumsi. Hidrokarbon aromatik pada titik
didih rendah seperti benzena, toluena, xilena, nafthalena dan phenantrena
merupakan fraksi yang paling toksik dan penyebab utama kematian organisme (BP
Migas 2002).
Senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam
minyak bumi seperti benzena, toluena, etil benzena dan isomer xilena (BTEX)
mempunyai sifat mutagenik dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini sulit
mengalami perobakan di alam sehingga akan mengalami proses akumulasi pada
rantai makanan (biomagnifikasi) pada ikan maupun biota laut lainnya (Mukhtasor
2007).
3. Prilaku Minyak di Perairan
Proses penyebaran minyak akan menyebabkan
lapisan menjadi lebih tipis serta tingkat penguapan meningkat. Hilangnya
sebahagian material yang volatilmenyebabkan minyak lebih padat, berat dan
tenggelam (GAO 2007). Prilaku minyak di perairan tersebut diuraikan sebagai
berikut.
a. Penyebaran (spreading)
Pada saat masuk ke
perairan laut, minyak akan tersebar ke seluruh permukaan laut dalam satu
lapisan. Kecepatan penyebarannya tergantung pada tingkat viskositas minyak.
Minyak yang viskositasnya rendah dan berbentuk cair akan menyebar lebih cepat
dari minyak yang viskositasnya tinggi. Lapisan minyak ini akan menyebar dengan
cepat dan menutupi wilayah permukaan laut.
Penyebaran minyak
tersebut pada umumnya tidak merata. Setelah beberapa jam, lapisan tersebut akan
pecah dan karena pengaruh angin, aksi gelombang dan turbulensi air laut, akan
membentuk buih tipis. Tingkat penyebaran minyak juga ditentukan oleh kondisi
fisik perairan seperti temperatur, arus laut, pengaruh pasang dan kecepatan
angin (Reed et al. 1999).
Gelombang dan
turbulensi di permukaan laut dapat mengakibatkan seluruhnya atau sebagian dari
lapisan minyak pecah menjadi beberapa bagian dan tetesan yang ukurannya
bervariasi. Ini akan tercampur ke dalam lapisan atas pada kolom air. Beberapa
dari tetesan yang lebih kecil akan tertinggal dan tersuspensi pada air laut
sementara tetesan yang lebih besar akan cenderung naik ke permukaan, dimana
tetesan-tetesan ini kemungkinan tidak bergabung dengan tetesan lain dan
membentuk lapisan atau tersebar membentuk lapisan tipis (NOOA 2002). Penyebaran
ini merupakan proses terpenting selama awal ekspose minyak dalam air. Proses
ini akan memperluas sebaran minyak sehingga meningkatkan perpindahan massa
melalui proses evaporasi, pelarutan dan biodegradasi.
b. Penguapan (evaporation)
Proses penguapan adalah mekanisme utama
hilangnya sebahagian fraksi minyak dari permukaan laut. Laju dan jangkauan
proses penguapan banyak tergantung pada proporsi fraksi bertitik-didih rendah
dari lapisan minyak yang tumpah. Proses penguapan juga bergantung pada proses
penyebaran awal yang telah berlangsung, sebab makin luas dan tipis ketebalan
tutupan daerah penyebaran minyak, makin cepat fraksi minyak ringan untuk
menguap. Faktor lingkungan yang mempengaruhi penguapan minyak adalah angin,
gelombang air dan suhu. Proses penguapan menyebabkan minyak yang mengalami
peningkatan densitas dan viskositas (Mangkoedihardjo 2005). Minyak ringan
seperti bensin dapat menguap hingga 90 % dari total volumenya selama dua hari,
sedangkan minyak mentah ringan dapat menguap hingga 40%. Sebaliknya minyak
mentah berat (residu) melepaskan tidak lebih dari 10% dari volume awalnya
beberapa hari setelah terjadi pencemaran minyak. Penguapan senyawa alkana (<
C15) dan aromatik berlangsung 1 – 10 hari (Xueqing et al. 2001).
c. Dispersi (dispertion)
Dispersi adalah mekanisme fraksinasi dari
lapisan minyak menyebar dalam bentuk gumpalan (droplet) dan pergerakannya di
dalam badan air dapat secara vertikal dan horizontal. Dispersi vertikal
berkaitan dengan pergerakan droplet yang memiliki dimensi kurang dari 100 μm.
Fenomena ini lebih dianggap sebagai pergerakan polutan dari satu tempat
ketempat lain dan bukan sebagai mekanisme degradasi. Formasi gumpalan minyak
ukuran kecil secara signifikan mampu meningkatkan kontak antara air laut dan
minyak dan penguraian minyak oleh mikroorganisme akan semakin besar. Gumpalan
minyak akan menyebar melalui lapisan atas air laut dan akan terapung kembali ke
permukaan laut tergantung pada densitas dan ukuran gumpalan minyak tersebut
(Syakti 2004).
d. Emulsifikasi (emulsification)
Emulsifikasi adalah proses perubahan status
butiran minyak dalam air menjadi butiran air dalam minyak. Gerakan gelombang
menyebabkan lapisan permukaan minyak bergerak ke bagian atas permukaan air
sehingga menyebabkan formasi minyak yang tidak larut dalam air akan teremulsi
dengan cepat. Emulsi mampu mengubah karakteristik minyak secara signifikan.
Emulsi yang stabil mengandung 65-80 % air. Emulsi perangkap air dapat
meningkatkan volume minyak menjadi 3-5 kali lebih besar (Mukhtasor 2007).
e. Pelarutan (dissolution)
Proses pelarutan berperan penting bagi proses
biodegradasi minyak di perairan. Kecepatan pelarutan dipengaruhi oleh komposisi
kimiawi hidrokarbon minyak bumi, luasan penyebaran, dan kondisi
hidrooseanografi perairan (arus, angin dan gelombang) dan viskositasnya.
Senyawa aromatik dengan beratmolekul kecil seperti benzena dan toluena lebih
mudah larut dalam air dibanding senyawa minyak yang berberat molekul besar (NAS
1985).
Kelarutan berbagai jenis hidrokarbon minyak
di dalam air dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :
Berdasarkan
Tabel diatas, senyawa aromatis memiliki kelarutan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan senyawa alkana. Benzena memiliki kelarutan yang lebih
tinggi, kemudian diikuti oleh toluene, ethylbenzena, xylena dan naphtalena.
Pada umumnya makin berat molekul dari senyawa hidrokarbon minyak semakin kecil
kelarutannya dalam air.
f. Oksidasi
Proses oksidasi mampu mengubah minyak menjadi
senyawa-senyawa baru berdasarkan kemampuan oksidasinya. Pada proses ini,
hidrokarbon dapat teroksidasi menjadi alkohol, keton dan asam-asam organik.
Hasil oksidasi merupakan senyawa yang lebih mampu larut dibandingkan dengan
senyawa hidrokarbon sebelumnya. Oksidasi minyak mentah dapat terjadi melalui
dua proses yaitu foto-oksidasi dan mikrobial-oksidasi. Saat minyak di perairan
terkena sinar matahari melalui bantuan oksigen maka terjadilah fotooksidasi dan
diikuti dengan oksidasi mikrobial secara aerob. Hal yang mempengaruhi fotooksidasi
adalah spektrum dan intensitas cahaya matahari, serta karakteristik permukaan
air. Radiasi matahari yang sampai ke lapisan minyak dapat meningkatkan proses
oksidasi (photo-oxidation), namun laju penguraian ini tidak lebih dari 0.1% per
hari meskipun dibawah intensitas sinar matahari yang tinggi. (Mukhtasor 2007).
g. Sedimentasi (sedimentation)
Sedimentasi merupakan proses perubahan minyak
menjadi sedimen tersuspensi yang akhirnya akan tinggal di kolom air dan
terakumulasi pada dasar perairan. Sinking merupakan mekanisme dimana minyak
yang berat jenisnya lebih besar dari air akan pindah ke lapisan bawah secara
alami karena gaya gravitasi. Sedimentasi
memerlukan mekanisme proses untuk merubah minyak menjadi sedimen. Proses
sedimentasi minyak lebih cenderung berlangsung melalui rantai makanan dan
terdeposit pada dasar laut bersama kotoran buangan organisme laut. Salah satu
mekanisme yang terjadi adalah penyebaran butiran minyak ke kolom perairan oleh
zooplankton dan tenggelam ke dasar perairan (Lee et al. 2005).
h. Penguraian secara biologi (biodegredation)
Biodegradasi adalah proses penguraian minyak
oleh mikro-organisme pada permukaan kontak minyak dengan air yang berlangsung
pada beberapa komponen minyak. Proses biodegradasi merupakan proses perpindahan
massa dari media lingkungan ke dalam massa mikroba (menjadi bentuk terikat
dalam massa mikroba) sehingga minyak hilang dari perairan.
Proses penyebaran minyak dipengaruhi oleh
jumlah dan tipe minyak, kondisi cuaca, arus dan gelombang. Berdasarkan sifatnya
beberapa komponen dari minyak bumi tergolong polutan konservatif (sukar
terurai) sehingga dapat bertahan lama di perairan sebelum menguap atau
teradsorbsi oleh organisme perairan. Hal ini di pengaruhi oleh faktor
oseanografi perairan seperti arus, dan gelombang laut. Sirkulasi arus dapat
mempercepat penguapan, penyebaran percampuran, penyerapan dan pengendapan
minyak (Clark 2003).
Banyak kapal-kapal tanker, cargo dan ferry
yang melintasi perairan Selat Rupat yang menyebabkan perairan ini sangat rentan
terhadap pencemaran minyak. Propinsi Riau juga propinsi penghasil minyak,
sehingga Pelabuhan Dumai telah digunakan sebagai terminal bongkar-muat minyak.
Oleh karena itu, di kawasan Selat Rupat berpotensi terjadinya pencemaran minyak.
B. Sumber Pencemaran Minyak Di Laut
Lingkungan laut merupakan tempat hidupnya
berbagai jenis biota laut dan tumbuhan yang sangat beraneka ragam dan harus
dilindungi untuk memertahankan ekosistim yang telah ada. Kerusakan lingkungan
laut diakibatkan oleh ulah manusia yang tidak peduli dan akibat pencemaran yang
antara lain :
Penyebab pencemaran laut dapat berasal dari :
1. Ladang minyak di bawah dasar laut, baik melalui rembesan
maupun kesalahan pengeboran pada operasi lepas pantai.
2. Kecelakaan pelayaran seperti kapal kandas, tenggelam dan
kapal tanker yang tabrakan.
3. Pembuangan air bilge (air got) dari kapal.
4. Terminal banker minyak dipelabuhan, dimana minyak dapat
tumpah
pada waktu memuat/membongkar
pengisian bahan bakar.
5. Limbah pembuangan refinery, minyak pelumas dan cairan
yang mengandung hydrocarbon dari darat.
Tumpahan minyak dari kapal terjadi karena
faktor-faktor :
1. Kerusakan mekanis :
a. Kerusakan dari sistim peralatan kapal
b. Kebocoran lambung kapal
c.
Kerusakan katup-katup hisap atau
katup pembuangan kelaut
d. Kerusakan selang-selang muatan bahan bakar
2. Kesalahan manusia :
a. Kurang pengetahuan/pengalaman
b. Kurang perhatian dari personil pada saat pengisian bahan
bakar
c.
Kurang ditaatinya
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
d. Kurangnya pengawasan terhadap pentingnya perlindungan
lingkungan laut
C. Dampak Tumpahan Minyak di Laut
Telah banyak kerugian yang dialami dan
akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut, seperti
menurut Pramudianto, (1999):
1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak.
Residu berwarna gelap yang terdampar di
pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Kontaminasi terhadap
udara yang perlu diperhatikan akan bahaya penguapan benzene karena mempunyai
efek karsinogenik kepada manusia. Keadaan ini semakin penting untuk
diantisipasi apabila kejadian tumpahan minyak berada dekat dengan lokasi
penduduk yang padat. Dan benda purbakala, cagar alam dan harta karun di dasar
laut yang terkena minyak dapat rusak atau berkurang nilai estetikanya. Oleh
sebab itu nilai jualnya akan berkurang.
2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek
subletal
Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat
zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk
hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi
kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara
langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal
dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari
komunitasnya. Minyak dapat mempengaruhi kehidupan mangrove dan organisme lain yang
berasosiasi pada mangrove. Minyak dapat menutupi daun, menyumbat akar nafas,
mencegah difusi garam dan menghambat proses respirasi pada mangrove. Dan
vegetasi bawah air sangat sensitif terhadap kontaminasi minyak, karena vegetasi
bawah air mimiliki produktivitas yang tinggi, berperan dalam siklus nutrien,
berfungsi sebagai kawasan asuhan, mencari makan, dan berlindung berbagai
spesies penting dan komersial tinggi dari jenis-jenis ikan.
3. Pertumbuhan fitoplankton laut
akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi,
juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah
fitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga
akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan
kandungan protein yang tinggi.
4. Penurunan populasi alga dan
protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air).
Selain itu, terjadi kematian burung-burung
laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang
dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan.
Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak
sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada
akhirnya mati.
D. Pencegahan Dan Penanggulangan
Pencemaran Minyak di Laut
1. Pencegahan Pencemaran
Permulaan tahun 1970-an cara pendekatan yang
dilakukan IMO (Internasional Maritime Organization) dalam membuat
peraturan yang berhubungan dengan marine pollution(MarPol) pada dasarnya sama
dengan sekarang ini yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur kapal
untuk mencegah jangan sampai terjadi tumpahan minyak ataupun pembuangan
campuran minyak kelaut. Dengan pendekatan yang demikian Marine Polution
1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminim mungkin minyak yang tumpah
kelaut. Tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan modifikasi oleh IMO yang
menitikberatkan pada pencegahan pencemaran laut yakni keharusan suatu kapal
untuk dilengkapi dengan oily water separator equipment dan oily discharge
monitoring system. Karena itu pada peraturan Marine Polution 1973/1978 dapat
dibagi dalam 3(tiga) kategori yaitu :
a. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran
c.
Peraturan untuk melaksanakan
ketentuan tersebut(Batti,1998)
Dalam usaha mencegah sekecil
mungkin minyak mencemari laut, maka sesuai marine pollution 1973/1978 sisa-sisa
campuran minyak di atas kapal seperti halnya hasil
purifikasi minyak pelumas dan kebocoran dari sistem bahan bakar minyak akan
dikumpulkan dalam tangki penampungan seperti slop tank dengan daya tampung yang
mencukupi. Pencegahan
dan penanggulangan pencemaran yang datangnya dari kapal perlu dikontrol melalui
pemeriksaan dokumen sebagai bukti bahwa pihak perusahaan dan kapal sudah
melaksanakan dengan semestinya. Salah satu dokumen yang harus dibawa berlayar
bersama kapal adalah “Inruction and Operation Manual of Oily Water
Separating and Filtering Equipment”. Dengan adanya dokumaen tersebut
diharapkan pencemaran dapat dicegah dan kalau sampai terjadi pencemaran maka
kepentingan hukum yang timbul dapat ditanggulangi berdasarkan dokumen yang
tersedia.
Pembuangan
minyak ke laut pada dasarnya dilarang sehingga untuk pelaksanaannya timbul
ketentuan-ketentuan pencegahan pencemaran internasional itu seperti :
a. Pengadaan tangki ballast terpisah pada ukuran kapal-kapal
tertentu, ditambah dengan peralatan-peralatan seperti oily detector monitor (ODM),
oily water separator (OWS) dan sebagainya.
b. Batasan-batasan minyak yang dapat dibuang ke laut.
c.
Daerah pembuangan minyak.
d. Keharusan pelabuhan-pelabuhan untuk menyediakan penampung
slop.
Marine Pollution 1973/1978 dalam
Batti (1998) menerangkan bahwa pembuangan minyak kelaut dapat juga dibolehkan
apabila :
a. Lokasi pembuangn lebih dari 50 mil dari daratn.
b. Tidak dalam “special area” seperti lautan mediteran, laut
Baltic, laut hitam, laut merah dan daerah teluk.
c.
Tidak membuang lebih dari 30 liter
permil laut.
d. Tidak membuang lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah
muatan.
e. Kapal harus dilengkapi dengan oily discharge monitoring
(ODM) dengan kontrol sistemnya.
Selain itu pemerintah negara
anggota diminta mengeluarkan peraturan agar untuk pelabuhan dimana kapal akan
membuang sisa atau campuran minyak harus dilengkapi dengan tangki penampungan
di darat.
Untuk
memonitor dan mengontrol pembuangan sisa minyak atau campuran minyak dengan air
kelaut maka dikeluarkan peraturan tambahan untuk Marine Pollution 1973/1978
sebagai berikut :
a. Kapal dengan ukuran 400 GT sampai 10.000 GT harus
dilengkapi dengan oily separating equipment untuk menjamin campuran minyak dan
air yang terbuang ke laut sesudah melalui sistem tersebut tidak melebihi
kandungan dari 100 ppm.
b. Kapal ukuran 10.000 GT ke atas harus dilengkapi tambahan
peralatan : “oily discharge monitoring and control system” atau “oily filtering
equipment” yang menjamin bahwa air yang terbuang kelaut setelah melewati sistem
tersebut tidak mengandung minyak lebih dari 15 ppm.
Karena prinsip pencegahan
pencemaran yang berasal dari kapal adalah mengurangi semaksimal mungkin
pembuangan minyak kelaut tetapi kalau terpaksa harus batas-batas yang tidak
sampai merusak lingkungan hidup dilaut.
Menyingkapi ketentuan tersebut maka pengadaan dan pengaktipan alat
pemisah dengan air (oily water separator) merupakan syarat yang mutlak bagi
armada penangkapan ikan modern sehingga tercipta pengembangan sumberdaya
perikanan yang berwawasan lingkungan. Alat pemisah minyak dengan air laut di dalam
kapal perikanan berfungsi untuk memisahkan minyakdengan air yang tercampur
dengan air got sebelum air got tersebut dibuang kelaut.
2. Upaya Penanganan Tumpahan Minyak
di Laut dan Perairan
a. Secara
Mekanik
Pada umumnya
pengendalian pencemaran minyak di perairan laut secara mekanik dapat dilakukan
dengan menggunakan peralatan boom dan skimmer.Booms digunakan untuk
melokalisasi dan mengendalikan pergerakan minyak dan skimmer digunakan untuk
mengambil minyak. Boom berfungsi sebagai perangkap melingkar polutan minyak
diperairan agar tetap pada lokasi tertentu sehingga minyak di perairan tidak
menyebar. Prinsip kerja boom adalah menahan gerakan minyak dari aliran arus
sehingga minyak tetap terkumpul didalam boom untuk kemudian dapat dipindahkan
dari air laut dengan sistim penyedotan
Gambar 2.3 Pengendalian pencemaran minyak diperairan menggunakan oil boom
(WWF,2007)
Penyebaran
minyak membentuk suatu lapisan yang tipis disebabkan karena adanya gerakan
angin, gelombang, arus atau pasang-surut menyebabkan penanganan pencemaran
minyak menjadi lebih sulit. Oleh sebab itu langkah utama yang perlu dilakukan
adalah melokalisir pencemaran minyak pada suatu area sehingga masih mempunyai
ketebalan yang besar. Upaya untuk melokalisir pencemaran minyak ini akan
efektif dilakukan dengan menggunakan boom untuk menghalangi penyebaran minyak
yang lebih luas. Penggunaan boom ini akan efektif pada kondisi perairan yang
tenang. Apabila kecepatan arus lebih dari 0,75 knot maka lapisan minyak akan
pecah menjadi butiran-butiran (droplet). Kelemahan lain dari penggunaan boom
ini adalah sulitnya menjaga agar boom ini tetap tegak karena ada dorongan dari
arus dan gelombang sehingga miring dan menyebabkan minyak menyebar ke luar.
Oil skimmer
merupakan alat mekanis yang berfungsi mengambil minyak dari permukaan air berdasarkan berat jenis,
tegangan permukaan dan medium bergeraknya. Prinsip kerja oil skimmer adalah
mampu menyedot minyak dari air dengan menyerap minyak dengan material yang
berpori atau mengikat minyak pada suatu material, kemudian memisahkannya dari
air. Di dalam skimmer minyak akan dipisahkan dari air atas perbedaan berat
jenisnya. Skimmer hanya dapat mengikat minyak dalam keadaan cair yang berada
dipermukaan saja dan yang berbentuk droplet akan dilewatkan. Pada umumnya
minyak Indonesia bersifat parafinis sehingga skimmer sulit untuk dioperasikan
untuk upaya pembersihan perairan. Oil skimmer akan bekerja efektif apabila
kondisi air lautnya tenang.
b. Secara kimia
Dispersant
merupakan bahan kimia yang mempunyai agent permukaan yang aktif yang dikenal
dengan nama surfactant. Menurut IPIECA (2001), molekul surfactant mengandung
dua bahagian, yaitu headgroup yang bersifat polar (hydrophilic) dan tailgroup
yang bersifat non polar (oleophilic).
Gambar 2.4
Aktivitas Surfactan dan dispersi minyak menjadi droplet (IPIECA 2001)
Dispersant
dapat menyebabkan minyak pecah menjadi butiran-bituran kecil (droplet) yang
terdiri atas molekul hydrophilic dan oleophilic yang mampu terdispersi ke badan
air (Gambar2.4 ). Hasil dispersi ini adalah semakin besarnya droplet minyak
yang masuk ke dalam badan air sehingga mempercepat terlepasnya hidrokarbon yang
mudah menguap ke atmosfir. Masuknya droplet ke badan air menyebabkan minyak
lebih mudah terbiodegredasi karena luas permukaannya menjadi lebih kecil. Hal
ini mencegah minyak untuk tidak terbawa oleh angin hingga ke pantai sehingga
dapat mengurangi daya toksisitasnya dan mencegah kematian burung dan pengaruh
yang merugikan kepada manusia.
Penggunaan
dispersant tidak akan efektif pada air yang tenang karena membutuhkan gerakan
gelombang agar dispersant tercampur dengan tumpahan minyak. Mulanya, dispersant
yang dipakai merupakan zat pengemulsi dari campuran hidrokarbon diantaranya
hidrokarbon aromatik, fenol, dan senyawa lain dengan konsentrasi tinggi yang
bersifat racun terhadap kehidupan laut. Tetapi saat
ini telah
diproduksi dispersant yang tidak menggunakan senyawa hidrokarbon. Dispersant
dapat disemprotkan pada polutan minyak dengan menggunakan helikopter ataupun
boat (Gambar 2. 5).
Gambar 2.5 Pengendalian pencemaran minyak diperairan menggunakan dispersant
(WWF,2007)
c. Secara biologi
Bioremediasi adalah suatu cara
penanggulangan pencemaran minyak dengan memanfaatkan organisme tertentu yang
dapat mendegredasi polutan minyak. Bioremediasi merupakan cara penanggulangan
tumpahan minyak yang paling aman bagi lingkungan (Munawar et al. 2007).
Menurut Syakti (2004),
mikroorganisme dapat memanfaatkan minyak sebagai sumber karbon untuk
pembentukan biomasa dan energi bagi pertumbuhannya. Organisme tersebut
terdistribusi secara luas di laut, dan cenderung berlimpah pada perairan yang
tercemar minyak akibat buangan industri dan limbah cair domestik.
Mikroorganisme pengurai minyak
yang biasa digunakan adalah sianobakteria dan alga biru. Komponen minyak bumi
yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar dalam minyak
bumi yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke
dalam membran sel bakteri.
Jumlah bakteri yang mendegradasi
komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak
bumi (Churchill 1995). Komponen minyak bumi yang sulit terdegradasi jumlahnya
lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi sehingga mikroba
pendegradasi komponen ini jumlahnya lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat
karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih
banyak.
Penanggulangan pencemaran minyak
harus terkoordinasi dengan melibatkan berbagai stakeholders yang meliputi
pemerintah (Administrator Pelayaran, Pelindo, Kementrian Lingkungan Hidup dan
Dinas Perikanan), pengusaha migas, operator kapal (nakoda/kapten kapal),
nelayan setempat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan unsur masyarakat harus
berkoordinasi dalam menanggulangi pencemaran minyak di perairan. Koordinasi ini
sangat penting dilakukan agar pencemaran yang terjadi dapat diatasi, dimana
segenap komponen bahu membahu saling mengisi kekurangan dan saling tukar informasi.
d. Absorbents.
Zat untuk menyerap minyak
ditaburkan di atas tumpahan minyak dan kemudian zat tersebut menyerap minyak
tadi. Umumnya zat yang digunakan untuk menyerap minyak adalah : lumut kering,
ranting, potongan kayu. Ada pula zat sintetis yang dibuat dari polyethylene,
polystyrene, polyprophylene dan polyurethane.
e. Menenggelamkan Minyak
Suatu campuran 3.000 ton
kalsium karbonat yang ditambah dengan 1 % sodium stearate dicoba dan berhasil
menenggelam-kan 20.000 ton minyak. Setelah 14 bulan kemudian, tidak lagi
ditemui adanya minyak di dasar laut tersebut. Cara ini masih dipertentangkan karena
dianggap akan memindahkan masalah kerusakan oleh minyak ke dasar laut yang
relatif merusakan kehidupan. Untuk perairan laut dalam hal ini tidak akan
memberikan efek.
BAB III
PENUTUP
1. Karakteristik fisik minyak yang mempengaruhi prilaku
minyak di laut yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour
point) dan kelarutan air.
2. Sumber pencemaran laut dapat berasal dari : Ladang minyak di bawah dasar
laut, Kecelakaan pelayaran, Pembuangan
air bilge (air got) dari kapal, Terminal banker minyak dipelabuhan, Limbah
pembuangan refinery, minyak pelumas dan cairan yang mengandung hydrocarbon dari
darat.
3. Dampak Tumpahan Minyak di Laut adalah : Rusaknya estetika
pantai akibat bau dari material minyak, Kerusakan biologis, bisa merupakan efek
letal dan efek subletal, Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan
senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari
proses biodegradasi, Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan
racun slick (lapisan minyak di permukaan air).
4. Upaya Penanganan Tumpahan Minyak di Laut dan Perairan
dapat dilakukan Secara Mekanik, Secara kimia, Secara biologi Absorbents,
Menenggelamkan Minyak.
B.
Saran
Saran saya adalah perlu adanya kesadaran dari
para awak kapal maupun dari berbagai institusi industry untuk tidak membuang atau menumpahkan minyak maupun sisa-sisa air basal dari kapal
maupun dari industri ke dalam perairan baik secara sengaja maupun secara tidak
sengaja. Dan juga perlu adanya perhatian dari pemerintah untuk melihat
pencemaran minyak di laut agar laut tidak tercemar dan merusak ekosistem laut
DAFTAR PUSTAKA
Fakhruddin.
2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Jakarta : Kompas
Ginting,
Perdana, Ir.,2007. Sistem Pengelolaan
Lingkungan dan Limbah Industri. Jakarta : MS. CV YRAMA WIDYA
Malisan J. 2010. Kajian Pencemaran Kapal Dalam Rangka
Penerapan PP Nomor 21 Tahun 2010 Tentang PErlindungan Laut. J.P. Transla.Vol 13
(1): 65-77
Mukhtasor.
2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Sabhan, Mudin Y, Babanggai M. 2014,Pemodelan Tumpahan
Minyak Di Teluk Lalong Kabupaten Banggai. Online Jurnal Of Natural Science.
Vol.3(2): 10-17
Sopiani A. 2014. Menjaga Laut Dari Pencemaran Dan
Kerusakan. Mitra Edukasi Indonesia: 37-46
saya ingin berbagi dengan siapa pun di sini yang mencari pinjaman untuk bisnis atau pinjaman pribadi untuk menghubungi mr pedro di pedroloanss@gmail.com karena mr pedro dan perusahaan pinjamannya adalah semua yang saya percaya ketika datang ke solusi situasi keuangan jadi saya merekomendasikan ada yang mencari bantuan keuangan untuk menghubungi mr pedro dengan pinjaman 2 tingkat pengembalian tahunan, sekarang? Anda mengerti mengapa saya akan memilih pedro dengan perusahaan pinjamannya 100 keuangan asli.
ReplyDelete